• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Duty Of Loalty Direksi Dan Dewan Komisaris Dalam UU NO. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Duty Of Loalty Direksi Dan Dewan Komisaris Dalam UU NO. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN DUTY OF LOALTY DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS DALAM UU NO. 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk

Memperoleh gelar Sarjana Hukum

OLEH :

DANI SYAHPUTRA NIM : 070200070

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TINJAUAN DUTY OF LOYALTY DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS DALAM UU NO. 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh gelar Sarjana Hukum

OLEH : DANI SYAHPUTRA NIM : 070200070

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H. NIP. 195603291986011001

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., MH Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum NIP. 195603291986011001 NIP. 197302202002121001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

TINJAUAN DUTY OF LOYALTY DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS DALAM UU NO. 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

OUTLINE

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

ABSTRAKSI

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Perumusan Masalah

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

D. Keaslian Penulisan

E. Tinjauan Kepustakaan

F. Metode Penulisan

G. Sistematika Penulisan

BAB II : PERANAN DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS MENURUT UU NO. 40 TAHUN 2007 TENTANG

PERSEROAN TERBATAS

A. Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum

B. Pengaturan Tentang Direksi dan Dewan Komisaris

Dalam Perseroan

C. Fungsi Serta Tanggung Jawab Direksi dan Dewan

Komisaris Dalam Perseroan

D. Hak dan Kewajiban Direksi dan Dewan Komisaris

(4)

BAB III : PENERAPAN PRINSIP FIDUCIARY DUTY DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS DALAM

MENJALANKAN PERSEROAN

A. Pengertian Prinsip Fiduciary Duty

B. Kaitan antara Prinsip Fiduciary Duty dengan Duty of

Loyalty

C. Kaitan antara Duty of Loyalty dengan Duty of Care

BAB IV : KETENTUAN PELANGGARAN DUTY OF LOYALTY OLEH DIREKSI DAN KOMISARIS

DALAM HUKUM PERUSAHAAN

A. Standar Pelanggaran Prinsip Fiduciary Duty

B. Tinjauan Pelanggaran Duty of Loyalty

C. Pembelaan Direksi dan Dewan Komisaris Dalam

Tuntutan Pelanggaran Prinsip Fiduciary Duty

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Pembimbing I Pembimbing II

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan berkat dan rahmat, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

seusai dengan waktu yang diberikan.

Skripsi ini adalah sebagai syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum

pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam skripsi ini, penulis

membahas mengenai “Tinjauan Duty of Loyalty Direksi dan Dewan Komisaris

dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas“.

Skripsi ini dapat penulis selesaikan karena adanya bimbingan dan bantuan

dari berbagai pihak, dalam bentuk material maupun spiritual serta informasi yang

berhubungan dengan penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan ini penyusun

menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH.,M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara Medan;

2. Bapak Prof Dr. Budiman Ginting SH.,M.Hum., selaku Pembantu Dekan I

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan;

3. Bapak Syafruddin SH., M.Hum.,DFM., selaku Pembantu Dekan II

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan;

4. Bapak M.Husni, SH.,M.Hum., selaku Pembantu Dekan III Fakultas

(6)

5. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., M.H.,selaku Ketua Jurusan Hukum

Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan;

6. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, SH., M.Hum., selaku Sekretaris Jurusan Hukum

Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan;

7. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., M.H., selaku Dosen Pembimbing I

dan Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum., selaku Dosen Pembimbing

II yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyelesaian

skripsi ini;

8. Seluruf staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang

dengan penuh dedikasi menuntun dan membimbing penulis selama

mengikuti perkuliahan sampai dengan menyelesaikan skripsi ini;

9. Orang tua tercinta , abang-abang dan kakak-kakak yang telah banyak

memberikan dukungan moril maupun materil;

10. Sahabat – sahabat dekat penulis yaitu Sarah, Felik, Asido, Rinaldi,

Wilmart Gultom, Ryan dan Omar Akbar yang telah membantu dan

memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;

11. Rekan – rekan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Medan, khususnya stambuk 2007 buat persahabatan yang terjalin indah

(7)

Akhir kata sebagai makhluk ciptaan-Nya, penulis berserah diri kepada

Allah SWT dan penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada lagi kekurangan

dalam menyelesaikan skripsi ini, baik dari segi bahasa, penulisan maupun

penyajian materinya. Namun demikian penulis tetap berusaha untuk

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulis mengharapkan saran dan kritik

dari para pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, November 2010

Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……… i

DAFTAR ISI ……… iv

ABSTRAKSI ……… vii

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

A. Latar Belakang ……… 1

B. Perumusan Masalah ……… 5

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ……… 6

D. Keaslian Penulisan ……… 7

E. Tinjauan Kepustakaan ……… 7

F. Metode Penulisan ……… 9

G. Sistematika Penulisan ……… 11

BAB II PERANAN DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS MENURUT UU NO. 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS ……… 13

(9)

B. Pengaturan Tentang Direksi dan Dewan Komisaris Dalam UU No.

40 Tahun 2007 ……… 25

C. Fungsi Serta Tanggung Jawab Direksi dan Dewan Komisaris

Dalam Perseroan ………. 42

D. Hak dan Kewajiban Direksi dan Dewan Komisaris menurut UU

No. 40 Tahun 2007 ………. 45

BAB III PENERAPAN PRINSIP FIDUCIARY DUTY DALAM

MENJALANKAN PERSEROAN ………..…… 50

A. Pengertian Prinsip Fiduciary Duty ……..………. 50

B. Kaitan Antara Prinsip Fiduciary Duty dengan Duty of Loyalty 54

C. Kaitan Antara Duty of Loyalty dengan Duty of Care …… 57

BAB IV KETENTUAN PELANGGARAN DUTY OF LOYALTY OLEH DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS DALAM

HUKUM PERUSAHAAN ……….. 67

A. Standar Pelanggaran Prinsip Fiduciary Duty ……... 67

B. Tinjauan Pelanggaran Duty of Loyalty ………. 76

C. Pembelaan Direksi dan Dewan Komisaris dalam Tuntutan

Pelanggaran Prinsip Fiduciary Duty ………... 79

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………... 87

(10)

B. Saran ………. 88

(11)

ABSTRAKSI

Prof.Dr. Bismar Nasution SH.MH. Dr. Mahmul Siregar, SH. M.Hum∗∗

Dani Syahputra***

Dosen Pembimbing I ∗∗ Dosen Pembimbing II

*** Mahasiswa Fakultas Hukum USU

Direksi bertanggung jawab dalam pengurusan Perseroan. Direksi melakukan tugas dan kewajiban tersebut berdasarkan itikad baik untuk semata-mata demi kepentingan dan tanggung jawab Perseroan (duty of loyalty). Hal tersebut dilakukan agar dapat terhindar dari perbuatan yang menguntungkan kepentingan pribadi. Adapun permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana peranan Direksi dan Dewan Komisaris dalam menjalankan Perseroan, bagaimana penerapan prinsip fiduciary duty oleh Direksi dan Dewan Komisaris dalam menjalankan Perseroan, serta bagaimana pelanggaran duty of loyalty di dalam Perseroan dan bagaimana pembelaannya.

Metode penulisan yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif yang dilakukan melalui kajian terhadap perundang – undangan, dan bahan hukum yang relevan. Data dikumpulkan dengan studi kepustakaan. Analisis data dilakukan secara kualitatif.

Direksi dan Dewan Komisaris memiliki peranan penting dalam Perseroan. Direksi bertindak sebagai pengurus Perseroan untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan yang diatur dalam Pasal 92 ayat (1) UUPT, sedangkan Dewan Komisaris bertindak sebagai pengawas atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi yang diatur dalam Pasal 108 ayat (1) UUPT.

Tindakan Direksi dan Dewan Komisaris harus berdasarkan prinsip

fiduciary duty dari Direksi dan Dewan Komisaris artinya, Direksi harus

menjalankan Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab sesuai yang dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1) dan Pasal 97 ayat (2) UUPT. Kewajiban untuk menerapkan prinsip ini menimbulkan kewajiban bagi Direksi dan Dewan Komisaris untuk menerapkan

duty of care and skill dan duty of loyalty. Apabila prinsip duty of loyalty

terlanggar, maka Direksi dan Dewan Komisaris harus bertanggung jawab atas kesalahan yang diperbuatnya. Kecuali apabila ia dapat membuktikan bahwa ia telah beritikad baik dalam menjalankan Perseroan sesuai Pasal 97 ayat (5) UUPT.

