• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Umum Tentang Jeringau ( Acorus Calamus L )

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Tinjauan Umum Tentang Jeringau ( Acorus Calamus L )

Jeringau merupakan herba menahun dengan tinggi sekitar 75 cm. Tumbuhan ini biasa hidup di tempat yang lembab, seperti rawa dan air pada semua ketinggian tempat. Batang basah, pendek, membentuk rimpang, dan berwarna putih kotor. Daunnya tunggal, bentuk lanset, ujung runcing, tepi rata, panjang 60 cm, lebar sekitar 5 cm, dan warna hijau. Bunga majemuk bentuk bonggol, ujung meruncing, panjang 20–25 cm terletak di ketiak daun dan berwarna putih. Perbanyakan dengan setek batang, rimpang, atau dengan tunas–tunas yang muncul dari buku–buku rimpang. Jeringau mempunyai akar berbentuk serabut (Kardinan, 2004).

Dalam pertumbuhannya, rimpang jeringau membentuk cabang ke kanan atau ke kiri. Banyaknya cabang ditentukan oleh kesuburan tanah. Rimpang jeringau dalam keadaan segar kira–kira sebesar jari kelingking sampai sebesar ibu jari, isinya berwarna putih tetapi jika dalam keadaan kering berwarna merah muda.

Bentuk rimpang berbentuk agak petak bulat beruas, dengan panjang ruas 1–3 cm, sebelah sisi akar batang agak menajam, sebelah lagi beralur tempat keluar tunas cabang yang baru. Banyak dikelilingi akar serabutnya yang panjang. Kebanyakan dari akar ini tumbuh pada bagian bawah akar batangnya. Bila umur tanaman lebih dari 2 tahun, akarnya dapat mencapai 60–70 cm. Bau akar sangat menyengat (keras) seperti bau rempah atau bumbu lainnya. Jika diletakkan di lidah rasanya tajam, pedas dan sedikit pahit tetapi tidak panas. Jika rimpang dimemarkan akan keluar bau yang lebih keras lagi karena rimpang jeringau mengandung minyak atsiri (Onasis, 2001).

2.3.2. Klasifikasi Jeringau

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocoiyledonae Bangsa : Arales

Suku : Araceae Warga : Acorus

Jenis : Acorus calamus L

Beberapa nama daerah dari Acorus calamus L adalah sebagai berikut :

Aceh : Jeurunger Gayo : Jerango Batak : Jerango Minangkabau : Jerianggu Nias : Sarango Sunda : Daringo Jawa tenah : Dlingo Madura : Jharango Bali : Jangu Flores : Kaliraga Sasak : Jeringo Makassar : Kareango Minahasa : Kalamunga Bugis : Areango

Ambon : Ai wahu Buru : Bila Malaysia : Jerangau

Dengan mengetahui berbagai nama daerah ini, diharapkan kita mampu mengenali tanaman jeringau tersebut dan dapat memanfaatkannya sebagai insektisida nabati (Anonimous, 2000).

2.3.3. Bagian Tumbuhan Yang Digunakan

Rimpang jeringau mengandung minyak yang bernilai serba guna seperti campuran dalam industri makanan dan minuman, bahan penyedap, pewangi, deterjen, sabun, dan krem kecantikan. Jeringau yang dapat dimanfaatkan sebagai insektisida hayati adalah pada akarnya (rimpang), karena mengandung minyak atsiri. Salah satu cara pengolahan rimpang jeringau menjadi minyak atsiri adalah melalui penyulingan dengan metode Destilasi (Onasis, 2001).

Rimpang jeringau dapat digunakan dalam 2 bentuk, yaitu berbentuk tepung dan minyak. Untuk membuat tepung, rimpang jeringau diiris – iris, dikeringkan, lalu ditumbuk (Kardinan, 2004).

2.3.4. Kandungan Aktif

Kandungan bahan kimia terpenting dalam rimpang jeringau adalah minyak atsiri. Tinggi rendahnya kualitas minyak atsiri tergantung pada daerah asal jeringau itu sendiri (Onasis, 2001). Komposisi minyak rimpang jeringau terdiri dari asarone (82%), kolamenol (5%), kolamen (4%), kolameone (1%), metil eugenol (1%), dan eugenol (0,3%) (Kardinan, 2004).

