• Tidak ada hasil yang ditemukan

Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No.40 Tahun 2007

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No.40 Tahun 2007"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

DALAM UU NO. 40 TAHUN 2007

S K R I P S I

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

ABDI FIKRI

NIM : 050200046

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL DIKAITKAN DENGAN PERTANGGUNGJAWABAN DEWAN KOMISARIS DALAM UU NO. 40

TAHUN 2007 *) Bismar Nasution

*) T.Keizerina Devi Azwar *) Abdi Fikri

ABSTRAKSI

Sebagai suatu wadah untuk melakukan kegiatan usaha, perseroan terbatas didukung oleh perangkat organisasi serta tenaga manusia yang mengendalikannya. Dewan komisaris adalah organ yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi dalam menjalankan pengurusan perseroan. Dalam menjalankan tugasnya dewan komisaris oleh undang-undang dan anggaran dasar perseroan memberikan kewenangan tertentu kepadanya, antara lain memasuki kantor perseroan, mendapatkan laporan direksi dan memeriksa dokumen perseroan,dan lain-lain.

Untuk melengkapi skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan, Penulis menggunakan Metode Penelitian Hukum Normatif. Dengan pengumpulan data secara Studi Pustaka (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku perpustakaan, artikel-artikel baik dari media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan.

Para pemegang saham tidak bertanggungjawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama badan hukum dan juga tidak bertanggungjawab atas kerugian badan hukum melebihi nilai saham yang telah dimasukkannya sesuai ketentuan Pasal 3 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007. Namun tidak tertutup kemungkinan hapusnya tanggung jawab perseroan terbatas apabila terbukti perseroan terbatas didirikan semata-mata sebagai alat yang dipergunakan pemegang saham untuk memenuhi tujuan pribadinya, melalui prinsip piercing the

corporate veil.Piercing the corporate veil berarti membuka tirai perseroan,

dimana kekebalan yang biasa dimiliki oleh pemegang saham, direksi dan komisaris, yaitu tanggung jawabnya terbatas dibuka dan diterobos menjadi tanggung jawab tidak terbatas, hingga kekayaan pribadi.

Setelah status badan hukum perusahaan diperoleh, maka akan ada implikasi berupa prinsip-prinsip terbatasnya tanggung jawab dari pemegang saham, komisaris, dan direksi sepanjang pihak-pihak tersebut tidak melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melakukan tugas kewajibannya dalam perusahaan (piercing the corporate viel).

*) Dosen Pembimbing I *) Dosen Pembimbing II

(3)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Dengan segenap keikhlasan hati,penulis panjatkan puji syukur kehadirat

Allah SWT, Rabb penentu jalan hidup manusia Yang Maha Agung dan yang telah

menghantarkan penulis hingga di batas ini, tidak lupa pula penulis ucapkan

shalawat beriring salam kepada teladan kita Rasulullah SAW semoga

mendapatkan syafaatnya di yaumul akhir kelak.

Skripsi ini ditulis guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Hukum, Departemen Hukum Ekonomi, Universitas Sumatera Utara

Penulis sangat menyadari bahwa kehadiran karya ini tidak terlepas dari perhatian,

bimbingan, dorongan dan bantuan dari semua pihak. Untuk itu izinkanlah penulis

menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution SH MH, selaku Ketua Departemen

Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan,

sekaligus Dosen Pembimbing I, yang telah banyak memberikan arahan

dan bimbingan kepada Penulis.

2. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum selaku Dosen

Pembimbing II, yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan

kepada Penulis.

3. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum selaku Dosen Wali Penulis,

(4)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

4. ibu Dr. Sunarmi, SH, M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum

Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, yang telah

banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada Penulis.

5. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu SH, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara Medan.

6. Bapak Prof. Dr. Suhaidi SH MH, selaku Pembantu Dekan I Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

7. Bapak Syafruddin SH M.Hum, selaku Pembantu Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

8. Bapak M. Husni SH M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

9. Bapak dan Ibu Dosen selaku staf pengajar dan seluruh administrasi

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

10.Yang paling saya sayangi kedua orang tuaku…. Abahku Mhd. Imran

dan Mamaku Hj. Juhaini, Terima kasih yang tak terhingga atas doa,

curahan kasih sayang, dan segala bentuk dukungan yang selalu diberikan

yang tidak mungkin dapat saya balas sampai kapan pun.

11.Kepada Lisa Purnamasari (Icha) yang tak bosan memberikan

dukungannya kepada Penulis, makasi ya deQ...

12.Kawan-kawan The ChungKillers : Faisal (si arab), Reza (ajo), Randy

(si keleing), Wilson (si koko). Makasi ya lek, pokoknya gak ada loe gak

(5)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

13.Teman-teman yang ada di N’duts Net, yang telah memberi semangat

kepada Penulis, khususnya adek Ahmad Fadhil.

14.Kawan-Kawan klinisku… Dina, Roma, Ine, Lidya, Tiwi, Nelly yang

sama-sama berjuang.

15.Kopi Goodday Capucino dan Gudang Garam Surya yang selalu

menjadi pengusir lelahku dan menemaniku bergadang dalam proses

penulisan skripsi ini.

16.Semua kawan-kawan Stambuk ’05 yang gak bisa aku sebutin satu per

satu, Khususnya buat anak-anak Departemen Hukum Ekonomi.

17.Seluruh pihak yang telah memberikan bantuannya kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini yang tidak biasa saya sebutkan satu per satu.

Akhir kata penulis sangat menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih

sangat jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan segala

kritikan dan saran yang bersifat membangun agar bisa lebih baik lagi di

kesempatan yang akan datang.

Medan, Maret 2009

Penulis,

(6)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... v

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 7

D. Keaslian Penulisan ... 8

E. Tinjauan Kepustakaan ... 9

F. Metode Penelitian ... 13

G. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG DOKTRIN PENYINGKAPAN TIRAI PERUSAHAAN (PIERCING THE CORPORATE VEIL) A. Pengertian Piercing The Corporate Veil ... 16

B. Tanggung Jawab Yuridis Dari Suatu Perusahaan ... 18

C. Piercing The Corporate Veil. Topik populer Dalam Tatanan Hukum Perusahaan ... 28

D. Teori Piercing The Corporate Veil Dalam Tatanan Hukum Indonesia ... 36

(7)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

B. Perkembangan Tanggung jawab Dewan Komisaris di

Perusahaan... 43

C. Bentuk kelalaian Dewan Komisaris Pada Perusahaan ... 46

D. Kedudukan dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris ... 49

BAB IV : DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL DIKAITKAN DENGAN PERTANGGUNGJAWABAN DEWAN KOMISARIS

A. Konsep Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggung Jawaban Dewan Komisaris Dalam UU No.40

Tahun 2007 ... 57

B. Tuntutan Kepada Dewan Komisaris Terhadap Kesalahan dan

Kelalaiannya Menimbulkan Kerugian Perseroan ... 61

C. Pertanggung Jawaban Kepada Dewan Komisaris Terhadap Perseroan Berdasarkan Piercing The Corporate Veil ... 63

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 69

B. Saran ... 71

(8)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perseroan Terbatas (PT), dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap

(NV), adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha yang memiliki modal

terdiri dari saham-saham, yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang

dimilikinya. Karena modalnya terdiri dari saham-saham yang dapat

diperjualbelikan, perubahan kepemilikan perusahaan dapat dilakukan tanpa perlu

membubarkan perusahaan.

