• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI KIOS

PASAR TRADISIONAL MERANTI BARU

A. Sejarah Pasar Tradisional Meranti Baru

Pasar Tradisional Meranti Baru berada di Jalan Muhamad Idris Gang Kondak, Kelurahan Sei Putih II, Kecamatan Medan Petisah yang merupakan pindahan dari Pasar Tradisional Mranti Lama yang berada Jalan Meranti. Pada tanggal 06 Februari 2010 diresmikan oleh PJ Walikota Medan H. Rahudman Harahap. Peresmian dengan penandatanganan prasasti. Kepala Pasar Tradisional Meranti bernama Syamsul Bahri Matondang. Pemindahan Pasar Tradisional Meranti Lama ke Pasar Tradisional Baru dikarenakan pemerintah ingin memperlebar jalan yang ada di jalan Gatot Subroto. Sekitar 100 kios dan stand yang dibangun diatas tanah pasar tersebut dengan ukuran kios 6 M2 (enam meter persegi) dan stand berukuran 80 cm.

Sebanyak 276 pedagang Pasar Tradisional Meranti Lama di relokasikan ke Pasar Tradisional Meranti Baru pada akhir tahun 2009. Pasar Tradisional merupakan pasar yang memiliki banyak keunggulan yang tidak dapat terpisahkan dari kegiatan masyarakat. Dengan diresmikannya Pasar Tradisional Meranti Baru ini diharapkan bisa

menjadi tulang punggung masyarakat dalam membantu meningkatkan pendapatan.85

B. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Jual Beli Kios Pasar Tradisional Meranti Baru

85

Dalam suatu masyarakat, dimana sudah ada peredaran uang berupa mata uang sebagai alat pembayaran yang sah, perjanjian jual beli merupakan suatu perjanjian yang paling lazim diadakan para anggota masyarakat. Wujud dari perjanjian jual beli ialah rangkaian hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari kedua belah pihak, yang saling berjanji, yaitu penjual dan pembeli.

Hukum menegaskan bilamana dianggap terjadi suatu jual beli dan bilamana tujuan jual beli yaitu pemindahan hak milik. Bagian hukum yang mengatur hal jual beli ini masuk bagian hukum perjanjian yang diartikan sebagai suatu perhubungan hukum mengenai harta benda kekayaan-kekayaan antara dua pihak, dimana satu pihak berjanji akan melakukan sesuatu hal atau akan tidak melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan.86

Jual beli termasuk, dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara khusus terhadap perjanjian ini. Pengaturan perjanjian bernama dapat diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maupun Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

Jual beli merupakan suatu perjanjian timbal balik dimana pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atau suatu barang, sedang pihak yang lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.87

Perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1457 sampai Pasal 1540 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Menurut Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum

Kontrak timbal balik merupakan perjanjian yang dilakukan para pihak menimbulkan hak dan kewajiban-kewajiban pokok.

86

Wirjono Prodjodikoro(2), Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, (Jakarta: Sumur Bandung, 1981), hal. 17.

87

Perdata, jual beli adalah suatu persetujuan yang mengikat pihak penjual berjanji menyerahkan suatu barang atau benda dan pihak lain yang bertindak sebagai pembeli mengikat diri berjanji untuk membayar harga.

Pemindahan hak milik baru akan terjadi, apabila barangnya sudah diserahkan ke tangan si pembeli. Jadi selama penyerahan itu belum terjadi maka hak milik atas barang itu tetap berada di tangan si penjual. Ini ditegaskan dalam pasal 1459 Kitab

undang-Undang Hukum Perdata .88 Selama penyerahan barang itu belum terjadi, maka

belum ada jual beli dan pada hakekatnya belum ada pengikatan apa-apa dari kedua belah pihak .89

Dari pengertiaan yang diberikan Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, persetujuan jual beli sekaligus membebankan dan kewajiban yaitu:

1. Kewajiban pihak penjual menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli.

2. Kewajiban pihak pembeli membayar harga barang yang dibeli kepada penjual .90 Menurut Salim H.S, perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian yang dibuat antara pihak penjual dan pihak pembeli. Di dalam perjanjian itu pihak penjual berkewajiban untuk menyerahkan objek jual beli kepada pembeli yang berhak menerima objek tersebut.91

a. Adanya subjek hukum yaitu penjual dan pembeli.

