• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung jawab Dewan Komisaris di Perusahaan, Bentuk kelalaian Dewan Komisaris pada perusahaan, Kedudukan Dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris.

BAB IV : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan

Pertanggungjawaban Dewan Komisaris. Bab ini berisikan tentang Konsep piercing the corporate veil dikaitkan dengan

pertanggungjawaban dewan komisaris dalam UU No.40 Tahun 2007, Tuntutan kepada dewan komisaris terhadap kesalahan dan kelalaiannya menimbulkan kerugian perseroan dan Pertanggungjawaban kepada dewan komisaris terhadap perseroanberdasarkan piercing the corporate vei.

BAB V : Kesimpulan dan Saran. Merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran-saran.

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG DOKTRIN PENYINGKAPAN

TIRAI PERUSAHAAN (PIERCING THE CORPORATE VEIL)

A. Pengertian Piercing the corporate veil

Ciri utama suatu badan hukum adalah adanya pemisahan antara harta kekayaan badan hukum dan pribadi para pemegang saham, sehingga para pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama badan hukum dan juga tidak bertanggung jawab atas kerugian badan hukum melebihi nilai saham yang telah dimasukkannya sesuai ketentuan Pasal 3 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007. Namun tidak tertutup kemungkinan

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

hapusnya tanggung jawab perseroan terbatas apabila terbukti perseroan terbatas didirikan semata-mata sebagai alat yang dipergunakan pemegang saham untuk memenuhi tujuan pribadinya, melalui prinsip piercing the corporate veil.

Piercing corporate veil berarti membuka tirai perseroan, dimana

kekebalan yang biasa dimiliki oleh pemegang saham, direksi dan komisaris, yaitu tanggung jawabnya terbatas dibuka dan diterobos menjadi tanggung jawab tidak terbatas, hingga kekayaan pribadi manakala terjadi pelanggaran, penyimpangan atau kesalahan dalam melakukan pengurusan perseroan.

Munir Fuady mengemukakan bahwa :

“Doktrin piercing the corporate veil ini mengajarkan bahwa sungguhpun suatu badan hukum bertanggung jawab secara hukum hanya terbatas pada harta atau aset badan hukum tersebut, akan tetapi dalam hal-hal tertentu batas tanggung jawab tersebut dapat ditembus (piercing) sampai kepada harta atau aset para shareholders atau ownwers.”13

Dalam UU Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 yang bila dilanggar berakibat pada keberlakuan piercing the corporate veil terdapat pada Pasal 97 ayat (2) dan (3) yang pada intinya menyatakan : setiap anggota direksi perseroan bertanggung jawab sampai kekayaan pribadinya, apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan usaha perseroan.14

1. Tujuan perseroan dan formalitas-formalitas hukum diabaikan. Prinsip piercing the corporate veil diberlakukan apabila:

13

diakses jum’at tanggal 13 Maret 2009

14

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

2. Pemegang saham perseroan memberlakukan aset perseroan sebagai harta mereka sendiri.

3. Perseroan gagal memelihara catatan-catatan atau dokumen yang diperlukan.

4. Perseroan tidak cukup modal, tetapi perseroan tetap dijalankan.

5. Perseroan dipergunakan untuk tujuan-tujuan curang, misalnya untuk menghindari pajak.15

Piercing the corporate veil yang notabene merupakan doktrin hukum

perseroan di Common Law System itu telah diintegrasikan ke dalam UUPT yang ide dasarnya dituangkan dalam Pasal 3 ayat (2) UUPT. Dalam ketentuan tersebut diketahui bahwa untuk terjadinya piercing the corporate veil dipersyaratkan beberapa hal, sebagai berikut:16

a) persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi; b) pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak

langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi;

c) pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan; atau

d) pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang

15

Chatamarrasjid, Op Cit, hal 92 16

http: //209.85.175.132/ search?q= cache:q3aTpDkIHsQJ: mhugm.wikidot.com/artikel: 002=1&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a, Diakses sabtu tanggal 21 Maret 2009

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan.