Perseroan terbatas merupakan badan usaha dan besarnya modal perseroan

tercantum dalam anggaran dasar. Kekayaan perusahaan terpisah dari kekayaan

pribadi pemilik perusahaan sehingga memiliki harta kekayaan sendiri. Setiap

orang dapat memiliki lebih dari satu saham yang menjadi bukti pemilikan

perusahaan. Pemilik saham mempunyai tanggung jawab yang terbatas, yaitu

sebanyak saham yang dimiliki. Apabila utang perusahaan melebihi kekayaan

perusahaan, maka kelebihan utang tersebut tidak menjadi tanggung jawab para

pemegang saham. Apabila perusahaan mendapat keuntungan maka keuntungan

tersebut dibagikan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Pemilik saham akan

memperoleh bagian keuntungan yang disebut “dividen” yang besarnya tergantung

pada besar-kecilnya keuntungan yang diperoleh perseroan terbatas. Selain berasal

(9)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

para pemilik obligasi adalah mereka mendapatkan bunga tetap tanpa

menghiraukan untung atau ruginya perseroan terbatas tersebut.1

Demikian pula hubungan antara direksi dengan dewan, dewan komisaris

adalah organ yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat

kepada direksi dalam menjalankan pengurusan perseroan. Dalam menjalankan

tugasnya dewan komisaris oleh undang-undang dan anggaran dasar perseroan

memberikan kewenangan tertentu kepadanya, antara lain memasuki kantor Dalam perseroan terbatas selain kekayaan perusahaan dan kekayaan

pemilik modal terpisah juga ada pemisahan antara pemilik perusahaan dan

pengelola perusahaan. Pengelolaan perusahaan dapat diserahkan kepada

tenaga-tenaga ahli dalam bidangnya ( profesional ). Struktur organisasi perseroan terbatas

terdiri dari pemegang saham, direksi, dan komisaris. Untuk itu dibutuhkan

kerangka kerja hukum yang pasti agar unit usaha ini dapat bekerja dengan

produktif dan efisien, dan tedapat arahan hukum yang jelas bagi perseroan

terbatas dalam melaksanakan kegiatannya.

Hubungan antara direksi dengan perseroan adalah hubungan saling

ketergantungan. Satu dengan yang lain saling tergantung, sebagai organ yang

dipercayakan untuk melakukan pengurusan perseroan. Perseroan merupakan

sebab adanya direksi. Tanpa perseroan maka direksi tidak pernah ada. Begitu juga

direksi, tanpanya maka perseroan tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya.

1

(10)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

perseroan, mendapatkan laporan direksi dan memeriksa dokumen perseroan,

menyetujui atau tidak menyetujui suatu tindakan tertentu dari direksi sebagaimana

diatur dalam anggaran dasar, serta memberhentikan sementara direksi dan

mengurus perseroan dalam hal perseroan tidak memiliki direksi. Dewan komisaris

bertindak sebagai majelis. Sebagai majelis pada dasarnya anggota dewan

komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri mewakili direksi. Komisaris wajib

bertindak dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk

kepentingan dan usaha perseroan.

Dalam prakteknya, di Indonesia sering terjadi anggota dewan komisaris

sama sekali tidak menjalankan peran pengawasannya yang sangat mendasar

terhadap dewan direksi. Dewan komisaris seringkali dianggap tidak memiliki

manfaat, hal ini dapat dilihat dalam fakta, bahwa banyak anggota dewan komisaris

tidak memiliki kemampuan dan tidak dapat menunjukkan independensinya.2

Komisaris independen yang efektif dan propesional dapat memberi

kontribusi kepada organ komisaris secara keseluruhan untuk menjaga Dalam upaya menghasilkan dewan komisaris yang berkelas dunia dapat

dilakukan cara pengimbangan melalui keberadaan komisaris independenyang

duduk dalam jajaran pengurus perseroan. Dengan struktur tersebut, dewan

komisaris diharapkan dapat tetap independen, terutama terhadap pemegang saham

pengendali.

2

edisi24/peranan dewan komisaris&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a,Diakses sabtu tanggal 21 Maret 2009

(11)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

independensi mereka dalam mengawasi dan memberi nasihat kepada direksi,

sehingga tercipta mekanisme checks and balances, yang sangat dibutuhkan oleh

perusahaan.3

Selain itu, menurut Pasal 118 ayat (1 dan 2), berdasarkan Anggaran Dasar

atau keputusan RUPS, komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan perseroan

dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu. Dalam kondisi demikian,

maka berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang dan kewajiban direksi Status badan hukum “Perseroan Terbatas” (PT) juga berpengaruh terhadap

tanggung jawab komisaris PT. Sebagaimana dalam UUPT No. 40 Tahun 2007

Pasal 114 ayat (1) Dewan Komisaris bertugas mengawasi kebijaksanaan direksi

dalam menjalankan perseroan serta memberikan nasihat kepada direksi, ayat (3)

Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas

kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan

tugasnya,ayat (4) Dalam hal dewan komisaris terdiri atas 2 (dua) anggota Dewan

Komisaris atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Dewan Komisaris. Sesuai

dengan Pasal 117 ayat (1) UUPT, di dalam Anggaran Dasar juga dapat ditentukan

tentang pemberian wewenang kepada komisaris untuk memberikan persetujuan

atau bantuan kepada direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.

3

Antonius Alijoyo & Subarto Zaini, komisaris Independen, penggerak praktik GCG di

(12)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

terhadap perseroan dan pihak ketiga. Oleh karena itu, ketentuan mengenai

tanggung jawab terbatas direksi PT juga berlaku terhadap komisaris tersebut.4

Secara harfiah, istilah piercing corporate veil berarti membuka tirai

perseroan, dimana kekebalan yang biasa dimiliki oleh pemegang saham, direksi

dan komisaris, yaitu tanggung jawabnya terbatas dibuka dan diterobos menjadi

tanggung jawab tidak terbatas, hingga kekayaan pribadi manakala terjadi

pelanggaran, penyimpangan atsu kesalahan dalam melakukan pengurusan

perseroan.

Secara implisit, tanggung jawab komisaris juga terbatas sebagaimana

tercantum dalam Pasal 114 ayat (6) UUPT, bahwa atas nama perseroan,

pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu per sepuluh) bagian dari

seluruh saham dengan hak suara yang sah dapat mengajukan gugatan ke

pengadilan negeri terhadap komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya

menimbulkan kerugian pada perseroan.

