• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Terhadap Jalur Pejalan Kaki Di Koridor Jalan Ahmad Yani – Jalan Putri Hijau Medan Dalam Upaya Menciptakan Ruang Kota Yang Akrab

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Terhadap Jalur Pejalan Kaki Di Koridor Jalan Ahmad Yani – Jalan Putri Hijau Medan Dalam Upaya Menciptakan Ruang Kota Yang Akrab"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN TERHADAP JALUR PEJALAN KAKI DI KORIDOR

JALAN AHMAD YANI – JALAN PUTRI HIJAU MEDAN

DALAM UPAYA MENCIPTAKAN RUANG

KOTA YANG AKRAB

TESIS

OLEH

NURBAYA SURBAKTI

097020016/AR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KAJIAN TERHADAP JALUR PEJALAN KAKI DI KORIDOR JALAN AHMAD YANI – JALAN PUTRI HIJAU MEDAN

DALAM UPAYA MENCIPTAKAN RUANG KOTA YANG AKRAB

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik Dalam Program Studi Teknik Arsitektur Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

NURBAYA SURBAKTI 097020016/AR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Telah diuji pada Tanggal : 22 Juli 2011

Panitia Penguji Tesis

Ketua Komisi Penguji : Prof. Julaihi Wahid, B.Arch, M.Arch, Ph.D

Anggota Komisi Penguji : 1. Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc

2. Devin Defriza, ST, MT

3. Wahyuni Zahrah, ST, MS

(4)

Judul Tesis : KAJIAN TERHADAP JALUR PEJALAN KAKI DI

KORIDOR JALAN AHMAD YANI-JALAN PUTRI

HIJAU MEDAN DALAM UPAYA MENCIPTAKAN RUANG KOTA YANG AKRAB

Nama Mahasiswa : NURBAYA SURBAKTI Nomor Pokok : 097020016

Program Studi : TEKNIK ARSITEKTUR

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua

(Prof. Julaihi Wahid, B.Arch, M.Arch, P.hD)

Anggota

(Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc) (Prof. Dr.Ir. Bustami Syam, MSME)

(5)

PERNYATAAN

KAJIAN TERHADAP JALUR PEJALAN KAKI DI KORIDOR JALAN AHMAD YANI – JALAN PUTRI HIJAU MEDAN

DALAM UPAYA MENCIPTAKAN RUANG KOTA YANG AKRAB

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan,

(6)

ABSTRAK

Di Kota Medan, aktifitas masyarakat untuk menjangkau tempat-tempat pusat kegiatan bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan kendaraan bermotor dan berjalan kaki. Bagi para pejalan kaki ada jalur khusus yang disediakan. Akan tetapi pada kenyataannya sekarang ini jalur pejalan kaki tersebut sudah tidak lagi difungsikan sebagaimana mestinya. Kebanyakan jalur-jalur pejalan kaki di kota Medan, khususnya di daerah pusat kota, telah beralih fungsi menjadi kios atau gerai pedagang kaki lima, pot tanaman, penempatan poster dan papan reklame, parkir kendaraan, pos polisi, dan berbagai jenis bangunan lainnya yang telah mengganggu fungsi dari jalur pejalan kaki tersebut.

Ada beberapa hal yang dapat dijadikan indikator tercapainya suatu konsep pengembangan fasilitas pejalan kaki, sebagai berikut (Utermann, 1984; Marcus dan Francis 1989; Carr, 1992; Rubenstein, 1992; Harris dan Dines, 1995; Bromley dan Thomas, 1993): Keselamatan (safety) yang diwujudkan dengan penempatan pedestrian, struktur, tekstur, pola perkerasan dan dimensi trotoar (ruang bebas, lebar efektif, kemiringan); Keamanan, dimana terlindung dari kemungkinan berlangsungnya tindakan kejahatan dengan merancang penerangan yang cukup atau struktur maupun lansekap yang tidak menghalangi; Kenyamanan, mudah dilalui dari berbagai tempat dengan adanya pelindung dari cuaca yang buruk, tempat istirahat sementara, terhindar dari hambatan oleh karena ruang yang sempit serta permukaan yang harus nyaman dipergunakan oleh siapa saja termasuk juga penyandang cacat. (Widiani,1997); Kenikmatan, diindikasikan melalui jarak, lebar trotoar, lansekap yang menarik serta kedekatan dengan fasilitas yang dibutuhkan; Keindahan, berkaitan dengan trotoar dan lingkungan disekitarnya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif dan metode kualitatif rasionalistik. Populasi yang dipilih adalah jalur pejalan kaki di sepanjang koridor jalan Ahmad Yani (Kesawan) sampai dengan jalan Putri Hijau Medan dengan sampel penelitian adalah pejalan kaki yang berjalan di sepanjang koridor penelitian terdiri dari 100 orang sampel yang akan diambil secara acak pada waktu-waktu yang telah ditentukan. Variabel – variabel yang ada dalam penelitian ini adalah meliputi koridor sepanjang jalan Ahmad Yani sampai dengan jalan Putri Hijau, zona – zona jalur pejalan kaki yang meliputi zona pembatas, zona jalur hijau, zona perabot jalan, dan zona laluan.

Dari hasil penelitian ini diperoleh rekomendasi untuk memperbaiki dan memperhatikan peletakan perabot jalan agar tidak menganggu aktifitas pejalan kaki sekaligus mempertimbangkan material dan lebar jalur pejalan kaki sehingga diharapkan dapat menciptakan suatu ruang kota yang akrab dan ramah terhadap penghuninya.

(7)

ABSTRACT

There are two ways practiced by the people in Medan to reach the centers of activities: by motor vehicle or on foot. There is a special lane provided for the pedestrians but it is not purposely functioned any more. Most of the lanes for pedestrians, especially the ones found in the city center, have become kiosks or shops of sidewalk traders, vases, posters and billboards, parking area, police posts and other kinds of buildings that disturb the function of the pedestrian lanes.

Several things that can be used as the indicators of achieving a concept of development of facility for pedestrians, namely (Uterman, 1984; Marcus and Francis, 1989; Carr, 1992; Rubenstein, 1992; Harris and Dines, 1995; Broomley and Thomas, 1993), safety materialized by positioning pedestrians, structure, texture, reinforcing pattern and sidewalk dimension (free space, effective width, slope); security, the pedestrian lane is protected from any crime by planning enough lighting or open structure or landscape; convenient, the pedestrian lane should be easily reached and passed from various places and directions, provided with a shelter to protect the pedestrians from bad weather, for a temporary rest, wide and convenient surface that it can be used by everybody including the handicapped (Widiani, 1997). Enjoyment is indicated through distance, width of sidewalk, interesting landscape and close to the facilities needed; Beauty is related to the sidewalk itself and its environment. This study employed descriptive qualitative and rationalistic qualitative methods. The population of this study was the pedestrian lanes found along Jl. Ahmad Yani (Kesawan) up to Jl. Puteri Hijau, Medan. The samples for this study were 100 pedestrians walking along the pedestrian lanes studied at the time set. The variables in this study included the zones found along Jl. Ahmad Yani up to Jl. Puteri Hijau such as pedestrian zone including boundary zone, green lane zone (median), street furnishings zone, and motor vehicle zone.

Based on the result of this study, the city government of Medan is recommended to improve and pay attention to the position of street furnishings that it will not disturb the activity of pedestrians and at the same time to consider the material and the width pedestrian lane that it can hopefully create a city space which is friendly to its citizen.

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil Alamin, penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat

Allah SWT atas karunia dan rahmat yang telah dilimpahkan-Nya, Khususnya dalam

proses penulisan thesis ini. Penulis menyadari bahwa baik dalam pengungkapan,

penyajian dan pemilihan kata-kata maupun pembahasan materi thesis ini masih jauh

dari sempurna. Oleh karena itu dengan penuh kerendahan hati penulis mengharapkan

saran, kritik dan segala bentuk pengarahan dari semua pihak untuk perbaikan thesis

ini. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya dan tak terhingga buat kedua orang

tua tercinta, suami serta anak-anak tersayang yang telah mendukung dalam

menyelesaikan studi ini.

Pada kesempatan ini saya juga ingin mengucapkan kepada terima kasih yang

tak terhingga kepada ibu Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc, selaku ketua program

studi Magister Teknik Arsitektur Universitas Sumatera Utara, ibu Benny Octofryana

Yousca Marpaung, ST, MT, Ph.D, selaku sekretaris program studi Magister Teknik

Arsitektur Universitas Sumatera Utara, bapak Prof. Julaihi Wahid, B.Arch, M.Arch,

P.hD, sebagai dosen pembimbing utama, ibu Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc, sebagai dosen

pembimbing pendamping, bapak Devin Defriza, ST, MT, sebagai dosen pembahas

dan penguji, ibu Wahyuni Zahrah, ST, MS, sebagai dosen pembahas dan penguji., ibu

R. Lisa Suryani, ST, MT, sebagai dosen pembahas dan penguji, ibu Novi Yanthi

(9)

atas bantuannya selama studi, Teman-teman Magister Teknik Arsitektur Manajemen

Pembangunan Kota Universitas Sumatera Utara yang telah bersama-sama dalam suka

dan duka selama masa studi, dan semua pihak yang tidak dapat saya sebut satu

persatu. Atas bantuan dalam proses penyelesaian tesis ini.

Hanya doa yang dapat penulis panjatkan semoga Allah SWT berkenan

membalas semua kebaikan Bapak, Ibu, Saudara dan teman-teman sekalian.

Akhir kata, semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan.