(12)

ABSTRAKSI

Prof.Dr. Bismar Nasution SH.MH. Dr. Mahmul Siregar, SH. M.Hum∗∗

Dani Syahputra***

Dosen Pembimbing I ∗∗ Dosen Pembimbing II

*** Mahasiswa Fakultas Hukum USU

Direksi bertanggung jawab dalam pengurusan Perseroan. Direksi melakukan tugas dan kewajiban tersebut berdasarkan itikad baik untuk semata-mata demi kepentingan dan tanggung jawab Perseroan (duty of loyalty). Hal tersebut dilakukan agar dapat terhindar dari perbuatan yang menguntungkan kepentingan pribadi. Adapun permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana peranan Direksi dan Dewan Komisaris dalam menjalankan Perseroan, bagaimana penerapan prinsip fiduciary duty oleh Direksi dan Dewan Komisaris dalam menjalankan Perseroan, serta bagaimana pelanggaran duty of loyalty di dalam Perseroan dan bagaimana pembelaannya.

Metode penulisan yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif yang dilakukan melalui kajian terhadap perundang – undangan, dan bahan hukum yang relevan. Data dikumpulkan dengan studi kepustakaan. Analisis data dilakukan secara kualitatif.

Direksi dan Dewan Komisaris memiliki peranan penting dalam Perseroan. Direksi bertindak sebagai pengurus Perseroan untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan yang diatur dalam Pasal 92 ayat (1) UUPT, sedangkan Dewan Komisaris bertindak sebagai pengawas atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi yang diatur dalam Pasal 108 ayat (1) UUPT.

Tindakan Direksi dan Dewan Komisaris harus berdasarkan prinsip

fiduciary duty dari Direksi dan Dewan Komisaris artinya, Direksi harus

menjalankan Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab sesuai yang dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1) dan Pasal 97 ayat (2) UUPT. Kewajiban untuk menerapkan prinsip ini menimbulkan kewajiban bagi Direksi dan Dewan Komisaris untuk menerapkan

duty of care and skill dan duty of loyalty. Apabila prinsip duty of loyalty

terlanggar, maka Direksi dan Dewan Komisaris harus bertanggung jawab atas kesalahan yang diperbuatnya. Kecuali apabila ia dapat membuktikan bahwa ia telah beritikad baik dalam menjalankan Perseroan sesuai Pasal 97 ayat (5) UUPT.

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan

hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,

melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam

saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta

peraturan pelaksanaannya (UU No.40 Tahun 2007).

Perseroan Terbatas adalah subjek hukum yang berhak menjadi pemegang

hak dan kewajiban, termasuk menjadi pemilik dari suatu benda atau harta

kekayaan tertentu. Hanya subjek hukum yang merupakan individu orang

perorangan yang dinilai memiliki kecakapan melakukan perbuatan hukum serta

mempertahankan haknya di dalam hukum, juga badan hukum yang merupakan

artificial person, yaitu sesuatu yang diciptakan oleh hukum untuk memenuhi

perkembangan kebutuhan kehidupan masyarakat1

Oleh karena Perseroan memiliki kekayaan yang terpisah dengan kekayaan

pengurusnya, dalam melakukan kegiatan jangan dilihat perbuatan pengurusnya

atau pejabatnya, tetapi yang harus dilihat adalah Perseroannya, karena yang

bertanggung jawab adalah Perseroan. Dalam hal ini tanggung jawab Perseroan

Terbatas.

.

1

(14)

Perseroan mempunyai 3 (tiga) macam organ. Selain yang disebutkan

diatas, Perseroan juga memiliki organ lainnya yaitu RUPS yang merupakan organ

yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Perseroan dan memegang segala

wewenang yang tidak diserahkan kepada organ lainnya.

Organ yang paling bertanggung jawab terhadap pengelolaan perusahaan

adalah Direksi. Dalam Pasal 1 ayat (5) dinyatakan bahwa Direksi adalah organ

yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengelolaan Perseroan untuk

kepentingan Perseroan sesuai maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili

Perseroan, baik di dalam maupun di luar persidangan.

Sebagai organ Perseroan Terbatas, Direksi mempunyai kedudukan,

kewenangan atau memiliki kapasitas dan kewajiban seperti:2

1. Direksi berfungsi menjalankan pengelolaan Perseroan, meliputi;

a. Pelaksanaan pengelolaan sehari-hari; dan

b. Kewenangan Direksi menjalankan pengelolaan.

2. Direksi memiliki kapasitas mewakili Perseroan terdiri dari;

a. Kualitas kewenangan Direksi mewakili Perseroan tidak terbatas dan

tidak bersyarat;

b. Setiap Direksi berwenang mewakili Perseroan; dan

c. Dalam hal tertentu Direksi tidak berwenang mewakili Perseroan.

Direksi dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, harus

memperhatikan tatakelola perusahaan yang baik atau dalam bahasa lain sering

2

(15)

disebut Good Corporate Governance. Prinsip-prinsip ini, sangat berhubungan erat

dengan unsur itikad baik Direksi. Dengan adanya unsur itikad baik Direksi dalam

mengelola perusahaan, mencerminkan eksistensi perusahaan dapat hidup secara

berkelanjutan dan memberikan manfaat bagi para stakeholders perusahaan.3

3

Prinsip-prinsip GCG ini telah dijadikan acuan oleh Negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Prinsip-prinsip dimaksud adalah prinsip-prinsip tatakelola perusahaan yang baik di antaranya adalah sebagai berikut:

Direksi dalam melakukan pengelolaan Perseroan tersebut, wajib

melaksanakan dengan itikad baik (good faith) bukan berdasarkan itikad buruk

(bad faith). Itikad baik yang dimaksud dapat meliputi:

a. Akuntabilitas (accountability). Prinsip ini memuat kewenangan-kewenangan yang harus dimiliki oleh Direksi beserta kewajiban-kewajibannya kepada pemegang saham

dan stakeholders lainnya. Direksi bertanggung jawab atas keberhasilan pengelolaan

perusahaan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh pemegang saham. Komisaris bertanggung jawab atas keberhasilan pengawasan dan wajib memberikan nasihat kepada Direksi atas pengelolaan perusahaan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Pemegang saham bertanggung jawab atas keberhasilan pembinaan dalam rangka pengelolaan peusahaan.

b. Pertanggungan-jawab (responsibility). Prinsip ini menuntut perusahaan maupun pimpinan dan manajer perusahaan melakukan kegiatannya secara bertanggung jawab. Sebagai pengelola perusahaan hendaknya dihindari segala biaya transaksi yang berpotensi merugikan pihak ketiga maupun pihak lain di luar ketentuan yang telah disepakati, seperti tersirat pada undang-undang, regulasi, kontrak maupun pedoman oprasional bisnis perusahaan.

c. Keterbukaan (transparancy). Dalam prinsip ini, informasi harus diungkapkan secara tepat waktu dan akurat. Informasi yang diungkapkan antara lain keadaan keuangan, kinerja keuangan, kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. Audit yang dilakukan atas informasi dilakukan secara independen. Keterbukaan dilakukan agar pemegang saham dan orang lain mengetahui keadaan perusahaan sehingga nilai pemegang saham dapat ditingkatkan.

d. Kewajaran (fairness). Seluruh pemangku kepentingan harus memiliki kesempatan untuk mendapatkan perlakuan yang adil dari perusahaan. Pemberlakuan prinsip ini di perusahaan akan melarang praktek-praktek tercela yang dilakukan oleh orang dalam yang merugikan pihak lain. Setiap Direksi harus melakukan keterbukaan jika menemukan transaksi-transaksi yang mengandung benturan kepentingan.

(16)

1. Wajib dipercaya;

2. Wajib melaksanakan pengelolaan untuk tujuan yang wajar (duty to act for a

profer purpose);

3. Wajib patuh manaati peraturan perundang-undangan (statutory duty);

4. Wajib loyal terhadap Perseroan (loyalty duty); dan

5. Wajib menghindari benturan kepentingan (avoid conflict of interest).4

Pasal 1 angka (5) sebagaimana telah disebutkan di atas, mengamanahkan

tanggung jawab penuh kepada Direksi dalam mengelola Perseroan. Hal ini

mengisyaratkan kekuasaan besar dalam Perseroan itu, ada di tangan Direksi.

Berdasarkan hal itu, seolah-olah Direksi bisa bertindak di luar ketentuan UUPT

atau dalam hal mengeluarkan kebijakan yang tidak tepat membawa kerugian pada

Perseroan.

