• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Analisa kenyamanan, kenikmatan dan keindahan jalur pejalan kaki

Kenyamanan dapat diartikan bahwa mudah dilalui dari berbagai tempat dengan

adanya pelindung dari cuaca yang buruk, tempat istiahat sementara, terhindar dari

hambatan oleh karena ruang yang sempit serta permukaan yang harus nyaman

dipergunakan oleh siapa saja termasuk juga penyandang cacat. Sedangkan

kenikmatan diindikasikan melalui jarak lebar trotoar, lansekap yang menarik serta

kedekatan dengan fasilitas yang dibutuhkan. Aspek keindahan berkaitan dengan

trotoar dan lingkungan sekitarnya. Moughtin (2003) mengemukakan bahwa

pergeseran fungsi trotoar jelas membuat ketidak nyamanan para pejalan kaki.

Secara umum untuk hasil observasi terkait dengan analisa kenyamanan,

kenikmatan, dan keindahan jalur pejalan kaki bisa dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2 Analisa kenyamanan, kenikmatan dan keindahan

Ada Tidak Ada Memadai Tidak Memadai Terawat Tidak Terawat Tingkat Pelayanan Jalur (Lebar Jalur)

Tabel 5.2 Lanjutan Ada Tidak Ada Memadai Tidak Memadai Terawat Tidak Terawat Jalur Hijau Tempat Duduk Tempat Sampah Halte Bus Telepon Umum

Sumber: Hasil observasi peneliti

Dari hasil kuesioner yang disebarkan kepada 100 orang responden diperoleh

hasil bahwa 67 % (67 orang) menyatakan tidak nyaman berjalan di jalur pejalan kaki

di koridor penelitian sedangkan 33% (33 orang) menyatakan nyaman. Hal ini dapat

dilihat pada gambar 5.19.

Gambar 5.19 Diagram tingkat kenyamanan

Sedangkan Rubenstein (1987) mengemukakan tingkat pelayanan jalur pejalan

kaki juga mempengaruhi kenyamanan. Salah satu indikator untuk dapat menciptakan

pejalan kaki yang menarik. Fasilitas sarana jalur pejalan kaki yang dapat dibuat

menarik antara lain jalur hijau, tempat duduk, tempat sampah, halte bus dan telepon

umum.

5.2.1 Tingkat pelayanan jalur pejalan kaki (Level of Service)

Menurut Rubenstein (1987), dalam usaha untuk menciptakan rasa aman dan

nyaman pada jalur pejalan kaki salah satunya bisa dengan dengan melihat dari tingkat

pelayanan (Level of Service) jalur pejalan kaki tersebut. Dimana Rubenstein

mengelompokkan tingkat pelayanan tersebut ke dalam tabel 5.3.

Tabel 5.3 Tingkat pelayanan pejalan kaki

Ft2 / orang Konversi ke m2 / orang Arus rata-rata pejalan kaki

Kecepatan dan papasan

35 3,15 m2 < 7 -Bebas memilih kecepatan -Dapat bebas berpapasan -Tidak ada beban maksimum

25 -35 2,25 m2 – 3,15 m2 7 – 10 -Kecepatan berjalan normal -Dapat berpapasan satu sama

lain

-Tidak ada beban maksimum

15 - 25 1,35 m2 – 2,25 m2 10 - 15 -Berjalan kaki sedikit terbatas -Tidak dapat berpapasan

dengan bebas

10 - 15 0,90 m2 – 1,35 m2 15 - 20 -Secara umum kecepatan berjalan kaki terbatas -Sulit berpapasan

Tabel 5.3 Lanjutan Ft2 / orang Konversi ke m2 / orang Arus rata-rata pejalan kaki

Kecepatan dan papasan

< 5 < 0,45 m2 >25 -Sangat terbatas

-Seringkali kontak sesama pejalan yang tidak dapat dihindari dan tidak dapat berpapasan