Medan, 22 Juli 2011

(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Nurbaya Surbakti

Tempat / Tanggal Lahir : Surabaya / 09 Mei 1978

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Menikah

Alamat : Jl. Bhayangkara gg. Keluarga – 11 Medan Warganegara : Indonesia

2. Nayla Ramadhani Harahap Pendidikan / Tempat / Tahun :

SD : SD Manukan Wetan III / Surabaya / 1991 SMP : SMPN 7 Surabaya / Surabaya / 1994

SMU : SMUN 16 Medan / Medan / 1997

S 1 ( Field of Study ) : Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

S 2 (Field of Study ) : Magister Teknik Arsitektur

(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ……… i

ABSTRACT ………... ii

KATA PENGANTAR ……….. iii

RIWAYAT HIDUP ……….. v

DAFTAR ISI ………. vi

DAFTAR TABEL ……… x

DAFTAR GAMBAR ……… xi

BAB I PENDAHULUAN ……….. 1

1.1 Latar belakang ………….……….. 1

1.2 Rumusan masalah ……….. 3

1.3 Tujuan penelitian ………... 3

1.4 Manfaat penelitian ………...……….. 4

1.5 Landasan teori ………..………..…… 4

1.6 Kerangka berpikir ……….…... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ………. 9

2.1 Ruang kota di kawasan pusat kota ………...………….. 9

2.11 Ruang kota yang akrab, aman dan nyaman …...………. 10

2.2 Pejalan kaki ……….…...… 13

(12)

2.3.1 Jalur pejalan kaki yang akrab (friendly) ………..… 20

2.3.2 Keselamatan dan keamanan jalur pejalan kaki ... 28

2.3.2.1 Drainase ... 2.3.2.2 Pagar pengaman ... 2.3.2.3 Marka dan perambuan ... 2.3.2.4 Penyeberangan dan marka untuk

penyeberangan………... 2.3.2.5 Lampu penerangan ………

30 31 32

33 37

2.3.3 Kenyamanan, kenikmatan dan keindahan jalur

pejalan kaki ... 39

2.3.3.1 Jalur hijau ………..

2.3.3.2 Tempat duduk ……...………... 2.3.3.3 Tempat sampah ………. 2.3.3.4 Halte bus ………... 2.3.3.5 Telepon umum ………..

2.4.1 Pedestrian di beberapa kota tua di Eropa ... 2.4.2 Koeln, kota pejalan kaki ... 2.4.3 Pedestrian di kota Roma dan Amsterdam ………. 2.4.4 Lingkungan Walkable di Kopenhagen ...

47 49 51 54

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……… 57

3.1 Metode penelitian …………...…….……….. 57

3.1.1 Populasi dan sampel penelitian ….……...………. 3.1.2 Lokasi dan waktu penelitian ……...…...………. 3.1.3 Bahan dan alat penelitian ...……...………..…………..

57 58 60

3.2 Metode pengumpulan data ………..………... 60

3.2.1 Jenis dan sumber data ………….………... 3.2.2 Observasi ………... 3.2.3 Kuesioner ………..

61 62 63

(13)

3.4 Langkah-langkah penelitian ……..……….…...……. 64

3.4.1 Tahap penelitian …………...……….……… 3.4.2 Tahap pelaksanaan …………...………. 3.4.3 Tahap kesimpulan …………...………..

65 65 66

BAB IV TINJAUAN LOKASI ……… 67

4.1 Deskripsi lokasi penelitian ……….…....………… 67

4.1.1 Segment pertama ………..……… 4.1.2 Segment kedua ………...………... 4.1.3 Segment ketiga ………...………...

69 72 73

4.2 Alasan pemilihan lokasi penelitian …..………….…….….... 76

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 78

5.1 Analisa keselamatan dan keamanan jalur pejalan kaki …... 78

5.1.1 Material jalur pejalan kaki ………. 5.1.2 Drainase ………...……….. 5.1.3 Pagar pengaman ……… 5.1.4 Marka dan perambuan ………...……… 5.1.5 Penyeberangan dan marka untuk penyeberangan ...….. 5.1.6 Lampu penerangan …...……….

80

5.2 Analisa kenyamanan, kenikmatan dan keindahan jalur

pejalan kaki ………...….……… 93

(14)

6.2 Saran ...………...………... 118

DAFTAR PUSTAKA ………... 123

LAMPIRAN

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Hal.

2.1 Tingkat pelayanan pejalan kaki ... 40

5.1 Analisa keselamatan dan keamanan jalur pejalan kaki ... 78

5.2 Analisa kenyamanan, kenikmatan dan keindahan ... 93

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Hal.

1.1 Kerangka berpikir ... 8

2.1 Pagar pengaman ... 32

2.2 Lampu penerangan ... 38

2.3 Fasilitas jalur hijau ... 42

2.4 Tempat duduk ... 44

2.5 Tempat sampah ... 44

2.6 Halte (shelter bus) ... 45

2.7 Telepon umum ... 46

2.8 Marienplatz ... 47

2.9 Glockenspiel ... 48

2.10 Grotte Markt ... 48

2.11 Gereja Dome ... 50

3.1 Lokasi penelitian ... 59

4.1 Sketsa situasi segmen pertama ... 68

4.2 Sketsa situasi segmen kedua ... 68

4.3 Sketsa situasi segment ketiga ... 69

(17)

4.5 Kondisi dan situasi jalur pejalan kaki pada segment pertama ... 70

4.6 Kondisi dan situasi jalur pejalan kaki pada segment pertama ... 71

4.7 Situasi dan kondisi jalur pejalan kaki pada segment kedua ... 72

4.8 Situasi dan kondisi jalur pejalan kaki pada segment kedua ... 73

4.9 Kondisi dan situasi jalur pejalan kaki pada segment ketiga ... 74

4.10 Kondisi dan situasi jalur pejalan kaki pada segment ketiga ... 75

5.1 Tingkat keamanan ... 79

5.2 Tingkat keamanan pada malam hari ... 80

5.3 Peletakan kondisi material pada koridor penelitian ... 80

5.4 Kondisi dan situasi material jalur pejalan kaki pada segment pertama ... 81

5.5 Kondisi dan situasi material jalur pejalan kaki pada segment kedua ... 82

5.6 Kondisi dan situasi material jalur pejalan kaki pada segment ketiga ... 83

5.7 Diagram kebutuhan drainase ... 84

5.8 Pemetaan kondisi umum drainase pada koridor penelitian ... 85

5.9 Kondisi drainase pada segment pertama ... 85

5.10 Kondisi dan situasi drainase pada segment kedua ... 86

5.11 Kondisi dan situasi drainase pada segment ketiga ... 87

5.12 Peletakan perambuan pada koridor penelitian ... 88

(18)

5.14 Kondisi dan situasi jembatan penyeberangan di koridor

penelitian ... 90

5.15 Peletakan jembatan penyeberangan dan zebra cross di koridor penelitian ... 90

5.16 Lampu penerangan yang disediakan oleh pemilik bangunan .... 91

5.17 Lampu penerangan dari Pemerintah yang menerangi jalur kendaraan bermotor ... 92

5.18 Lampu penerangan cukup memadai dan menarik ... 93

5.19 Diagram tingkat kenyamanan ... 94

5.20 Peta segment pertama ... 96

5.26 Pemetaan fungsi jalur pejalan kaki ... 100

5.27 Kondisi fungsi jalur pejalan kaki pada segment pertama ... 100

5.28 Kondisi fungsi jalur pejalan kaki pada segment kedua ... 101

5.29 Kondisi fungsi jalur pejalan kaki pada segment ketiga ... 102

5.30 Peletakan jalur hijau di koridor penelitian ... 103

5.31 Kondisi jalur hijau pada segment pertama ... 103

5.32 Suasana jalur hijau di segment kedua ... 104

(19)

5.34 Diagram kebutuhan jalur hijau ... 106

5.35 Diagram kebutuhan tempat duduk ... 108

5.36 Diagram keindahan tempat duduk ... 108

5.37 Situasi tempat sampah pada segment pertama ... 109

5.38 Situasi tempat sampah pada segment kedua ... 110

5.39 Situasi tempat sampah pada segment ketiga ... 110

5.40 Diagram kebutuhan tempat sampah ... 111

5.41 Diagram keindahan tempat sampah ... 111

5.42 Situasi halte bus di lokasi penelitian ... 112

5.43 Kebutuhan halte bus ... 113

5.44 Diagram keindahan halte bus ... 113

5.45 Kondisi telepon umum di lokasi penelitian ... 114

(20)

ABSTRAK

Di Kota Medan, aktifitas masyarakat untuk menjangkau tempat-tempat pusat kegiatan bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan kendaraan bermotor dan berjalan kaki. Bagi para pejalan kaki ada jalur khusus yang disediakan. Akan tetapi pada kenyataannya sekarang ini jalur pejalan kaki tersebut sudah tidak lagi difungsikan sebagaimana mestinya. Kebanyakan jalur-jalur pejalan kaki di kota Medan, khususnya di daerah pusat kota, telah beralih fungsi menjadi kios atau gerai pedagang kaki lima, pot tanaman, penempatan poster dan papan reklame, parkir kendaraan, pos polisi, dan berbagai jenis bangunan lainnya yang telah mengganggu fungsi dari jalur pejalan kaki tersebut.

