• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

4. Tinjauan Umum tentang E-Commerce

a. Pengertian E-Commerce

Electronic Commerce adalah penyebaran, pembelian, penjualan,

pemasaran barang dan jasa melalui sistem elektronik seperti internet atau televisi, www, atau jaringan komputer lainnya. E-commerce dapat melibatkan transfer dana elektronik, pertukaran data elektronik, sistem manajemen inventori otomatis, dan sistem pengumpulan data otomatis. (http://id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan_elektronik).

E-commerce seringkali diartikan sebagai jual beli barang dan jasa

melalui media elektronik, khususnya melalui internet. Salah satu contoh adalah penjualan produk secara online melalui internet yang dilakukan

Web Store Kompas Cyber Media. Dalam bisnis ini dukungan dan

pelayanan terhadap konsumen menggunakan e-mail sebagai alat bantu, mengirimkan kontrak melalui mail, dan lain-lain (Yahya Ahmad Zein, 2009:4).

commit to user

Electronic commerce, commonly known as e-commerce or eCommerce, consists of the buying and selling of products or services over electronic systems such as the Internet and other computer networks. The amount of trade conducted electronically has grown extraordinarily since the spread of the Internet. A wide variety of commerce is conducted in this way, spurring and drawing on innovations in electronic funds transfer, supply chain management, Internet marketing, online transaction processing, electronic data interchange (EDI), inventory management

systems, and automated data collection systems

(http://ecommerce-journal.com/articles/electronic_commerce_aka_e_commerce_history). Terjemahan bebasnya adalah “Electronic commerce, yang umum dikenal sebagai e-commerce atau eCommerce, terdiri dari pembelian dan penjualan produk atau layanan melalui sistem elektronik seperti internet dan jaringan komputer lainnya. Jumlah perdagangan dilakukan secara elektronik telah berkembang luar biasa sejak penyebaran internet. Berbagai perdagangan dilakukan dengan cara ini, memacu dan menggambarkan inovasi dalam transfer dana elektronik, manajemen suplai, pemasaran internet, proses transaksi online, elektronic data interchange (EDI), inventarisasi sistem manajemen, dan sistem pengumpulan data otomatis”.

Definisi E-Commerce menurut Laudon & Laudon (1998),

E-Commerce adalah suatu proses membeli dan menjual produk-produk

secara elektronik oleh konsumen dan dari perusahaan ke perusahaan dengan komputer sebagai perantara transaksi bisnis. E-Commerce atau yang biasa disebut juga dengan istilah Ecom atau Emmerce atau EC

merupakan pertukaran bisnis yang rutin dengan menggunakan transmisi

Electronic Data Interchange (EDI), email, electronic bulletin boards,

mesin faksimili, dan Electronic Funds Transfer yang berkenaan dengan transaksi-transaksi belanja di Internet shopping, stock online dan surat obligasi, download dan penjualan software, dokumen, grafik, musik, dan lain-lainnya, serta transaksi Business to Business (B2B). (Wahana Komputer Semarang 2002). Sedangkan definisi E-Commerce menurut

commit to user

David Baum (1999, pp. 36-34) yaitu: E-Commerce is a dynamic set of technologies, applications, and bussines process that link enterprises, consumers, and communities through electronics transactions and the

electronic exchange of goods, services, and informations. Diterjemahkan

oleh Onno. W. Purbo: E-Commerce merupakan satu set dinamis teknologi, aplikasi, dan proses bisnis yang menghubungkan perusahaan, konsumen, dan komunitas tertentu melalui transaksi elektronik dan perdagangan barang, pelavanan, dan informasi yang dilakukan secara elektronik.

(http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/08/e-commerse-definisi-jenis-tujuan.html).

Perkembangan transaksi bisnis yang menggunakan e-commerce

tidak terlepas dari laju pertumbuhan internet, karena e-commerce berjalan di atas jaringan internet. Pertumbuhan pengguna internet yang sedemikian pesatnya merupakan suatu kenyataan yang membuat internet menjadi salah satu media yang efektif bagi perusahaan maupun perorangan untuk memperkenalkan dan menjual produk barang atau jasa mereka ke calon pembeli atau konsumen di seluruh dunia. Hadirnya e-commerce

memungkinkan terciptanya persaingan yang sehat antar perusahaan kecil, menengah dan besar dalam merebut pangsa pasar.

b. Jenis-jenis E-Commerce

Menurut Yahya Ahmad Zein, jenis-jenis hubungan hukum dan ruang lingkup transaksi bisnis yang menggunakan e-commerce (Yahya Ahmad Zein, 2009:71), yaitu:

1) Business to Business

Merupakan sistem komunikasi bisnis online antar pelaku bisnis atau dengan kata lain transaksi secara elektronik antar perusahaan (dalam hal ini pelaku bisnis) dan dalam kapasitas atau volume produksi yang besar. Para pengamat e-commerce mengakui bahwa akibat terpenting dengan adanya sistem komersial yang berbasis web

commit to user

ruang lingkup ini diajukan untuk menunjang kegiatan para pelaku bisnis. Dalam suatu rangkaian distribusi, kehadiran internet dapat menghubungkan semua aktivitas bisnis dengan bisnis lainnya, tidak peduli di mana ia berada atau posisinya dalam rangkaian distribusi, kemampuan itu secara langsung maupun tidak langsung sebenarnya dapat mengancam lapisan penghubung tradisional seperti wholesaler

atau broker. Fasilitas yang disediakan internet memberikan sarana bagi bisnis untuk berhubungan langsung dengan para pemasok atau karenanya dapat menghapus peranan perantara seperti broker.

2) Business to Customer

Merupakan suatu transaksi bisnis secara elektronik yang dilakukan pelaku usaha dengan pihak konsumen untuk memenuhi suatu kebutuhan tertentu dan pada saat tertentu, banyak cara yang digunakan untuk melakukan pendekatan dengan pihak konsumen, antara lain dengan mekanisme toko online (electronic shopping mall) atau bisa juga dengan menggunakan konsep portal seperti yang menjadi trend saat ini. Electronic shopping mall memanfaatkan

website untuk menjajakan produk dan jasa pelayanan, para penjual

menyediakan semacam storefront yang berisikan katalog produk dan pelayanan yang diberikan, dan para pembeli dapat melihat-lihat barang apa saja yang dibelinya.

3) Costumer to Costumer

Merupakan transaksi bisnis secara elektronik yang dilakukan antar konsumen untuk memenuhi suatu kebutuhan tertentu dan pada saat tertentu pula. Segmentasi Customer to Customer ini sifatnya lebih khusus karena transaksi dilakukan oleh konsumen ke konsumen yang memerlukan transaksi.

4) Customer to Business

Merupakan transaksi yang memungkinkan individu menjual suatu barang kepada perusahaan.

commit to user

c. Pengaturan E-commerce

Menurut pengaturan Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, disebutkan bahwa para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama transaksi berlangsung. Sedangkan dalam pengaturan Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, disebutkan penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik ataupun privat.

Menurut pengaturan Pasal 18 Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik disebutkan antara lain:

1) Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak.

2) Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.

3) Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.

4) Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.

5) Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.

commit to user

d. Mekanisme Penyelesaian Sengketa E-Commerce

Pasal 18 ayat (4) dan (5) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pada prinsipnya telah menyebutkan perihal forum dalam penyelesaian sengketa yaitu: ”Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi elektronik (ayat 4). Apabila para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional ayat (5)”.

Menurut Yahya Ahmad Zein, secara umum penyelesaian sengketa pada dasarnya ada dua cara yang dapat digunakan yaitu litigasi dan non litigasi. Penyelesaian sengketa melalui litigasi/badan peradilan biasanya hanya dimungkinkan ketika para pihak sepakat. Kesepakatan ini tertuang dalam penyelesaian sengketa dalam kontrak antara para pihak. Dalam klausula tersebut biasanya ditegaskan bahwa jika timbul sengketa dari hubungan bisnis mereka, mereka sepakat untuk menyerahkan sengketanya kepada suatu pengadilan suatu negara tertentu. Sedangkan penyelesaian sengketa non litigasi antara lain:

1) Negosiasi

Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa yang paling dasar dan paling tua digunakan. Penyelesaian sengketa melalui negosiasi merupakan cara yang paling penting. Banyak sengketa diselesaikan oleh negosiasi ini tanpa adanya publisitas yang menarik perhatian public. Alasan utamanya adalah karena dengan cara ini, para pihak dapat mengawasi procedural penyelesaian sengketanya. Setiap penyelesaian sengketanya pun didasarkan pada kesepakatan para pihak.

commit to user 2) Mediasi

Mediasi adalah suatu cara penyelesaian sengketa melalui pihak ketiga. Pihak ketiga tersebut bisa individu (pengusaha) atau lembaga atau organisasi profesi atau dagang. Mediator ikut serta secara aktif dalam proses negosiasi, biasanya ia dengan kapasitasnya sebagai pihak yang netral, berupaya mendamaikan para pihak dengan memberikan saran penyelesaian sengketa.