Rimpang dan daun jeringau mengandung saponin dan flavonoida, disamping rimpangnya mengandung minyak atsiri (Anonimous, 2000). Formula rimpang Jeringau sebagai insektisida dapat dibuat secara sederhana maupun secara laboratorium (Naria, 2005).

2.3.5. Kegunaan dan Hama Yang Dikendalikan

Rimpang jeringau dapat digunakan untuk mengendalikan beberapa serangga pengganggu di sekitar kita. Rimpang yang ditumbuk halus (bentuk tepung) dapat digunakan untuk mengendalikan rayap dan membunuh kutu kepala (Cimex

lectularis). Serangga lain yang dapat dikendalikan adalah nyamuk dan kecoa (Naria,

2005).

Tumbuhan ini, terutama bagian rimpangnya mengandung minyak yang dapat digunakan sebagai bahan insektisida yang bekerja sebagai repellent (penolak

serangga), antifeedant (penurun nafsu makan), dan antifertilitas/chemosterilant

(pemandul). Tepung rimpang jeringau dapat digunakan untuk melindungi hasil panen yang disimpan di gudang, yaitu dengan mencampurkannya pada biji–bijian dengan konsentrasi 1–2 % atau 1–2 kg tepung jeringau dicampur dengan 100 kg biji–bijian.

Tepung rimpang jeringau dengan konsentrasi 3–5% berpengaruh terhadap mortalitas serangga sitophilus sp. Rimpang jeringau sering digunakan sebagai

insektisida di berbagai negara. Sebagai contoh, di Tiongkok dan India rimpang jeringau ini dimanfaatkan untuk membasmi beberapa jenis kutu, di Malaysia dimanfaatkan untuk membasmi rayap, dan di Filipina untuk mengusir walang sengit (Kardinan, 2004).

Pemanfaatan minyak atsiri rimpang jeringau dalam mengendalikan kecoa dilakukan oleh Onasis (2001) dengan dosis 5 ml/50 ml, 10 ml/50 ml, 15 ml/50 ml, dan 20 ml/50 ml dengan menggunakan pelarut Etanol 96% yang disemprotkan pada jarak 10 cm dari kecoa, menunjukkan bahwa dosis yang efektif adalah dosis 15 ml/ 50 ml dapat membunuh kecoa sebanyak 30% pada jam pertama, bertambah menjadi 75% pada jam kedua dan menjadi 100% pada jam ketiga.

Pemanfaatan ekstrak rimpang jeringau dalam bentuk lilin padat juga pernah dilakukan oleh Hidayatulfathi, dkk (2003) dalam membunuh nyamuk Aedes aegypti

dengan konsentrasi 0,02 mg/cm² ; 0,12 mg/cm² ; 2,48 mg/cm² ; 6,21 mg/cm² ; 12,42

mg/cm² diamati selama 1 jam, 2 jam, dan 3 jam dengan interval waktu setiap

10 menit. Konsentrasi yang efektif adalah 6,21 mg/cm² dapat membunuh nyamuk

Aedes aegypti sebanyak 56% pada jam pertama, menjadi 76% pada jam kedua dan

menjadi 96% pada jam ketiga.

Secara tradisional tanaman jeringau banyak digunakan sebagai obat sakit perut dan penyakit kulit (Rismunandar, 1988). Ada juga kebiasaan yang berkembang di masyarakat yaitu pada ibu yang mempunyai bayi, disediakan sejenis bungkusan kecil yang berisi jeringau dan rempah ini dipercaya dapat menghindarkan bayi dari mahkluk halus dan binatang–binatang (Naria, 2005).

Dalam dosis rendah jeringau dapat memberikan efek relaksasi pada otot dan menimbulkan efek sedatif (penenang) terhadap sistem saraf pusat karena senyawa asaron memiliki struktur kimia mirip senyawa golongan amfetamin dan ekstasi. Namun, jika digunakan dalam dosis yang tinggi dan dalam jangka waktu yang lama dapat meningkatkan aktivitas mental (psikoaktif) bahkan potensial sebagai

karsinogen jika antibodi yang ada di dalam tubuh tidak bisa mengeliminasi efek karsinogen jeringau (Agusta, 2008).

Dokumen terkait