Ada beberapa hal yang dapat dijadikan indikator tercapainya suatu konsep pengembangan fasilitas pejalan kaki, sebagai berikut (Utermann, 1984; Marcus dan Francis 1989; Carr, 1992; Rubenstein, 1992; Harris dan Dines, 1995; Bromley dan Thomas, 1993): Keselamatan (safety) yang diwujudkan dengan penempatan pedestrian, struktur, tekstur, pola perkerasan dan dimensi trotoar (ruang bebas, lebar efektif, kemiringan); Keamanan, dimana terlindung dari kemungkinan berlangsungnya tindakan kejahatan dengan merancang penerangan yang cukup atau struktur maupun lansekap yang tidak menghalangi; Kenyamanan, mudah dilalui dari berbagai tempat dengan adanya pelindung dari cuaca yang buruk, tempat istirahat sementara, terhindar dari hambatan oleh karena ruang yang sempit serta permukaan yang harus nyaman dipergunakan oleh siapa saja termasuk juga penyandang cacat. (Widiani,1997); Kenikmatan, diindikasikan melalui jarak, lebar trotoar, lansekap yang menarik serta kedekatan dengan fasilitas yang dibutuhkan; Keindahan, berkaitan dengan trotoar dan lingkungan disekitarnya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif dan metode kualitatif rasionalistik. Populasi yang dipilih adalah jalur pejalan kaki di sepanjang koridor jalan Ahmad Yani (Kesawan) sampai dengan jalan Putri Hijau Medan dengan sampel penelitian adalah pejalan kaki yang berjalan di sepanjang koridor penelitian terdiri dari 100 orang sampel yang akan diambil secara acak pada waktu-waktu yang telah ditentukan. Variabel – variabel yang ada dalam penelitian ini adalah meliputi koridor sepanjang jalan Ahmad Yani sampai dengan jalan Putri Hijau, zona – zona jalur pejalan kaki yang meliputi zona pembatas, zona jalur hijau, zona perabot jalan, dan zona laluan.

Dari hasil penelitian ini diperoleh rekomendasi untuk memperbaiki dan memperhatikan peletakan perabot jalan agar tidak menganggu aktifitas pejalan kaki sekaligus mempertimbangkan material dan lebar jalur pejalan kaki sehingga diharapkan dapat menciptakan suatu ruang kota yang akrab dan ramah terhadap penghuninya.

(21)

ABSTRACT

There are two ways practiced by the people in Medan to reach the centers of activities: by motor vehicle or on foot. There is a special lane provided for the pedestrians but it is not purposely functioned any more. Most of the lanes for pedestrians, especially the ones found in the city center, have become kiosks or shops of sidewalk traders, vases, posters and billboards, parking area, police posts and other kinds of buildings that disturb the function of the pedestrian lanes.

Several things that can be used as the indicators of achieving a concept of development of facility for pedestrians, namely (Uterman, 1984; Marcus and Francis, 1989; Carr, 1992; Rubenstein, 1992; Harris and Dines, 1995; Broomley and Thomas, 1993), safety materialized by positioning pedestrians, structure, texture, reinforcing pattern and sidewalk dimension (free space, effective width, slope); security, the pedestrian lane is protected from any crime by planning enough lighting or open structure or landscape; convenient, the pedestrian lane should be easily reached and passed from various places and directions, provided with a shelter to protect the pedestrians from bad weather, for a temporary rest, wide and convenient surface that it can be used by everybody including the handicapped (Widiani, 1997). Enjoyment is indicated through distance, width of sidewalk, interesting landscape and close to the facilities needed; Beauty is related to the sidewalk itself and its environment. This study employed descriptive qualitative and rationalistic qualitative methods. The population of this study was the pedestrian lanes found along Jl. Ahmad Yani (Kesawan) up to Jl. Puteri Hijau, Medan. The samples for this study were 100 pedestrians walking along the pedestrian lanes studied at the time set. The variables in this study included the zones found along Jl. Ahmad Yani up to Jl. Puteri Hijau such as pedestrian zone including boundary zone, green lane zone (median), street furnishings zone, and motor vehicle zone.

Based on the result of this study, the city government of Medan is recommended to improve and pay attention to the position of street furnishings that it will not disturb the activity of pedestrians and at the same time to consider the material and the width pedestrian lane that it can hopefully create a city space which is friendly to its citizen.

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pusat kota sebagai kawasan yang akrab dengan pejalan kaki, secara cepat telah

menurunkan kualitas dan daya tariknya kemudian berangsur-angsur akan berubah

menjadi lingkungan tidak nyaman yang akhirnya mulai ditinggalkan oleh para pejalan

kaki karena fungsinya mulai terganggu.

Seperti diketahui bersama bahwa jalur pejalan kaki di perkotaan sangat

diperlukan dan harus diperhatikan keberadaannya agar nyaman dan aman bagi

penggunanya. Selain itu jalur pejalan kaki dapat memperindah penampilan sebuah

kota jika ditata dengan baik. Jalur pejalan kaki di kota Medan saat ini masih banyak

yang kurang memenuhi prinsip perancangan jalur pejalan kaki. Selain itu harus

diperhatikan para penggunanya karena pengguna jalur pejalan kaki berasal dari

semua golongan baik anak-anak, wanita dan penyandang cacat. Anak-anak harus

dapat berjalan kaki di jalur pejalan kaki yang terjaga kualitas fisik dengan desain

yang ’ramah’ bagi fisiologis anak. Wanita juga perlu merasa aman berjalan di jalur

pejalan kaki pada malam hari seorang diri. Para penyandang cacat yang

menggunakan jalur pejalan kaki juga perlu merasa aman dan nyaman berjalan di jalur

tersebut tanpa merasa takut akan terjadi sesuatu pada dirinya walaupun mereka

(23)

pejalan kaki yang dapat dinikmati oleh segala kalangan diharapkan dapat

menciptakan suatu ruang kota yang akrab dan ramah terhadap penghuninya.

Jika jarak tempuh yang dibutuhkan lebih pendek, maka orang-orang dengan

sendirinya akan lebih menyukai untuk berjalan kaki daripada penggunaan kendaraan

bermotor, yang notabene juga menyebabkan polusi udara sehingga dapat dikurangi.

Polusi udara, selain membuat orang-orang malas berjalan kaki, juga dapat

menyebabkan penyakit kanker paru-paru dan tentu saja mempercepat terjadinya

pemanasan global.

Jalur hijau, papan reklame dan perabot jalan yang tidak diatur dengan baik

menyebabkan pengguna jalan tidak merasa aman dan nyaman berjalan di jalur pejalan

kaki tersebut. Selain itu sering terlihat, pejalan kaki harus bergantian dengan sesama

pejalan kaki yang datang dari arah berlawanan. Banyaknya aktifitas lainnya yang

memenuhi jalur tersebut membuat pejalan kaki mengalah. Bukan hanya pedagang

kaki lima yang menggunakan jalur pejalan kaki, pengendara motor juga banyak yang

menggunakan jalur tersebut untuk menghindari kemacetan.

Seperti kita perhatikan pada koridor sepanjang jalan Ahmad Yani (Kesawan)

sampai dengan jalan Putri Hijau banyak terdapat bangunan–bangunan komersil

seperti Hotel (Grand Aston, Dharma Deli, JW. Marriot), perkantoran (Bank

Indonesia, PT. Telkom, Kantor Pos, dan lain sebagainya), Deli Plaza, terutama di

koridor jalan Ahmad Yani banyak bangunan-bangunan ruko tua yang dapat dijadikan

objek wisata sehingga banyak aktifitas pejalan kaki sepanjang hari mulai dari pagi

(24)

digunakan. Selain itu adanya Merdeka Walk di lapangan Merdeka dapat menjadi

generator aktifitas dimana diharapkan tamu-tamu penghuni hotel-hotel seperti JW.

Marriot, Dharma Deli, Grand Aston menggunakan jalur pejalan kaki menuju ke

Merdeka Walk tersebut. Ketersediaan lahan juga akan menjadi faktor kendala

terbesar dalam penyiapan ruang untuk pejalan kaki.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut diatas, dapat dirumuskan

permasalahan-permasalahan yang timbul yaitu bagaimana jalur pejalan kaki yang aman dan nyaman

sehingga dapat dimanfaatkan oleh penggunanya dari segala lapisan masyarakat,

bagaimana penataan jalur hijau dan perabot jalan yang baik pada jalur pejalan kaki

tanpa mengganggu aktifitas pejalan kaki dan dapat membuat jalur pejalan kaki

menjadi menarik, bagaimana jalur pejalan kaki yang dapat mengakomodasi

aktifitas-aktifitas yang berada di jalur tanpa saling mengganggu aktifitas-aktifitas satu dengan yang

lainnya.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah mengetahui bagaimana jalur

pejalan kaki yang dapat mengakomodasi kebutuhan penggunanya, mengetahui

bagaimana jalur pejalan kaki yang aman dan nyaman sesuai dengan teori dan standart

(25)

terkait dengan jalur pejalan kaki di koridor jalan Ahmad Yani (Kesawan) sampai

dengan jalan Putri Hijau.

1.4 Manfaat Penelitian

Dari penelitian yang dilakukan ini diharapkan memiliki beberapa manfaat yaitu:

a. Menjadi bahan masukan bagi Pemerintah Kota dalam hal penataan jalur

pejalan kaki di koridor tempat penelitian.

b. Menjadi contoh agar bisa dilakukan penelitian di kawasan lain.