Sumber : Harvey Rubenstein, A Guide to Site and Environtmental Planning 1987

Gambar 5.20 Peta segment pertama

Gambar 5.21 Potongan A

Pada segment pertama, lebar jalur pejalan kaki di sisi kanan ujung jalan Balai

Kota (depan Kantor Pos Besar) sekitar empat meter, tingkat pelayanannya termasuk

dalam kategori tidak ada beban maksimum sehingga sangat nyaman untuk

A

digunakan, tetapi lebar jalur itu terus mengecil sampai di ujung jalan Putri Hijau

(simpang Guru Patimpus). Sehingga diujung koridor lebar jalur pejalan kakinya

tidak nyaman untuk digunakan karena bersinggungan ketika orang berjalan

berpapasan. Sedangkan di sisi kiri koridor lebar jalur pejalan kakinya satu setengah

meter, tingkat pelayanannya termasuk dalam kategori tidak dapat berpapasan secara

bebas tetapi masih nyaman untuk digunakan. Lebar jalurnya stabil sampai di ujung

jalan Putri Hijau (simpang Guru Patimpus). Untuk potongan jalan dapat dilihat pada

gambar 5.20 dan 5.21.

Gambar 5.22 Peta segment kedua

Gambar 5.23 Potongan B

B

Pada segment kedua lebar jalur pejalan kaki di sisi kanan koridor lebih dari

lima meter karena langsung berbatasan dengan lapangan Merdeka. Dengan lebar

yang lebih dari lima meter, kondisi jalur pejalan kaki tersebut sudah sangat nyaman

untuk dilalui. Sedangkan di sisi kiri koridor lebar jalur pejalan kakinya 2,90 meter,

sehingga dalam kategori dapat berpapasan secara bebas tanpa adanya beban

maksimum. Untuk potongan jalan dapat dilihat pada gambar 5.22 dan 5.23.

Gambar 5.24 Peta segment ketiga

Gambar 5.25 Potongan C

Pada segment ketiga yaitu koridor jalan Ahmad Yani, lebar jalur pejalan kaki

rata-rata 2,40 meter–2,60 meter pada sisi kiri maupun kanan jalan. Sehingga jalur

pejalan kaki ini termasuk dalam kategori bebas berpapasan tanpa adanya beban

maksimum, hanya saja karena jalur pejalan kakinya sebagian besar digunakan untuk

C

berdagang dan parkir maka lebar bersih rata-rata jalur pejalan kaki yang bisa untuk

berjalan adalah 1,00 meter–1,50 meter sehingga masuk ke dalam kategori tidak

dapat berpapasan dengan bebas. Untuk potongan jalan dapat dilihat pada gambar

5.24 dan 5.25.

Secara umum dari hasil analisa dari segment pertama hingga segment ketiga,

tingkat pelayanan jalur pejalan kaki nya termasuk dalam kategori jalur dengan

kecepatan berjalan kaki terbatas dan sulit bersinggungan. Untuk itu perlu untuk

memperlebar jalur pejalan kaki sehingga bisa dilalui dengan nyaman tanpa harus

bersinggungan dengan sesama pejalan kaki.

5.2.2 Pergeseran fungsi jalur pejalan kaki

Moughtin (2003) mengemukakan bahwa pergeseran fungsi trotoar jelas

membuat ketidak nyamanan para pejalan kaki. Mereka tidak bisa lagi tenang

berjalan sambil menikmati keramaian kota, mereka harus berhati-hati dan tetap

waspada, jangan sampai terserempet kendaraan yang berlalu lalang. Pada lokasi

koridor kawasan tersebut terjadi kesenjangan, pergeseran pemanfaatan fungsi

trotoar sebagai fasilitas pejalan kaki yang diharapkan sebagai sarana sirkulasi sesuai

dengan fungsinya, dalam waktu tertentu mengalami pergeseran fungsi sebagai ruang

berjualan hal ini dipersepsikan berbeda oleh pedagang kaki lima, sehingga jalur

pejalan kaki mempunyai fungsi ganda.