B. Tanggung Jawab Yuridis Dari Suatu Perusahaan

Dari berbagai bentuk perusahaan yang hidup di Indonesia perseroan terbatas merupakan bentuk yang paling lazim, bahkan sering dikatakan bahwa perseroan terbatas merupakan bentuk perusahaan yang dominan. Perseroan terbatas sangat menarik minat investor atau penanam modal untuk menanamkan modalnya, bahkan perseroan terbatas sudah menarik hampir seluruh perhatian dunia usaha pada tahun-tahun belakangan ini dikarenakan oleh perkembangan haknya dalam hidup perekonomian di banyak negara. Dengan dominasi yang besar di Indonesia, perusahaan telah ikut meningkatkan taraf hidup bangsa Indonesia, baik melalui Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), sehingga perusahaan merupakan salah satu pilar pekonomian nasional. Lebih dipilihnya perusahaan sebagai bentuk perusahaan dibandingkan dengan bentuk yang lain ini dikarenakan oleh dua hal, pertama, perusahaan merupakan asosiasi modal, dan kedua, perusahaan merupakan badan hukum yang mandiri. Sebagai asosiasi modal maka ada kemudahan bagi pemegang saham perusahaan untuk mengalihkan sahamnya kepada orang lain, sedangkan sebagai badan hukum yang mandiri berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT) menentukan bahwa pertanggungjawaban pemegang saham PT hanya terbatas pada nilai saham yang dimiliki dalam perusahaan. Secara ekonomis, unsur

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

pertanggungjawaban terbatas dari pemegang saham PT tersebut merupakan faktor yang penting sebagai umpan pendorong bagi kesediaan para calon penanam modal untuk menanamkan modalnya dalam perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut, cukup jelas kiranya bahwa status badan hukum PT itu cukup penting.

Dasar hukum dari status badan hukum perusahaan terbatas tersebut tercantum di dalam Pasal 1 butir 1 UUPT, Dari ketentuan tersebut secara eksplisit sangat jelas disebutkan bahwa perusahaan terbatas merupakan badan hukum. Perseroan merupakan suatu bentuk (legal form) yang didirikan atas fiksi hukum (legal fiction) bahwa perseroan memiliki kapasitas yuridis yang sama dengan yang dimiliki oleh orang perseorangan (natural person).

Menurut Soejono Dirdjosisworo, sebagai badan hukumatau artificial

person, perseroan terbatas mampu bertindak melakukan perbuatan hukum melalui

wakilnya. Untuk itu ada yang disebut dengan agent, yaitu orang yang mewakili perseroan serta bertindak untuk dan atas nama perseroan, perseroan terbatas mempunyai hak dan kewajiban dalam hugungan hukum sama halnya dengan manusia biasa atau natural person atau naturlijke persoon, dapat menggugat ataupun digugat, dapat membuat keputusan dan mempunyai kekayaan seperti layaknya manusia.17

17

Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung : PT. Alumni, 2004), hal 50

Apabila dikaitkan dengan unsur-unsur mengenai badan hukum, maka unsur-unsur yang menandai perusahaan terbatas sebagai badan hukum adalah bahwa :

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

a. Organisasi yang teratur

Organisasi yang teratur ini dapat kita lihat dari adanya organ perusahaan yang terdiri atas Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Dewan Komisaris seperti di dalam Pasal 1 angka 2 UUPT, keteraturan organisasi perseroan terbatas dapat diketahui melalui ketentuan UUPT, Anggaran Dasar Perseroan, Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham, Keputusan Dewan Komisaris, Keputuan Direksi dan Peraturan-peraturan yang dikeluarkan dari waktu ke waktu.

b. Harta kekayaan sendiri

Perseroan terbatas mempunyai harta kekayaan sandiri yang dipisahkan dari harata kekayaan pribadi perseroannya, berupa modal yang berasal dari peamasukan harta kekayaan persero yang dipisahkan dan harta kekayaan lainnya baik berupa benda berwujud atau tidak berwujud yang merupakan milik perseroan. Pasal 31 ayat (1) UUPT dan dihubungkan dengan Pasal 34 ayat (1) UUPT menegaskan bahwa harta kekayaan perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham yang dapat dilakukan dalam bentuk uang atau dalam bentuk lainnya.

c. Melakukan hubungan hukum sendiri

Sebagai badan hukum, perseroan terbatas dapat mengadakan hubungan hukum sendiri dalam rangka melakukan perbuatan hukum tertentu dengan pihak ketiga. Dalam melakukan hubungan hukum teresebut umunya perseroan terbatas diwakili oleh pengurus atau organ perseroan terbatas , yang disebut dengan direksi. Direksi inilah yang bertanggungjawab penuh atas kepengurusan perseroan