1.5 Landasan Teori

Ada beberapa hal yang dapat dijadikan indikator tercapainya suatu konsep

pengembangan fasilitas pejalan kaki, sebagai berikut (Utermann, 1984; Marcus dan

Francis 1989; Carr, 1992; Rubenstein, 1992; Harris dan Dines, 1995; Bromley dan

Thomas, 1993):

a. Keselamatan (safety), diwujudkan dengan penempatan pedestrian, struktur,

tekstur, pola perkerasan dan dimensi trotoar (ruang bebas, lebar efektif,

kemiringan)

b. Keamanan (security), terlindung dari kemungkinan berlangsungnya tindakan

kejahatan dengan merancang penerangan yang cukup atau struktur maupun

lansekap yang tidak menghalangi.

c. Kenyamanan (comfort), mudah dilalui dari berbagai tempat dengan adanya

(26)

hambatan oleh karena ruang yang sempit serta permukaan yang harus nyaman

dipergunakan oleh siapa saja termasuk juga penyandang cacat.

d. Kenikmatan (convenience), diindikasikan melalui jarak, lebar trotoar,

lansekap yang menarik serta kedekatan dengan fasilitas yang dibutuhkan

e. Keindahan (aesthetics), berkaitan dengan trotoar dan lingkungan disekitarnya.

Menurut Rubenstein (1987), objek utama sirkulasi pejalan kaki adalah

keselamatan, keamanan, kenyamanan, koherensi dan estetika. Sirkulasi pejalan kaki

membentuk hubungan penting dalam kegiatan yang berhubungan di tempat.

Carr (1992) mengartikan jalur pedestrian (pedestrian sidewalks/trotoar) adalah

bagian dari kota, dimana orang bergerak dengan kaki, biasanya disepanjang sisi jalan

yang direncanakan atau terbentuk dengan sendirinya yang menghubungkan satu

tempat dengan tempat lainnya.

Pejalan

kaki pada umumnya akan mengikuti jalan yang paling langsung, namun jika sistem

berjalan dikembangkan dengan tempat menarik visual, pejalan kaki bisa mengambil

rute lama karena kenikmatan ditambah estetikanya. Dengan kata lain jika jalur

pejalan kaki di desain dengan menarik maka banyak yang akan memanfaatkan jalur

pejalan kaki tersebut.

Dengan kata lain jalur pedestrian dari segi

perencanaannya terbagi dua yaitu yang terencana dan tidak terencana. Jalur

pedestrian yang terencana terbentuk dari jalur pedestrian yang memang telah

direncanakan untuk menghubungkan satu tempat ke tempat lain yang dibutuhkan oleh

(27)

sendirinya dari jalur yang biasa digunakan oleh pejalan kaki dalam pergerakannya

dari satu tempat ke tempat lainnya.

Menurut Shirvani (1985), elemen sirkulasi adalah salah satu aspek yang kuat

dalam membentuk struktur lingkungan perkotaan, tiga prinsip utama pengaturan

sirkulasi adalah jalan harus menjadi elemen ruang terbuka yang memiliki dampak

visual yang positif, jalan harus dapat memberikan orientasi kepada pengemudi dan

membuat lingkungan menjadi jelas terbaca selain itu sektor publik harus terpadu dan

saling bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Shirvani juga menyatakan bahwa

jalur pejalan kaki yang baik adalah mengurangi ketergantungan dari kendaraan

bermotor dalam areal kota, meningkatkan kualitas lingkungan dengan

memprioritaskan skala manusia, dan lebih mengekspresikan aktifitas pedagang kaki

lima mampu menyajikan kualitas udara. Dengan kata lain jalur pejalan kaki yang di

desain dengan baik dapat menciptakan kesan visual yang menarik pada suatu kota

dan kualitas lingkungan yang baik.

Dari teori-teori diatas diharapkan dapat dikaji bagaimana jalur pejalan kaki yang

dapat menciptakan suatu ruang kota yang akrab terhadap penghuninya dan dapat

dipergunakan dengan baik oleh penggunanya.

1.6 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir penelitian ini dimulai dari latar belakang mengapa penelitian

ini dilakukan yaitu untuk mengkaji bagaimana jalur pejalan kaki di koridor jalan

(28)

yang akrab. Dari latar belakang tersebut kemudian ditemukan

permasalahan-permasalahan yang kemudian dirumuskan untuk dicari penyelesaiannya dalam tujuan

penelitian. Dari tujuan penelitian tersebut diharapkan menjadi manfaat bagi

pemerintah kota ataupun penelitian-penelitian lainnya yang sejenis. Untuk mencapai

tujuan penelitian tersebut terlebih dahulu dianalisa data-data yang ada berdasarkan

teori-teori kepustakaan yang telah dikaji dengan menggunakan metodologi penelitian

untuk kemudian dihasilkan konsep atau saran-saran untuk menyelesaikan

permasalahan yang ada.

Untuk itu penulis mencoba membuat kerangka berpikir ke dalam bentuk gambar

(29)

LATAR BELAKANG

Kajian terhadap jalur pejalan kaki di koridor jalan Ahmad Yani–jalan Putri Hijau Medan dalam upaya menciptakan ruang kota yang akrab.

KAJIAN PUSTAKA

Hasil kajian dari data-data sekunder yang di dapat yaitu berupa teori-teori dan standart-standart yang berkaitan dengan penelitian.

ANALISA

Dari data yang telah didapat dianalisa berdasarkan kajian pustaka yang ada dengan menggunakan metodologi penelitian untuk mendapatkan hasil tujuan yang diharapkan.

KONSEP / SARAN

Konsep dan saran yang telah didapat dari analisa diharapkan dapat menjadi manfaat.

PERMASALAHAN

-Bagaimana jalur pejalan kaki yang aman dan nyaman?

-Bagaimana penataan jalur hijau dan perabot jalan yang baik dan dapat membuat jalur pejalan kaki menjadi menarik?

-Bagaimana jalur pejalan kaki yang dapat mengakomodasi aktifitas-aktifitas yang berada di jalur tersebut?

Data-data yang didapat dari data primer dan data sekunder.

METODOLOGI PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam melakukan penelitian.

(30)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Ruang Kota di Kawasan Pusat

Pusat kota merupakan tempat pertemuan semua unsur masyarakat, yang banyak

mengundang segala macam aktifitas. Menurut Ir. Triarso dalam salah satu jurnalnya

mengemukakan bahwa problem utama yang dihadapi suatu pusat kota adalah

kesibukan yang berlebihan, banyaknya bangunan dan lalu lintas yang masuk pada

area yang terbatas. Problem ruangnya adalah penyediaan floor space dan ruang untuk

kendaraan (jalan, tempat parkir, pedestrian, pemberhentian bus, dan sebagainya).

Kawasan pusat kota adalah kawasan yang mengakomodir volume pejalan kaki

yang lebih besar dibanding kawasan pemukiman. Ruang pejalan kaki di area ini dapat

berfungsi untuk berbagai tujuan yang beragam. Tipe –tipe karakter jalan menguraikan

tidak hanya parameter dasar dari jalan seperti jalur pejalan kaki dan jalur kendaraan

bermotor, tetapi juga hubungan antara jalan dengan bangunan-bangunan dan

detail-detail penting lainnya seperti pengaturan parkir, tumbuh-tumbuhan dan penerangan

jalan.

Pada skala kota, ruang publik dapat berupa jalur sirkulasi yang mewadahi

pergerakan orang atau berupa taman-taman kota yang sifatnya sangat publik. Pada

(31)

berinteraksi satu sama lain walaupun pertemuan diantara mereka yang sifatnya

insidental.

Shirvani (1985) mengemukakan bahwa ruang kota, baik berupa lapangan

maupun koridor/jaringan, merupakan salah satu elemen rancang kota yang sangat

penting dalam pengendalian kualitas lingkungan ekologis dan sosial. Ruang publik

kota pada hakekatnya adalah ruang yang dapat dimasuki dan digunakan oleh siapa

saja tanpa ada syarat untuk memasukinya. Sebagai wilayah milik publik, ruang publik

kota akan digunakan oleh seluruh warga kota secara “bebas” dan “adil” tanpa

membedakan satu warga dengan warga yang lainnya.

2.1.1 Ruang kota yang akrab, aman, dan nyaman

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Carr (1992) menyatakan

bahwa salah satu hal yang dibutuhkan manusia di dalam ruang publik adalah

kenyamanan (comfort) secara fisik maupun mental, misalnya dimana orang semakin

sadar akan bahaya dari dampak sinar matahari secara langsung, penyediaan tempat

yang teduh menjadi suatu hal yang penting. Kenyamanan dapat dipergunakan

sebagai salah satu indikator rentang waktu keberadaan seseorang pada suatu tempat.

Untuk mencapai tujuan kenyamanan ini terdapat dua hal yang perlu diperhatikan

yaitu keamanan (security) dan keselamatan (safety).

Suatu hal yang sangat tragis dimana justru kepentingan aktifitas manusia di

jalan sebagai ruang kota tidak diperhatikan seperti: kenyamanan, keamanan,

(32)

kota yang bersahabat adalah “City for all” atau kota untuk semua: miskin–kaya,

tua–muda, sehat–sakit, mampu–cacat, dll.

Sebagai kebalikannya kota yang tidak bersahabat adalah kota yang secara

langsung maupun tidak langsung meminggirkan manusianya, kota telah berubah

menjadi sebuah mesin besar yang merongrong kenyamanan, kemakmuran,

kesehatan dan keamanan manusia. Sucher (1995) mengatakan “Manusia adalah alat

ukur dari dunia, sehingga kenyamanan manusia adalah ukuran keberhasilan sebuah

kota”.