Unsur yang terkandung dalam defenisi tersebut adalah:

b. Adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli tentang barang dan harga. c. Adanya hak dan kewajiban yang timbul antara para pihak penjual dan pembeli.

Pengertian jual beli dalam hukum adat sesuai dengan cara berpikir orang-orang

88

Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit., hal. 18. 89

Ibid., hal. 19. 90

M. Yahya Harahap, Op.Cit., hal. 181. 91

Indonesia, yang lebih bersifat mengalami sendiri secara nyata, lain dari pada cara berpikir orang barat yang lebih bersifat memperinci hal sesuatu melulu dalam pikiran dengan tiada suatu kenyataan.92

Unsur pokok dalam perjanjian jual beli adalah barang dan harga, dimana antara penjual dan pembeli harus ada kata sepakat tentang harga dan benda yang menjadi objek jual beli. Suatu Perjanjian jual beli lahir dan sah apabila kedua belah pihak setuju tentang harga dan barang. Sifat konsensul dari jual beli tersebut ditegaskan dalam pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi “Jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika ketika mereka mencapai kata sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang ini belum diserahkan maupun harganya belum dibayar”.93

Adanya kesepakatan mengenai harga dan barang namun ada hal lain yang tidak disepakati terkait dengan perjanjian jual beli tersebut. Jual beli tetap terjadi karena tidak terjadi kesepakatan. Akan tetapi para pihak menyepakati unsur essensial dan perjanjian jual beli tersebut dan para pihak tidak mempersoalkan hal lainya, klausul-klausul yang dianggap berlaku dalam perjanjian tersebut merupakan ketentuan-ketentuan tentang jual beli yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau biasa disebut unsur naturalia.94

Walaupun terjadi persesuaian kehendak dan pernyataan, namun belum tentu barang itu menjadi milik pembeli karena harus diikuti proses penyerahan atau levering benda yang tergantung kepada jenis bendanya yaitu:95

1. Benda Bergerak

92

Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit., hal. 19. 93

R. Subekti(2), Op.Cit., hal. 2. 94

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 127.

95

Penyerahan benda bergerak dilakukan dengan penyerahan nyata dan kunci atas benda tersebut .

2. Piutang atas nama dan benda tidak bertubuh

Penyerahan akan piutang atas nama dan benda tidak bertubuh lainnya dilakukan dengan sebuah akta autentik atau akta dibawah tangan.

3. Benda tidak bergerak

Untuk benda tidak bergerak, penyerahannya dilakukan dengan pengumuman akan akta yang bersangkutan, di Kantor Penyimpan Hipotek.

Mengenai sifat dari perjanjian jual beli, menurut para ahli Hukum Belanda, perjanjian jual beli hanya mempunyai sifat obligator, atau bersifat mengikat para pihak.96 Jual beli yang bersifat obligator dalam Pasal 1459 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menerangkan bahwa hak milik atas barang yang dijual belum akan berpindah tangan kepada pembeli selama belum diadakan penyerahan yuridis menurut Pasal 612, 613, 616 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Dari sifat obligator tersebut dalam perjanjian jual beli, dapat dijabarkan menjadi beberapa hal yang pada intinya juga termasuk dalam sifat obligator tersebut. Hal ini dapat dilihat dari objeknya, harga yang telah disepakati kedua belah pihak dalam perjanjian jual beli dan yang terakhir adalah hak dan kewajiban para pihak.