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Di samping direksi, diadakan pula komisaris yang bertugas mengawasi kebijakan direksi dalam menjalankan perseroan serta memberikan nasihat kepada direksi.

d. Mempunyai tujuan tertentu

Sebagai badan huklum yang melakukan kegiatan usaha, perseroan terbatas mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Karena itu, kegiatan usaha yang dijalankan perseroan terbatas dilakukan dalam rangka mewujudkan makksud dan tujuan pendirian perseroan terbatas. Dalam Pasal 15 huruf b UUPT dinyatakan bahwa maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlakau ditetapkan dalam anggaran dasar. Berhubung perseroan terbatas menjalankan perusahaan, kegiatan perseroan terbatas diharapkan dapat mendatangkan keuntungan dan laba.

Sesuai dengan UUPT , status badan hukum perseroan terbatas yang diperoleh sejak akta pendirian perseroan disahkan oleh Mentrei Kehakiman. Ketentuan ini berbeda dengan ketentuan KUHD yang menentukan bahwa status badan hukum perseroan diperoleh sejak diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia. Dengan demikia, UUPT menaganut asas pengesahan, sedangkan KUHD menganut asas publisitas untuk menentukan status badan hukum perseroan terbatas.

Kemudian disebutkan pula bahwa perseroan terbatas didirikan berdasarkan perjanjian, hal ini menunjukkan sebagai suatu perkumpulan dari orang-orang yang bersepakat mendirikan suatu badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas.

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

Ketentuan Pasal 7 ayat (1) UUPT menyatakan bahwa perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Rumusan ini pada dasarnya mempertegas kembali makna perjanjian sebagaimana diatur dalam ketentuan umum mengenai perjanjian yang ada dalam kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sebagai perjanjian khusus yang bernama, perjanjian pembentukan perseroan terbatas ini juga tunduk sepenuhnya pada syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, disamping ketentuan khusus yang diatur dalam UUPT tersebut.

Perjanjian pendirian perseroan terbatas yang dilakukan oleh para “pendiri” tersebut dituangkan dalam suatu akta notaris yang disebut dengan “Akta Pendirian”. Akta pendirian ini pada dasarnya menagatur berbagai macam hak-hak dan kewajiban para pihak pendiri perseroan dalam mengelola dan menjalankan perseroan terbatas tersebut. Hak –hak dan kewajiban-kewajiban tersebut merupakan isi perjanjian selanjutnya disebut dengan “Anggaran Dasar” perseroan, sebagaimana ditegaskan kembali di dalam Pasal 15 ayat (1) UUPT, yaitu:

Anggaran dasar memuat sekurang-kurangnya: a. nama dan tempat kedudukan Perseroan;

b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan; c. jangka waktu berdirinya Perseroan;

d. besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor; e. jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk

tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap saham;

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

f. nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komisaris; g. penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS;

h. tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan Dewan Komisaris;

i. tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen.

Perseroan terbatas sebagai suatu badan usaha harus menjalankan kegiatan usaha. Melakukan kegiatan usaha artinya menjalankan perusahaan. Kegiatan usaha yang dilakukan perseroan terbatas adalah dalam bidang perekonomian dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan / laba. Kegiatan usaha yang dilakukan oleh perseroan terbatas haruslah kegiatan usaha yang halal, artinya kegiatan perseroan terbatas harus sesuai dengan maksud dan tujuan pendirian perseroan terbatas serta tidak boleh bertentangan denagn peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan atau kesusilaaan. Perseroan terbatas tidak dapat didirikan dan dijalankan jika tidak memiliki tujuan dan kegiatan usaha yang jelas.

Mengenai modal dasar perseroan terbatas yang disebutkan di bagi dalam saham, bahwa dari kata terbagi dapat diketahui modal perseroan terbatas tidak satu atau dengan kata lain tidak berasal dari satu orang melainkan modalnya dipecah menjadi beberapa atau sejumlah saham. Hal itu terjadi karena dalam hubungannya denagn pendirian perseroan terbatas berdasarkan perjanjian yang berarti modal perseroan terbatas harus dimiliki oleh beberapa orang. Dengan demikian dalam suatu perseroan terbatas pasti terdapat sejumlah pemegang saham. Para pemegang saham pada prinsipnya hanya bertanggungjawab sebesaar nilai saham yang dimasukkan dalam perseroan.

