• Tidak ada hasil yang ditemukan

Timbangan diambil dari kata imbang yang artinya banding, timbangan, imbangan. Menimbang tidak boleh berat sebelah (Sugono, 2008: 1706). Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa penimbangan adalah kegiatan yang kita lakukan untuk menimbang, sedangkan alat yang bisa kita pakai untuk menimbang adalah timbangan. Timbangan adalah alat yang kita gunakan untuk menentukan berat benda atau barang yang sesuai dengan ukurannya. Timbangan mencerminkan sikap kejujuran dan keadilan, apabila praktik penimbangan kita sesuai maka hasil akhir kitapun akan baik. 2. Macam-macam timbangan

a. Timbangan bukan otomatis adalah timbangan yang dalam proses penimbangannya dilakukan oleh operator secara langsung (misal dengan menaruh atau menurunkan barang yang ditimbang dari atau ke penerima muatan dan untuk mendapatkan hasilnya). b. Timbangan berskala adalah timbangan yang memberikan

penunjukan langsung hasil penimbangannya, baik secara keseluruhan maupun sebagian.

b. Timbangan elektronik adalah timbangan yang dilengkapi dengan peralatan elektronik.

c. Timbangan otomatis adalah timbangan yang dengan penunjukan kedudukan keseimbangan diperoleh secara langsung tanpa bantuan operator ataun orang lain.

d. Timbangan mekanik adalah timbangan yang berskala kontinyu atau yang tidak berskala yang seluruh komponennya tersusun dan bekerja secara mekanik (Undang-Undang No.2 Tahun 1981 tentang Metrologi legal).

3. Dasar hukum timbangan dalam Islam

Manusia diberi kebebasan untuk memilih jalan hidupnya sendiri sendiri termasuk dalam mencari rizki, dan sebagian besar manusia melakukan kegiatan muamalah atau berdagang dimana kegiatan berdagang tersebut harus melihat ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan sesuai dengan syariat. Jual beli atau berdagang sangat disukai oleh Nabi namun, dalam berdagang harus memiliki prinsip jujur dan adil seperti firman Allah SWT didalam Surat Ar-Rohman ayat 9















“Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah mengurangi neraca itu”.

Penjelasan dari ayat diatas adalah bahwa kita dalam melakukan kegiatan jual beli maupun berdagang tidak diperbolehkan untuk melakukan kecurangan mengurangi timbangan, baik barangnya, ukurannya maupun berat timbangannya. Ayat diatas menjelaskan bahwa kita diharuskan atau diwajibkan untuk mengukur, menakar, dan

menimbang dengan ukuran dan takaran yang pas, dan menegakkan timbangan ukuran dengan benar dan tepat.

Kecurangan dan ketidakjujuran dalam mengukur dan menimbang menjadi hal yang sangat memprihatinkan dan merugikan orang banyak, ketentuan dan juga akibat orang yang tidak jujur dalam timbangan sudah diatur dalam Al-Qur’an surat Al-Muthofifin ayat 1-7















































































Kecelakaan besarlah bagi orang yang curang. (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang-orang lain mereka minta dipenuhi,. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa Sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, Pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam. Sekali-kali jangan curang, karena Sesungguhnya kitab orang yang durhaka tersimpan dalam sijjin

Dari ayat diatas sudah sangat jelas bahwa berbuat curang dalam timbangan sangat dilarang oleh agama, ancaman dan akibatnya yang kita terima apabila berbuat curang juga dijelaskan, maka takar dan timbanglah barang sesuai dengan beratnya, jangan ada kecurangan karena hukumannya sangat menyakitkan.