Untuk melihat jalur pejalan kaki yang memiliki fungsi ganda dapat dilihat

Gambar 5.26 Pemetaan fungsi jalur pejalan kaki

Pada segment pertama jalur pejalan kaki ada yang murni sebagai jalur pejalan

kaki, sebagai tempat berjualan dan juga sebagai tempat parkir kendaraan bermotor

dapat, hal ini dapat dilihat pada gambar 5.27. Begitu juga fungsi jalur pejalan kaki

di segment kedua seperti yang terlihat pada gambar 5.28.

Gambar 5.28 Kondisi fungsi jalur pejalan kaki pada segment kedua

Pada sisi kiri koridor jalan Ahmad Yani, jalur pejalan kaki banyak mengalami

pergeseran fungsi selain sebagai jalur pejalan kaki juga berfungsi sebagai tempat

parkir dan tempat pajangan barang dagangan seperti yang terlihat pada gambar 5.29.

Pada sisi kanan juga mengalami pergeseran fungsi selain sebagai jalur pejalan kaki

juga berfungsi sebagai tempat parkir, tempat pedagang kaki lima dan tempat

Gambar 5.29 Kondisi fungsi jalur pejalan kaki pada segment ketiga

5.2.3 Jalur hijau

Jalur hijau merupakan salah satu fasilitas jalur pejalan kaki yang dapat

memberikan rasa nyaman dan keindahan jika di desain dengan menarik. Menurut

Hamid (1985), salah satu hal yang dapat membuat jalur pejalan kaki dikatakan baik

adalah mampu menyajikan kualitas udara yang baik. Dalam hal untuk menciptakan

kualitas udara yang baik adalah dengan menanam pepohonan yang rindang di

oksigen dan peneduh untuk memberikan kenyamanan, pohon juga dapat sebagai

pembatas dan pengaman (safety barrier). Jarak antar pohon yang baik adalah 15

kaki sampai 25 kaki, pada tikungan (corner) berjarak 40 atau 50 kaki. Secara

keseluruhan peletakan jalur hijau dapat dilihat pada gambar peta 5.30.

Gambar 5.30 Peletakan jalur hijau di koridor penelitian

Pada segment pertama jalur hijau di sisi kiri koridor berupa rerumputan dan

beberapa buah pohon seperti terlihat pada gambar 5.31. Jalur hijau di salah satu

sisinya sebagai pembatas antara jalur pejalan kaki dengan jalur kendaraan bermotor.

Sedangkan pada sisi lainnya, jalur hijau sebagian berupa tanaman rumput dan

pepohonan, sebagian lagi berupa pot-pot yang berisi tanaman. Sedangkan pada

ujung koridor tidak memiliki jalur hijau khusus.

Pada segment kedua, di sisi kiri jalur hijau berupa pepohonan yang telah

berumur ratusan tahun seperti terlihat pada gambar 5.32. Sehingga dilestarikan

sampai sekarang. Pohon-pohon ini sebagai peneduh bagi restorant-restorant yang

ada di Merdeka Walk, selain itu sebagai pembatas antara parkir dengan jalur pejalan

kaki yang sekaligus area restoran-restoran.

Gambar 5.32 Suasana jalur hijau di segment kedua

Sedangkan di sisi kanan koridor jalur hijau nyaris tidak ada. Pohon-pohon

yang ada terletak di jalur pejalan kaki. Selain itu ada juga pot-pot bunga yang

diletakkan di jalur pejalan kaki. Di ujung koridor tidak ada jalur hijau karena jalur

Pada segment ketiga tidak ada jalur hijau khusus. Tanaman-tanaman di

letakkan di dalam pot-pot yang menjadi pembatas antara jalur pejalan kaki dengan

jalur kendaraan seperti terlihat pada gambar 5.33.