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

Dalam keberadaanya setiap perseroan terbatas harus memenuhi persyaratan UUPT dan peraturan pelaksanaanya mulai dari pendiriannya, beroprasinya, dan berakhirnya. Hal ini menunjukkan bahwa UUPT menganut sistem tertutup (close system).18

1. Pasal 36 ayat (1) KUHDagang menyatakan bahwa perseroan terbatas tidak mempunyai firma yaitu nama orang (sekutu) yang dipergunakan sebagai nama perusahaan. Adapun nama perseroan terbatas diambil dari tujuan perusahaanya.

Peraturan perseroan terbatas pada mulanya diatur dalam kitab UU Hukum Dagang buku 1 bab III bagian III mulai dari Pasal 36 sampai denagn Pasal 56, sebagaimana telah dirubah terakhir denagn UU No. 4 Tahun 1971 dan Ordonantie Maskapai Andil Indonesia Stb 1939 No. 569 Jo No. 717, pengaturan dalam KUHDagang ini tidak menyebutka secara tegas pengertian dari perseroan terbatas. Hanya dapat disimpulkan ari ketentuan Pasal 36, Pasal 40, Pasal 42, dan Pasal 45 KUHDagang tersebut yaitu :

2. Pasal 36 ayat (2) KUHDagang menghendaki agar naskah akta pendiriannya dimintakan pengesahan kepada Menteri Kehakiman dalam hal ini Kepala Direktorat Perdata pada Departemen Kehakiman. Pengesahan tersebut diatas harus juga dilakukan pada tiap-tiap ada perubahan syarat-syarat pendiriannya dan juga pada tiap perpanjangan waktu bagi perseroan terbatas itu.

18

Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1999), hal 13

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

3. Pasal 40 ayat (1) KUHDagang menentukan bahwa modal perseroan terdiri dari saham-saham atas nama atau blanko (atas pembawa), sedangkan ayat (2)-nya menentukan bahwa tanggung jawab pemegang saham terbatas dari jumlah nominal dari saham-saham yang dimilikinya.

4. Pasal 42 KUHDagang menentukan bahwa saham, baik yang atas nama maupun yang atas pembawa dapat diperalihkan kepada orang lain.

Namun karena ketentuann-ketentuan dala KUHDagang itu dirasa tidak cocok lagi maka pemerintah mengeluarkan undang-undang yang baru tentang perseroan terbatas yang mengatur secara lebih terperinci tentang perseroan terbatas yaitu Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 yang kemudian diganti dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007.

Dengan berlakunya undang-undang ini maka Buku ke I Bab III bagian III Pasal 36 sampai Pasal 56 KUHDagang yang mengatur mengenai perseroan terbatas berikut segala perubahannya yaitu Undang-undang No. 4 Tahun 1971 dinyatakan tidak berlaku dan terhitung 3 (tiga) tahun sejak berlakunya undang-undang tentang perseroan terbatas ini maka Ordonansi Maskapai Andil Indonesia dinyatakan tidak berlaku lagi. Sejak PT berstatus sebagai badan hukum, maka hukum memperlakukan perusahaan terbatas sebagai pribadi mandiri yang dapat bertanggung jawab sendiri atas perbuatannya. Dengan dimulainya status badan hukum perusahaan terbatas.

Dewan Komisaris melakukan pengawasan terhadap pengelolaan Perusahaan yang dilakukan oleh Direksi mencakup rencana pengembangan, pelaksanaan kerja dan anggaran, pelaksanaan ketentuan-ketentuan anggaran dasar

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

dan pelaksanaan keputusan RUPS. Melakukan tugas, wewenang dan tanggung jawab sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam anggaran dasar Perusahaan, keputusan RUPS dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 19

Hati-hati bila Anda menjabat direktur atau komisaris di suatu perusahaan. nya,

Dewan Komisaris bertanggung jawab dalam memberikan saran & pendapat kepada RUPS mengenai laporan keuangan tahunan, rencana pengembangan Persahaan, penunjukan akuntan untuk melakukan audit keuangan, dan hal-hal penting lainnya; Mengesahkan rencana kerja dan anggaran Perusahaan; Mengikuti perkembangan kegiatan Perusahaan, dan dalam hal Perusahaan menunjukkan gejala kemunduran segera meminta Direksi untuk mengumumkan kepada para pemegang saham dan memberi saran mengenai langkah perbaikan yang harus ditempuh.

mengatur lebih tegas tentang tanggung jawab keduanya. Bahkan UU itu memungkinkan direksi maupun komisaris untuk digugat ke pengadilan oleh pemegang saham, bila keduanya terbukti melakukan kesalahan atau kelalaian yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan.