4. Prinsip-prinsip adil dalam berdagang

Ada beberapa prinsip yang dijadikan landasan dalam berdagang dan berusaha diantaranya (Arifin, 2005: 131). :

a. Prinsip tauhid prinsip ini merupakan prinsip pokok dari segala sesuatu, karena didalamnya terkandung perpaduan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslimin baik dalam bidang ekonomi, politik sosial dan lain sebagainya menjadi satu.

b. Prinsip keseimbangan ( keadilan)

Prinsip keseimbangan ini berisikan ajaran keadilan yang merupakan salajh satu prinsip dasar yang harus dijadikan pegangan oleh semua orang. Ikatan antara keadilan dengan kehidupan manusia yang tak lain yaitu untuk menciptakan keharmonian kehidupoan yang berjalan sesuai dengan hukum alam dan syari’at Islam yang diperintahkan Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW.

c. Prinsip pertanggungjawaban

Sebagai manusia, yang merupakan seorang makhluk individu maka bertanggung jawab akan dirinya sendiri dan sebagai makhluk sosial dia bertanggung jawab untuk orang yang berada disekitarnya dan masyarakat.

d. Prinsip kebenaran

Dalam lingkup usaha kebenaran dimaksudkan sebagai niat awal, sikap, dan juga tingkah laku yang benar dan luput dari kesalahan.

Misalkan dalam proses jual beli maka ketika kita menimbang suatu barang, berat barang dan timbangan haruslah sama dan tidak boleh kurang.

5. Pengertian adil

Adil menurut bahasa yaitu sama sesuai dengan porsi dan kebutuhan masing-masing, tidak berat sebelah, tidak memihak maupun menyamakan satu dengan yang lain, meletakkan sesuatu sesuai tempatnya, dan tidak memihak kepada yang benar (Sugono, 2008: 6).

Adil menurut istilah yaitu seimbang atau tidak memihak dan memberikan hak kepada orang yang berhak menerimanya tanpa ada pengurangan, dan meletakkan segala urusan pada tempat yang sebenarnya tanpa ada aniaya, selanjutnya mengucapkan kalimat yang benar tanpa ada yang ditakuti kecuali Allah SWT. Selanjutnya menetapkan suatu kebenaran terhadap dua masalah atau beberapa untuk dipecahkan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh syariat Islam. Dengan begitu perbuatan adil yaitu suatu tindakan berdasar kepada kebenaran, bukan mengikuti kehendak hawa nafsu pribadi. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 8 yang artinya:























































Hai orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Penjelasan dari ayat diatas yaitu bahwa kita sebagai manusia dan makhluk Allah diharuskan untuk selalu bersikap adil dimanapun kita berada dan dalam keadaan apapun, karena Allah selalu mengetahui apa yang kita pikirkan dan yang kita kerjakan.

Dalam hadist juga diterangkan akan pentingnya bersikap adil dalam transaksi jual beli yaitu sebagai berikut:

Telah menceritakan kepada kami 'Ubaidullah bin Mu'adz, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Simak bin Harb, telah menceritakan kepadaku Suwaid bin Qais, ia berkata; aku dan Makhramah menyambut jenis pakaian dari sutera yang datang dari Hajar menuju Mekkah, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendatangi kami dengan berjalan kaki kemudian beliau menawar beberapa celana panjang dari kami kemudian kami menjualnya kepada beliau, dan disana terdapat tukang penimbang yang melakukan penimbangan dengan diberi diupah. Kemudian beliau berkata kepada tukang penimbang tersebut: "Timbanglah dan penuhilah (sempurnakanlah) timbangan.." telah menceritakan kepada kami Hafshah bin Umar dan Muslim bin Ibrahim secara makna hampir sama. Mereka berdua berkata; telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Simak bin Harb dari Abu Shafwan bin 'Umairah, ia berkata; aku datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di Mekkah sebelum beliau berhijrah, -ia menceritakan dengan hadits ini dan tidak menyebutkan; menimbang dengan diberi upah. Abu Daud berkata; hadits tersebut diriwayatkan oleh Qais, sebagaimana yang dikatakan Sufyan. Dan perkataan yang benar adalah perkataan Sufyan. Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Rizmah; aku mendengar ayahku berkata; seorang laki-laki berkata kepada Syu'bah, Sufyan telah menyelisihimu. Engkau telah melukaiku, telah sampai kepadaku khabar dari Yahya bin Ma'in, ia berkata; seluruh orang yang menyelisihi Sufyan, maka perkataan yang benar adalah perkataan Sufyan. Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Hanbal, telah menceritakan kepada kami Waki' dari Syu'bah ia berkata; Sufyan lebih hafal dariku (H.R. ABU DAUD nomor 2898 dalam Sunan Abu Daud Lidwa Pustaka i-Software). 6. Macam macam perilaku adil

Berlaku adil dapat dikelompokkan menjadi empat bagian diantaranya yaitu: (Haroen, 2007:115).

a. Berlaku adil kepada Allah SWT, adalah menjadikan Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan yang memiliki kesempurnaan. Misal tidak menyembah yang lain atau berbuat syirik.

b. Berlaku adil kepada diri sendiri, adalah menempatkan diri pribadi pada tempat yang baik dan benar.

c. Berlaku adil pada orang lain, adalah menempatkan orang lain pada tempat yang sesuai, dan memberikan hak orang lain dengan jujur tanpa merugikan orang lain. Misal dalam menakar timbangan antara berat dan barang haruslah sama. d. Berlaku adil kepada makhluk lain, adalah memperlakukan

makhluk Allah yang lain dengan layak sesuai dengan ajarannya dan tidak menyakitinya atau merusaknya.

Kewajiban berlaku adil

Sebagai manusia ciptaanNya kita diperintahkan untuk senantiasa bertakwa dan berbuat adil dalam segala aspek. Sesuai dengan gambaranNya bahwa Allah mencintai orang-orang yang berbuat adil. Dan dalam firman Allah surat An-Nahl ayat 90:













artinya: sesungguhnya allah memerintahkan berbuat adil dan baik. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk meminimalisir kecurangan yang dilakukan pedagang adalah dengan melakukan tera dan tera ulang, dimana kegiatan tersebut dimaksud agar tidak ada pihak yang dirugikan dan juga pedagang melakukan kegiatan berdagangnya dengan adil dan jujur. Untuk lebih jelasnya apa yang dimaksud dengan tera dan tera ulang akan dijelaskan dibawah ini:

7. Pengertian tera dan tera ulang a. Pengertian tera

Tera (menera) adalah menandai dengan tanda tera yang sah atau tanda tera batal yang berlaku, atau memberikan keterangan-keterangan tertulis yang bertanda tera yang sah atau tanda tera batal yang berlaku, dilakukan oleh pegawai-pegawai yang berhak melakukannya berdasarkan pengujian yang dijalankan pada alat alat ukur, timbang, takar, dan perlengkapannya yang belum dipakai.

Tera ulang adalah menandai ulang dengan tanda tera yang sah atau tanda tera batal yang berlaku, atau memberikan keterangan-keterangan tertulis yang bertanda tera yang sah atau tanda tera batal yang berlaku, dilakukan oleh pegawai-pegawai yang berhak melakukannya berdasarkan pengujian yang dijalankan pada alat alat ukur, timbang, takar, dan perlengkapannya yang belum dipakai. dilakukan setiap satu tahun sekali (https://www.academia.edu/ 20131823/ Tera dan Kalibrasi? auto=download, diakses 6 desember 2017, pukul 6.48).

b. Unsur unsur tera (menera)

1. Menandai atau membubuhi atau mengecap

2. Tanda tera sah atau batal atau surat sebagai pengganti tanda tera sah atau tanda batal yang berlaku

4. Atas hasil pengujian

5. UTTP yang belum atau sudah dipakai

c. Peraturan perundang undangan yang mengatur tentang timbangan yaitu Undang Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1981 tentang metrologi legal .

Selanjutnya, Pasal 12 Bab keempat dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 1981 tentang metrologi legal menjelaskan bahwa Setiap pedagang yang memiliki alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannaya yang wajib ditera dan ditera ulang. Kemudian, Pasal 13 menjelaskan tentang Pengujian dan pemeriksaan alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya, pelaksanaan serta jangka waktu dilakukan tera dan tera ulang, tempat-tempat dan daerah-daerah dimana dilaksanakan tera dan tera ulang alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya

Pasal 14 menjelaskan tentang apabila semua alat-alat, ukur, takar seperti yang disebutkan di pasal 12 pada saat tera dan tera ulang tidak memenuhi syarat dan ada yang tidak mungkin diperbaiki lagi, dapat dirusak sampai tidak dapat digunakan lagi, dan yang merusak adalah pegawai yang berhak menera atau menera ulang. Kemudian, tata cara pengrusakan alat-alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya mengikuti pegawai yang berhak tera. Pasal 15 menjelaskan tentang pegawai yang berhak menera atau menera ulang berhak juga menjustir alat-alat ukur, takar, timbang, dan

perlengkapannya yang akan diajukan untuk ditera atau ditera ulang apabila alat ukur tersebut belum memenuhi syarat-syarat. Pasal 16 menjelaskan tentang berapa biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan tera atau tera ulang.

Selanjutnya pasal 19 bab kelima dalam Undang-Undang No 2 Tahun 1981 menjelaskan bahwa tanda tanda tera dalam sidang tera atau tera ulang sebagai berikut:

1. Tanda sah yang dibubuhkan atau dipasang pada alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya yang disahkan pada waktu ditera atau tera ulang.

2. Tanda batal yang dibubuhkan pada alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya yang dibatalkan pada waktu tera maupun tera ulang.

3. Tanda jaminan yang dibubuhkan atau dipasang pada bagian-bagian tertentu dari alat-alat ukur, takar, timbang atau perlengkapannya yang sudah disahkan untuk mencegah penukaran dan atau perubaahan.

4. Tanda daerah dan tanda pegawai yang berhak menera dibubuhkan atau dipasang pada alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya, agar dapat diketahui dimana daerah itu tinggal dan oleh siapa peneraan dilakukan.

Kesadaran hukum merupakan sikap atau perilaku mengetahui atau mengerti dan taat pada aturan serta perundang-undangan

yang ada. Jadi kesadaran dapat diartikan sebagai sikap atau perilaku mengetahui dan mengerti dan taat pada aturan yang berlaku , oleh karena itu suatu aturan wajib untuk dilaksanakan serta ada sanksi bagi yang melanggarnya (Ahmad, 2009: 298). Terkait dengan kewajiban tera ulang yang mana merupakan kewajiban yang harus dijalankan. Apabila tidak menjalankan, maka bagi pelanggar akan dikenai sanksi.

BAB III

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Pasar Tradisional Salatiga

Kota salatiga merupakan salah satu Kota Madya di Provinsi Jawa Tengah. Kota dengan Luas 56.781 km², dan terletak pada astronomi antara 1100.27’. 56581”-1100.32’ 4.64” BT 0070.17- 17’.23”LS. Pada awalnya Kota Madya Salatiga hanya terdiri dari satu Kecamatan yaitu Kecamatan Salatiga. Namun, seiring dengan adanya pemekaran wilayah, Kota Salatiga mendapatkan beberapa tambahan daerah yang berasal dari Kabupaten Semarang. Hingga sekarang secara administratif Kota Salatiga terdiri dari 4 Kecamatan dan 22 Kelurahan.

Kemudian Salatiga memiliki 12 Pasar Tradisional diantaranya, Pasar Banyuputih, Pasar Jetis, Pasar Andong, Pasar Rejosari, Pasar Blauran I, Pasar Blauran II, Pasar Raya I, Pasar Raya II, Pasar Loak Shoping Centre, Pasar Sayangan, Pasar Eks. Hasil Bumi, Pasar Cengek.

Secara keseluruhan Pasar Tradisional di Kota Salatiga pernah mengalami beberapa kali regulasi. Sekitar tahun 1980 – 1998 dimana dari kantor pasar menjadi kantor yang berbentuk UPTD (Unit Pengelolaan Tingkat Daerah) yang menginduk di bawah naungan DIPENDA (Dinas Pendapatan Daerah). Yang kemudian terjadi regulasi lagi pada tahun 2011 menjadi Kantor Pasar dan kembali menjadi Dinas Paasar yang kemudian menginduk ke DISPERINDAGKOP (Dinas Perindustrian, Perdagangan, Perdagangan, Koperasi) dan UMKM. Kemudian pada Februari 2012,

Disperindagkop khususnya pada bidang Pasar dihapuskan atau ditiadakan dan kembali lagi menjadi UPTD (Unit Teknis Dinas), karena banyaknya jumlah pasar tradisional di Kota Salatiga akhirnya terbagi menjadi 4 UPTD. Adapun sistem pengelolaannya yaitu :

UPTD I Pasar Raya I, Pasar Ayam, dan Bagi Hasil UPTD II Pasar Buah, Pasar Raya II, Pasar Shoping, dan

Pasar Loak Shoping

UPTD III Pasar Blauran I, Pasar Blauran II, Pasar Sayangan.

UPTD IV Pasar Rejo Sari, Pasar Andong, Pasar Banyuputih, pasar Cengek, dan Pasar Jetis. Sumber: wawancara dengan petugas UPTD III 5 Januari 2018

B. Gambaran Umum tentang Pasar Blauran 1

Pasar Blauran merupakan Pasar Tradisional yang dibangun pada tahun 2005, yang dibangun oleh dana APBD, tetapi ternyata bangunan itu tidak representatif untuk dijadikan pasar. Bangunan tersebut memiliki banyak tiang-tiang penyangga di dalam bangunan tersebut sehingga pasar menjadi terkesan gelap dan kumuh yang mengakibatkan para pembeli enggan berbelanja. Dari hal tersebut memberikan dampak yang kurang menyenangkan bagi para penjual, sehingga banyak penjual yang memilih untuk keluar dan berjualan di luar pasar tersebut dan hanya beberapa pedagang yang masih menempati pasar tersebut. Dan para pedagang yang

keluar dari pasar tersebut berjualan disepanjang jalan disekitar jalan pahlawan,

Tahun 2016, kepala Dinas Perdagangan (Bapak Mutho’in) mengusulkan alokasi dana tugas pembantuan kepada pemerintah pusat namanya Departemen Koperasi yang kemudian dapat dana bantuan sebesar 900 juta untuk membangun pasar Blauran. Kemudian pada tahun 2017 dibangunlah Pasar Blauran yang menghasilkan bangunan yang berbentuk kubah dan terlihat lebih baik dan banyak disukai oleh masyarakat sekitar, yang didalamnya telah ada lubang yang dapat dimasuki sinar matahari masuk ada tatakan pedagang juga sehingga pasar tidak terkesan kumuh lagi. Tanggal 6 Februari 2018 pedagang mulai memasuki Pasar Blauran tersebut. Dan mulai tanggal 6-8 Februari 2018 mulai ditempati dan diresmikan (hasil wawancara dengan Bapak Danus Kepala Bidang Pasar Kota Salatiga tanggal 7 Januari 2018).

Dengan dibangunnya Pasar yang baru semoga memberikan kenyamanan dan kemudahan untuk para pedagang dan juga pembeli dalam melakukan transaksi jual beli. Kepala Dinas Perdagangan bapak Muhto’in menghimbau agar para pedagang dalam berjualan bisa tertib dan nyaman sehingga membawa berkah serta manfaat untuk kita semua, Pasar yang sekarang ini dibuat lebih lebar sehingga memudahkan para pembeli untuk melakukan aktifitas di pasar tersebut.

Foto Pasar Blauran C. Struktur organisasi

D. Tempat pelaksanaan

Tempat pelaksanaan untuk sidang tera ulang dilakukakan di luar laboratorium kemetrologian atau untuk sidang tera ulang di Pasar Blauran Salatiga ini dilakukan di area terbuka dan luas dan masih berada di area Pasar Blauran (hasil wawancara dengan mas Ardian tanggal 7 Januari 2018).

E. Pelaksanaan Tera Ulang di Pasar Blauran

Timbangan meja termasuk timbangan yang memiliki jangka waktu tera ulang satu tahun. Maka pelaksanaan tera ulang pada timbangan meja juga dilakukan setiap satu tahun sekali berdasarkan masa berlaku tanda tera yang dicapkan.

Pelaksanaan tera ulang timbangan merupakan kewajiban bagi pedagang, terutama yang digunakan untuk menimbang dalam menjalankan kegiatan usahanya di pasar untuk berjualan (Zaid, 2005: 20). Timbangan yang paling banyak digunakan di pasar Blauran adalah timbangan meja beranger, dimana timbangan meja beranger tersebut untuk penunjukannya tidak otomatis, dalam penunjukan keseimbangannya sepenuhnya didapat dari bantuan operator atau pedagang. Adapun proses pelaksanaannya sebagai berikut:

1. Proses Tera Ulang

Dalam pelaksanaan tera ulang yaitu dengan memberitahukan kepada seluruh pedagang yang ada di pasar Blauran yang biasanya diumumkan dua smapai tiga hari sebelum pelaksanaan tera dimulai

biasanya diumumkan lewat pengeras suara oleh petugas pasar yang berada di situ dan para petugas tersebut berkeliling untuk mengecek dan memeriksa timbangan para pedagang (hasil wawancara dengan bapak Wisnu Kasi bidang Perdagangan Disdag Tanggal 7 Januari 2018).

Dan untuk biaya sidang tera ditanggung oleh masing masing pedagang dengan beban biaya 50.000- 60.000 ribu satu kali tera (hasil wawancara dengan Bpk Thohwarin pedagang tanggal 5 Januari 2018). Dan ketika nanti ada kerusakan terkait timbangan maka para pedagang itu sendiri membetulkan timbangannya ke reparasi yang telah bekerja sama dengan Dinas Perdagangan, dan untuk biayanya menjadi tanggungan para pedagang itu sendiri (hasil wawancara dengan mas Ardian petugas tera tanggal 9 Januari 2018).

Sidang tera ini bertujuan agar timbangan para pedagang menjadi sempurna dan akurat, sehingga baik pedagang maupun pembeli sama-sama diuntungkan dan tidak kecewa atau rugi.

Teknis pelaksanaan sidang tera ini yaitu para pedagang langsung membawa timbangan mereka sendiri ke lokasi sidang tera, dan disana dicek semua kondisi dari timbangan itu sendiri. Apabila timbangan itu masih bagus dan baik maka, timbangan itu akan diberi tanda tera sah sesuai dengan tanggal, tahun, dan peneranya. Namun, apabila timbangan itu mengalami kerusakan yang bisa dibetulkan oleh si penera, timbangan tersebut akan dibetulkan pada saat diperiksa. Dan bila timbangan itu sudah tidak layak dipakai lagi atau sudah diperbaiki

tapi masih tidak berfungsi, maka timbangan tersebut diberi tanda tera batal dan tidak boleh digunakan lagi untuk menimbang atau berjualan (hasil wawancara dengan mas Ardian petugas Tera tanggal 9 Januari 2018).

2. Waktu Pelaksanaan Tera Ulang

Untuk waktu pelaksanaan tera ulang biasanya dilakukan setiap 1 (satu) tahun sekali sesuai dengan masa tanda yang berlaku, karena untuk timbangan meja masa berlakunya 1 (satu) tahun maka setelah itu dilakukan tera ulang lagi. Dan pelaksanaannya diambil pada catur wulan III dan lamanya tera bisa beberapa hari sampai beberapa minggu, karena nanti harus bergantian mengingat petugas yang diperbolehkan untuk melakukan tera terbatas (hasil wawancara dengan mas Ardian petugas tera tanggal 9 Januari 2018).

3. Petugas Tera Ulang

Anggota dalam pelaksanaan tera ulang ini berjumlah 21 orang yang sesuai dengan keputusan Walikota Salatiga Nomor 900/131/SK/2015 Tentang TIM PENDATAAN ALAT UKUR TAKAR TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA PADA KEGIATAN PENGEMBANGAN KAPASITAS PRANATA PENGUKURAN STANDARISASI PENGUJIAN DAN KUALITAS KOTA SALATIGA TAHUN 2015 (hasil wawancara dengan mba oktavia petugas UPTD III tanggal 27 Maret 2018).

4. Hasil dari pelaksanaan tera ulang

Setelah dilakukan tera ulang pada timbangan meja oleh para petugas dan dicek semua kondisi timbangannya, maka untuk timbangan yang kondisinya masih bagus akan diberi cap atau tanda oleh petugas yang menera dengan tanda tera sah, tahun peneraan, kota atau daerah pelaksanaan tera itu, dan inisial nama dari orang yang menera itu. Jadi, apabila nanti habis peneraan kondisi bagus, akan tetapi setelah beberapa hari mengalami ketidak cocokan maka, petugas tera yang ada di tanda timbangan tersebut yang akan bertanggungjawab (hasil wawancara dengan Mas Ardian tanggal 15 Januari 2018).

Namun apabila timbangan tersebut sudah rusak atau tidak layak

Dokumen terkait