Gambar 5.33 Suasana jalur hijau di segment ketiga

Secara umum jalur hijau pada koridor ini masih sangat kurang, kecuali

segment dua bersebelahan dengan lapangan Merdeka. Pemerintah Kota tidak

berfungsi sebagai peneduh dan pembatas karena jalur hijau yang ada hanya berupa

jalur dengan lebar 60 cm dan ditanami oleh pepohonan yang tidak rindang. Selain

itu ada juga jalur hijau berupa pot-pot bunga yang disediakan oleh pemilik

bangunan. Hasil kuesioner kepada pejalan kaki 67% (67 orang) menyatakan bahwa

jalur hijau yang ada belum memadai. Hal ini dapat dilihat pada gambar 5.34. Dari

hasil analisa dan kuesioner dapat disimpulkan jika berjalan pada siang hari, akan

terasa panas dan terik jika berjalan di koridor tersebut karena kurangnya pepohonan

yang teduh.

Gambar 5.34 Diagram kebutuhan jalur hijau

5.2.4 Tempat duduk

Salah satu fasilitas sarana pejalan kaki yang dapat menciptakan rasa nyaman

sekaligus menciptakan keindahan pada jalur pejalan kaki adalah tempat duduk.

Menurut Allan Jacob jalur pejalan kaki juga memiliki fungsi yang bersifat rekreatif

sehingga diperlukan bangku-bangku untuk tempat berhenti beristirahat. Hal ini

fungsinya, jalur pejalan kaki yang bersifat rekreatif maka diperlukan

bangku-bangku tempat pemberhentian untuk beristirahat. Sedangkan Burton (2006)

mengemukakan bahwa tempat duduk merupakan salah satu faktor yang penting

dalam membuat suatu jalan terasa nyaman dan mudah digunakan oleh semua

lapisan masyarakat baik tua maupun muda dan masyarakat dengan keterbatasan

fisik. Burton juga mengakatakan bahwa tempat duduk kayu lebih diminati karena

terasa hangat dan lebih nyaman jika diduduki dibandingkan dengan bahan besi

ataupun beton. Lebar tempat duduk yang direkomendasikan adalah 420 mm sampai

440 mm dan tinggi 470 mm sampai dengan 480 mm. Sedangkan peletakannya

setiap 100 m sampai dengan 125 m.

Tetapi di sepanjang koridor lokasi penelitian tidak terdapat tempat duduk

tersebut, padahal lokasi penelitian merupakan kawasan komersil dan wisata.

Khususnya di segment ketiga koridor jl. Ahmad Yani yang merupakan kawasan

wisata sejarah karena masih banyak bangunan-bangunan tua yang berdiri di

sepanjang koridor.

Dari hasil kuesioner pejalan kaki sebagian besar menyatakan fasilitas tempat

duduk kurang memadai dan kurang menarik sehingga jika berjalan di koridor ini

tidak ada lokasi untuk beristirahat ataupun untuk menikmati keindahan

bangunan-bangunan tua bersejarah yang ada khususnya pada segment ketiga. Hasil kuesioner

dapat dilihat pada gambar 5.35 dan 5.36. Direkomendasikan untuk membuat

Gambar 5.35 Diagram kebutuhan tempat duduk

Gambar 5.36 Diagram Keindahan Tempat Duduk

5.2.5 Tempat sampah

Tempat sampah sebagai salah satu dari fasilitas sarana pejalan kaki selain

dapat menciptakan kebersihan juga dapat menciptakan keindahan jika di desain

dengan menarik. Di sepanjang koridor di lokasi penelitian terdapat beberapa tempat

dengan baik tidak mengikuti kebutuhan. Posisinya terkadang menghalangi pejalan

kaki berlalu lalang. Tempat sampah tersebut ada yang disediakan pemerintah ada

juga yang disediakan oleh pemilik gedung atau pemilik bangunan itu sendiri. Untuk

kondisi dan situasi tempat sampah yang ada di segment pertama dapat dilihat pada

gambar 5.37, pada segment kedua dilihat pada gambar 5.38 dan pada segment

ketiga terlihat pada gambar 5.39.