Sebenarnya, ketentuan tentang tanggung jawab direksi dan komisaris yang ada dalam UU No. 40 Tahun 2007, tak jauh beda dengan UUPT yang lama

19

Sjahdeini, Sutan Remy, Tanggung Jawab Pribadi Direksi Dan Komisaris, (Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 14 Tahun 2001), hal 72

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

dipertegas dan disempurnakan. Tujuannya supaya direksi dan komisaris itu tidak main-main dalam menjalankan usahanya.

Seperti diketahui, lebih dari Pasal 13 klausul dalam UU No. 40 Tahun 2007 yang mengatur tentang tanggung jawab direksi dan komisaris. walaupun mengatur tanggung jawab secara tegas, namun masih ada lain yang memberi ruang gerak bagi direksi dan komisaris untuk membela diri. Salah satunya diatur dalam 114 Ayat (3) Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.

Komisaris tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian perusahaan, apabila dia dapat membuktikan salah satu dari 4 hal yang dikecualikan. Pertama, kerugian yang ditimbulkan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, kedua, direksi telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Ketiga, tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian, dan keempat telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.20

Demikian pula dengan tanggung jawab direksi dalam hal terjadinya kepailitan di perusahaan. anggota direksi dapat dibebaskan dari tanggung jawab membayar seluruh kewajiban perusahaan yang diputus pailit, asalkan dia bisa

20

I.G. Rai, Widjaya, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas Edisi Revisi, (Jakarta : Megapoin Kesaint Blanc, 2002), hal 65

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

membuktikan tidak bersalah dan tidak lalai dalam menjalankan roda perusahaan. Indonesia tidak seperti Anglo Saxon, dimana mereka mengenal ada direksi aktif dan pasif.21

C. Piercing the corporate veil. Topik populer dalam tatanan hukum Perusahaan

Dalam dunia usaha kita mengenal bentuk-bentuk badan usaha.baik yang sudah berupa perusahaan maupun yang belum berupa perusahaan. Menurut rumusan Pasal 1 huruf (b) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan yang menyatakan bahwa :

“Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.”

Sedangkan definisi perusahaan menurut Molengraaff adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus-menerus, bertindak ke luar, untuk memperoleh penghasilan, dengan cara memperdagangkan atau menyerahkan barang atau mengadakan perjanjian perdagangan. Menurutnya pengertian perusahaan dipandang dari sudut ekonomi dan di sini pula munculah aspek hukum perusahaan yaitu adanya perjanjian dengan pihak yang menjadi dasar kewajiban dan hak masing-masing pihak. Namun, menurut Polak unsur dalam perusahaan tersebut harus ditambahkan lagi yaitu adanya pembukuan. Pembukuan merupakan catatan mengenai kewajiban dan hak yang berkaitan dengan kegiatan usaha suatu

21

Head, John W, Seri Dasar Hukum Ekonomi 1 – Pengantar Umum Hukum Ekonomi

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

perusahaan, karena menurutnya baru dapat dikatakan perusahaan apabila diperlukan perhitungan laba dan rugi yang dapat diperkirakan dan dicatat dalam pembukuan.22

1. Kegiatan dalam bidang perekonomian

Berdasarkan definisi tersebut di atas Prof. Abdulkadir Muhammad, S.H menginventarisasi unsur-unsur perusahaan sebagai berikut :

Perusahaan sebagai badan usaha yang menjalankan kegiatan dalam bidang perekonomian dan mempunyai bentuk hukum tertentu,

Kegiatan perusahaan melipitu bidang perindustrian, perdagangan, jasa, dan pembiayaan

2. Terus menerus

Kegiatan tersebut dilakukan secara terus menerus sebagai mata pencaharian, tidak insidental, dan bukan pekerjaan sambilan.

4. Bersifat tetap

Kegiatan tersebut tidak berubah dalam waktu singkat, tetapi untuk jangka lama. Jangka waktu tersebut ditentukan dalam akta pendirian perusahaan atau surat izin usaha.

Dokumen terkait