C. Subjek dan Objek Perjanjian Jual Beli Kios Pasar Tradisional Meranti Baru Perjanjian jual beli merupakan perbuatan hukum. Subjek dari perbuatan hukum adalah subjek hukum. Subjek Hukum terdiri dari manusia dan badan hukum. Perjanjian

96

timbul karena adanya kata sepakat antara dua orang atau lebih Oleh sebab itu, pada dasarnya semua orang atau badan hukum dapat menjadi subjek dalam perjanjian jual beli itu yaitu penjual dan pembeli, dengan syarat yang bersangkutan telah dewasa dan atau sudah menikah. Masing-masing orang tersebut menduduki tempat yang berbeda. Satu orang menjadi kreditur, dan seorang lagi sebagai pihak debitur.

Dengan demikian subjek dalam perjanjian jual beli kios Pasar Tradisional Meranti Baru adalah Tiurma Tampubolon sebagai penjual dan Bernika Sitorus sebagai pembeli. Dimana pihak penjual berkewajiban menyerahkan satu unit kios dan berhak menerima harga dari suatu kios dan pihak pembeli berkewajiban membayar harga kios dan berhak untuk menerima barang yang telah dibeli. Para pihak dalam perjanjian tersebut sudah memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku, hal ini dapat dilihat bahwa para pihak telah dewasa dan atau sudah menikah.

Namun secara yurudis ada beberapa orang yang tidak diperkenankan untuk melakukan perjanjian jual beli, sebagaimana dikemukakan sebagai berikut:

1. Jual beli suami istri.

Pertimbangan hukum tidak diperkenankannya jual beli antara suami istri adalah karena sejak terjadinya perkawinan, maka sejak saat itulah terjadi percampuran harta, yang disebut harta bersama, kecuali ada perjanjian kawin. Namun, ketentuan itu ada pengecualiannya, yaitu:

a. Jika seorang suami atau istri menyerahkan benda-benda kepada istri atau kepada suaminya, dari siapa oleh pengadilan telah dipisahkan untuk memenuhi apa yang menjadi hak suami atau istri menurut hukum.

siapa ia dipisahkan berdasarkan pada suatu alasan yang sah, misalnya mengembalikan benda-benda si istri yang telah dijual atau uang yang menjadi kepunyaan istri, jika benda itu dikecualikan dari persatuan.

c. Jika si istri menyerahkan barang-barang kepada suaminya untuk melunasi

sejumlah uang yang ia telah janjikan kepada suaminya sebagai harta perkawinan.97

2. Jual beli oleh para Hakim, Jaksa, Advokat, Pengacara, Juru Sita, Notaris.

Para pejabat ini tidak diperkenankan melakukan jual beli hanya terbatas pada benda-benda atau barang dalam sengketa. Apabila hal itu tetap dilakukan, maka jual beli itu dapat dibatalkan, serta dibebankan untuk penggantian biaya, rugi, dan bunga. 3. Pegawai yang memangku Jabatan Umum.

Yang dimaksud disini adalah membeli untuk kepentingan diri sendiri terhadap barang yang dilelang.

Menurut Wiryono Prodjodikoro, dalam setiap perjanjian ada dua macam subjek. Yang pertama dapat berupa individu yaitu penjual dan pembeli, dan yang kedua adalah seorang dapat berupa suatu badan hukum. Kedua subjek hukum tersebut dalam suatu perjanjian jual beli, masing-masing mempunyai hak dan kewajiban.98

Jika subjek-subjek tersebut mengandung larangan-larangan yang diatur dalam Pasal 1468, 1469, dan 1470 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maka mereka tidak dapat melaksanakan perjanjian jual beli.

Yang dapat menjadi objek dalam jual beli adalah semua benda bergerak dan tidak bergerak, baik menurut tumpukan, berat, ukuran, dan timbangannya. Sedangkan

97

Salim H. S, Op.Cit., hal. 50. 98

yang tidak diperkenankan untuk diperjualbelikan adalah:99 a. Benda atau barang orang lain.

b. Barang yang tidak diperkenankan oleh undang-undang, seperti jual beli narkotika. c. Bertentangan dengan ketertiban.

d. Kesusilaan yang baik.