5

Pada hukum perusahan terdapat doktrin-doktrin: penyingkapan tabir

perseroan (Piercing the Corporate Veil), tindakan yang melampaui kewenangan

atau kekuasaan perseroan (Utra Vires), dan hak menuntut perseroan yang

dilakukan oleh pemegang saham atas nama perseroan terhadap pengurus yang

melakukan perbuatan melanggar hukum (Derivative Action). Doktrin-doktrin

tersebut dapat dijadikan dasar perlindungan hukum bagi pemegang saham

minoritas. Dengan dilakukannya perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh

4

Gatot Supramono, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta : PT. Djambatan, 2000), hal 71

5

Chatamarrasjid, Menyingkap Tabir Perseroan “Piercing the Corporate Veil”) Kapita

(13)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

pengurus perseroan dan merugikan Pemegang Saham Minoritas tersebut maka

berarti terjadi penyalahgunaan tugas kepercayaan (fiduciary duties) yang

diberikan oleh pendiri atau pemegang saham perseroan.6

6

Kenny Wiston, Piercing The Corporate Veil, Jurnal Hukum Bisnis, (Vol. 15, Tahun 2001), hal 21

Tanggung jawab pemegang saham secara terbatas ini merupakan tirai atau

benteng yang memisahkan tanggung jawab pemegang saham dengan tanggung

jawab pengurus dalam menjalankan kegiatan usaha perseroan. Akan tetapi tirai

tersebut bukan bersifat mutlak dan tidak dapat ditembus. Pasal 3 ayat (2) UUPT

mengatur, tanggung jawab terbatas dari pemegang saham tidak berlaku atau hapus

jika: persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi,

yaitu dalam hal ini belum disahkannya Akta Pendirian perseroan oleh Menhum

dan status perseroan disini belum menjadi badan hukum; pemegang saham yang

bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk

memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi, seperti

misalnya terbukti bahwa terjadi pembauran harta kekayaan pribadi pemegang

saham dan harta kekayaan perseroan, sehingga perseroan didirikan semata-mata

sebagai alat yang dipergunakan pemegang saham untuk memenuhi tujuan

pribadinya; pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan

melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan; atau pemegang saham yang

bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum

menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan

(14)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

Dengan demikian, jika hal-hal atau kondisi-kondisi di atas terjadi, maka

tirai atau benteng pemisah tanggung jawab terbatas (limited liability) dari

pemegang saham akan tembus dan menjadi hapus (piercing the corporate veil),

dan pemegang saham dapat dituntut pertanggungjawabannya sepenuhnya tidak

terbatas hanya sebesar penyetoran modalnya saja akan tetapi atas kerugian yang

timbul. Pertanggungjawaban kepada pemegang saham perseroan berdasarkan

piercing the corporate veil selama ini telah diakui di dalam

Yurisprudensi-Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia.7

1. Bagaimana konsep piercing the corporate veil dikaitkan dengan hukum

perseroan di Indonesia ?

B. Perumusan Masalah

Secara harfiah, istilah piercing corporate veil berarti membuka tirai

perseroan, dimana kekebalan yang biasa dimiliki oleh pemegang saham, direksi

dan komisaris, yaitu tanggung jawabnya terbatas dibuka dan diterobos menjadi

tanggung jawab tidak terbatas, hingga kekayaan pribadi manakala terjadi

pelanggaran, penyimpangan atsu kesalahan dalam melakukan pengurusan

perseroan

Berdasarkan latar belakang inilah, dapat ditarik beberapa pokok

permasalahan menarik untuk dianalisa dan dikaji. Pokok permasalahannya adalah:

2. Bagaimana tuntutan kepada dewan komisaris terhadap kesalahan dan

kelalaiannya menimbulkan kerugian perseroan ?

7

(15)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

3. Bagaimana Pertanggungjawaban kepada dewan komisaris terhadap

perseroan berdasarkan piercing the corporate veil ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan C.1 Tujuan Penulisan

Tujuan penulis melaksanakan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui konsep piercing the corporate veil dikaitkannya dengan

Pertanggungjawaban dewan komisaris

2. Untuk mengetahui tuntutan kepada komisaris terhadap kesalahan dan

kelalaiannya menimbulkan kerugian perseroan.

3. Untuk mengetahui Pertanggungjawaban kepada dewan komisaris terhadap

perseroan berdasarkan piercing the corporate veil.

C.2 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat Penulisan skripsi yang akan penulis lakukan adalah:

1. Secara Teoritis

Guna mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan hukum bisnis,

khususnya mengenai doktrin piercing the corporate veil dengan

pertanggungjawaban dewan komisaris dalam UU No.40 Tahun 2007.

2. Secara Praktis

1) Agar masyarakat mengetahui bagaimana doktrin piercing the corporate

veil kaitkannya dengan Pertanggungjawaban dewan komisaris dalam UU

(16)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

2) Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan tambahan tentang

bagaimana pertanggungjawaban dewan komisarisi yang baik.

D. Keaslian Penulisan

Adapun judul tulisan ini adalah doktrin piercing the corporate veil

dikaitkan dengan Pertanggungjawaban dewan komisaris dalam UU No.40 Tahun

2007, judul skripsi ini belum pernah ditulis sehingga tulisan ini asli dalam hal

tidak ada judul yang sama. Dengan demikian keaslian skripsi ini dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

Perseroan Terbatas, dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV),

merupakan suatu persekutuan untuk menjalankan usaha yang memiliki modal

terdiri dar

dimilikinya. Karena modalnya terdiri dari saham-saham yang dapat

diperjualbelikan, perubahan kepemilikan perusahaan dapat dilakukan tanpa perlu

membubarkan perusahaan.8

Pengaturannya di negara kita diatur dalam Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Undang-Undang itu dikeluarkan untuk

menggantikan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 dan pengaturan Perusahan

terbatas dalam KUHD Pasal 36 sampai dengan Pasal 56. Pengertian Perusahan

8

(17)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

terbatas secara resmi termuat dalam Pasal 1 ayat (1) Undang Undang Nomor 40

Tahun 2007 yaitu :

“Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini, serta peraturan pelaksanaannya.”

Selain defenisi yang disenutkan dalam UU Perseroan Terbatas No. 40

Tahun 2007, terddapat defenisi lainnya tentang Perseroan Terbatas yakni menurut

Wasis, yang menyebutkan bahwa Perseroan Terbatas adalah perusahaan yang

modalnya dibagi-bagi atas saham-saham dengan harga nominal yang sama

besarnya dan yang para pemiliknya bertanggungjawab secara terbatas sampai

sejumlah modal yang disetorkan atau jumlah saham yang dimiliki.9

Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa salah satu hal yang

membedakan antara Perusahan terbatas dengan bentuk badan usaha lain ialah

mengenai status badan hukum yang dimiliki Perusahan terbatas artinya badan

yang memenuhi syarat keilmuan sebagai pendukung kewajiban dan hak.10

Status badan hukum Perusahan terbatas ini diperoleh ketika akta pendirian

perseroan yang dibuat di hadapan notaris dimohonkan secara tertulis

pengesahannya oleh Menteri Hukum dan HAM. sebagai salah satu karakteristik

sebuah badan hukum. Perlu diketahui juga bahwa Perseroan terbatas merupakan

Kekayaan perusahaan terpisah dari kekayaan pribadi pemilik perusahaan sehingga

9

Wasis, Pengantar Ekonomi Perusahaan, (Bandung : PT. Alumni, 1997), hal 22

10

(18)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

memiliki harta kekayaan sendiri. Setiap orang dapat memiliki lebih dari satu

saham yang menjadi bukti pemilikan perusahaan. Pemilik saham mempunyai

tanggung jawab yang terbatas, yaitu sebanyak yang dimiliki. Apabila

perusahaan melebihi kekayaan perusahaan, maka kelebihan utang tersebut tidak

menjadi tanggung jawab para pemegang saham.