Sehubungan dengan itu, amanah itikad baik dalam melaksanakan

tanggung jawab penuh bagi Direksi dimaksudkan karena Direksi dalam

melaksanakan pengelolaan Perseroan dapat berkemungkinan Direksi melakukan

kelalaian dan kesalahan, maka dalam Pasal 97 ayat (2) UUPT menetapkan bahwa

setiap Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Dengan

demikian, Direksi dalam menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha

Perseroan dibenarkan dalam undang-undang untuk mengurus Perseroan dengan

itikad baik. Pelanggaran terhadap hal ini dapat menyebabkan Direksi

bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau

lalai menjalankan tugasnya tersebut.

4

(17)

Direksi sebagai trustee, posisi ini mengharuskan seorang Direksi untuk

tidak bertindak ceroboh dalam melakukan tugasnya atau kewajiban berhati-hati

(duty care).5

5

Ibid, hal 379

Direksi Perseroan bertanggung jawab dalam melaksanakan pengurusan

Perseroan. Direksi merupakan organ yang terdiri atas para direktur yang tiada lain

adalah subjek hukum berupa orang atau natural person / natuurlijke person.

Direksi melakukan tugas dan kewajiban atau tindakan berdasarkan itikad

baik untuk semata-mata demi kepentingan dan tanggung jawab Perseroan (duty of

loyalty) yang diperlukan untuk mewujudkan kepentingan dan tujuan Perseroan.

Direksi berkewajiban untuk mengurus Perseroan dengan itikad baik dan

penuh tanggung jawab dalam mengurus Perseroan. Dengan berlandaskan itikad

baik agar setiap anggota Direksi dapat menghindari perbuatan yang

menguntungkan kepentingan pribadi dengan merugikan kepentingan Perseroan.

Hal inilah yang menjadi latar belakang penulis untuk meninjau duty of

loyalty bagi Direksi dalam menjalankan tanggung jawabnya dalam menjalankan

Perseroan.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, selanjutnya di rumuskan

(18)

1. Bagaimana peranan Direksi dan Dewan Komisaris dalam menjalankan

Perseroan?

2. Bagaimana penerapan prinsip fiduciary duty oleh Direksi dan Dewan

Komisaris dalam menjalankan Perseroan?

3. Bagaimana pelanggaran duty of loyalty di dalam Perseroan dan bagaimana

pembelaannya?

C. Tujuan dan manfaat Penulisan

Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan Penulis membahas “Tinjauan Duty of Loyalty

Dalam Hukum Perusahaan di Indonesia” adalah:

1. Untuk mengetahui peranan Direksi dan Dewan Komisaris di dalam

menjalankan Perseroan.

2. Untuk mengetahui penerapan prinsip fiduciary duty oleh Direksi dan

Dewan Komisaris di dalam menjalankan Perseroan.

3. Untuk mengetahui pelanggaran prinsip duty of loyalty dilakukan dan cara

pembelaannya.

Manfaat Penulisan

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat diperoleh manfaat sebagai berikut:

(19)

Tulisan ini dapat bermanfaat sebagai bahan untuk memperkaya ilmu

pengetahuan dalam ruang lingkup Hukum Ekonomi, secara khusus ilmu Hukum

Organisasi Perusahaan.

2. Manfaat Praktis

Mengetahui tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris di dalam

menjalankan Perseroan sesuai dengan prinsip fiduciary duty agar para Direksi

dan Dewan Komisaris di setiap perusahaan di Indonesia dapat menerapkan

prinsip ini dan terciptalah suatu perusahaan yang maju.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran pada perpustakaan Universitas Sumatera Utara,

khususnya Fakultas Hukum, didapati bahwa “Tinjauan Duty of Loyalty Dalam

Hukum Perusahaan di Indonesia”, belum pernah ada yang menjadikannya

sebagai objek penulisan skripsi sebelumnya. Walaupun ada mahasiswi yang juga

membahas masalah Direksi dengan judul “Tinjauan Hukum Terhadap Tanggung

Jawab Direksi pada Perseroan Terbatas berdasarkan prinsip Good Corporate

Governance” yang ditulis oleh Dina Ramadani. Sedangkan penulis membahas

dari segi Duty of Loyalty, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian

skripsi ini asli.

(20)

Tugas kesetiaan atau dengan istilah asingnya disebut dengan duty of

loyalty yang diharapkan dari Direksi adalah duty of loyalty sebagaimana

dimaksud dalam hukum agar tindakan Direksi untuk beritikad baik semata-mata

demi kepentingan dan tanggung jawab Perseroan. Duty of loyalty adalah prinsip

itikad baik untuk semata-mata demi kepentingan dan tanggung jawab Perseroan.

tidak boleh mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri.6

Pasal 97 ayat (1) dari UUPT menyebutkan bahwa Direksi bertanggung

jawab atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan

maksud dan tujuan Perseroan. Pasal 98 ayat (1) dari UUPT bahwa Direksi

mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Ketentuan dalam

Duty of Loyalty merupakan suatu hal yang penting di dalam hukum

Perseroan. Dalam hal ini maksudnya adalah tugas yang terbit dari suatu hubungan

kepercayaan antara Direksi dengan perusahaan yang dipimpinnya. Oleh karna itu

Direksi haruslah mempunyai kepedulian dan kemampuan, itikad baik, loyalitas

dan kejujuran terhadap perusahaannya.

Dalam “Undang-undang No. 40 Tahun 2007” selanjutnya disingkat

“UUPT” Prinsip-prinsip manajemen Perseroan yang baik telah diakomodasi

dalam UU ini. Namun masih harus dijabarkan secara detil dan dilaksanakan

dengan penuh tanggung jawab.

6

(21)

Pasal tersebut menegaskan bahwa pada prinsipnya Direksi mempunyai 2 (dua)

fungsi utama, yaitu sebagai berikut:7

a. Fungsi manajemen, dalam arti Direksi melakukan tugas memimpin

perusahaan, dan

b. Fungsi representasi, dalam arti Direksi mewakili perusahaan di

dalam dan di luar pengadilan. Prinsip mewakili perusahaan di luar

pengadilan menyebabkan Perseroan sebagai badan hukum akan

terikat dengan transaksi atau kontrak-kontrak yang dibuat oleh

Direksi atas nama dan untuk kepentingan Perseroan.

Pasal 97 ayat (2) yang menyatakan bahwa pengurusan Perseroan untuk

kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan wajib

dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung

jawab, menjadi akomodasi pemberlakuan prinsip duty of loyalty ini.

Pembahasan lebih lanjut mengenai pemahaman duty of loyalty di dalam

hukum perusahaan di Indonesia akan dituangkan dalam bab-bab pembahasan

selanjutnya.

F. Metode Penulisan

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif.

Penelitian hukum normatif dilakukan melalui kajian terhadap peraturan

7

(22)

perundang–undangan dan bahan–bahan hukum yang berhubungan dengan skripsi

ini. Penelitian ini bersifat deskriptif. Tujuan penelitian deskriptif adalah

menggambarkan secara tepat, sifat individu,suatu gejala, keadaan atau kelompok

tertentu, asas–asas atau suatu peraturan–peraturan hukum dalam konteks teori–

teori hukum dan pelaksanaannya, serta menganalisis fakta secara cermat tentang

penggunaan peraturan perundang–undangan yang mengatur mengenai duty of

loyalty Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan Terbatas.

2. Data

Data yang dikumpulkan oleh penulis dalam penyusunan skripsi ini

dilakukan melalui pengumpulan data primer dan data sekunder. Data sekunder

terbagi atas 3 bagian, yaitu :

a. Bahan hukum primer yaitu norma atau kaidah dasar seperti :

Undang-Undang RI No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan–bahan yang memberikan penjelasan

tentang bahan hukum primer.

c. Bahan hukum tertier adalah kamus, bahan dari internet dan lain–lain bahan

hukum yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder.

(23)

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan

data melalui Penelitian Kepustakaan ( Library Research ), yaitu penelitian dengan

mengumpulkan data dan meneliti melalui sumber bacaan yang berhubungan

dengan judul skripsi ini, yang bersifat teoritis ilmiah yang dapat dipergunakan

sebagai dasar dalam penelitian dan menganalisa masalah–masalah yang dihadapi.

Teknik ini dipergunakan untuk mengumpulkan data sekunder. Penelitian yang

dilakukan dengan membaca serta menganalisa peraturan Perundang–undangan

maupun dokumentasi lainnya seperti karya ilmiah para sarjana, majalah, surat

kabar, internet, maupun sumber teoritis lainnya yang berkaitan dengan materi

skripsi yang penulis ajukan.