Ruang kota yang bersahabat harus ditujukan bagi representasi kepentingan

masyarakat kota sehari-hari dimana sebagai sebuah ruang kota, ruang - ruang yang

dinamis diisi dengan kelengkapan bagi kegiatan rutin kehidupan, kelengkapan untuk

bergerak, kelengkapan tempat untuk berkomunikasi dan lahan untuk tempat

bermain dan berekreasi. Makna kota yang akrab (friendly city) dibentuk melalui

spirit of place dari karakter yang menonjol, melalui kualitas-kualitas yang

melingkupinya dan aktivitas yang berlangsung di dalamnya serta mempunyai fungsi

yang akomodatif sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya yang divisualisasikan

melalui nilai-nilai arsitektural. Sebuah ruang kota yang akrab juga merupakan

tampat bernaung bagi pejalan kaki, tempat duduk untuk bersantai, patung, pahatan,

air mancur, tempat bermain anak-anak, tempat makan di ruang terbuka, paving dan

pengaruh sinar lampu di malam hari yang menarik.

Dari bahan ajar pada program Magister Teknik Arsitektur USU mengenai

(33)

yang akrab sebagai sebuah pendekatan perencanaan suatu kawasan di pusat kota

yang luas harus memiliki dasar-dasar yang digunakan dalam teori merencana suatu

kawasan pusat kota, yaitu:

a. Mengakomodasikan kegiatan/fungsi campuran (multi-use) merupakan

dasar suatu perencanaan kawasan pusat kota yang vital dan optimal, sesuai

dengan prinsip-prinsip perencanaannya. Kegiatan/fungsi campuran yang

diakomodasikan dalam sebuah kawasan multi-use dengan fungsi dan jenis

fungsi publik yang masuk dalam lingkup fasilitas publik, transportasi

publik, tempat rekreasi umum.

b. Upaya mengakomodasikan kegiatan masyarakat dalam suatu “wadah” yang

responsif, demokratis dan bermakna melalui upaya pengintegrasian antara

bangunan-bangunan dan ruang kota yang memiliki hubungan pembentukan

yang timbal balik dalam pengertian ruang terbuka dibentuk oleh bangunan

dan sebaliknya bangunan dibentuk oleh ruang terbuka, bukan salah satu

merupakan bagian yang diutamakan

c. Pembangunan yang baru harus mengenali konteks kota lama yang

tercermin melalui struktur dan konstruksi kotanya

d. Tujuan utama dari pembentukan ruang publik adalah menjadikan ruang

kota sebagai ruang kota akrab yang hidup (live able). Ruang kota ini tidak

hanya meliputi ruang luar seperti park/plaza tetapi juga bangunan dan

(34)

e. Sistem transportasi harus rasional dan jalan harus dapat

mengakomodasikan berbagai masam bentuk transit dan meningkatkan

kegiatan pedestrian serta pergerakannya

f. Ruang kota harus bervariasi dan dapat meningkatkan kegiatan-kegiatan

yang terkait di sekitarnya: perumahan, perbelanjaan, pedagang eceran,

masyarakat dan seterusnya.

g. Masyarakat harus ikut berperan serta/diikut sertakan dalam membentuk

ruang-ruang kota

2.2 Pejalan kaki

Berjalan adalah merupakan bagian dari kegiatan-kegiatan yang saling

melengkapi seperti melihat-lihat, menikmati pemandangan atau berbincang-bincang

dengan orang-orang. Menurut Mougthin (2003), secara keseluruhan, semuanya tidak

terlihat jauh dari kenyataan bahwa kebebasan seseorang dapat berjalan-jalan dan

melihat sekeliling adalah petunjuk yang sangat berguna bagi kualitas peradaban pada

sebuah area perkotaan.

Menurut Giovanny (1977), berjalan merupakan salah satu sarana transportasi

yang dapat menghubungkan antara satu fungsi di suatu kawasan dengan fungsi

lainnya. Sedangkan menurut Fruin (1979), berjalan kaki merupakan alat untuk

pergerakan internal kota, satu–satunya alat untuk memenuhi kebutuhan interaksi tatap

muka yang ada didalam aktivitas komersial dan kultural di lingkungan kehidupan

(35)

lain. Sedangkan Rusmawan (1999) mengemukakan bahwa, dalam hal berjalan

termasuk juga di dalamnya dengan menggunakan alat bantu pergerakan seperti

tongkat maupun tuna netra termasuk kelompok pejalan. Dengan tidak terpenuhinya

kebutuhan pejalan akan mengurangi minat orang untuk melakukan aktifitasnya dan

berimplikasi pada tidak terpenuhinya kebutuhan interaksi tatap muka dalam aktifitas

komersial yang pada akhirnya berdampak pada terganggunya kehidupan kawasan

secara keseluruhan. Menurut Gideon (1977), berjalan kaki merupakan sarana

transportasi yang menghubungkan antara fungsi kawasan satu dengan yang lain

terutama kawasan perdagangan, kawasan budaya, dan kawasan permukiman, dengan

berjalan kaki menjadikan suatu kota menjadi lebih manusiawi.

Spreiregen (1965) menyebutkan bahwa pejalan kaki tetap merupakan sistem

transportasi yang paling baik meskipun memiliki keterbatasan kecepatan rata-rata 3–4

km/jam serta daya jangkau yang sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik. jarak 0,5 km

merupakan jarak yang berjalan kaki yang paling nyaman, namun lebih dari itu orang

akan memilih berjalan kaki. Pada buku Manual for the Street yang dikeluarkan oleh

Departement for Transport London dikatakan bahwa pejalan kaki dapat berjalan

dengan tujuan atau melakukan aktifitas lainnya seperti bermain, bersosialisasi,

berbelanja atau hanya duduk-duduk.

Menurut Bromley dan Thomas (1993), ada dua karakteristik pejalan yang perlu

diperhatikan jika dikaitkan dengan pola perilaku pejalan, yaitu:

(36)

Dipahami sebagai dimensi manusia dan daya gerak, keduanya mempunyai

pengaruh yang cukup besar terhadap penggunaan ruang pribadi dan penting

untuk memahami kebutuhan-kebutuhan pejalan.

b. Secara Psikis

Karakteristik ini berupa preferensi psikologi yang diperlukan untuk

memahami keinginan pejalan ketika melakukan aktivitas berlalu lintas.

Kebutuhan ini berkaitan dengan berkembangnya kebutuhan pejalan pada

kawasan yang tidak hanya untuk berbelanja, tetapi juga sebagai kegiatan

rekreasi, sehingga harus mempunyai persyaratan mendasar yang dimiliki

kawasan yaitu maximum visibility, accessibility dan security. Pejalan kaki

lebih suka menghindari kontak fisik dengan pejalan kaki lainnya dan biasanya

akan menjadi ruang pribadi yang lebih luas.

Dari teori diatas dapat diartikan bahwa berjalan kaki merupakan aktifitas

bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya dan diharapkan bisa menikmati suasana

di sepanjang jalan yang dilalui serta merupakan salah satu sarana untuk bersosialisasi

dengan sesama para pejalan kaki sehingga berjalan kaki menjadi suatu aktifitas yang

menyenangkan. Untuk melakukan aktifitas tersebut maka diperlukan jalur untuk

berjalan kaki yang aman dan nyaman serta suasana yang akrab dengan para pejalan

(37)

2.3 Makna Jalur Pejalan Kaki

Moughtin (2003) mengatakan bahwa jalan bukan hanya berarti akses tetapi juga

tempat untuk ekspresi sosial. Jalan dan sisi jalan, ruang publik utama dari sebuah

kota, adalah organ vital yang sangat penting. Jika kita berpikir tentang sebuah kota

dan apa yang ada di pikiran kita? Jalan–jalan. Jika jalan–jalan di sebuah kota terlihat

menarik, maka kota tersebut juga akan terlihat menarik. Begitu juga jika jalan terlihat

buruk maka kota juga akan terlihat buruk. Sebagai sebuah penghubung, jalan

menfasilitasi pergerakan manusia sebagai pejalan kaki atau kendaraan bermotor dan

juga perpindahan barang untuk diteruskan ke pasar yang lebih luas. Jalur pejalan kaki

juga dipergunakan oleh pemakai kursi roda dan orang-orang yang membawa kereta

dorong bayi. Jalur pejalan kaki digunakan oleh semua masyarakat berbagai umur,

ukuran, dan kemampuan. Sedangkan pada buku Manual for the Street juga dikatakan

bahwa desain dari jalur tersebut harus dapat memenuhi kebutuhan yang luas sehingga

dapat mengakomodasi kebutuhan anak-anak dan masyarakat dengan keterbatasan

fisik.

Menurut Shirvani (1985), salah satu elemen fisik Urban Design yang bersifat

ekspresif dan suportif yang mendukung terbentuknya struktur visual kota adalah jalur

pejalan kaki. Dimana jalur pejalan kaki yang baik adalah mengurangi ketergantungan

dari kendaraan bermotor dalam areal kota, meningkatkan kualitas lingkungan dengan

memprioritaskan skala manusia, lebih mengekspresikan aktifitas pedagang kaki lima

(38)

Baik Shirvani (1985) maupun Linch (1960) mengemukakan bahwa pedestrian

bagian dari ruang publik dan merupakan aspek penting sebuah ruang kota, baik

berupa lapangan (ruang terbuka) maupun jalan/koridor. Pada modul 1a mengenai

Peran Transportasi dalam kebijakan perkembangan perkotaan dikatakan bahwa

pentingnya ruang untuk pejalan kaki tidak dapat diukur dan tidak dapat dibuktikan

secara matematis bahwa trotoar yang lebih lebar, jalur khusus pejalan kaki dan

jumlah taman yang indah akan dapat membuat orang merasa lebih bahagia.