Dalam perjanjian jual beli antara Tiurma tampubolon dan Bernika Sitorus berupa benda tidak bergerak yaitu 1 unit kios di Pasar Tradisional Meranti Baru. Kios yang dijual kepada pembeli merupakan kios milik penjual dan bukan milik orang lain.

Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memakai istilah zaak untuk menentukan apa yang menjadi objek jual beli. Menurut Pasal 499 Kitab Undang-Undang Hukum perdata, zaak adalah barang atau hak yang dapat dimiliki. Hal tersebut berarti bahwa yang dapat dijual dan dibeli tidak hanya barang yang dimiliki, melainkan juga suatu hak atas suatu barang yang bukan hak milik.

Sementara dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu pada Pasal 1332 ditentukan syarat khusus mengenai benda yang dapat dijadikan sebagai objek perjanjian jual beli yaitu barang yang diperjanjikan haruslah berupa barang-barang yang dapat diperdagangkan serta barang tersebut adalah miliknya sendiri.

Berdasarkan hal tersebut dapat ditafsirkan bahwa benda yang akan ada menjadi objek dalam perjanjian jual beli. Rasionya adalah bahwa perjanjian jual beli berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata belumlah mengalihkan hak milik atas barang sebelum dilakukan penyerahan. Oleh karena itu, meskipun barang yang menjadi objek itu belum ada perjanjian jual beli tetap dapat dilaksanakan. Hal ini diperkuat dengan

99

ketentuan Pasal 1334 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Menjelaskan barang-barang yang baru akan ada dikemudian hari dapat menjadi suatu pokok perjanjian. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada larangan dari pembentuk undang-undang untuk menjadikan barang yang akan datang sebagai objek perjanjian, asalkan barang tersebut tidak diperdagangkan dan barang tersebut adalah miliknya sendiri.100

D. Hak dan Kewajiban Dalam Perjanjian Jual Beli Kios Pasar Tradisional Meranti

Apabila kesepakatan antara para pihak penjual dan pembeli telah tercapai maka akan menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak. Yang menjadi hak penjual

adalah menerima harga barang yang telah dijualnya dari pihak pembeli.101

1. Menyerahkan barangnya serta menjamin si pembeli dapat memiliki barang itu

dengan tentram

Dalam perjanjian jual beli kios antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus bahwa penjual sudah menerima harga atas kios yang berada di Pasar Tradisional Meranti yang dibayar oleh pembeli. Sedangkan yang menjadi kewajiban pihak penjual ditegaskan dalam Pasal 1474 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa penjual mempunyai dua kewajiban pokok yaitu:

Kewajiban menyerahkan hak milik meliputi segala perbuatan yang menurut hukum diperlukan untuk mengalihkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan itu dari si penjual kepada si pembeli.102

Dalam perjanjian jual beli kios antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus

100

http:/ 101

Salim H. S, Op.Cit., hal. 54-55. 102

bahwa penjual berkewajiban menjual dan menyerahkan 1 unit kios yang berada di Pasar Tradisional Meranti Baru dan menjamin pembeli bahwa

kios dalam keadaan baik dan sudah dilengkapi dengan barang-barang yang

menunjang usaha si pembeli.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenal tiga jenis benda yaitu benda bergerak, benda tidak bergerak, dan benda tidak bertubuh maka penyerahan hak miliknya juga ada tiga macam yang berlaku untuk masing-masing barang tersebut yaitu:

a. Penyerahan benda bergerak

Mengenai penyerahan benda bergerak terdapat dalam Pasal 612 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali yang bertubuh dilakukan dengan penyerahan yang nyata akan

kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci

dari bangunan dalam mana kebendaan itu berada. b. Penyerahan benda tidak bergerak