Adapun suatu perseroan terbuka dapat berupa Emiten atau Perusahaan

Publik. Yang dimaksud dengan emiten adalah suatu perusahaan terbuka dimana

proses menjadi perusahaan terbuka dilakukan dengan jalan melakukan penawaran

saham-sahamnya kepada publik lewat penawaran umum.11

Apabila perusahaan mendapat keuntungan maka keuntungan tersebut

dibagikan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Pemilik saham akan

memperoleh bagian keuntungan yang disebut

Sedangkan apa yang dimaksud Perusahaan Publik menurut

Undang-Undang Pasar Modal pada Pasal 1 angka 22 yaitu :

“Perusahaan Publik adalah perseroan yang sahamnya telah dimilki sekurang-kurangnya oleh 300 (tiga ratus) pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp 3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah) atau suatu jumlah pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.”

pada besar-kecilnya keuntungan yang diperoleh perseroan terbatas. Selain berasal

dari

Keuntungan yang diperoleh para pemilik obligasi adalah mereka mendapatkan

11

(19)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

Doktrin piercing the corporate veil yang notabene merupakan doktrin

hukum perseroan di Common Law System itu telah diintegrasikan ke dalam

UUPT yang ide dasarnya dituangkan dalam Pasal 3 ayat (2) UUPT. Dalam

ketentuan tersebut diketahui bahwa untuk terjadinya piercing the corporate veil

dipersyaratkan beberapa hal, sebagai berikut:

1. Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;

2. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak

langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk

kepentingan pribadi;

3. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan

hukum yang dilakukan oleh perseroan; atau

4. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak

langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang

mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi

utang perseroan.12

Menurut doktrin, kriteria yang dipakai untuk menentukan ciri-ciri suatu

badan hukum adalah apabila perusahaan itu mempunyai unsur-unsur sebagai

12

Rudhi Prasetyo, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas Disertai Dengan Ulasan

Menurut Undang-Undang nomor 1 Tahun 1995, Cetakan Ketiga, (Bandung : PT. Citra Aditya

(20)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

berikut: adanya harta kekayaan yang terpisah, mempunyai tujuan tertentu,

mempunyai kepentingan sendiri, dan adanya organisasi yang teratur.

Aturan untuk menentukan kedudukan suatu perusahaan sebagai badan

hukum, biasanya ditetapkan oleh perundang-undangan, kebiasaan atau

yurisprudensi. Sebagai contoh, Perusahan terbatas dinyatakan sebagai badan

hukum di dalam Pasal 1 ayat (1) UUPT, koperasi dinyatakan sebagai badan

huku m dalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 Tentang

Perkoperasian, dan yayasan dinyatakan sebagai badan hukum dalam Pasal 1 butir

1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan. Sebagai subjek

hukum, badan hukum mempunyai kewenangan melakukan perbuatan hukum

seperti halnya orang, akan tetapi perbuatan hukum itu hanya terbatas pada bidang

hukum harta kekayaan. Karena bentuk badan hukum adalah sebagai badan atau

lembaga, maka dalam mekanisme pelaksanaannya badan hukum bertindak dengan

perantaraan pengurus-pengurusnya.

F. Metode Penelitian

Untuk melengkapi skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat

dipertanggungjawabkan, Penulis menggunakan Metode Penelitian Hukum

Normatif. Dengan pengumpulan data secara Studi Pustaka (Library Research)

Penulis melakukan suatu penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu

penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder

belaka. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara

(21)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan

perundang-undangan.

Penulis mempelajari sumber-sumber atau bahan tertulis yang dapat

dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini dengan cara membaca, menafsirkan,

membandingkan serta menterjemahkan dari berbagai sumber yang berhubungan

dengan Doktrin Piercing The Corporate Veil dikaitkan dengan

Pertanggungjawaban Dewan Komisaris pada PT.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa

sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang

dapat digambarkan sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan, bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan dan

Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan,

Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : Tinjauan umum tentang doktrin penyingkaran tirai perusahaan (piercing the corporate veil). Dalam bab ini berisi tentang

Pengertian Piercing the corporate veil, Tanggung Jawab Yuridis

(22)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

dalam tatanan hukum Perusahaan, Teori Piercing The Corporate

Veil Dalam Tatanan Hukum Indonesia.

BAB III : Tinjauan Umum Tentang Tanggung Jawab Dewan Komisaris. Bab ini berisikan tentang Pengertian Dewan komisaris, Perkembangan

Tanggung jawab Dewan Komisaris di Perusahaan, Bentuk

kelalaian Dewan Komisaris pada perusahaan, Kedudukan Dan

Tanggung Jawab Dewan Komisaris.

BAB IV : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan

Pertanggungjawaban Dewan Komisaris. Bab ini berisikan tentang

Konsep piercing the corporate veil dikaitkan dengan

pertanggungjawaban dewan komisaris dalam UU No.40 Tahun

2007, Tuntutan kepada dewan komisaris terhadap kesalahan dan

kelalaiannya menimbulkan kerugian perseroan dan

Pertanggungjawaban kepada dewan komisaris terhadap

perseroanberdasarkan piercing the corporate vei.

BAB V : Kesimpulan dan Saran. Merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang

dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan

(23)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG DOKTRIN PENYINGKAPAN

TIRAI PERUSAHAAN (PIERCING THE CORPORATE VEIL)

A. Pengertian Piercing the corporate veil

Ciri utama suatu badan hukum adalah adanya pemisahan antara harta

kekayaan badan hukum dan pribadi para pemegang saham, sehingga para

pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang

dibuat atas nama badan hukum dan juga tidak bertanggung jawab atas kerugian

badan hukum melebihi nilai saham yang telah dimasukkannya sesuai ketentuan

(24)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

hapusnya tanggung jawab perseroan terbatas apabila terbukti perseroan terbatas

didirikan semata-mata sebagai alat yang dipergunakan pemegang saham untuk

memenuhi tujuan pribadinya, melalui prinsip piercing the corporate veil.

Piercing corporate veil berarti membuka tirai perseroan, dimana

kekebalan yang biasa dimiliki oleh pemegang saham, direksi dan komisaris, yaitu

tanggung jawabnya terbatas dibuka dan diterobos menjadi tanggung jawab tidak

terbatas, hingga kekayaan pribadi manakala terjadi pelanggaran, penyimpangan

atau kesalahan dalam melakukan pengurusan perseroan.

Munir Fuady mengemukakan bahwa :

“Doktrin piercing the corporate veil ini mengajarkan bahwa sungguhpun suatu badan hukum bertanggung jawab secara hukum hanya terbatas pada harta atau aset badan hukum tersebut, akan tetapi dalam hal-hal tertentu batas tanggung jawab tersebut dapat ditembus (piercing) sampai kepada harta atau aset para shareholders atau ownwers.”13

Dalam UU Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 yang bila dilanggar

berakibat pada keberlakuan piercing the corporate veil terdapat pada Pasal 97

ayat (2) dan (3) yang pada intinya menyatakan : setiap anggota direksi perseroan

bertanggung jawab sampai kekayaan pribadinya, apabila yang bersangkutan

bersalah atau lalai menjalankan tugasnya dengan itikad baik dan penuh tanggung

jawab untuk kepentingan dan usaha perseroan.14

1. Tujuan perseroan dan formalitas-formalitas hukum diabaikan. Prinsip piercing the corporate veil diberlakukan apabila:

13

diakses jum’at tanggal 13 Maret 2009

14

(25)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

2. Pemegang saham perseroan memberlakukan aset perseroan sebagai harta

mereka sendiri.

3. Perseroan gagal memelihara catatan-catatan atau dokumen yang

diperlukan.