Menurut Utermann (1984) mendefinisikan berbagai macam jalur pejalan kaki

diruang luar bangunan menurut fungsi dan bentuk. Menurut fungsi adalah sebagai

berikut:

a. Jalur pejalan kaki yang terpisah dari jalur kendaraan umum (Sidewalk atau

trotoar) biasanya terletak bersebelahan atau berdekatan sehingga diperlukan

fasilitas yang aman terhadap bahaya kendaraan bermotor dan mempunyai

permukaan rata, berupa trotoar dan terletak di tepi jalan raya. Pejalan kaki

melakukan kegiatan berjalan kaki sebagai sarana angkutan yang akan

menghubungkan tempat tujuan.

b. Jalur pejalan kaki yang digunakan sebagai jalur menyeberang untuk

mengatasi/menghindari konflik dengan moda angkutan lain, yaitu jalur

penyeberangan jalan, jembatan penyeberangan atau jalur penyeberangan

bawah tanah. Untuk aktivitas ini diperlukan fasilitas berupa zebra cross,

(39)

c. Jalur pejalan kaki yang bersifat rekreatif dan mengisi waktu luang yang

terpisah sama sekali dari jalur kendaraan bermotor dan biasanya dapat

dinikmati secara santai tanpa terganggu kendaraan bermotor. Pejalan kaki

dapat berhenti dan beristirahat pada bangku–bangku yang disediakan, fasilitas

ini berupa plaza pada taman–taman kota.

d. Jalur pejalan kaki yang digunakan untuk berbagai aktivitas, untuk berjualan,

duduk santai, dan sekaligus berjalan sambil melihat etalase pertokoan yang

biasa disebut mall.

e. Footpath atau jalan setapak, jalan khusus pejalan kaki yang cukup sempit dan

hanya cukup untuk satu pejalan kaki.

f. Alleyways atau pathways (gang) adalah jalur yang relatif sempit di belakang

jalan utama, yang terbentuk oleh kepadatan bangunan, khusus pejalan kaki

karena tidak dapat dimasuki kendaraan.

Sedangkan menurut bentuk adalah sebagai berikut:

a. Arkade atau selasar, suatu jalur pejalan kaki yang beratap tanpa dinding

pembatas disalah satu sisisnya.

b. Gallery, berupa selasar yang lebar digunakan untuk kegiatan tertentu

c. Jalan pejalan kaki tidak terlindungi/tidak beratap.

Menurut Carr (1992) dan Rubeinstein (1992) membedakan tipe pedestrian

(40)

a. Pedestrian sisi jalan. Bagian ruang publik kota yang banyak dilalui orang yang

sedang berjalan kaki menyusun jalan yang satu yang berhubungan dengan

jalan lain. Letaknya berada di kiri dan kanan jalan.

b. Mal Pedestrian. Suatu jalan yang ditutup bagi kendaraan bermotor, dan

diperuntukkan khusus bagi pejalan kaki. Fasilitas tersebut biasanya dilengkapi

dengari asesoris kota seperti pagar, tanaman, dan berlokasi dijalan utama

pusat kota.

c. Mal Transit. Pengembangan pencapaian transit untuk kendaraan umum pada

penggal jalan tertentu yang telah dikembangkan sebagai pedestrian area.

d. Jalur Lambat. Jalan yang digunakan sebagai ruang terbuka dan diolah dengan

desain pedestrian agar lalu lintas kendaraan terpaksa berjalan lamban,

disamping dihiasi dengan tanaman sepanjang jalan tersebut atau jalur jalan

sepanjang jalan utama yang khusus untuk pejalan kaki dan kendaraan bukan

bermotor.

e. Gang Kecil. Gang-gang kecil ini merupakan bagian jaringan jalan yang

menghubungkan ke berbagai elemen kota satu dengan yang lain yang sangat

kompak. Ruang publik ini direncanakan dan dikemas untuk mengenal

lingkungan lebih dekat lagi.

Carr dan kawan-kawan (1992), mengartikan jalur pedestrian (pedestrian

sidewalks/trotoar) adalah bagian dari kota , dimana orang bergerak dengan kaki,

(41)

yang menghubungkan satu tempat dengan tempat lainnya. Dengan kata lain jalur

pedestrian dari segi perencanaannya terbagi dua yaitu yang terencana dan tidak

terencana. Jalur pedestrian yang terencana terbentuk dari jalur pedestrian yang

memang telah direncanakan untuk menghubungkan satu tempat ke tempat lain yang

dibutuhkan oleh pejalan kaki. Sedangkan jalur pedestrian yang tidak terencana

terbentuk dengan sendirinya dari jalur yang biasa digunakan oleh pejalan kaki dalam

pergerakannya dari satu tempat ke tempat lainnya.

2.3.1 Jalur pejalan kaki yang akrab (friendly)

Perencanaan jalur pejalan kaki sebaiknya berfungsi untuk menfasilitasi

pejalan kaki dari satu tempat ke tempat lain dengan berkesinambungan, lancar,

selamat, aman dan nyaman. Selain itu rencana jalur pejalan kaki harus dapat

mengakomodasi pejalan kaki baik dewasa maupun anak-anak dan juga penyandang

cacat. Sehingga dapat menciptakan sebuah kota yang akrab terhadap pengguna jalur

pejalan kaki atau pedestrian.

Bentuk yang tepat dari pemisahan kendaraan bermotor dan pejalan kaki

dikondisikan oleh fungsi jalan tersebut. Padahal pembagian yang jelas antara

kendaraan bermotor dan pejalan kaki dapat membantu dalam perkembangan dari

aktifitas jalan. Banyak jalur-jalur pejalan kaki di pusat kota di Inggris dan

negara-negara Eropa lainnya sangat sukses. Kesuksesan dari jalur pejalan kaki tersebut

tergantung kepada atraksi-atraksi yang beraneka ragam yang disuguhkan sehingga

(42)

adalah jalur pejalan kaki berintegrasi dengan parkir kendaraan bermotor. Menurut

Mougthin (2003) bahwa pembedaan antara jalur pejalan kaki dengan jalur lalu lintas

padat adalah sangat penting.

Sedangkan menurut Burton (2006) bahwa keakraban menunjuk kepada

besaran jalan yang dapat dikenali oleh orang jompo dan mudah dimengerti oleh

mereka. Jalan yang akrab adalah yang tersusun dan dibuat dengan bentuk, ruang

terbuka, bangunan-bangunan dan perangkat-perangkat yang akrab dengan para

penggunanya. Jalan yang akrab kemungkinan diletakkan dimana:

a. Jalan–jalan ruang terbuka dan bangunan-bangunan lama didirikan.

b. Perubahan dalam skala kecil dan bertambah.

c. Pengembangan baru dan gabungan dari bentuk lokal, style, warna, dan

material.

d. Ada hirarki tipe-tipe jalan, termasuk jalan utama, sisi jalan, gang dan trotoar.

e. Tempat-tempat dan bangunan-bangunan di desain akrab mudah diingat oleh

masyarakat yang melewatinya.

f. Bagian-bagian arsitektur dan perabot jalan yang didesain akrab agar mudah

diingat oleh penggunanya.

Dari beberapa studi yang sudah dilakukan terkait jalur pedestrian, Nurdiani

(2005) ada beberapa prinsip perancangan yang harus dipertimbangkan untuk

mendesain jalur pedestrian yang baik

(43)

b. Memberi perlindungan dan keamanan bagi pejalan kaki.

c. Memberikan kemudahan pada pejalan kaki.

d. Menghubungkan dengan baik satu tempat dengan tempat lain.

e. Memberi kenyamanan saat berjalan bagi pejalan kaki.

f. Memberi ruang yang cukup luas untuk berjalan kaki, baik saat sendiri atau

apabila harus berhadapan dengan pejalan kaki dari arah berlawanan.

g. Peduli atau perhatian pada budaya pengguna jalur pedestrian (pejalan kaki).

h. Peduli terhadap pejalan kaki yang memiliki keterbatasan (penyandang

cacat).

i. Memperhatikan iklim setempat (misal pada iklim tropis; rimbunnya

pepohonan membantu melindungi pejalan kaki dari teriknya matahari atau

rintiknya hujan).

j. Merespon terhadap konteks lingkungan dimana jalur pedestrian tersebut

berada. Jalur pedestrian dapat dirancang mengikuti tema

kawasan/lingkungan.

Menarik atau atraktif dalam membuat rancangan jalur pedestrian dimana

permukaan bidang jalur pedestrian dapat dibuat pola-pola tertentu. Pada beberapa

tempat diberi ruang-ruang untuk beristirahat sejenak sebelum meneruskan

perjalanan dengan pola yang berbeda sehingga tidak membosankan.

Menurut Fruin (1979) pengembangan fasilitas untuk jalur pejalan adalah

(44)

meningkatkan kenyamanan, keamanan, kesenangan, kesinambungan, kelengkapan

dan daya tarik. Orang lebih memilih berjalan di pinggir atau bahkan di badan jalan,

menggunakan kendaraan yang pada akhirnya dapat mengurangi Level Of Service

(LOS) jalan.