Mengenai penyerahan benda tidak bergerak diatur dalam Pasal 616 sampai 620 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyebutkan bahwa penyerahan barang tidak bergerak dilakukan dengan balik nama. Untuk tanah dilakukan dengan akta Notaris.

c. Penyerahan benda tidak bertubuh

Diatur dalam Pasal 613 Kitab Undang-undang hukum Perdata yang menyebutkan penyerahan akan piutang atas nama dilakukan dengan akta notaris atau akta dibawah tangan yang harus diberitahukan kepada debitur secara tertulis,

disetujui dan diakuinya. Penyerahan tiap-tiap piutang karena surat bahwa dilakukan dengan penyerahan surat itu, penyerahan tiap-tiap piutang karena surat tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat disertai dengan endosmen.103

Dalam hal penyerahan berlaku ketentuan-ketentuan berikut:104

1) Pada Pasal 1476 yang menyatakan biaya penyerahan dipikul oleh si penjual,

sedangkan biaya pengambilan dipikul oleh si pembeli, jika tidak diperjanjikan sebelumnya.

Ketentuan tersebut ada hubungannya dengan ketentuan bahwa penyerahan terjadi di tempat dimana barang yang terjual berada pada waktu penjualan, di tempat tinggal si penjual.

2) Ketentuan dalam Pasal 1482 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa

kewajiban menyerahkan suatu barang meliputi segala sesuatu yang menjadi

perlengkapannya serta dimaksudkan bagi pemakaiannya tetap, beserta surat-surat bukti milik, jika itu ada.

2. Menanggung kenikmatan tentram atas barang tersebut dan menanggung terhadap cacat tersembunyi.

Kewajiban untuk menanggung kenikmatan tentram merupakan konsekuensi dari pada jaminan yang oleh penjual diberikan kepada pembeli bahwa barang yang dijual

dan diserahkan itu adalah sungguh-sungguh miliknya sendiri bebas dari suatu

103

Ahmadi Miru, Op.Cit., hal. 126. 104

beban atau tuntutan dari suatu pihak.105

Mengenai kewajiban untuk menanggung cacat tersembunyi, si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat-cacat yang tersembunyi, meskipun ia sendiri tidak mengetahui adanya cacat-cacat itu, kecuali jika, ia dalam hal demikian, telah minta diperjanjikan bahwa ia tidak diwajibkan menanggung sesuatu apa pun. Dalam Pasal 1508 dan 1509 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata jika si penjual sudah mengetahui cacat-cacat barang, maka ia diwajibkan mengembalikan harga pembelian yang telah diterimanya, ia juga diwajibkan mengganti semua kerugian yang diderita oleh si pembeli sebagai akibat bercacatnya barang yang dibelinya.106

Dari ketentuan tersebut dapat kita hubungkan dalam perjanjian jual beli kios antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus bahwa pihak penjual yaitu Tiurma Tampubolon apabila ada cacat tersembunyi pada kios tersebut maka pihak penjual wajib menanggung kerusakan yang terjadi pada kios kecuali sudah membuat perjanjian kepada pihak pembeli yaitu Bernika Sitorus apabila ada kerusakan bukan lagi kewajiban dari pihak penjual. Tetapi apabila pihak penjual yaitu Tiurma Tampubolon sudah mengetahui cacat atau kerusakan pada kios sehingga pihak pembeli yaitu Bernika Sitorus merasa dirugikan maka Tiurma Tampubolon wajib mengembalikan harga pembelian kios tersebut kepada Bernika Sitorus.