4. Perseroan tidak cukup modal, tetapi perseroan tetap dijalankan.

5. Perseroan dipergunakan untuk tujuan-tujuan curang, misalnya untuk

menghindari pajak.15

Piercing the corporate veil yang notabene merupakan doktrin hukum

perseroan di Common Law System itu telah diintegrasikan ke dalam UUPT yang

ide dasarnya dituangkan dalam Pasal 3 ayat (2) UUPT. Dalam ketentuan tersebut

diketahui bahwa untuk terjadinya piercing the corporate veil dipersyaratkan

beberapa hal, sebagai berikut:16

a) persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;

b) pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak

langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk

kepentingan pribadi;

c) pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan

hukum yang dilakukan oleh perseroan; atau

d) pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak

langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang

15

Chatamarrasjid, Op Cit, hal 92 16

http: //209.85.175.132/ search?q= cache:q3aTpDkIHsQJ: mhugm.wikidot.com/artikel: 002=1&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a, Diakses sabtu tanggal 21 Maret 2009

(26)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi

utang perseroan.

B. Tanggung Jawab Yuridis Dari Suatu Perusahaan

Dari berbagai bentuk perusahaan yang hidup di Indonesia perseroan

terbatas merupakan bentuk yang paling lazim, bahkan sering dikatakan bahwa

perseroan terbatas merupakan bentuk perusahaan yang dominan. Perseroan

terbatas sangat menarik minat investor atau penanam modal untuk menanamkan

modalnya, bahkan perseroan terbatas sudah menarik hampir seluruh perhatian

dunia usaha pada tahun-tahun belakangan ini dikarenakan oleh perkembangan

haknya dalam hidup perekonomian di banyak negara. Dengan dominasi yang

besar di Indonesia, perusahaan telah ikut meningkatkan taraf hidup bangsa

Indonesia, baik melalui Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman

Modal Dalam Negeri (PMDN), sehingga perusahaan merupakan salah satu pilar

pekonomian nasional. Lebih dipilihnya perusahaan sebagai bentuk perusahaan

dibandingkan dengan bentuk yang lain ini dikarenakan oleh dua hal, pertama,

perusahaan merupakan asosiasi modal, dan kedua, perusahaan merupakan badan

hukum yang mandiri. Sebagai asosiasi modal maka ada kemudahan bagi

pemegang saham perusahaan untuk mengalihkan sahamnya kepada orang lain,

sedangkan sebagai badan hukum yang mandiri berdasarkan Pasal 3 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT)

menentukan bahwa pertanggungjawaban pemegang saham PT hanya terbatas pada

(27)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

pertanggungjawaban terbatas dari pemegang saham PT tersebut merupakan faktor

yang penting sebagai umpan pendorong bagi kesediaan para calon penanam

modal untuk menanamkan modalnya dalam perusahaan. Berdasarkan uraian

tersebut, cukup jelas kiranya bahwa status badan hukum PT itu cukup penting.

Dasar hukum dari status badan hukum perusahaan terbatas tersebut

tercantum di dalam Pasal 1 butir 1 UUPT, Dari ketentuan tersebut secara eksplisit

sangat jelas disebutkan bahwa perusahaan terbatas merupakan badan hukum.

Perseroan merupakan suatu bentuk (legal form) yang didirikan atas fiksi hukum

(legal fiction) bahwa perseroan memiliki kapasitas yuridis yang sama dengan

yang dimiliki oleh orang perseorangan (natural person).

Menurut Soejono Dirdjosisworo, sebagai badan hukumatau artificial

person, perseroan terbatas mampu bertindak melakukan perbuatan hukum melalui

wakilnya. Untuk itu ada yang disebut dengan agent, yaitu orang yang mewakili

perseroan serta bertindak untuk dan atas nama perseroan, perseroan terbatas

mempunyai hak dan kewajiban dalam hugungan hukum sama halnya dengan

manusia biasa atau natural person atau naturlijke persoon, dapat menggugat

ataupun digugat, dapat membuat keputusan dan mempunyai kekayaan seperti

layaknya manusia.17

17

Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung : PT. Alumni, 2004), hal 50

Apabila dikaitkan dengan unsur-unsur mengenai badan hukum, maka

unsur-unsur yang menandai perusahaan terbatas sebagai badan hukum adalah

(28)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

a. Organisasi yang teratur

Organisasi yang teratur ini dapat kita lihat dari adanya organ perusahaan

yang terdiri atas Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Dewan

Komisaris seperti di dalam Pasal 1 angka 2 UUPT, keteraturan organisasi

perseroan terbatas dapat diketahui melalui ketentuan UUPT, Anggaran Dasar

Perseroan, Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham, Keputusan Dewan

Komisaris, Keputuan Direksi dan Peraturan-peraturan yang dikeluarkan dari

waktu ke waktu.

b. Harta kekayaan sendiri

Perseroan terbatas mempunyai harta kekayaan sandiri yang dipisahkan

dari harata kekayaan pribadi perseroannya, berupa modal yang berasal dari

peamasukan harta kekayaan persero yang dipisahkan dan harta kekayaan lainnya

baik berupa benda berwujud atau tidak berwujud yang merupakan milik

perseroan. Pasal 31 ayat (1) UUPT dan dihubungkan dengan Pasal 34 ayat (1)

UUPT menegaskan bahwa harta kekayaan perseroan terdiri atas seluruh nilai

nominal saham yang dapat dilakukan dalam bentuk uang atau dalam bentuk

lainnya.

c. Melakukan hubungan hukum sendiri

Sebagai badan hukum, perseroan terbatas dapat mengadakan hubungan

hukum sendiri dalam rangka melakukan perbuatan hukum tertentu dengan pihak

ketiga. Dalam melakukan hubungan hukum teresebut umunya perseroan terbatas

diwakili oleh pengurus atau organ perseroan terbatas , yang disebut dengan

(29)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam

maupun di luar pengadilan. Di samping direksi, diadakan pula komisaris yang

bertugas mengawasi kebijakan direksi dalam menjalankan perseroan serta

memberikan nasihat kepada direksi.

d. Mempunyai tujuan tertentu

Sebagai badan huklum yang melakukan kegiatan usaha, perseroan terbatas

mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Karena itu, kegiatan usaha yang

dijalankan perseroan terbatas dilakukan dalam rangka mewujudkan makksud dan

tujuan pendirian perseroan terbatas. Dalam Pasal 15 huruf b UUPT dinyatakan

bahwa maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan yang sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlakau ditetapkan dalam anggaran dasar.

Berhubung perseroan terbatas menjalankan perusahaan, kegiatan perseroan

terbatas diharapkan dapat mendatangkan keuntungan dan laba.

Sesuai dengan UUPT , status badan hukum perseroan terbatas yang

diperoleh sejak akta pendirian perseroan disahkan oleh Mentrei Kehakiman.

Ketentuan ini berbeda dengan ketentuan KUHD yang menentukan bahwa status

badan hukum perseroan diperoleh sejak diumumkan dalam Berita Negara

Republik Indonesia. Dengan demikia, UUPT menaganut asas pengesahan,

sedangkan KUHD menganut asas publisitas untuk menentukan status badan

hukum perseroan terbatas.

Kemudian disebutkan pula bahwa perseroan terbatas didirikan berdasarkan

perjanjian, hal ini menunjukkan sebagai suatu perkumpulan dari orang-orang yang

(30)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

Ketentuan Pasal 7 ayat (1) UUPT menyatakan bahwa perseroan didirikan oleh 2

(dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia.