3) Konsiliasi

Yang dimaksud konsiliasi adalah usaha yang dilakukan pihak ketiga yang bersifat netral, untuk berkomunikasi dengan kelompok-kelompok yang bersengketa secara terpisah, dengan tujuan untuk mengurangi ketegangan dan mengusahakan ke arah tercapainya persetujuan untuk berlangsungnya suatu proses penyelesaian sengketa. Strategi ini lazim dipergunakan untuk mendamaikan para pihak yang terlibat konflik yang tidak mungkin atau sulit menyelesaikannya dengan saling berhadapan langsung dalam meja perundingan. Konsiliasi mensyaratkan adanya pihak ketiga yang dapat diterima oleh para pihak yang bersengketa.

4) Arbitrase

Berdasarkan definisi yang diberikan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa bahwa Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersangkutan (Yahya Ahmad Zein, 2009:93-112).

e. Hukum yang Berlaku dalam Penyelesaian Sengketa E-Commerce

Pasal 18 ayat (2) dan (3) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pada prinsipnya telah mengatur perihal hukum yang berlaku dalam penyelesaian sengketa

e-commit to user

commerce yaitu: ”Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum

yang berlaku bagi transaksi elektronik internasional yang dibuatnya (ayat 4). Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam transaksi elektronik internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional (3)”.

Menurut Yahya Ahmad Zein (2009:124), peran choice of law

dalam transaksi bisnis internasional yang menggunakan e-commerce

adalah hukum yang akan digunakan oleh badan peradilan dalam hal: 1) Menentukan keabsahan suatu kontrak dagang (dalam konteks ini

khusus berkaitan dengan sengketa transaksi bisnis internasional yang menggunakan e-commerce);

2) Menafsirkan suatu kesepakatan-kesepakatan atau persetujuan dalam kontrak yang dibuat para pihak;

3) Menetukan telah dilaksanakan atau tidak dilaksanakannya suatu prestasi yang menjadi objek kontrak tersebut (pelaksanaan suatu kontrak dagang);

4) Menentukan akibat-akibat hukum dari adanya pelanggaran terhadap kontrak yang telah disepakati para pihak.

Menurut Prof. Dr. Soedargo Gautama S.H. dalam bukunya “Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia” (2007:130), ada empat macam pilihan hukum dalam Hukum Perdata Internasional, yaitu: 1) Pilihan hukum secara tegas, di mana di dalam klasula kontrak tersebut

terdapat pilihan hukum yang dinyatakan secara tegas. Contohnya:

“This contract shall be governed by the laws of Republic of

Indonesia”. Dari klausula ini, jelas terllihat bahwa pilihan hukum para

pihak adalah hukum negara Indonesia.

2) Pilihan hukum secara diam-diam. Pada jenis ini para pihak memilih hukum yang berlaku secara diam-diam. Maksud dari para pihak mengenai pilihan hukum seperti ini disimpulkan dari sikap mereka, isi dan bentuk perjanjian tersebut.

commit to user

3) Pilihan hukum yang dianggap atau yang disebut juga “presumptio

iuris”. Hakim menerima telah terjadi suatu pilihan hukum berdasarkan

dugaan-dugaan hukum belaka. Dalam hukum antar tata hukum (HATAH) intern Indonesia dikenal lembaga penundukan hukum secara dianggap.

4) Pilihan hukum secara hipotetis. Di sini, sebenarnya tidak ada satu kemauan dari para pihak untuk memilih pilihan hukum. Hakimlah yang melakukan pilihan hukum.

Selanjutnya Prof Dr Sudargo Gautama S.H. menerangkan bahwa dalam hal tidak ada pilihan hukum yang ditentukan dalam perjanjian, ada beberapa teori pilihan hukum dalam Hukum Perdata Internasional yang bisa dipakai:

1) Teori Lex Loci Contractus menerangkan suatu kontrak ditentukan oleh hukum di mana tempat kontrak itu dibuat, di mana ia diciptakan, dilahirkan.

2) Teori Lex Loci Solutionis menerangkan pilihan hukum ditentukan dari tempat di mana kontrak tersebut dilaksanakan. Teori ini digunakan untuk menentukan akibat-akibat hukum dari suatu perjanjian.

3) Teori proper law of the contract menerangkan pilihan hukum ditentukan dari “intention of the parties”. Jadi, dilihat maksud dari para pihak, hukum mana yang akan diaplikasikan.

4) The most characteristic connection menerangkan pilihan hukum

didasarkan pada hukum negara mana yang memperlihatkan “the most

characteristic connection”. Jadi, dicari apa yang menjadi “center of

commit to user

Dokumen terkait