Hak dari si pembeli adalah menerima barang yang telah dibelinya, baik secara nyata maupun secara yuridis. Dalam perjanjian jual beli kios antara Tiurma tampubolon dan Bernika Sitorus disebutkan yang menjadi hak dari Bernika Sitorus sebagai pembeli

105

Ibid., hal. 17. 106

adalah bahwa kios yang terletak di Pasar Tradisional Meranti menjadi milik pembeli dan pembeli mempunyai hak milik penuh atas kios tersebut terhitung sejak tanggal penyerahan kios.

Kewajiban pihak pembeli adalah membayar harga barang yang dibelinya sesuai dengan janji yang telah dibuat, memikul biaya yang ditimbulkan dalam jual beli. Misalnya biaya akta kecuali diperjanjikan sebaliknya.

Menurut Subekti ada 3 kewajiban pokok pembeli yaitu: a.Memeriksa barang yang dikirim oleh penjual. b.Membayar harga barang sesuai dengan kontrak.

c.Menerima penyerahan barang seperti disebut dalam kontrak .107

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1513 ditegaskan kewajiban utama pembeli adalah membayar harga pembelian pada waktu dan di tempat yang ditetapkan dalam persetujuan. Kewajiban pembeli untuk membayar harga barang termasuk tindakan mengambil langkah-langkah dan melengkapi dengan formalitas yang mungkin dituntut dalam kontrak atau oleh hukum dan peraturan untuk memungkinkan pelaksanaan pembayaran. Tempat pembayaran di tempat yang disepakati kedua belah pihak .108

Dalam perjanjian jual beli kios antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus kewajiban pembeli adalah membayar harga dari kios tersebut sebesar Rp.75.000.000,00,- (tujuh puluh lima juta rupiah) yang bukti pembayaran dibuat dalam suatu kwitansi.

Oleh sebab itu dapat disimpulkan kewajiban dari pihak pembeli adalah merupakan hak bagi penjual dan sebaliknya. Kewajiban dari pihak Penjual adalah

107

Ibid., hal. 51. 108

merupakan hak bagi pihak pembeli .

E. Asas-Asas Hukum Dalam Perjanjian Jual Beli Kios Pasar Tradisional Meranti Baru

Asas-asas yang terdapat dalam suatu perjanjian umumnya terdapat dalam perjanjian jual beli pada perjanjian jual beli kios antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus yaitu:

1. Asas kebebasan berkontrak

Asas kebebasan berkontrak merupakan asas paling penting didalam perjanjian karena didalam asas ini tampak adanya ungkapan hak asasi manusia dalam membuat suatu perjanjian serta memberi peluang bagi perkembangan hukum perjanjian.

Kekuatan mengikat dari perjanjian muncul seiring dengan asas kebebasan berkontrak merupakan manifestasi pola hubungan manusia mencerminkan nilai-nilai kepercayaan didalamnya.109

Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan bagi para pihak untuk:

110

a. Membuat atau tidak membuat perjanjian. b. Mengadakan perjanjian dengan siapa pun.

c. Menetukan isi perjanjian, pelaksanaa, dan persyaratannya. d. Menetukan bentuknya perjanjian.

Oleh karena itu dalam perjanjian jual beli kios yang dibuat antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus bahwa kedua belah pihak bebas untuk melakukan

109

Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., hal. 128.

110

suatu perjanjian yang mana kedua belah pihak bebas untuk menentukan isi perjanjian mereka sesuai dengan kesepakatan yang mereka sepakati dalam perjanjian tersebut selama tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Dalam perjanjian jual beli kios antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus sepakat bahwa harga kios tersebut Rp.75.000.000,00,- (tujuh puluh lima juta rupiah) dan apabila terjadi sengketa atau perselisihan diantara kedua belah pihak maka diselesaikan secara musyawarah dan apabila tidak tercapai penyelesaian secara musyawarah dan mufakat, maka penjual dan pembeli menyelesaikan persoalan menurut hukum yang berlaku.

Dapat dilihat bahwa perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak tidak karena ada paksaan dari para pihak tetapi karena ada kesepakatan dari kedua belah

Dokumen terkait