4. Analisis Data

Analisis data yang dilakukan secara kualitatif yakni pemilihan teori-teori,

asas-asas, norma-norma, doktrin dan Pasal-Pasal di dalam Undang-Undang

terpenting yang relevan dengan permasalahan. Membuat sistematika dari

data-data tersebut sehingga akan menghasilkan klasifikasi tertentu sesuai dengan

permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Data yang dianalisis secara

kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematis pula,

selanjutnya semua data diseleksi, diolah kemudian dinyatakan secara deskriptif

sehingga dapat memberikan solusi terhadap permasalahan yang dimaksud.

G. Sistematika Penulisan

Guna membimbing tulisan ini pada masalah yang dihadapi, maka penulis

(24)

keseluruhan isi skripsi ini diuraikan secara sistematis dalam tahapan-tahapan

tertentu yang disebut “Bab”, dimana dalam tiap-tiap bab dibahas masalah secara

tersendiri. Antara bab yang satu dengan bab yang lainnya tidak saling terpisah,

namun memiliki keterkaitan.

Adapun keseluruhan isi skripsi ini disajikan dalam suatu sistematika sebagai

berikut:

Bab I : Pendahuluan untuk mengarahkan kita memahami

pembahasan-pembahasan selanjutnya terdiri dari latar belakang, permasalahan pokok, tujuan

dan manfaat tulisan ini, metode penulisan yang digunakan, serta sistematika

penulisan.

Bab II : bab ini membahas mengenai peranan Direksi dan Dewan Komisaris

menurut UUPT. Di dalam bab ini akan dibahas mengenai Perseroan Terbatas

sebagai badan hukum, pengaturan tentang Direksi dan Dewan Komisaris di dalam

UUPT, fungsi dan tanggung jawab, juga mengenai hak dan kewajiban Direksi dan

Dewan Komisaris menurut UUPT.

Bab III : Pada bab ini, akan dibahas mengenai prinsip fiduciary duty. Pengertian

tentang prinsip fiduciary duty, dan kaitan antara prinsip tersebut dengan prinsip

duty of loyalty dan kaitan antara duty of loyalty dengan duty of care.

Bab IV : Pada bab ini akan dibahas mengenai pelanggaran duty of loyalty yang

dilakukan Direksi dan Dewan Komisaris dalam hukum perusahaan. Di bab ini

(25)

sebagai pembelaan oleh Direksi dan Dewan Komisaris apabila melakukan

pelanggaran prinsip fiduciary duty.

Bab V : Setelah dilakukan pembahasan pada bab I, II, III dan IV, maka dapat

ditarik kesimpulan dari tulisan ini yang kemudian dapatlah lahir saran-saran yang

(26)

BAB II

PERANAN DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS MENURUT UU NO.40

TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

A. Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum

Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan

hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,

melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam

saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta

peraturan pelaksanaannya. (Pasal 1 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007)

Ada beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli mengenai badan

hukum ini, antara lain sebagai berikut:

a) Teori fictie dari von Savigny; badan hukum itu semata-mata buatan negara

saja. Sebetulnya, menurut alam hanya umat manusia sajalah sebagai subjek

hukum, badan hukum itu hanya suatu fictie saja, yaitu sesuatu yang

sesungguhnya tidak ada, tetapi orang menciptakan dalam bayangannya suatu

pelaku hukum (badan hukum) yang sebagai subjek hukum diperhitungkan

sama dengan manusia.

b) Teori harta kekayaan bertujuan dari Brinz. Menurut teori ini, hanya manusia

saja yang dapat menjadi subjek hukum. Namun, juga tidak dapat dibantah

adanya hak-hak atas suatu kekayaan, sedangkan tiada manusia pun yang

(27)

sebenarnya adalah hak-hak yang tidak ada yang mempunyainya dan sebagai

penggantinya adalah suatu harta kekayaan yang terikat oleh suatu tujuan atau

kekayaan kepunyaan suatu tujuan.

c) Teori organ dari Otto van Gierke; badan hukum itu adalah suatu realitas

sesungguhnya sama seperti sifat kepribadian alam manusia ada di dalam

pergaulan hukum. Tidak hanya suatu pribadi yang sesungguhnya, tetapi

badan hukum itu juga mempunyai kehendak atau kemauan sendiri yang

dibentuk melalui alat-alat kelengkapannya (pengurus, anggota-anggotanya).

Apa yang mereka putuskan adalah kehendak atau kemauan dari badan

hukum. Teori ini menggambarkan badan hukum sebagai suatu yang tidak

berbeda dengan manusia.

d) Teori propriete collective dari Planiol; hak dan kewajiban badan hukum itu

pada hakikatnya adalah hak dan kewajiban anggota bersama-sama. Di

samping hak milik pribadi, hak milik serta kekayaan itu merupakan harta

kekayaan bersama. Anggota-anggota tidak hanya dapat memiliki

masing-masing untuk bagian yang tidak dapat dibagi, tetapi juga sebagai pemilik

bersama-sama untuk keseluruhan. Di sini dapat dikatakan, bahwa

orang-orang yang berhimpun itu semuanya merupakan suatu kesatuan dan

membentuk suatu pribadi yang dinamakan badan hukum. Maka dari itu,

badan hukum adalah suatu konstruksi yuridis saja.8

8

(28)

Menurut doktrin atau ajaran umum (deheersende leer), pengertian tentang

badan hukum haruslah memenuhi unsur-unsur:9

a) Mempunyai harta kekayaan yang terpisah;

Perseroan Terbatas mempunyai harta kekayaan tersendiri yang terpisah dari

harta kekayaan para peseronya dan didapat dari pemasukan para pesero

(pemegang saham), yang berupa modal dasar, modal yang ditempatkan, dan

modal yang disetor penuh. Harta kekayaan ini sengaja diadakan dan memang

diperlukan sebagai alat untuk mengejar tujuan Perseroan dalam hubungan

hukumnya di masyarakat, misalnya dalam rangka membuat

perjanjian-perjanjian dengan pihak ketiga. Dengan demikian, harta kekayaan itu menjadi

jaminan perikatan yang telah dibuat oleh Perseroan dengan pihak ketiga

tersebut. Dengan demikian, bila di kemudian hari timbul tanggung jawab

hukum yang harus dipenuhi oleh Perseroan Terbatas, maka

pertanggungjawaban yang timbul tersebut semata-mata dibebankan pada

harta yang terkumpul dalam Perseroan tersebut. Oleh karenanya, secara

hukum mempunyai pertanggungjawaban sendiri. Walaupun harta kekayaan

itu berasal dari pemasukan para pesero, harta itu terpisah sama sekali dengan

harta kekayaan masing-masing pesero. Perbuatan hukum pribadi para pesero

dengan pihak ketiga tidak mempunyai akibat-akibat hukum terhadap harta

kekayaan yang terpisah itu.

b) Mempunyai tujuan tertentu;

9

(29)

Tujuan tertentu dari suatu Perseroan Terbatas dapat diketahui di dalam

Anggaran Dasarnya, sebagai mana ditentukan dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b

UUPT, yang berbunyi:”Anggaran Dasar memuat sekurang-kurangnya:

maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan”.

Bahkan, dari namanya dapat diketahui bahwa pemakaian nama Perseroan

dapat mencerminkan tujuan dari pokok Perseroan, misalnya PT Bank

Pembanguna Indonesia (PT Bapindo). Dilihat dari namanya sudah dapat

diketahui bahwa PT Bapindo bergerak di bidang perbankan. Tujuan

Perseroan bukan merupakan tujuan/ kepentingan pribadi dari satu atau

beberapa orang peseronya dan perjuangan untuk mencapai tujuan itu

dilakukan oleh organ Perseroan yang disebut Direksi. Jadi, jelas bahwa

unsure mempunyai tujuan tertentu yang terdapat dalam badan hukum

dipunyai juga oleh Perseroan Terbatas.

c) Mempunyai kepentingan sendiri;

Dalam hubungannya dengan unsure “mempunyai kepentingan sendiri” untuk

usaha-usaha mencapai tujuan tertentu itu, maka Perseroan Terbatas

mempunyai kepentingan sendiri, kepentingan yang tidak lain adalah

merupakan hak-hak subjektifnya sebagai akibat dari peristiwa-peristiwa

hukum yang dialaminya dan kepentingan itu adalah kepentingan yang

dilindungi hukum. Oleh sebab itu, Perseroan Terbatas yang mempunyai

kepentingan sendiri dapat menuntut dan mempertahankan kepentingannya

terhadap pihak ketiga dalam pergaulan hukumnya.