Gambar 5.38 Situasi tempat sampah pada segment kedua

Dari hasil kuesioner pejalan kaki 78% (78 orang) menyatakan bahwa tempat

sampah yang ada masih belum memadai, dan 67% (67 orang) menyatakan tempat

sampah yang ada belum terlihat menarik sehingga tidak menimbulkan kesan yang

indah. Hasil kuesioner ini dapat dilihat pada gambar 5.40 dan 5.41.

Direkomendasikan untuk menambah tempat sampah dan memperhatikan

peletakkannya sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan selain itu tempat sampah

yang ada lebih baik jika didesain dengan menarik untuk meningkatkan citra

kawasan yang indah.

Gambar 5.40 Diagram kebutuhan tempat sampah

5.2.6 Halte Bus

Di sepanjang koridor lokasi penelitian hanya memiliki satu buah halte bus

yaitu di segment pertama seperti terlihat pada gambar 5.42. Burton (2006)

mengemukakan bahwa halte bus lebih baik terbuka dengan sisi transparan atau

jendela yang besar. Memiliki dimensi yang luas, tempat duduk dengan material anti

slip yang tidak terkontaminasi udara panas maupun dingin.

Tetapi halte bus tersebut bukan hanya difungsikan sebagai tempat menunggu

angkutan umum atau bus tetapi sebagai tempat berjualan pedagang kaki lima. Hal

ini telah membuat halte bus tersebut tidak memiliki keindahan lagi dan tidak

menarik. Sehingga tidak banyak masyarakat yang menggunakan halte bus tersebut.

Sedangkan dari hasil kuesioner yang disebarkan kepada 100 orang responden

diperoleh hasil 67% (67 orang) menyatakan kurang memadai dan 56% (56 orang)

menyatakan halte bus yang ada kurang menarik. Hasil kuesioner dapat dilihat pada

gambar 5.43 dan 5.44. Dari hasil kuesioner dan observasi yang dilakukan dapat

disimpulkan bahwa fasilitas halte bus yang ada kurang memadai dan tidak menarik

dari segi desainnya sehingga direkomendasikan untuk penambahan dan peletakan

halte bus disesuaikan dengan kebutuhan yang ada.

Gambar 5.43 Kebutuhan halte bus

5.2.7 Telepon umum

Di sepanjang koridor lokasi penelitian secara keseluruhan hanya memiliki dua

buah boks telepon umum yaitu pada segment pertama seperti terlihat pada gambar

5.45. Burton (2006) mengemukakan bahwa fasilitas telepon umum sebaiknya

terbuka ataupun pintu yang mudah dibuka tutup dan mudah dipergunakan oleh

semua kalangan termasuk masyarakat dengan keterbatasan.

Gambar 5.45 Kondisi telepon umum di lokasi penelitian

Dari hasil kajian diketahui bahwa telepon umum merupakan salah satu

fasilitas sarana pejalan kaki yang dapat menciptakan keindahan dan juga dibutuhkan

oleh pejalan kaki sebagai sarana telekomunikasi darurat. Hasil kuesioner kepada

para pejalan kaki didapat 94% (94 orang) menyatakan bahwa fasilitas telepon umum

Penyebab minimnya fasilitas telepon umum kemungkinan dikarenakan

masyarakat memandang tidak perlu adanya fasilitas tersebut dimana sebagaian besar

masyarakat telah banyak yang menggunakan telepon genggam. Sehingga

direkomendasikan perlu adanya penambahan telepon umum disesuaikan dengan

fasilitas yang ada.

BAB VI

Dokumen terkait