Rumusan ini pada dasarnya mempertegas kembali makna perjanjian sebagaimana

diatur dalam ketentuan umum mengenai perjanjian yang ada dalam kitab

Undang-Undang Hukum Perdata. Sebagai perjanjian khusus yang bernama, perjanjian

pembentukan perseroan terbatas ini juga tunduk sepenuhnya pada syarat-syarat

sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, disamping

ketentuan khusus yang diatur dalam UUPT tersebut.

Perjanjian pendirian perseroan terbatas yang dilakukan oleh para “pendiri”

tersebut dituangkan dalam suatu akta notaris yang disebut dengan “Akta

Pendirian”. Akta pendirian ini pada dasarnya menagatur berbagai macam hak-hak

dan kewajiban para pihak pendiri perseroan dalam mengelola dan menjalankan

perseroan terbatas tersebut. Hak –hak dan kewajiban-kewajiban tersebut

merupakan isi perjanjian selanjutnya disebut dengan “Anggaran Dasar” perseroan,

sebagaimana ditegaskan kembali di dalam Pasal 15 ayat (1) UUPT, yaitu:

Anggaran dasar memuat sekurang-kurangnya:

a. nama dan tempat kedudukan Perseroan;

b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;

c. jangka waktu berdirinya Perseroan;

d. besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;

e. jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk

tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai

(31)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

f. nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komisaris;

g. penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS;

h. tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan

Dewan Komisaris;

i. tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen.

Perseroan terbatas sebagai suatu badan usaha harus menjalankan kegiatan

usaha. Melakukan kegiatan usaha artinya menjalankan perusahaan. Kegiatan

usaha yang dilakukan perseroan terbatas adalah dalam bidang perekonomian

dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan / laba. Kegiatan usaha yang

dilakukan oleh perseroan terbatas haruslah kegiatan usaha yang halal, artinya

kegiatan perseroan terbatas harus sesuai dengan maksud dan tujuan pendirian

perseroan terbatas serta tidak boleh bertentangan denagn peraturan

perundang-undangan, ketertiban umum, dan atau kesusilaaan. Perseroan terbatas tidak dapat

didirikan dan dijalankan jika tidak memiliki tujuan dan kegiatan usaha yang jelas.

Mengenai modal dasar perseroan terbatas yang disebutkan di bagi dalam

saham, bahwa dari kata terbagi dapat diketahui modal perseroan terbatas tidak

satu atau dengan kata lain tidak berasal dari satu orang melainkan modalnya

dipecah menjadi beberapa atau sejumlah saham. Hal itu terjadi karena dalam

hubungannya denagn pendirian perseroan terbatas berdasarkan perjanjian yang

berarti modal perseroan terbatas harus dimiliki oleh beberapa orang. Dengan

demikian dalam suatu perseroan terbatas pasti terdapat sejumlah pemegang

saham. Para pemegang saham pada prinsipnya hanya bertanggungjawab sebesaar

(32)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

Dalam keberadaanya setiap perseroan terbatas harus memenuhi

persyaratan UUPT dan peraturan pelaksanaanya mulai dari pendiriannya,

beroprasinya, dan berakhirnya. Hal ini menunjukkan bahwa UUPT menganut

sistem tertutup (close system).18

1. Pasal 36 ayat (1) KUHDagang menyatakan bahwa perseroan terbatas tidak

mempunyai firma yaitu nama orang (sekutu) yang dipergunakan sebagai

nama perusahaan. Adapun nama perseroan terbatas diambil dari tujuan

perusahaanya.

Peraturan perseroan terbatas pada mulanya diatur dalam kitab UU Hukum

Dagang buku 1 bab III bagian III mulai dari Pasal 36 sampai denagn Pasal 56,

sebagaimana telah dirubah terakhir denagn UU No. 4 Tahun 1971 dan Ordonantie

Maskapai Andil Indonesia Stb 1939 No. 569 Jo No. 717, pengaturan dalam

KUHDagang ini tidak menyebutka secara tegas pengertian dari perseroan terbatas.

Hanya dapat disimpulkan ari ketentuan Pasal 36, Pasal 40, Pasal 42, dan Pasal 45

KUHDagang tersebut yaitu :

2. Pasal 36 ayat (2) KUHDagang menghendaki agar naskah akta

pendiriannya dimintakan pengesahan kepada Menteri Kehakiman dalam

hal ini Kepala Direktorat Perdata pada Departemen Kehakiman.

Pengesahan tersebut diatas harus juga dilakukan pada tiap-tiap ada

perubahan syarat-syarat pendiriannya dan juga pada tiap perpanjangan

waktu bagi perseroan terbatas itu.

18

(33)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

3. Pasal 40 ayat (1) KUHDagang menentukan bahwa modal perseroan terdiri

dari saham-saham atas nama atau blanko (atas pembawa), sedangkan ayat

(2)-nya menentukan bahwa tanggung jawab pemegang saham terbatas dari

jumlah nominal dari saham-saham yang dimilikinya.

4. Pasal 42 KUHDagang menentukan bahwa saham, baik yang atas nama

maupun yang atas pembawa dapat diperalihkan kepada orang lain.

Namun karena ketentuann-ketentuan dala KUHDagang itu dirasa tidak

cocok lagi maka pemerintah mengeluarkan undang-undang yang baru tentang

perseroan terbatas yang mengatur secara lebih terperinci tentang perseroan

terbatas yaitu Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 yang kemudian diganti dengan

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007.

Dengan berlakunya undang-undang ini maka Buku ke I Bab III bagian III

Pasal 36 sampai Pasal 56 KUHDagang yang mengatur mengenai perseroan

terbatas berikut segala perubahannya yaitu Undang-undang No. 4 Tahun 1971

dinyatakan tidak berlaku dan terhitung 3 (tiga) tahun sejak berlakunya

undang-undang tentang perseroan terbatas ini maka Ordonansi Maskapai Andil Indonesia

dinyatakan tidak berlaku lagi. Sejak PT berstatus sebagai badan hukum, maka

hukum memperlakukan perusahaan terbatas sebagai pribadi mandiri yang

dapat bertanggung jawab sendiri atas perbuatannya. Dengan dimulainya status

badan hukum perusahaan terbatas.

Dewan Komisaris melakukan pengawasan terhadap pengelolaan

Perusahaan yang dilakukan oleh Direksi mencakup rencana pengembangan,

(34)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

dan pelaksanaan keputusan RUPS. Melakukan tugas, wewenang dan tanggung

jawab sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam anggaran dasar Perusahaan,

keputusan RUPS dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 19

Hati-hati bila Anda menjabat direktur atau komisaris di suatu perusahaan.

nya,

Dewan Komisaris bertanggung jawab dalam memberikan saran &

pendapat kepada RUPS mengenai laporan keuangan tahunan, rencana

pengembangan Persahaan, penunjukan akuntan untuk melakukan audit keuangan,

dan hal-hal penting lainnya; Mengesahkan rencana kerja dan anggaran

Perusahaan; Mengikuti perkembangan kegiatan Perusahaan, dan dalam hal

Perusahaan menunjukkan gejala kemunduran segera meminta Direksi untuk

mengumumkan kepada para pemegang saham dan memberi saran mengenai

langkah perbaikan yang harus ditempuh.

mengatur lebih tegas tentang tanggung jawab keduanya. Bahkan UU itu

memungkinkan direksi maupun komisaris untuk digugat ke pengadilan oleh

pemegang saham, bila keduanya terbukti melakukan kesalahan atau kelalaian

yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan.