Ada beberapa hal yang dapat dijadikan indikator tercapainya suatu konsep

pengembangan fasilitas pejalan kaki yang akrab, sebagai berikut (Uterman, 1984;

Marcus dan Francis 1989; Carr, 1992; Rubenstein, 1992; Harris dan Dines, 1995;

Bromley dan Thomas, 1993):

a. Keselamatan (safety), diwujudkan dengan penempatan pedestrian, struktur,

tekstur, pola perkerasan dan dimensi trotoar (ruang bebas, lebar efektif,

kemiringan)

b. Keamanan (security), terlindung dari kemungkinan berlangsungnya

tindakan kejahatan dengan merancang penerangan yang cukup atau struktur

maupun lansekap yang tidak menghalangi.

c. Kenyamanan (comfort), mudah dilalui dari berbagai tempat dengan adanya

pelindung dari cuaca yang buruk, tempat istirahat sementara, terhindar dari

hambatan oleh karena ruang yang sempit serta permukaan yang harus

nyaman dipergunakan oleh siapa saja termasuk juga penyandang cacat.

d. Kenikmatan (convenience), diindikasikan melalui jarak, lebar trotoar,

lansekap yang menarik serta kedekatan dengan fasilitas yang dibutuhkan.

e. Keindahan (aesthetics), berkaitan dengan trotoar dan lingkungan

(45)

Jacobs (1995) secara gamblang menyatakan jalan yang masuk dalam

klasifikasi 'great streets', biasanya selalu memiliki kualitas spasial istimewa dan

umumnya sukses merangsang warga kota, untuk turun berinteraksi sosial dan

beraktivitas urban yang sehat. Di ruas-ruas ruang publik tersebut, warga kota tidak

ragu-ragu untuk melangkahkan kakinya membeli susu dan koran pagi, berjalan

mengamati pajangan di kaca-kaca toko, bergurau santai di kafe-kafe pinggir jalan

ataupun duduk makan siang sambil mengamati lalu lalang pejalan kaki di trotoar

jalan. Kriteria untuk jalan yang baik menurut Jacobs (1995) adalah sebagai berikut:

a. Dapat menciptakan sebuah komunitas: memfasilitasi tindakan manusia

dalam bersosialisasi

b. Aman dan nyaman: membuat masyarakat betah dan tidak merasa takut

c. Mendorong partisipasi: menimbulkan rasa memiliki dan tanggung jawab

pada lingkungan jalan, termasuk ikut serta untuk merawatnya

d. Dapat diingat: memberikan kesan dan kenangan.

e. Representative: dapat menjadi contoh tipe yang baik, untuk itu kriteria

diatas harus mampu dipadukan dan juga memiliki nilai seni.

Selain itu diperlukan kualitas fisik tertentu untuk dapat menjadi great street:

a. Tempat yang nyaman untuk orang berjalan (place for people to walk with

some leisure). Orang dapat berjalan dengan mudah dan aman, jelas dan

(46)

b. Kenyamanan fisik (physical comfort). Jalan yang baik adalah jalan

memberikan kenyamanan dan perlindungan terhadap iklim.

c. Definisi (definition). Mampu berkomunikasi dan memberikan definisi

terhadap jalan tersebut. Jalan didefinisikan menjadi 2: vertikal (ketinggian

bangunan, tembok dan pepohonan), horisontal (lebar jalan, jarak, dan

lantai). Jalan yang baik mampu memadukan unsur vertikal dan horisontal

dalam sebuah proporsi yang harmonis, skala manusia, dan ruang antar

bangunan

d. Kualitas yang melibatkan pandangan mata (qualities that engage the eyes).

Mata akan tertarik pada suatu yang bergerak dan mengalami perubahan.

Jalan yang baik mampu menarik pandangan mata seperti adanya bayangan

dari perbedaan permukaan bangunan, bayangan dan pertumbuhan pohon,

pergerakan dan pengguna jalan, warna dan pemanfaatan cahaya, dan detail

bangunan.

e. Transparansi (transparency). Dimana sisi publik dan semi publik yang ada

pada jalan dapat bertemu dengan sisi privat dari bangunan. Orang dapat

melihat, merasakan dan mengetahui apa yang ada dibaliknya.

f. Komplementaritas (complementarity). Adanya keterpaduan dan rasa

menghormati antar bangunan pada suatu jalan. Jalan yang baik umumnya

memiliki ketinggian bangunan yang hampir sama.

g. Perawatan (maintenance). Untuk menjaga jalan tetap bersih, lancar dan

(47)

pepohonan, material, bangunan, dan semua bagian jalan. Untuk itu

diperlukan pemakaian material yang relatif mudah untuk dirawat dan harus

ada kepedulian pada elemen jalan yang bersejarah.

h. Kualitas konstruksi dan desain (quality of construction and design).

Adanya kualitas yang baik dalam material, keahlian pembuatan, dan disain.

Disamping hal tersebut kualitas juga akan dipengaruhi oleh uang/ biaya

yang ada.

Sedangkan beberapa kualitas lainnya yang mempengaruhi jalan menurut

Jacob (1995) adalah:

a. Pepohonan; Selain menghasilkan oksigen dan peneduh untuk memberikan

kenyaman, pohon juga dapat sebagai pembatas dan pengaman. Jarak antar

pohon yang baik adalah 15 kaki sampai 25 kaki, pada tikungan berjarak 40

atau 50 kaki.

b. Awal dan akhir; Sangat diperlukan penataan awal dan akhir dari jalan.

Kesan yang kuat akan terasa pada awal dan akhir jalan.

c. Keanekaragaman bangunan; Bangunan akan membentuk garis vertikal

jalan, ukuran dan skala. Banyaknya bangunan akan memberikan

keberagaman fasade dan keberagaman aktifitas.

d. Detail: fitur desain khusus; Kulitas detail: gerbang, air mancur, tempat

duduk, kios, paving, petanda, kanopi, lampu jalan akan memberikan

(48)

e. Tempat; Jalan memiliki persimpangan, plaza kecil, taman, pelebaran, dan

ruang terbuka yang sangat penting untuk menikung/berbelok dan memutar

arah, menyediakan tempat untuk berhenti sejenak dan memberikan titik

acuan pada jalan.

f. Aksesibilitas; Tujuan utama adalah sebagai akses dari suatu tempat ke

tempat yang lain. Jalan yang baik memiliki akses yg mudah dan aman dan

nyaman bagi pejalan kaki, kendaraan dan penyandang cacat.

g. Kepadatan; Dalam mendisain dan membangun kita harus memperhatikan

kepadatan yg terbentuk dan peruntukan lahan yang ada. Kepadatan yang

dimaksud disini adalah kepadatan aktifitas orang, yang membentuk

komunitas.

h. Keberagaman; Jalan yang baik memiliki keberagaman aktifitas, adanya mix

uses dan keberagaman fungsi dan peruntukan di dalamnya.

i. Panjang; Terdapat fokal poin yang spesial seperti patung/tugu/monumen,

dan bangunan yang special.

j. Landai; Memberikan kenyamanan bagi penyandang cacat, orang tua, ibu

dan anak kecil.

k. Parkir; Jalan yang baik tidak diperuntukan untuk parkir kendaraan dalam

jumlah banyak.

l. Kontras; Kontras pada disain akan akan memberikan perbedaan bentuk dan

ukuran dimana hal tersebut dapat menarik perhatian dan menjadikannya

(49)

m.Waktu; Mampu menghadapi perubahan waktu dan jaman, dengan berbagai

keberagaman dan terus berkembang serta memiliki nilai sejarah.

2.3.2 Keselamatan dan keamanan jalur pejalan kaki

Dalam usaha untuk mendorong dan menfasilitasi pejalan kaki, pejalan kaki

ingin merasa aman. Dalam buku Manual for the Street dikatakan bahwa pejalan

kaki secara umum merasa aman dari kejahatan dimana:

a. Rutinitas mereka terlihat secara keseluruhan dari dalam

bangunan-bangunan di pinggir jalan.

b. Masyarakat lain juga menggunakan jalan tersebut.

c. Disana tidak ada tanda-tanda aktifitas anti sosial (seperti: vandalisme,

graffiti,dan lain sebagainya)

d. Mereka tidak dapat dikejutkan (contoh pada sudut yang gelap)

e. Mereka tidak dapat diculik (contoh orang-orang dapat merasa gugup jika

berada di tempat dengan banyak pintu masuk dan keluar seperti jalur

subway)

f. Ada pencahayaan yang baik.

Material untuk permukaan yang digunakan pada jalur pejalan kaki harus rata

dan bebas dari sandungan-sandungan. Di dalam buku Manual for the Street juga

dikemukakan bahwa permukaan yang tidak biasa seperti batu kerikil adalah

(50)

area permukiman. Utermann (1984) juga mengemukakan bahwa salah satu hal yang

dapat menciptakan rasa aman pada jalur pejalan kaki adalah jalur pejalan kaki

tersebut memiliki permukaan yang rata. Dengan kata lain pemilihan bahan untuk

jalur pejalan kaki perlu direncanakan dengan baik agar tidak mengganggu pejalan

kaki dan aman untuk digunakan.

Menurut Rapoport (1971) prinsip perancangan jalur pedestrian yang dapat

menimbulkan rasa aman dan nyaman bagi penggunanya adalah harus aman dan

melindungi bagi pejalan kaki, menghubungkan dengan baik antara satu tempat ke

tempat lain, bebas hambatan dan memiliki akses langsung serta mudah dicapai oleh

semua pejalan kaki, dirancang dengan baik dan cukup atraktif. Dari teori tersebut

dapat diperoleh masukan bahwa dengan merencanakan jalur pejalan kaki yang baik

dapat membuat penggunanya merasa aman dan nyaman berjalan di jalur pedestrian

tersebut. Sehingga akan banyak orang yang menggunakan jalur pedestrian dalam

aktifitas sehari-hari.