(30)

Badan hukum itu adalah suatu konstruksi hukum. Dalam pergaulan hukum,

badan hukum diterima sebagai person, di samping manusia. Badan hukum

yang merupakan suatu kesatuan sendiri hanya dapat melakukan perbuatan

hukum melalui organnya. Sampai di mana organ yang terdiri dari manusia itu

dapat bertindak hukum sebagai perwakilan dari badan hukum dan dengan

jalan bagaimana manusia-manusia yang duduk dalam organ dipilih, diganti

dan sebagainya, ini diatur oleh Anggaran Dasar dan peraturan atau keputusan

rapat anggota yang tidak lain ialah suatu pembagian tugas. Dengan demikian,

badan hukum mempunyai organisasi yang teratur dan merupakan suatu hal

yang esensial bagi badan hukum. Demikian pula halnya dengan Perseroan

Terbatas, ia mempunyai Anggaran Dasar yang dimuat dalam akta

pendiriannya, yang mencerminkan keberadaan suatu organisasi yang teratur.

Dalam Angaran Dasar ini ditentukan tat tertib organisasi dalam aktivitasnya

dan bila ada hal-hal yang belum tertampung dalam Anggaran Dasar ini, dapat

diatur melalui keputusan-keputusan dalam RUPS.10

10

Ibid, hal 25

Dari uraian di atas dapat dilihat, bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam

doktrin terdapat pula di dalam Perseroan Terbatas, karena Perseroan Terbatas tak

(31)

Bertitik dari ketentuan Pasal 1 angka 1 di atas, elemen pokok yang

melahirkan suatu Perseroan sebagai badan hukum (rechtspersoon, legal person,

legal entity), harus terpenuhi syarat-syarat berikut:11

1. Merupakan persekutuan modal.

2. Didirikan berdasarkan perjanjian.

3. Melakukan kegiatan usaha.

4. Lahirnya Perseroan melalui proses hukum dalam bentuk

pengesahan pemerintah.

1. Merupakan Persekutuan Modal

Perseroan sebagai badan hukum memiliki “modal dasar” yang disebut juga

authorized capital, yakni jumlah modal yang disebutkan atau dinyatakan dalam

Akta Pendirian atau Anggaran Dasar Perseroan.12

Modal dasar tersebut, terdiri dan terbagi dalam saham. Modal yang terdiri

dan terbagi atas saham itu, dimasukkan para pemegang saham dalam status

mereka sebagai anggota Perseroan dengan jalan membayar saham tersebut kepada

Perseroan. Jadi, ada beberapa orang pemegang saham yang bersekutu

mengumpulkan modal untuk melaksanakan kegiatan perusahaan yang dikelola

11

M. Yahya Harahap, Op.Cit, hal 33

12

(32)

Perseroan. Besarnya modal dasar Perseroan menurut Pasal 31 ayat (1) UUPT,

terdiri atas seluruh “nilai nominal” saham. Selanjutnya menurut Pasal 32 ayat (1)

UUPT tersebut, modal dasar Perseroan paling sedikit Rp50.000.000,- (lima puluh

juta rupiah).13

Hal tersebut dikecualikan pada Perseroan Terbatas-Perseroan Terbatas

yang bergerak dalam bidang-bidang usaha tertentu (seperti halnya usaha

pembiayaan, Perseroan yang didirikan dalam rangka penanaman modal, dan

lain-lain), maupun Perseroan Terbatas terbuka hal ini di atur dalam Pasal 36 ayat (4)

UUPT.14

Sebenarnya, persekutuan yang terjadi dalam Perseroan sebagai badan

hukum, bukan hanya persekutuan modal, tetapi juga persekutuan para anggota

yang terdiri dari pemegang saham (aandeelhouder, shareholder). Namun yang

lebih menonjol adalah persekutuan modal, dibanding dengan persekutuan orang

atau anggotanya sebagaimana yang terdapat dalam Persekutuan yang diatur dalam

Pasal 1618 KUH Perdata.15

Perseroan sebagai badan hukum, didirikan berdasarkan “perjanjian”.

Demikianlah penegasan bunyi Pasal 1 ayat (1) UUPT. Kalau begitu, pendirian

2. Didirikan Berdasarkan Perjanjian

13

Persyaratan dalam Pasal tersebut dengan pengecualian untuk Perseroan Terbatas-Perseroan Terbatas yang bergerak dalam bidang-bidang usaha tertentu (seperti halnya usaha pembiayaan, Perseroan yang didirikan dalam rangka penanaman modal, dan lain-lain), maupun Perseroan terbuka.

14

Ahmad Yani, Gunawan Wijaya, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), hal 43

15

(33)

Perseroan sebagai persekutuan modal di antara pendiri dan/atau pemegang saham,

harus memenuhi ketentuan hukum perjanjian yang diatur dalam Buku Ketiga

KUH Perdata, khususnya bab kedua, bagian kesatu tentang ketentuan umum

perjanjian (Pasal 1313-1319) dan bagian kedua tentang syarat-syarat sahnya

perjanjian (Pasal 1320-1337), serta bagian ketiga tentang akibat perjanjian (Pasal

1338-1341).16

a) Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara, atau

Ditinjau dari segi hukum perjanjian, pendirian Perseroan sebagai badan

hukum, bersifat kontraktual, yakni berdirinya Perseroan merupakan akibat yang

lahir dari perjanjian. Selain bersifat kontraktual, juga bersifat konsensual berupa

adanya kesepakatan untuk mengikat perjanjian mendirikan Perseroan.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) UUPT, supaya perjanjian untuk

mendirikan Perseroan sah menurut undang-undang, pendirinya paling sedikit

2(dua) orang atau lebih. Hal ini ditegaskan pada penjelasan Pasal 7 ayat (1) alinea

kedua, bahwa prinsip yang berlaku berdasarkan undang-undang ini, Perseroan

sebagai badan hukum didirikan berdasarkan perjanjian, oleh karena itu

mempunyai lebih dari 1(satu) orang pemegang saham.

Menurut Pasal 7 ayat (7) UUPT, ketentuan yang mewajibkan Perseroan

didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih, tidak berlaku bagi:

16

(34)

b) Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan,

lembaga penyimpanan dan penyelesaian. Dan lembaga lain sebagaimana

diatur dalam Undang-undang tentang Pasar Modal.

Suatu Perseroan Terbatas berdiri atau ada semata-mata karena perjanjian

oleh dua orang atau lebih dengan akta resmi atau akta notaris. Demikian

ditentukan dalam Pasal 7 ayat (1) UUPT, yang menyatakan bahwa: “Perseroan

didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam

bahasa Indonesia”.

Ketentuan Pasal 7 ayat (1) UUPT ini menegaskan bahwa akta notaris

merupakan syarat mutlak untuk adanya suatu Perseroan Terbatas. Tanpa adanya

akta otentik ini akan meniadakan eksistensi Perseroan Terbatas, sebab akta

pendirian inilah nantinya yang harus disahkan oleh Menteri Kehakiman.17

1. orang perseorangan, baik warga negara Indonesia maupun warga

negara asing,

Adapun yang dimaksud dengan “orang” menurut penjelasan dimaksud,

adalah:

2. badan hukum Indonesia atau badan hukum asing.

Ketentuan yang digariskan Pasal 7 ayat (1) maupun penjelasan Pasal itu,

sesuai dengan ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata. Suatu perjanjian adalah suatu

perbuatan dengan mana seseorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu

orang atau lebih.

17

(35)

Selanjutnya menurut Pasal 1320 KUH Perdata, agar perjanjian pendirian

Perseroan itu sah, harus memenuhi syarat adanya kesepakatan, kecakapan untuk

membuat untuk membuat suatu perikatan, menegenai suatu hal tertentu dan suatu

sebab yang halal.

Apabila perjanjian itu sah, maka berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata,

perjanjian pendirian Perseroan itu mengikat sebagai undang-undang kepada

mereka.

3. Melakukan Kegiatan Usaha

Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 UUPT, suatu Perseroan harus mempunyai

maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan. Seterusnya

pada Pasal 18 UUPT ditegaskan, maksud dan tujuan serta kegiatan usaha itu,

harus dicantumkan dalam anggaran dasar Perseroan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Berdasarkan penjelasan Pasal 18, maksud dan tujuan merupakan usaha

pokok Perseroan. Sedangkan kegiatan usaha merupakan kegiatan yang dijalankan

oleh Perseroan dalam rangka mencapai maksud dan tujuannya, yang harus dirinci

secara jelas dalam anggaran dasar, dan rincian tersebut tidak boleh bertentangan

dengan anggaran dasar.

Suatu Perseroan yang tidak mempunyai kegiatan usaha, dianggap tidak

eksis lagi. Meskipun dalam anggaran dasar ada dicantumkan secara rinci kegiatan,

(36)

pada dasarnya Perseroan itu dianggap tidak eksis lagi sebagai badan hukum.