Sebenarnya, ketentuan tentang tanggung jawab direksi dan komisaris yang

ada dalam UU No. 40 Tahun 2007, tak jauh beda dengan UUPT yang lama

19

(35)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

dipertegas dan disempurnakan. Tujuannya supaya direksi dan komisaris itu tidak

main-main dalam menjalankan usahanya.

Seperti diketahui, lebih dari Pasal 13 klausul dalam UU No. 40 Tahun

2007 yang mengatur tentang tanggung jawab direksi dan komisaris. walaupun

mengatur tanggung jawab secara tegas, namun masih ada lain yang memberi

ruang gerak bagi direksi dan komisaris untuk membela diri. Salah satunya diatur

dalam 114 Ayat (3) Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab

secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau

lalai menjalankan tugasnya.

Komisaris tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian perusahaan,

apabila dia dapat membuktikan salah satu dari 4 hal yang dikecualikan. Pertama,

kerugian yang ditimbulkan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, kedua,

direksi telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk

kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Ketiga, tidak

mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas

tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian, dan keempat telah

mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian

tersebut.20

Demikian pula dengan tanggung jawab direksi dalam hal terjadinya

kepailitan di perusahaan. anggota direksi dapat dibebaskan dari tanggung jawab

membayar seluruh kewajiban perusahaan yang diputus pailit, asalkan dia bisa

20

(36)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

membuktikan tidak bersalah dan tidak lalai dalam menjalankan roda perusahaan.

Indonesia tidak seperti Anglo Saxon, dimana mereka mengenal ada direksi aktif

dan pasif.21

C. Piercing the corporate veil. Topik populer dalam tatanan hukum Perusahaan

Dalam dunia usaha kita mengenal bentuk-bentuk badan usaha.baik yang

sudah berupa perusahaan maupun yang belum berupa perusahaan. Menurut

rumusan Pasal 1 huruf (b) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib

Daftar Perusahaan yang menyatakan bahwa :

“Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.”

Sedangkan definisi perusahaan menurut Molengraaff adalah keseluruhan

perbuatan yang dilakukan secara terus-menerus, bertindak ke luar, untuk

memperoleh penghasilan, dengan cara memperdagangkan atau menyerahkan

barang atau mengadakan perjanjian perdagangan. Menurutnya pengertian

perusahaan dipandang dari sudut ekonomi dan di sini pula munculah aspek hukum

perusahaan yaitu adanya perjanjian dengan pihak yang menjadi dasar kewajiban

dan hak masing-masing pihak. Namun, menurut Polak unsur dalam perusahaan

tersebut harus ditambahkan lagi yaitu adanya pembukuan. Pembukuan merupakan

catatan mengenai kewajiban dan hak yang berkaitan dengan kegiatan usaha suatu

21

Head, John W, Seri Dasar Hukum Ekonomi 1 – Pengantar Umum Hukum Ekonomi

(37)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

perusahaan, karena menurutnya baru dapat dikatakan perusahaan apabila

diperlukan perhitungan laba dan rugi yang dapat diperkirakan dan dicatat dalam

pembukuan.22

1. Kegiatan dalam bidang perekonomian

Berdasarkan definisi tersebut di atas Prof. Abdulkadir Muhammad, S.H

menginventarisasi unsur-unsur perusahaan sebagai berikut :

Perusahaan sebagai badan usaha yang menjalankan kegiatan dalam bidang

perekonomian dan mempunyai bentuk hukum tertentu,

Kegiatan perusahaan melipitu bidang perindustrian, perdagangan, jasa, dan

pembiayaan

2. Terus menerus

Kegiatan tersebut dilakukan secara terus menerus sebagai mata

pencaharian, tidak insidental, dan bukan pekerjaan sambilan.

4. Bersifat tetap

Kegiatan tersebut tidak berubah dalam waktu singkat, tetapi untuk jangka

lama. Jangka waktu tersebut ditentukan dalam akta pendirian perusahaan

atau surat izin usaha.

5. Terang-terangan

Terang-terangan artinya ditujukan kepada dan diketahui oleh umum, bebas

berhubungan dengan pihak lain, diakui dan dibenarkan oleh pemerintah

berdasarkan undang-undang.

6. Keuntungan dan atau laba

22

(38)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

Setiap kegiatan menjalankan perusahaan tentu menggunakan modal.

Dengan modal perusahaan, keuntungan dan atau laba dapat diperoleh, ini

merupakan tujuan utama setiap perusahaan.

7. Pembukuan

Menurut ketentuan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997

tentang Dokumen Perusahaan, setiap perusahaan wajib membuat catatan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sesuai dengan kebutuhan

perusahaan. Dalam Pasal 5 ditentukan catatan terdiri dari neraca tahunan,

perhitungan laba rugi tahunan, rekening, jurnal transaksi harian, atau

setiap tulisan yang berisi keterangan mengenai kewajiban dan hak serta

hal-hal lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha suatu perusahaan.

Pembukuan ini menjadi dasar pertimbangan pajak yang wajib dibayar

kepada pemerintah.23

Berdasarkan bentuk hukumnya perusahaan terbagi menjadi dua yaitu

perusahaan yang berstatus badan hukum dan yang tidak berbadan hukum. Badan

hukum ialah suatu badan yang ada karena hukum, dan memang diperlukan

keberadaanya sehingga disebut badan hukum (legal entity). Oleh karena itu

disebut manusia buatan (artificial person) atau person in law, atau legal

person/rechtpersoon. Meskipun perseroan bukan manusia secara ilmiah, badan

hukum itu bisa bertindak sendiri melakukan perbuatan-perbuatan hukum yang

diperlukan. Untuk itu ada yang disebut agent, yaitu orang yang mewakili

23

(39)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

perseroan serta bertindak untuk dan atas nama perseroan. Orang tersebut adalah

direksi yang terdiri atas natural persons,24 dan mereka bisa juga mendapat

imbalan dari pemegang saham.25

“Karakteristik perusahaan sebagai badan hukum apabila memiliki kekayaan sendiri, Anggaran Dasar disahkan oleh pemerintah, diwakili oleh pengurus. Aturan untuk menentukan kedudukan suatu perusahaan sebagai badan hukum biasanya ditetapkan oleh perundang-undangan, kebiasaan atau yurisprudensi.”

Henry Campbell Black memberikan definisi legal entity sebagai berikut:

26

Yang akan dituangkan secara khusus disini terhadap perusahaan yang telah

berstatus sebagai badan hukum, yaitu Perseroan Terbatas (PT). Dari berbagai

bentuk perusahaan yang didirikan di Indonesia, seperti firma, persekutuan

komanditer, koperasi dan lain sebagainya, bentuk perusahaan perusahaan

merupakan bentuk yang paling lazim, bahkan sering dikatakan bahwa perusahaan

merupakan bentuk perusahaan yang dominan. Perusahaan sangat menarik minat

investor untuk menanamkan modalnya, bahkan perusahaan sudah menarik hampir

seluruh perhatian dunia usaha pada tahun-tahun belakangan ini dikarenakan

perkembangan haknya dalam kehidupan perekonomian di banyak negara. Dengan

dominasi yang besar di Indonesia, perusahaan telah ikut meningkatkan taraf hidup

bangsa Indonesia, baik melalui Penanaman Modal Asing (PMA) maupun

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Salah satu hal yang menyebabkan