Aspek keselamatan diwujudkan dengan penempatan pedestrian, struktur,

tekstur, pola perkerasan dan dimensi trotoar (ruang bebas, lebar efektif, kemiringan)

sedangkan untuk aspek keamanan dimana jalur pejalan kaki tersebut terlindung dari

kemungkinan berlangsungnya tindakan kejahatan dengan merancang penerangan

yang cukup atau struktur maupun lansekap yang tidak menghalangi.

Dari aspek keselamatan berjalan di jalur pejalan kaki bisa dilihat dari fasilitas

prasarana dan sarananya. Utermann (1984) mengemukakan bahwa jalur pejalan kaki

(51)

dengan moda angkutan lain, selain itu untuk aktivitas tersebut diperlukan fasilitas

berupa zebra cross, skyway (jembatan penyeberangan) dan subway (terowongan).

Pada Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan

Kaki di Perkotaan yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum diatur

sebaiknya keberadaan jalur pejalan kaki tidak menimbulkan konflik dengan lalu

lintas kendaraan atau peruntukkan lainnya, jika berpotongan dengan jalur lalu lintas

kendaraan harus dilengkapi rambu dan marka atau lampu yang menyatakan

peringatan/petunjuk bagi pengguna jalan, koridor jalur pejalan kaki (selain

terowongan) sebaiknya mempunyai jarak pandang yang bebas ke semua arah, selain

itu dalam hal perencanaannya juga harus memperhatikan lebar lajur dan spesifikasi

teknik bagi penyandang cacat.

2.3.2.1 Drainase

Drainase sebagai salah satu fasilitas sarana ruang pejalan kaki dapat juga

menciptakan keselamatan penggunanya jika direncanakan dengan baik. Drainase

terletak berdampingan atau dibawah dari ruang pejalan kaki. Drainase berfungsi

sebagai penampung dan jalur aliran air pada ruang pejalan kaki. Keberadaan

drainase akan dapat mencegah terjadinya banjir dan genangan-genangan air pada

saat hujan. Menurut Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana

Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan

Umum diatur bahwa dimensi minimal adalah lebar 50 centimeter dan tinggi 50

(52)

paling penting dalam merencanakan drainase adalah peletakkannya terhadap jalan

dan dampak yang mungkin muncul akibat drainase tersebut. Saluran drainase

direncanakan untuk menampung air kotor dari bangunan-bangunan di sepanjang

jalan.

2.3.2.2 Pagar Pengaman

Fasilitas sarana ruang pejalan kaki lainnya yang dapat memberi

keselamatan bagi penggunanya adalah pagar pengaman. Carr (1992) membedakan

jalur pejalan kaki ke dalam beberapa tipe, salah satunya adalah Mall Pedestrian

dimana memerlukan fasilitas pagar pengaman terutama jika terletak di jalan utama

pusat kota. Pada Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana

Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan

Umum diatur bahwa pagar pengaman diletakan pada jalur amenitas. Pada titik

tertentu yang berbahaya dan memerlukan perlindungan dengan tinggi 90

centimeter, dan bahan yang digunakan adalah metal/beton yang tahan terhadap

cuaca, kerusakan, dan murah pemeliharaannya. Pagar pengaman juga dapat

didesain dengan menarik. Sedangkan pada buku Manual for the Street

dikemukakan bahwa pagar pengaman secara umum dibuat untuk menghindari

pengendara kendaraan bermotor yang tidak bertanggung jawab, bentuk pagar

(53)

Gambar 2.1 Pagar Pengaman

Sumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan

2.3.2.3 Marka dan perambuan

Pada Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang

Pejalan Kaki di Perkotaan yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum

mengatur tentang marka dan perambuan, informasi (signage) yang diletakan pada

jalur amenitas, pada titik interaksi sosial, pada jalur dengan arus pedestrian padat,

dengan besaran sesuai kebutuhan, dan bahan yang digunakan terbuat dari bahan

yang memiliki durabilitas tinggi, dan tidak menimbulkan efek silau. Marka dan

perambuan juga dapat menciptakan lingkungan yang informatif sehingga

memudahkan pemakai ruang publik berorientasi dan bersirkulasi di dalam

lingkungan tersebut. Peletakan perambuan berada di tempat terbuka,

ketinggiannya sejajar dengan kondisi jalan serta tidak tertutup pepohonan. Lebih

efisien dan mudah dibaca jika dilengkapi dengan lampu penerangan.

Lynch (1984) mengemukakan bahwa marka dan perambuan yang

dirancang dengan baik dapat memberikan kualitas yang ramah bagi pejalan kaki

karena marka dan perambuan tersebut dapat sebagai iklan suatu usaha ataupun

(54)

2.3.2.4 Penyeberangan dan Marka untuk Penyeberangan

Fasilitas prasarana ruang pejalan kaki juga dapat dimasukkan dalam usaha

keselamatan bagi penggunanya. Fasilitas prasarana tersebut berupa penyeberangan

dan marka untuk penyeberangan. Penyeberangan sendiri terdiri dari

penyeberangan sebidang, tidak sebidang, di tengah ruas dan dipesimpangan.

Untuk penyeberangan sebidang atau At Grade terdiri dari dua jenis yaitu

penyeberangan zebra dan penyeberangan pelikan. Penyeberangan zebra dipasang

di kaki persimpangan tanpa alat pemberi isyarat lalu lintas atau di ruas jalan.

Apabila persimpangan diatur dengan lampu pengatur lalu lintas, pemberian waktu

penyeberangan bagi pejalan kaki menjadi satu kesatuan dengan lampu pengatur

lalu lintas persimpangan sedangkan apabila persimpangan tidak diatur dengan

lampu pengatur lalu- lintas, maka kriteria batas kecepatan kendaraan bermotor

adalah <40 km/jam. Sedangkan penyeberangan Pelikan dipasang pada ruas jalan,

minimal 300 meter dari persimpangan, atau pada jalan dengan kecepatan

operasional rata-rata lalu lintas kendaraan >40 km/jam.

Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang

Pejalan Kaki di Perkotaan yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum

dikatakan bahwa Penyeberangan tidak sebidang terdiri dari dua macam yaitu

elevated (jembatan) dan underground (terowongan). Elevated (jembatan)

digunakan apabila jenis jalur penyeberangan tidak dapat menggunakan

penyeberangan zebra, penyeberangan pelikan sudah menganggu lalu lintas

(55)

kecelakaan pejalan kaki yang cukup tinggi. Serta pada ruas jalan yang mempunyai

arus lalu lintas dengan kecepatan tinggi dan arus pejalan kaki yang cukup ramai.

Jalur yang melandai harus disediakan untuk seluruh tempat penyeberangan bagi

pejalan kaki baik di atas jalan maupun di bawah jalan. Jika diperlukan, maka dapat

disediakan tangga untuk mencapai tempat penyeberangan. Underground

(terowongan) digunakan apabila jenis jalur penyeberangan dengan menggunakan

elevated (jembatan) tidak dimungkinkan untuk diadakan. Lokasi lahan atau medan

memungkinkan untuk dibangun underground/terowongan.

Untuk kawasan perkotaan, yang terdapat jarak antar persimpangan cukup

panjang, maka dibutuhkan penyeberangan di tengah ruas agar pejalan kaki dapat

menyeberang dengan aman. Lokasi yang dipertimbangkan untuk penyeberangan

ditengah ruas harus dikaji terlebih dahulu. Pertimbangan dalam penentuan lokasi

penyeberangan di tengah ruas, antara lain:

a. Lokasi penyeberangan memungkinkan untuk mengumpulkan atau

mengarahkan pejalan kaki menyeberang pada satu lokasi.

b. Merupakan lokasi untuk rute yang aman untuk berjalan kaki bagi anak

sekolah.

c. Kawasan dengan konsentrasi pejalan kaki yang menyeberang cukup

tinggi (seperti permukiman yang memotong kawasan pertokoan atau

rekreasi atau halte yang berseberangan dengan permukiman atau

Gambar

Gambar 2.11 Gereja Dome Sumber: www.bataviase.wordpress.com diunduh pada tanggal 27 Juli 2010
Gambar 3.1 Lokasi penelitian
Gambar 4.4 Peta Koridor Penelitian
gambar 4.5 dan 4.6.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kurikulum 2013 didalam karakteristiknya berbeda dari karakteristik kurikulum- kurikulum sebelumnya, yang mana didalam kurikulum 2013 ini menekankan pada bidang ataupun basis

Menurut Mukarovsky (dalam Teeuw, 1984:186) karya sastra tidak dapat dipahami dan diteliti lepas dari konteks sosial lain; dengan kata lain kode sastra

Hasil penelitian ini adalah sebagian masyarakat Lampung Sai Batin yang ada di Desa Umbul Buah masih melakukan pernikahan adat Lampung Saibatin dan paham mengenai nilai dan

Ngunjung adalah upacara tahunan yang diadakan di makam keramat. Tujuannya untuk meminta berkah agar masyarakat bisa menjaga dan meningkatkan kehidupan yang lebih

In addition to the use of variables, the Template Toolkit provides a number of other directives that instruct it to perform more complex processing actions, such as including

- Menyelenggarakan pendidikan dan pembelajaran berbasis riset, serta mengembangkan sumber daya manusia yang profesional, mandiri, dan terpercaya!. - Melakukan riset

Penulis melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir Ny.S. sesuai dari kebijakan teknis (kunjungan neonatus umur 6

AHS yang digunakan merupakan AHS untuk wilayah Sumatera Selatan pada tahun 2014 yang disesuaikan dengan kebutuhan biaya pekerjaan pemeliharaan jembatan Musi