Dalam keadaan yang seperti itu, lebih baik Perseroan itu dibubarkan berdasarkan

keputusan RUPS oleh para pemegang saham berdasarkan Pasal 142 ayat (1) huruf

a jo. Pasal 142 ayat (3) UUPT, maupun berdasarkan putusan Pengadilan sesuai

ketentuan Pasal 142 ayat (1) huruf c jo. Pasal 146 UUPT.18

Kelahiran Perseroan sebagai badan hukum (rechtpersoon,legal entity),

karena dicipta atau diwujudkan melalui proses hukum sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

4. Lahirnya Perseroan Melalui Proses Hukum dalam Bentuk Pengesahan Pemerintah

19

Pengertian badan hukum berasal dari Latin yang disebut Corpus atau

Body. Dia berbeda dengan manusia perorangan (human being). Kelahiran manusia

sebagai badan hukum, melau proses alamiah (natural birth process). Sebaliknya,

Perseroan lahir sebagai badan hukum, tercipta melalui proses hukum. Itu

sebabnya Perseroan disebut makhluk badan hukum yang berwujud artificial

(kumstmatig, artificial) yang dicipta negara melalui proses hukum:20

a) untuk proses kelahirannya, harus memenuhi syarat-syarat yang

ditentukan peraturan perundang-undangan,

b) apabila persyaratan tidak terpenuhi, kepada Perseroan yang

bersangkutan tidak diberikan keputusan Pengesahan untuk

18

Ibid. hal 36

19

Ibid, hal 36

20

(37)

berstatus sebagai badan hukum oleh Pemerintah, dalam hal ini

Menteri Hukum dan HAM.

Jadi, proses kelahirannya sebagai badan hukum, mutlak didasarkan pada

Keputusan Pengesahan oleh Menteri. Hal itu ditegaskan pada Pasal 7 ayat (4)

UUPT yang berbunyi: ”Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal

diterbtkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum

Perseroan”.

Keberadaannya sebagai badan hukum dibuktikan berdasarkan Akta

Pendirian yang di dalamnya tercantum anggaran dasar Perseroan. Apabila telah

mendapat pengesahan Menteri, Perseroan menjadi subjek hukum korporasi

(subject to corporation law). Pada dasarnya, sifat eksistensinya sebagai subjek

hukum Perseroan, adalah terus menerus atau abadi (perpetual), terutama apabila

jangka waktunya dalam anggaran dasar tidak ditentukan batasnya (indefinitive),

boleh dikatakan keberadaannya abadi. Bahkan sekiranya pun dalam anggaran

dasar ditentukan jangka waktu berdirinya hal itu tidak mengurangi keabadiannya

untuk jangka waktu tersebut. Kematian, pengalihan dan berhentinya pemegang

saham dan diberhentikan atau diganti anggota Direksi maupun karyawan

Perseroan, semua peristiwa itu tidak mempengaruhi dan tidak menimbulkan

akibat terhadap kelanjutan hidup dan eksistensi Perseroan.21

Perseroan sebagai makhluk atau subjek hukum artificial disahkan oleh

negara menjadi badan hukum memang tetap tidak bisa dilihat dan tidak dapat

21

(38)

diraba (invicible and intangible). Akan tetapi, eksistensinya riil ada sebagai subjek

hukum terpisah (separate) dan bebas (independent) dari pemiliknya atau

pemegang sahamnya maupun dari pengurus dalam hal ini Direksi Perseroan.

Secara terpisah dan independen Perseroan melalui pengurus dapat melakukan

perbuatan hukum (rechtshandeling, legal act), seperti melakukan kegiatan untuk

dan atas nama Perseroan membuat perjanjian, transaksi, menjual asset dan

menggugat atau digugat serta dapat hidup dan bernapas sebagaimana layaknya

manusia (human being) selama jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam

anggaran dasar belum berakhir. Membayar pajak atas namanya sendiri. Namun

tidak bisa dipenjarakan, akan tetapi dapat menjadi subjek perdata maupun

tuntutan pidana dalam bentuk hukuman “denda”. Utang Perseroan menjadi

tanggung jawab dan kewajiban Perseroan, dalam kedudukan dan kapasitasnya

sebagai badan hukum atau entitas yang terpisah (separate entity) dan independen

tanggung jawab pemegang saham.22

Undang-undang RI No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

merupakan Pengganti Undang-undang No.1 Tahun 1995 yang sudah tidak sesuai

dengan Perkembangan Hukum dan Kebutuhan masyarakat serta keadaan

B. Pengaturan Tentang Direksi dan Dewan Komisaris Dalam UU No.40 tahun 2007

1. Tinjauan mengenai Perseroan Terbatas

22

(39)

Perekonomian Indonesia. Dalam Undang-undang ini telah diakomodasikan

berbagai ketentuan mengenai Perseroan, baik berupa penambahan ketentuan baru,

perbaikan penyempurnaan, maupun mempertahankan ketentuan lama yang dinilai

masih relevan.

Sebelum dikeluarkan UUPT ini, Perseroan Terbatas telah diatur dalam UU

No.1 Tahun 1995, yang menggantikan peraturan perundang-undangan yang

berasal dari zaman kolonial. Namun dalam perkembangannya ketentuan dalam

Undang-undang tersebut dipandang tidak lagi memenuhi perkembangan hukum

dan kebutuhan masyarakat karena keadaan ekonomi serta kemajuan ilmu

pengetahuan, teknologi, dan informasi sudah berkembang begitu pesat khususnya

pada era globalisasi. Di samping itu, meningkatnya tuntutan masyarakat akan

layanan yang cepat, kepastian hukum, serta tuntutan akan pengembangan dunia

usaha yang sesuai dengan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good

corporate governance) menuntut perkembangan Undang-undang No.1

Tahun1995.23

Unsur-unsur yang dapat membentuk badan usaha menjadi Perseroan

Terbatas, unsur-unsur tersebut disimpulkan sebagai berikut:24

1. Adanya kekayaan yang terpisah dari kekayaan pribadi

masing-masing persero (pemegang saham), dengan tujuan untuk

23

Tambahan Lembaran Negara RI no. 4756, Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, alinea ke 1

24

(40)

membentuk sejumlah dana sebagai jaminan bagi semua perikatan

Perseroan.

2. Adanya persero yang tanggung jawabnya terbatas pada jumlah

nominal saham yang dimilikinya. Sedangkan mereka semua dalam

Rapat Umum Pemegang Saham merupakan kekuasaan tertinggi

dalam organisasi Perseroan, yang berwenang mengangkat dan

memberhentikan Direksi dan Dewan Komisaris, berhak

menetapkan garis-garis kebijaksanaan menjalankan perusahaan,

menetapkan hal-hal yang belum ditetapkan dalam anggaran dasar

dan lain-lain.

3. Adanya pengurus (Direksi) dan Dewan Komisaris yang merupakan

satu kesatuan pengurusan pengawasan terhadap Perseroan dan

tanggung jawabnya terbatas pada tugasnya, yang harus sesuai

dengan anggaran dasar dan/atau keputusan RUPS.

Menurut R.Ali Ridho :

Perseroan Terbatas adalah suatu bentuk perusahaan yang berbentuk badan

hukum yang menjalankan perusahaan, didirikan dengan suatu perbuatan hukum

bersama beberapa orang dengan modal tertentu yang terbagi atas saham dimana

para anggota dapat memiliki satu atau lebih saham dan bertanggung jawab

terbatas sampai bagian saham yang dimiliki.25

25

R.Ali Ridho, Hukum Dagang Tentang Surat Berharga, Perseroan Firma, Perseroan Komanditer, Keseimbangan kekuasaan dalam Perseroan Terbatas dan Penswastaan BUMN,

(41)

C.S.T Kansil menyatakan bahwa:

Perseroan Terbatas adalah suatu bentuk Perseroan yang didirikan untuk

menjalankan suatu perusahaan dengan Perseroan tertentu yang terbagi atas

saham-saham, dalam mana pemegang saham (persero) ikut serta dengan mengambil satu

saham atau lebih dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum dibuat oleh nama

bersama, dengan tidak bertanggung jawab yang semata-mata terbatas pada modal

yang mereka setorkan.26

Menurut H.Rachmat Soemitro, pengertian Perseroan Terbatas adalah:27

1. Perseroan adalah persetujuan antara dua orang atau lebih untuk menyerahkan

atau memasukkan sesuatu, barang, uang atau tenaga dengan maksud untuk

mengusahakan itu dan membagi keuntungan yang didapatnya.

2. Dengan modal Perseroan yang tertentu yang dibagi atas saham-saham.

3. Dalam modal mana para persero ikut serta dengan mengambil satu saham

atau lebih.

4. Melakukan perbuatan hukum dibawah nama yang sama, dengan tanggung

jawab yang semata-mata terbatas pada modal yang mereka setorkan.

Dalam Undang-undang N0.40 Tahun 2007 memberikan pengertian

Perseroan Terbatas di dalam Bab I, Pasal 1 ayat (1), bahwa yang dimaksud

dengan Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan

hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,

26

C.S.T Kansil, Pokok-pokok Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta: Aksara Baru), hal 60

27

(42)

melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam

saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta

peraturan pelaksanaannya.

2. Ketentuan Undang-undang No.40 tahun 2007 yang mengatur tentang Direksi dan Dewan Komisaris

Keberadaan Direksi adalah untuk mengurus Perseroan sesuai maksud dan

tujuan Perseroan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Dengan

demikian, keberadaan Direksi sangat dibutuhkan oleh Perseroan. Tidak mungkin

terdapat suatu Perseroan tanpa adanya Direksi.

Keberadaan dan fungsi Direksi Perseroan Terbatas berdasarkan UUPT,

paling tidak dapat dilihat dari beberapa ketentuan berikut:

a. Pasal 1 ayat (2) UUPT yang menyatakan, organ Perseroan adalah Rapat

Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris.

b. Pasal 1 ayat (5) UUPT yang menyatakan, Direksi adalah organ Perseroan

yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan

untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan

serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai

dengan ketentuan anggaran dasar.

c. Pasal 92 ayat (1) UUPT yang menyatakan, Direksi menjalankan pengurusan

Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan

(43)

d. Pasal 92 ayat (2) UUPT yang menyatakan, Direksi berwenang menjalankan

pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kebijakan

yang dipandang tepat, dalam batas yang telah ditentukan dalam

Undang-undang ini dan/atau anggaran dasar.

e. Pasal 92 ayat (6) UUPT yang menyatakan, dalam hal RUPS sebagaimana

dimaksud pada ayat (5) tidak menetapkan, pembagian tugas dan wewenang

anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi.

f. Pasal 97 ayat (1) UUPT yang menyatakan, Direksi bertanggung jawab atas

pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1).

g. Pasal 97 ayat (2) UUPT yang menyatakan, pengurusan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan

itikad baik dan penuh tanggung jawab.

h. Pasal 97 ayat (3) UUPT yang menyatakan, setiap anggota Direksi

bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang

bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan

ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

i. Pasal 97 ayat (4) UUPT yang menyatakan, dalam hal Direksi terdiri atas 2

(dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi.

j. Pasal 98 ayat (1) UUPT yang menyatakan, Direksi mewakili Perseroan, baik

(44)

k. Pasal 98 ayat (2) UUPT yang menyatakan, dalam hal anggota Direksi terdiri

lebih dari 1 (satu) orang, yang berwenang mewakili Perseroan adalah setiap

anggota Direksi, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar.

l. Pasal 98 ayat (3) UUPT yang menyatakan, kewenangan Direksi untuk

mewakili Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tidak

terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini,

anggaran dasar, atau keputusan RUPS.

Selain dari yang telah disebutkan di atas, masih banyak ketentuan yang

berkaitan dengan fungsi keberadaan Direksi Perseroan Terbatas.

Keberadaan Direksi sebagaimana diuraikan di atas memberikan gambaran

yang jelas kualitas Direksi Perseroan yang diharapkan. Sikap profesionalisme

dalam menjalankan tugas Direksi sangat diperlukan dalam menjunjung asas dan

prinsip standart of care. Perlu juga dipahami bahwa dalam doktrin hukum, teori

hukum dan dalam UUPT, pengertian Direksi adalah keseluruhan anggota Direksi,

baik dengan nama tertentu, misalnya direktur utama atau presiden direktur atau

nama lain, berikut seluruh jajaran anggota Direksi adalah mempunyai kedudukan

yang sama. Namun demikian, tidak berarti seorang direktur utama atau presiden

direktur atau nama lain untuk itu mempunyai kedudukan yang sama, tetapi hal itu

hanya berkaitan dengan pembagian tugas dan wewenang Direksi Perseroan, baik

berdasarkan RUPS, anggaran dasar ataupun keputusan Direksi yang

bersangkutan. Tegasnya, Direksi adalah kolegial.28

28

(45)

Apabila di dalam anggaran dasar tidak mengatur secara tegas mengenai

tata cara atau prosedur pihak yang dapat mewakili Perseroan, maka demi hukum,

setiap anggota Direksi berhak mewakili Direksi dan oleh karena itu sah bertindak

untuk dan atas nama Perseroan. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 98 ayat (2) UUPT

yang lengkapnya berbunyi : ”Dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari 1

(satu) orang, yang berwenang mewakili Perseroan adalah setiap anggota

Direksi, kecuali ditentukan lain oleh anggaran dasar”.

Tugas Direksi dalam menjalankan prinsip fiduciary duty adalah untuk

mengurus dan menjalankan Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan serta

usaha Perseroan.

Secara rinci, tugas Direksi mengurus Perseroan masih tersebar pada

beberapa ketentuan, antara lain sebagai berikut:29

a. Direksi adalah organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab

penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan

maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan baik di dalam maupun

di luar pengadilan, sesuai dengan ketentuan anggaran dasar (vide Pasal 1 ayat

5 UUPT).

b. Tugas melakukan pemenuhan persyaratan legalitas Perseroan, baik dalam

proses pendirian, proses pengesahan Perseroan menjadi badan hukum, proses

perubahan anggaran, baik perubahan anggaran dasar menyangkut perubahan

‘tertentu/pokok’ maupun perubahan anggaran dasar lainnya. Tugas tersebut

29

(46)

tercantum dalam beberapa Pasal dalam UUPT, antara lain Pasal 10 ayat (1)

tentang pengajuan dilengkapi keterangan mengenai dokumen, Pasal 10 ayat

(5) tentang pengiriman secara fisik surat permohonan yang dilampiri data

pendukung, Pasal 10 ayat (6) tentang penerimaan keputusan tentang

pengesahan Perseroan menjadi badan hukum, dan Pasal 7 ayat (4) tentang

status badan hukum yang diperoleh Perseroan.

c. Berkenaan dengan legalitas perubahan anggaran dasar, antara lain diatur oleh

beberapa Pasal dalam UUPT, antara lain Pasal 21 ayat (2) tentang perubahan

anggaran dasar tertentu.

d. Kewajiban Direksi untuk mendaftarkan pada daftar Perseroan diatur dalam

Pasal 4 ayat (7), (8) dan (9) UUPT. Kewajiban Direksi ini berlaku dalam hal

terjadi pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi.

e. Tugas untuk memastikan bahwa pembelian kembali saham yang telah

dikeluarkan tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Seperti yang tercantum dalam Pasal 37 UUPT.

f. Direksi Perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar pemegang

saham, Direksi Perseroan juga wajib mengadakan dan menyimpan daftar

khusus yang memuat keterangan mengenai saham anggota Direksi dan

Dewan Komisaris beserta keluarganya dalam Perseroan dan/atau pada

Perseroan lain serta tanggal saham itu diperoleh (diatur dalam Pasal 50

UUPT).

g. Direksi wajib mencatat pemindahan hak atas saham, tanggal, dan hari

(47)

dan memberitahukan perubahan susunan pemegang saham kepada menteri

untuk dicatat dalam daftar Perseroan (vide Pasal 56 ayat 3, 4, dan 5 UUPT)

h. Direksi menyusun rencana kerja tahunan sebelum dimulainya tahun buku

yang akan datang. Rencana kerja tersebut memuat juga anggaran tahunan

Perseroan untuk tahun buku yang akan datang (diatur dalam Pasal 63 ayat 1

dan 2 UUPT).

i. Direksi menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS setelah ditelaah oleh

Dewan Komisaris (diatur dalam Pasal 66 ayat 1 UUPT).

j. Direksi menyelenggarakan RUPS dengan sebelumnya melakukan

pemanggilan RUPS (diatur dalam Pasal 79 ayat 1 UUPT).

Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa tugas Direksi bukan hanya apa yang

terdapat dan diwajibkan dalam perundang-undangan yang berlaku, tetapi terhadap

Direksi Perseroan, tugas dan kewenangannya secara lebih rinci terdapat dalam

anggaran dasar Perseroan.

Tugas dan kewenangan yang terdapat dalam anggaran Perseroan harus

diletakkan pada prinsip bahwa anggaran dasar mempunyai kedudukan yang

sangat tinggi, sebab dalam UUPT tidak secara formal disebutkan bahwa Direksi

harus menjalankan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di samping itu,

secara formal juga tidak disebutkan bahwa pembuatan anggaran dasar harus

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun, tidak berarti

(48)

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terdapat banyak alasan mengenai

hal ini, antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut.30

a. Pasal 2 UUPT yang menyatakan bahwa Perseroan harus mempunyai maksud

dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan.

b. Pasal 4 UUPT menyatakan bahwa terhadap Perseroan berlaku undang-undang

ini, anggaran dasar Perseroan, dan peraturan perundang-undangan lainnya.

c. Bahwa peraturan perundang-undangan lain yang harus diikuti adalah hukum

publik yang bersifat memaksa siapa saja, baik disebutkan atau tidak baik

mengetahui atau tidak, berdasarkan adagium bahwa semua orang mengetahui

tentang hukum.

Kuasa pada Direksi untuk mengurus Perseroan hakikatnya muncul pada

saat yang bersangkutan diangkat oleh RUPS. Pada detik itu, Direksi berwenang

untuk melakukan perbuatan hukum mengurus Perseroan sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Kewenangan mengurus Perseroan timbul

karena adanya perikatan yang timbul karena undang-undang. Jadi, disini

kewenangan Direksi itu timbul tanpa adanya suatu perjanjian tertulis, tetapi

timbul oleh karena undang-undang.

Dilihat tata cara dan prosedur bagaimana Direksi mendelegasikan sebagian

kewenangan dalam mengurus Perseroan, maka terdapat 3 (tiga) pendelegasian

kewenangan, yaitu:

30

(49)

a. Pendelegasian kewenangan Direksi kepada anggota Direksi lainnya;

b. Pendelegasian kepada pegawai Perseroan; dan

c. Pendelegasian kepada pihak di luar pegawai Perseroan.

Pendelegasian tindakan Direksi kepada anggota Direksi lainnya (direktur)

atau sering disebut direktur bidang, diatur dalam anggaran dasar. Hal ini

didasarkan kepada ketentuan yang diatur dalam beberapa Pasal dalam UUPT,

antara lain Pasal 1 ayat (5), Pasal 92 ayat (5) dan (6), Pasal 98 ayat (1) dan (2),

serta Pasal 104.

Dalam praktik, pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi Perseroan

tidak ditetapkan dalam keputusan RUPS secara tersendiri, tetapi yang lazim

RUPS menetapkan anggaran dasar dan dalam anggaran dasar tersebut antara lain

diatur mengenai pembagian tugas dan wewenang Direksi Perseroan.

Selanjutnya, berdasarkan Pasal 1 ayat (5) dan Pasal 92 ayat (5) dan (6),

serta Pasal 103 UUPT diatur ketentuan mengenai pihak yang dapat mewakili

Perseroan. Pasal-Pasal tersebut menjelaskan bahwa Direksi adalah organ

Perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk

kepentingan dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan , baik di dalam

maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar, sepanjang

tidak bertentangan dengan Pasal 99 UUPT.

Mengenai pengangkatan Direksi Perseroan diatur dalam Pasal 93 ayat (1)

yang menentukan bahwa yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah

(50)

waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah dinyatakan pailit,

menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan

bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit atau dihukum karena

melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan Negara dan/atau yang

berkaitan dengan sektor keuangan.

Pemberhentian Direksi hakikatnya dilakukan oleh RUPS. Akan tetapi,

dalam hal tertentu, Dewan Komisaris sebagai organ Perseroan yang bertugas

mengawasi dapat melkukan pemberhentian sementara terhadap Direksi.

Pemberhentian Direksi yang dilakukan oleh Dewan Komisaris tersebut dapat

dikukuhkan dalam RUPS paling lama 30 hari sejak tanggal pemberitahuan (Pasal

106 ayat 4). RUPS tersebut dapat mencabut keputusan Dewan Komisaris atau

mengembalikan Direksi yang berhenti sementara tersebut seperti semula. Jika

dalam jangka waktu 30 hari tidak dilakukan RUPS, maka pemberhentian

sementara tersebut batal (Pasal 106 ayat 8).

Pasal 106 ayat (1) UUPT menyatakan, anggota Direksi dapat

diberhentikan untuk sementara oleh Dewan Komisaris dengan menyebutkan

alasannya. Selanjutnya Pasal 106 ayat (6) menyatakan, RUPS mencabut atau

menguatkan keputusan pemberhentian sementara tersebut.

Prinsip fiduciary duty menyangkut semua tugas Direksi tersebut berarti,

Direksi harus mempunyai duty of care and skill (menjalankan tugas dan

(51)

untuk mewujudkan kepentingan dan tujuan perseroan31

1) Pasal 97 ayat (1) menyatakan, Direksi bertanggung jawab atas pengurusan

Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan

Perseroan

), dan duty of loyalty.

Duty of loyalty tersebut mengharuskan Direksi beritikad baik. Artinya Direksi

harus beritikad baik dalam bertindak semata-mata demi kepentingan dan

tanggung jawab Perseroan.

Hal ini tercermin di dalam Pasal 97 UUPT yang berbunyi:

2) Pasal 97 ayat (2) menyatakan, pengurusan Perseroan wajib dilaksanakan

setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.

3) Pasal 97 ayat (3) menyatakan, setiap anggota Direksi bertanggung jawab

penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan

bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Kata-kata “itikad baik dan penuh tanggung jawab” serta kata-kata

“bersalah atau lalai” merupakan kata-kata yang tidak mempunyai standar pasti.

Itikad baik berkaitan dengan hati seseorang yang masih gaib. Sedangkan kata

“bersalah” memerlukan ukuran normatif yang memberikan kualifikasi

perbuatan.32

31

I.G Rai Widjaya, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Jakarta: Megapoin, 2003), hal 75

32

(52)

Mengenai Dewan Komisaris, UUPT telah secara tegas menyebutkan

Dewan Komisaris adalah organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan

secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberikan

nasihat kepada Direksi. Dengan demikian Dewan Komisaris berfungsi sebagai

pengawas dan penasihat Direksi, sehingga keberadaannya merupakan keharusan.

Menurut Pasal 106 ayat (1), Pasal 117 ayat (1) dan Pasal 118 UUPT,

Dewan Komisaris selain berwenang memberhentikan sementara Direksi, juga

berwenang memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam

melakukan perbuatan hukum tertentu. Dan berwenang pula melakukan tindakan

pengurusan Perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu yang

berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang, dan kewajiban Direksi

terhadap Perseroan dan pihak ketiga. Ketentuan Pasal 117 dan Pasal 118 UUPT

ini memberikan wewenang kepada Dewan Komisaris untuk melakukan

pengurusan Perseroan yang sebenarnya hanya dapat dilakukan Direksi dalam hal

Direksi tidak ada. Apabila ada Direksi, maka Dewan Komisaris hanya dapat

melakukan tindakan tertentu yang secara tegas telah ditentukan dalam UUPT.

Selanjutnya perlu diperhatikan penjelasan umum angka 1 alinea ketujuh

UUPT, antara lain mengatakan:33

a. UUPT memperjelaskan dan mempertegas tugas/fungsi dan tanggung jawab

Dewan Komisaris,

b. mengatur keberadaan Komisaris independen dan komisaris utusan,

33

Referensi

Dokumen terkait

rua oempuuyai ktaauan yaa£ bebss untuk xsanglkatkBn d irin ya dan kawu an Itu fcaruo dinya taksn... aawa dancfcn

Kesenjangan antara jaminan kebebasan yang lebih besar yang disediakan pasar di satu sisi dan cara-cara tidak demokratis yang ditempuh dalam melahirkan dan mewujudkan

yang dianalisis berdasarkan data yang diperoleh dilapangan dengan menggunakan teori belajar sosial dari Albert Bandura, Programming dan Identifikasi, selain hal

Teknologi informatika dalam dunia modern ini merupakan salah satu pendukung dari kehidupan manusia sehari-hari.Misalkanya teknologi hotspot , yang sering kita jumpai

Panjang Bentang dalam mm Salinan tabel No.. Kartono Hd 3 Pelat

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar Pendidikan Agama Islam pada siswa yang telah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan metode

Analisis kandungan kalsium perikarp buah dilakukan pada dua bagian perikarp, yaitu mesokarp dan eksokarp disebabkan karena sulitnya mendapatkan sampel endokarp karena

Dari pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa organisasi adalah suatu kelompok yang menghimpun anggota-anggota yang memiliki satu tujuan tertentu dan bekerja