24

Ibid, hal 7

25

Moenaf H. Regar, Pembahasan Kritis Aspek Manajemen dan Akuntansi UU Perseroan

Terbatas 1995, (Jakarta : Pustaka Quantum, 2001), hal 11-12

26

(40)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

lebih dipilihnya perusahaan dari pada bentuk perusahaan lain ialah karena

perusahaan merupakan badan hukum.27

Pasal tersebut diatas menyatakan secara tegas bahwa keberadaan

perusahaan diakui sebagai badan hukum dan dianggap sebagai manusia. Sebagai

subjek hukum, badan hukum mempunyai kewenangan melakukan perbuatan

hukum seperti halnya orang, akan tetapi perbuatan hukum itu hanya terbatas pada

bidang hukum harta kekayaan, karena bentuk badan hukum adalah sebagai badan Sebagai badan hukum yang mandiri berdasarkans Pasal 3 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) menentukan

bahwa pertanggungjawaban pemegang saham PT hanya terbatas pada nilai saham

yang dimiliki dalam perusahaan. Secara ekonomis, unsur pertanggungjawaban

terbatas dari pemegang saham perusahaan tersebut merupakan faktor yang penting

sebagai umpan pendorong bagi kesediaan para calon penanam modal untuk

menanamkan modalnya dalam perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut, cukup

jelas kiranya bahwa status badan hukum perusahaan itu cukup penting.

perusahaan dinyatakan sebagai badan hukum di dalam Pasal 1 angka 1 UUPT

sebagai berikut :

“Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang melakukan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaanya.”

27

Rido, R. Ali, Badan Hukum Dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan,

(41)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

atau lembaga, maka dalam mekanisme pelaksanaannya badan hukum bertindak

dengan perantaraan pengurus-pengurusnya begitu pula dengan PT.

Ciri utama suatu badan hukum adalah adanya pemisahan antara harta

kekayaan badan hukum dan pribadi para pemegang saham, sehingga para

pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang

dibuat atas nama badan hukum dan juga tidak bertanggung jawab atas kerugian

badan hukum melebihi nilai saham yang telah dimasukkannya sesuai ketentuan

Pasal 3 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007. Namun tidak tertutup kemungkinan

hapusnya tanggung jawab perseroan terbatas apabila terbukti perseroan terbatas

didirikan semata-mata sebagai alat yang dipergunakan pemegang saham untuk

memenuhi tujuan pribadinya, melalui prinsip piercing the corporate veil.

Doktrin piercing the corporate veil dapat diterapkan dalam Perseroan

Terbatas dalam hal adanya fakta-fakta yang menyesatkan, terjadinya penipuan dan

ketidakadilan dan untuk melindungi pemegang saham minoritas, pemegang saham

yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad baik yang

memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi. Penerapan teori

piercing the corporate veil ke dalam tindakan suatu perseroan, menyebabkan

tanggung jawab hukum tidak hanya dimintakan dari perseroan saja, tetapi dapat

juga dimintakan terhadap pemegang saham. direksi dan komisaris sebagai

(42)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

Terhadap pemegang saham perseroan, piercing the corporate veil berlaku

apabila:28

3. Pemegang saham terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang

dilakukan perseroan.

1. Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi.

Misalnya anggaran dasar perseroan belum disahkan oleh Departemen Hukum dan

Kehakiman.

2. Pemegang saham, baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad

buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi.

4. Pemegang saham baik langsung maupun tidak langsung secara melawan

hukum menggunakan kekayaan perseroan yang mengakibatkan kekayaan

perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan.

Terhadap direksi perseroan, ketentuan piercing the corporate veil berlaku

apabila:

1. Pemegang saham baik langsung maupun tidak langsung secara melawan

hukum menggunakan kekayaan perseroan yang mengakibatkan kekayaan

perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan.

2. Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi

(antara lain anggaran dasar belum disahkan atau belum diumumkan dalam

berita negara, atau belum didaftarkan pada pengadilan negeri setempat).

28

(43)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

3. Direksi melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan

anggaran dasar perseroan.

4. Direksi melanggar prinsip ultra vires.

5. Direksi melanggar prinsip fiducairy duty.

Ketentuan fiducairy duty dalam UU Perseroan Terbatas yang bila

dilanggar berakibat pada keberlakuan piercing the corporate veil terdapat pada

Pasal 97 ayat (3) yang pada intinya menyatakan: setiap anggota direksi perseroan

bertanggung jawab sampai kekayaan pribadinya, apabila yang bersangkutan

bersalah atau lalai menjalankan tugasnya dengan itikad baik dan penuh tanggung

jawab untuk kepentingan dan usaha perseroan.

Demikian juga Pasal 104 ayat (2) UUPT yang menyatakan, dalam hal

terjadi kepailitan karena kelalaian atau kesalahan direksi dan kekayaan perseroan

tidak cukup untuk menutupi kerugian akibat kepailitan tersebut, maka anggota

direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

Di Amerika Serikat, prinsip piercing the corporate veil diberlakukan

apabila:

1. Tujuan perseroan dan formalitas-formalitas hukum diabaikan.

2. Pemegang saham perseroan memberlakukan aset perseroan sebagai harta

mereka sendiri.

3. Officers perseroan gagal memelihara catatan-catatan atau dokumen yang

diperlukan.

(44)

Abdi Fikri : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dalam UU No. 40 Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

5. Perseroan dipergunakan untuk tujuan-tujuan curang, misalnya untuk

menghindari pajak.29

D. Teori Piercing The Corporate Veil Dalam Tatanan Hukum Indonesia

Dasar hukum dari status badan hukum perusahaan tersebut tercantum di

dalam Pasal 1 butir 1 UUPT No.40 Tahun 20007, yaitu :“Perseroan Terbatas,

yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan

persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha

dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi

persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan

pelaksanaannya.”Dari ketentuan tersebut secara eksplisit sangat jelas disebutkan

bahwa PT merupakan badan hukum. Perseroan merupakan suatu bentuk (legal

form) yang didirikan atas fiksi hukum (legal fiction) bahwa perseroan memiliki

kapasitas yuridis yang sama dengan yang dimiliki oleh orang perseorangan

(natural person)30

29

. Apabila dikaitkan dengan unsur-unsur mengenai badan

hukum, maka unsur-unsur yang menandai PT sebagai badan hukum adalah bahwa

PT mempunyai kekayaan yang terpisah (Pasal 31 ayat (1) UUPT No. 40 Tahun

2007): “Modal dasar Perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham.”Artinya:

modal dasar perseroan merupakan seluruh nilai nominal saham yang terpisah dari

harta kekayaan pendirinya ,mempunyai kepentingan sendiri (Pasal 92 ayat (1)

at tanggal 13 Maret 2009

30

Referensi

Dokumen terkait

Neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada point (1) bagi perseroan yang wajib diaudit, harus disampaikan kepada Menteri sesuai

Berdasarkan analisis dapat diketahui bahwa komisaris PT.CSM Bintang Indonesia harus turut bertanggungjawab secara pribadi atas kerugian yang diderita para investor

Berdasarkan analisis terhadap data yang diperoleh disimpulkan bahwa asas Piercing The Corporate Veil menjadi berlaku apabila memenuhi ketentuan berdasarkan pasal 3

Perseroan selaku badan hukum sekalipun mempunyai kedudukan mandiri dan pemegang saham mempunyai pertanggung jawaban secara terbatas, namun bila pemegang saham menyalahgunakan

Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas