• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP RESPON PEDAGANG BUAH DALAM PELAKSANAAN TERA ULANG TIMBANGAN MEJA DI PASAR BLAURAN SALATIGA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP RESPON PEDAGANG BUAH DALAM PELAKSANAAN TERA ULANG TIMBANGAN MEJA DI PASAR BLAURAN SALATIGA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP RESPON

PEDAGANG BUAH DALAM PELAKSANAAN TERA ULANG

TIMBANGAN MEJA DI PASAR BLAURAN SALATIGA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh :

TUGINI

NIM. 21413037

FAKULTAS SYARI’AH

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH

(2)

NOTA PEMBIMBING

Lamp : 4 (empat) eksemplar

Hal : Pengajuan Naskah Skripsi

Kepada Yth.

Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga

Di Salatiga

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa:

Nama : Tugini

NIM : 21413037

Judul : PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP RESPON PEDAGANG BUAH DALAM

PELAKSANAAN TERA ULANG TIMBANGAN MEJA DI PASAR BLAURAN SALATIGA

dapat diajukan kepada Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga untuk diujikan dalam sidang munaqasyah.

Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan sebagaimana mestinya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Salatiga, 29 Maret 2018 Pembimbing

(3)

KEMENTERIAN AGAMA RI

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

Jl. Nakula Sadewa No. 09 Telp (0298) 323706, 323433 Salatiga

Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: administrasi@iainsalatiga.ac.id

PENGESAHAN

Skripsi Berjudul

PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP RESPON PEDAGANG BUAH DALAM PELAKSANAAN TERA ULANG TIMBANGAN MEJA DI

PASAR BLAURAN SALATIGA Oleh:

Tugini NIM: 21413037

Telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Fakultas Syari’ah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari Senin, tanggal 02 April 2018, dan telah dinyatakan memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana dalam hukum Hukum (SH).

Dewan Sidang Munaqasyah

Ketua Sidang : Dr. H. Muh. Irfan Helmy, Lc., M.A.

Sekertaris Sidang : Drs. Badwan, M. Ag.

Penguji I : Evi Ariyani, M. H

Penguji II : Sukron Ma’mun, M. Si

Salatiga, 05 April 2018 Dekan Fakultas Syariah

(4)

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

DAN

KESEDIAAN DIPUBLIKASIKAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Tugini

NIM : 21413037

Jurusan : Hukum Ekonomi Syari’ah Fakultas : Syari’ah

Judul Skripsi : PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP RESPON PEDAGANG BUAH DALAM PELAKSANAAN TERA ULANG TIMBANGAN MEJA DI PASAR BLAURAN SALATIGA

Menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Skripsi ini diperbolehkan untuk di Publikasikan oleh Perpustakaan IAIN Salatiga

Salatiga, 29 Maret 2018 Yang menyatakan

Tugini

(5)

MOTTO

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah

selesai dari suatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain.”

(QS Al-Insyiroh : 6-7)

“Bekerjalah engkau seakan hidup seribu tahun lagi, dan beribadahlah hanya

kepada Allah seolah olah akan mati besok pagi”

(Al hadist)

“Gantungkan cita – citamu setinggi langit! Bermimpilah setinggi langit. Jika

engkau jatuh, engkau akan jatuh diantara bintang - bintang”

(Ir. Soekarno)

“Hidup kaya raya, Mati masuk surga”

(Anonim)

“Sukses adalah ketika mampu menyelesaikan masalah”

(6)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan untuk:

1. ALLAH SUBHANAHU WATA’ALA Yang telah memberikan jalan

kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak (Sumarno Atmojo) dan ibu (Lafifa Widiastuti) tercinta yang telah

memberikan do’a, inspirasi, motivasi, dorongan, perhatian, dan bantuan

disetiap langkahku dalam mewujudkan cita-citaku ini.

3. Bapak (alm) Damiri dan ibu Sutiyem, orang tua kandung saya tercinta yang

telah membesarkan aku dengan penuh kasih sayang serta menggenggam Do’a

disetiap langkahku, walaupun kita tidak tinggal bersama, namun inilah wujud

dari salah satu do’amu.

4. Bapak Drs. Badwan, M. Ag selaku Dosen Pembimbing yang selalu

memberikan saran, pengarahan, dan masukan sehingga skripsi dapat selesai

dengan maksiaml sesuai dengan yang diharapkan.

5. Sahabat – sahabat, adik-adik, dan seluruh keluarga besar di P.A. SAHAL-SUHAIL yang telah memacu semangat belajarku dengan iringan do’a disetiap

langkahku.

6. Sahabat – sahabat seperjuanganku Hukum Ekonomi Syari’ah angkatan 2013

yang selalu memberikan warna dalam menempuh pemndidikan di IAIN

(7)

Kata Pengantar

Rasa syukur yang dalam penulis sampaikan kepada kehadirat Allah SWT,

karena berkat rahmat – Nya penulisan sekripsi ini dapat penulis selesaikan sesuai

dengan yag di harapkan. Penulis juga bersyukur atas rizki dan kesehatan yang

telah diberikan oleh – Nya, sehingga penulis dapat menyusun penulisan sekripsi

ini.

Shalawat dan salam penulis sanjungkan kepada Nabi, kekasih, spirit

perubahan Rasulullah SAW beserta segenap keluarga dan para sahabat – sahabatnya, syafa’at beliau sangat penulis nantikan di hari pembalasan.

Penulisan Sekripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu persyaratan

guan memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H), Fakultas Syari’ah, Jurusan Hukum

Ekonomi Syari’ah yang berjudul : “Pandangan Hukum Islam Terhadap Respon

Pedagang Buah Dalam Pelaksanaan Tera Ulang Timbangan Meja Di Pasar

Blauran Salatiga”. Penulis mengakui bahwa dalam menyususn penulisan sekripsi

ini tidak dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Karena

itulah penulis mengucapkan penghargaan yang setinggi – tingginya, ungkapan

terima kasih kadang tak bisa mewakili kata – kata, namun perlu kiranya penulis

mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Ibu Dr. Siti Zumrotun, M. Ag, selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN

(8)

3. Ibu Evi Ariyani, M. H, selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah

IAIN Salatiga.

4. Bapak Drs. Badwan, M. Ag, Selaku dosen pembimbing yang selalu

memberikan saran pengarahan dan masukan berkaitan dengan penulisan

sekripsi sehingga dapat selesai dengan maksimal sesuai dengan yang

diharapkan.

5. Ibu Luthfiana Zahriani, M. H, selaku Kepala Lab. Fakultas Syari’ah IAIN

Salatiga yang memberikan pemahaman, arahan dalam penulisan skripsi,

sehingga penulisan skripsi ini bisa saya selesaikan.

6. Bapak dan Ibu Dosen selaku staf pengajar dan seluruh staf administrasi

Fakultas Syari’ah yang tidak bisa penulis sebut satu persatu yang selalu

memeberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

tanpa halangan apapun.

7. Sahabat – sahabatku selama menempuh pendidikan di IAIN Salatiga

Lindut, Intan, Ijah, Diana, Umik, Aenun, mas Mujito, dan mb Yayan yang

selalu memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi.

8. Teman – temanku Dopel, Mumun, yang tidak banyak membantu lebih

banyak merepotkan, tetapi selalu memberikan warna dan dukungannya

untuk menyelesaikan skripsi.

9. Ipin (Diena Surianas Tutie) yang selalu menuruti keinginan saya walaupun

(9)

10.Riyana Gumun, Oviana, Ihah dan faoziyah yang selalu saya ributi dan

ganggu untuk memeberikan lembaran-lembaran skripsi ini ke bapak

dosen.

11.Teman –teman Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah angkatan 2013 di IAIN

Salatiga yang telah banyak memberikan cerita selama menempuh

pendidikan di IAIN Salatiga.

12.Dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu namun

memberikan kontribusi hebat dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan balasan

yang lebih dari yang mereka berikan kepada penulis, agar pula senantiasa

mendapatkan maghfiroh, dan dilingkupi rahmat dan cita-Nya, Amiin.

Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari

sempurna, baik dari segi metodologi, penggunaan bahasa, isi, maupun analisisnya,

sehingga kritik dan saran yang konstruktif, sangat penulis harapkan demi

kesempurnaan penulisan sekripsi ini, sehingga mudah dipahami.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi

penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca.

Salatiga, 29 Maret 2018

(10)

ABSTRAK

Tugini. 2018. Pandangan Hukum Islam Terhadap Respon Pedagang Buah Dalam Pelaksanaan Tera Ulang Timbangan Meja Di Pasar Blauran Salatiga. Skripsi. Fakultas Syari’ah. Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Drs. Badwan, M. Ag.

Kata Kunci: Pandangan Islam, Respon Pedagang, Pelaksanaan Tera.

Pelaksanaan tera ulang sangat dibutuhkan dalam kegiatan ukur mengukur dan takar menakar untuk mengurangi resiko kecurangan, termasuk dalam kegiatan jual beli dan berdagang. Seorang pedagang harus mengikuti sidang tera ulang yang sudah dijadwalkan sesuai dengan aturannya. Sidang tera ulang pedagang membuat peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana pelaksanaan tera ulang pedagang, apa saja kendala yang dihadapi para petugas tera, dan bagaimana pandangan Islam terhadap pelaksanaan tera ulang tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan tera ulang, kendala yang dihadapi serta solusinya, dan pandangan Islam terhadap respon pedagang dalam pelaksanaan tera ulang timbangan meja.

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Research) dengan metode pengumpulan data, observasi, wawancara, dan studi pustaka. Sifat penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan normatif sosiologis dengan cara meneliti bahan – bahan perpustakaan yang merupakan data sekunder, sedangkan penelitian hukum sosiologis/ empiris dilakukan dengan meneliti data primer yang diperoleh secara langsung di lapangan.

(11)

DAFTAR ISI

COVER ... i

NOTA PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penleitian ... 6

D. Telaah Pustaka ... 7

E. Metode Penelitian ... 8

F. Sistematika Penulisan... 11

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan umum tentang jual beli... 12

B. Tinjauan umum tentang timbangan ... 29

BAB III HASIL PENELITIAN A. Deskripsi tempat penelitian ... 41

B. Pelaksanaan Tera Ulang Pedagang Buah di Pasar Blauran Salatiga ... 45

(12)

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP RESPON PEDAGANG BUAH DALAM PELAKSANAAN TERA ULANG TIMBANGAN MEJA DI PASAR BLAURAN SALATIGA ... 53

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 58

B. Saran ... 59

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagai sistem kehidupan, Islam memberikan warna dalam setiap

dimensi kehidupan umat manusia, tak terkecuali dalam urusan

perekonomian. Sistem nilai dalam Islam mendialeksikan nilai nilai

ekonomi dengan nilai aqidah dan etika. Kegiatan ekonomi ini tidak semata

berbasis nilai materi, namun juga terdapat sandaran nilai ibadah

didalamnya (Ghazaly, 2010:12).

Salah satu kegiatan ekonomi yaitu perdagangan dimana kegiatan

itu memiliki peran yang sangat fital dalam kehidupan manusia. Sektor

perdagangan dianggap cukup menjanjikan dalam meningkatkan

kesejahteraan kehidupan manusia. Sektor ini mendatangkan keuntungan

yang realtif besar bagi para pelakunya (Subakti, 2013: 2). Perdagangan

biasanya dilakukan di tempat- tempat yang sering dikunjungi oleh orang-

orang diantaranya pasar, pasar yang merupakan tempat bertemunya

penjual dan pembeli yang selalu ada transaksi didalamnya. Baik itu hanya

sekedar melihat lihat, maupun membeli barang barang yang dibutuhkan.

Pengurangan timbangan merupakan suatu fenomena yang terjadi

dalam dunia bisnis atau perdagangan. Fenomena ini terjadi sejak zaman

dahulu dan berlanjut hingga sekarang. Lihat saja di pasar- pasar yang ada.

Tidak sedikit para pedagang yang mengurangi timbangan. Para pedagang

(14)

timbangan-timbangan tradisional, cara mengurangi timbangan-timbangan biasanya dilakukan

dengan mengganjal timbangan tersebut sehingga memberikan pengukuran

yang lebih berat dari berat barang sebenarnya. Mereka memang

mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda yaitu dari keuntungan harga

barang dan keuntungan jumlah atau berat barang yang dikurangi. Tapi hal

itu tentu saja sangat merugikan konsumen atau pembeli. Ini adalah

fenomena yang memperihatinkan sekaligus merusak.

Islam sangat mengutamakan kebaikan dalam bisnis. Karena semua

kecurangan dalam bisnis diharamkan. Dan salah satu kecurangan yang

diharamkan itu adalah mengurangi timbangan. Sehingga pembeli

dirugikan karena tertipu oleh sang penjual. Pembeli menerima barang

tidak sesuai dengan ukuran yang semestinya.

Di pasar- pasar tradisional banyak ditemukan pedagang yang

melakukan kecurangan dalam mengukur, menakar, atau menimbang

barang. Banyak pedagang yang menggunakan takaran dan timbangan

“bermain” dalam menggunakan alat-alat ini demi mendapatkan

keuntungan yang berlipat-ganda. Kecurangan yang dilakukan baik dalam

bentuk penggunaan alat-alat yang tidak layak lagi maupun “bermain”

dalam isi atau berat bersih. Berat barang yang seharusnya satu kg (seberat

10 ons), misalnya, ternyata setelah ditimbang kembali hanya sekitar

(15)

tradisional. Di sisi lain, Islam telah memberikan aturan tentang masalah

takaran dan timbangan ini.

Yang menjadi prihatin adalah kurangnya kesadaran dari pedagang

akan kerugian atau akibat yang diterima bagi para pembeli dengan perilaku

yang dilakukannya, padahal pemerintah sendiri telah melakukan berbagai

cara untuk meminimalisir hal tersebut dengan mengadakan sidang tera

ulang bagi seluruh pedagang yang ada di pasar, namun hanya sebagian

diantara mereka yang melakukan yang lainnya lebih baik diam dan masa

bodoh.

Sidang tera tersebut dilakukan oleh Dinas Perdagangan didampingi

oleh petugas baik dari Pasar maupun Balai Metrologi, yang mana apabila

para pedagang sudah melakukan sidang tera maka akan dibubuhi cap tanda

tera yang sah, kegiatan sidang tersebut dilakukan setiap satu tahun sekali.

Dalam Alquran disebutkan secara tegas perintah untuk

menyempurnakan takaran secara adil, sekaligus ancaman bagi orang yang

melakukan kecurangan. Terdapat norma bahwa setiap muslim harus

menyempurnakan takaran dan timbangan secara adil, dan itu disebutkan

secara berulang-ulang. Surat Al Isra’: 35 menyebutkan perintah untuk

bagus dalam takaran atau timbangan,

(16)

Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.” (QS. Al Muthoffifin: 1-3).

Kalimat Al Muthoffifin ditafsirkan dengan ayat selanjutnya, yaitu

mereka yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta

dipenuhi secara sempurna, tanpa boleh ada kekurangan. Namun saat

mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka malah

mengurangi. Bisa jadi dengan alat takaran atau timbangan yang mereka

curangi. Mereka bisa pula berbuat curang dengan enggan

menyempurnakan takaran atau timbangan, atau semisal itu. Ini sama saja

merampas harta manusia tanpa lewat jalan yang benar.

Jika ancaman bagi yang berbuat curang dalam timbangan-

timbangan atau takaran saja seperti itu, bagaimanakah lagi dengan orang

yang merampas dan mencuri, tentu lebih parah dari Al Muthoffifin.

Demikian penjelasan dari Syaikh As Sa’di dalam kitab tafsirnya.

Ibnu Katsir rahimahullah dalam Tafsir Al Quran Al ‘Azhim

berkata bahwa yang dimaksud dengan Al Muthoffifin adalah berbuat

curang ketika menakar dan menimbang. Bentuknya bisa jadi, ia meminta

(17)

pula, ia meminta untuk dikurangi jika ia menimbangkan untuk orang lain.

Itulah mengapa akibatnya begitu pedih yaitu dengan kerugian dan

kebinasaan. Itulah yang dinamakan wail (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7:

508).

Dalam hadist juga dijelaskan akan pentingnya menyempurnakan

timbangan secara adil dan jujur.

(Telah menceritakan kepada kami 'Abdurrahman bin Bisyr bin Al Hakam dan Muhammad bin Aqil bin Khuwailid keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Ali bin Al Husain bin Waqid berkata, telah menceritakan kepadaku Bapakku berkata, telah menceritakan kepadaku Yazid An Nahwi bahwa Ikrimah menceritakan kepadanya dari Ibnu Abbas ia berkata, "Tatkala Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tiba di Madinah, mereka adalah orang-orang yang paling buruk dalam menimbang. Maka Allah menurunkan ayat: '(Celakalah bagi orang-orang yang curang dalam timbangan) ', Setelah itu mereka berlaku jujur dalam timbangannya." (H.R. IBNUMAJAH nomor 2214 dalam Sunan Ibnu Majah Lidwa Pustaka i-Software).

Fenomena yang terjadi di pasar tradisional seperti diceritakan di

atas, memunculkan permasalahan yang perlu kita waspadai dan

minimalisir. Dan oleh itu penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam

dengan judul “ Pandangan Hukum Islam Terhadap Respon Pedagang Buah

Dalam Pelaksanaan Tera Ulang Timbangan Meja Di Pasar Blauran

(18)

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana Pelaksanaan Tera Ulang pedagang buah di Pasar Blauran

Salatiga?

2. Apa kendala yang dihadapi para Petugas Tera dalam melaksanakan

Tera Ulang Pedagang Buah Di Pasar Blauran Salatiga?

3. Bagaimana Pandangan Hukum Islam terhadap Respon Pedagang

dalam pelaksanaan tera ulang Timbangan Meja di Pasar Blauran

Salatiga?

C. Tujuan dan kegunaan penelitian

1. Tujuan penelitian

a. Untuk mengetahui pelaksanaan tera ulang pedagang buah.

b. Untuk mengetahui kendala apa saja yang dihadapi para petugas

dalam melaksanakan Tera Ulang Pedagang Buah.

c. Untuk mengetahui pandangan Hukum Islam terhadap Respon

Pedagang Buah dalam pelaksanaan Tera Ulang Timbangan Meja

Pasar Blauran Salatiga?

2. Kegunaan penelitian

Dalam penelitian ini penulis mengharapkan bahwa penelitian ini

tidak hanya berguna untuk pribadi tetapi dapat juga berguna bagi

orang lain. Beberapa kegunaan penelitian dapat dirumuskan sebagai

(19)

a. Bagi Akademik

1) Menambah wawasan dan pengetahuan terutama pada penulis

khususnya dan pembaca pada umumnya yang ingin mendalami

permasalahan ini.

2) Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi seluruh civitas

akademika sebagai bahan informasi dan rujukan bagi mereka

yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut.

b. Bagi Praktisi

1) Bagi Dinas Perdagangan Kota Salatiga, dapat dijadikan bahan

tambahan dalam menjalankan sistem sistem yang akan

diterapkan bagi para pedagang dengan baik yang sesuai syariah

Islam.

2) Dapat dijadikan pedoman bagi pedagang untuk lebih jujur dan

berhati hati dalam bersikap dan bertindak.

D. Telaah pustaka

Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang membahas tentang

pelaksanaan tera ulang, anatar lain:

Skripsi yang ditulis oleh Ahmad Supendi Mahasiswa Fakultas

Syari’ah dan Hukum, Universitas Negeri Islam Sultan Syarif Kasim Riau

dengan judul “Pelaksanaan Penimbangan Dalam Jual Beli Buah Kelapa

Sawit Ditinjau Ekonomi Islam”. Dalam tulisannya ia mengatakan bahwa

pelaksanaan penimbangan dalam jual beli tersebut tetap sah, namun sistem

(20)

ekonomi Islam karena dalam penimbangan terdapat kelebihan yang

diambil dengan cara bathil, dan kelebihan tersebut adalah riba dan haram

hukumnya.

Skripsi yang ditulis oleh Rasgi Suyasmas Mahasiswa Fakultas

Hukum Universitas Andalas dengan judul “Pelaksanaan Tera Ulang oleh

Balai Metrologi Di Pasar Tradisional Kota Pariaman dalam Mewujudkan

Perlindungan Konsumen”. Dalam tulisannya ia mengatakan bahwa

pelaksanaan tera ulang berjalan dengan benar dan jujur dengan kesadaran

para pedagang dan penegak hukum akan pentingnya ukuran yang sesuai,

dan ketegasan penegak hukum dalam memberikan sanksi yang menjadi

efek jera bagi pedagang.

Skripsi yang ditulis Suryanata Mahasiswa Fakultas Syari’ah

Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang dengan judul

“Standarisasi Takaran Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum “PASTI

PAS!” Dalam Perspektif Hukum Islam”. Dalam tulisannya ia mengatakan

bahwa SPBU “PASTI PAS!” telah melakukan standarisasi takaran sesuai

dengan aturan yang telah ditentukan, seluruh alatnya telah lolos uji tera

ulang dengan batas toleransi. Dan menurut Perspektif Islam SPBU

“PASTI PAS!” tidak termasuk jual beli yang dilarang.

E. Metode penelitian

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) yang

(21)

kualitatif. Penelitian ini deskriptif analitis adalah suatu penelitian yang

bertujuan untuk membuat deskriptif atau gambaran mengenai

fakta-fakta, sifat- sifat serta hubungan anatara fenomena yang diselidiki

(Nasir, 1999: 63). Sedangkan penelitian kualitatif adalah bertujuan

untuk menghasilkan data deskriptif , berupa kata- kata lisan atau dari

orang- orang dan perilaku yang diamati (Moloeng, 2000: 3). Dalam

penelitian yang diteliti adalah pelaksanan tera ulang, dan kendala yang

dihadapi para petugas tera serta solusi mengatasinya, sedangkan data-

data diperoleh dari pedagang, pegawai dinas perdagangan.

2. Sumber data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari subjek

penelitian dengan menggunakan alat pengambilan data langsung

pada objek sebagai sumber informasi yang dicari (Nata, 2000: 39).

Adapun sumber data primer adalah dari para pedagang buah itu

sendiri dan juga petugas Balai Metrologi Dinas Perdagangan

tentang pelaksanaan tera ulang serta kendala yang dihadapi para

petugas tera.

b. Data sekunder data yang diperoleh secara tidak langsung dari

subjek penelitinya, yaitu di ambil dari undang – undang, buku–

buku, artikel, dan sumber lainnya yang memiliki hubungan dengan

(22)

3. Metode pengumpulan data

1. Observasi yaitu pengamatan yang dilakukan secara sengaja,

sistematis, mengenai fenomena sosial dengan gejala– gejala psikis

untuk kemudian dilakukan pencatatan (Subagyo, 1991: 231). dalam

hal ini penulis melakukan pengamatan di pasar Blauran Salatiga,

timbangan yang digunakan para pedagang dan anak timbangannya,

serta proses penimbangan barang yang dilakukan pedagang pada

saat melayani pembeli.

2. Interview atau wawancara yaitu percakapan dengan maksud

tertentu (Moloeng, 2000: 148). sedangkan jenis interview atau

wawancara yang digunakan oleh penulis adalah jenis pedoman

interview yang tidak terstruktur, yakni pedoman wawancara yang

hanya memmuat garis– garis besar pertanyaan yang akan diajukan

(Arikunto, 1997: 231). dalam hal ini penulis bertanya langsung

kepada Pedagang dan Pegawai Dinas Perdagangan Kota Salatiga.

3. Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal– hal atau variabel

yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, agenda,

dan foto foto yang berkaitan dengan pembahasan (Arikunto, 1997:

206). Dalam hal ini penulis memperoleh data dari buku– buku dan

literatur yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti, dan

foto foto pada saat dilakukan wawancara dengan pedagang maupun

dengan petugas penera, dan pada saat melakukan observasi

(23)

F. Sistematika penulisan

Untuk memberikan kemudahan dalam penyusunan laporan

penelitian ini, maka penulisan skripsi ini disusun dengan sistematika

sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, batasan

masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,

telaah pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II Landasan teori yang terdiri dari tinjauan umum tentang jual

beli, rukun dan syarat jual beli, jual beli yang diperbolehkan,

dan jual beli yang dilarang menurut hukum Islam, dan

tinjauan umum tentang timbangan, tera dan tera ulang.

BAB III Hasil Penelitian dan pembahasan yang terdiri dari deskripsi

Tempat Penelitian, Pelaksanan Tera Ulang.

BAB IV Pandangan Hukum Islam terhadap Respon Pedagang Buah

dalam pelaksanaan Tera Ulang Timbangan Meja di Pasar

Blauran Salatiga.

BAB V Penutup yang berisi kesimpulan yang memuat semua

kesimpulan dari semua pembahasan hasil penelitian yang

telah dilakukan dan saran yang berkaitan dengan hasil

(24)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Umum Tentang Jual Beli

1. Pengertian Jual Beli

Jual beli (al-bay’) secara bahasa adalah memindahkan hak

milik terhadap benda dengan akad saling mengganti dan saling

memiliki (Aziz, 2010: 23).

Jual beli menurut bahasa adalah memberikan sesuatu

karena ada pemberian (imbalan yang tertentu). Menurut istilah jual

beli adalah pemberian harta karena menerima harta dengan ikrar

menyerahkan dan menerima (Ijab dan Qabul) dengan cara yang

diizinkan (Rifai,1976:183). Jual beli adalah tukar menukar barang

dengan adanya barang dan saling ikhlas atau menerima.

Menurut pengertian syari’at jual beli yaitu pertukaran harga

atas dasar saling rela atau memindahkan milik dengan ganti yang

diperbolehkan (Sabiq,1987:45). Secara terminologi ada beberapa

definisi jual beli yang dikemukakan oleh para ulama fikih,

sekalipun substansinya dan tujuan masing masing definisi adalah

sama, yaitu tukar menukar barang dengan cara tertentu dan atau

tukar menukar sesuatu dengan barang yang sama dengan tata cara

yang benar. Jual beli (al-buyyu) adalah pertukaran harta atas dasar

saling rela atau memindahkaan hak milik dengan ganti yang dapat

(25)

Definisi sebagian ulama yang mengatakan bahwa jual

adalah menukar satu harta dengan harta lain dengan cara khusus

merupakan definisi yang bersifat toleran karena menjadikan jual

beli sebagai alat tukar menukar, sebab pada dasarnya akad tidak

harus saling tukar menukar akan tetapi menjadi bagian dari

konsekuensinya, kecuali jika dikatakan seperti:”akad yang

mempunyai sifat saling tukar menukar artinya menuntut adanya

satu pertukaran” (Aziz,2010: 5).

Jual beli secara histori dapat menggunakan dua cara yaitu,

dengan tukar menukar barang (barter) atau dengan jual beli dengan

sistem uang, yaitu alat tukar yang sah menurut hukum (Anshori,

2009: 40).

Menurut Ali Fikri yang dikutip oleh Ahmad (2010:175),

bahwa pendapat dari hanafiah menyatakan jual beli memiliki dua

arti, yaitu:

a. Arti khusus, jual beli adalah menukar barang dengan mata uang

(emas dan perak) dan semacamnya, atau tukar menukar barang

dengan uang atau menukar barang dengan barang dengan cara

yang sesuai dengan syari’at.

b. Arti umum, jual beli adalah tukar menukar harta dengan harta

menurut cara yang khusus, harta mencakup zat barang atau

(26)

2. Dasar hukum jual beli

Dasar hukum pelaksanaan jual beli sudah diatur baik dalam

Al-qur’an maupun As-sunnah diantaranya:

a. Surah Al-Baqarah ayat 275

Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.

b. Surah An-nisa ayat 29







Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan bathil kecuali dengan jalan perniagaan yag berlaku dengan suka sama suka diantara kamu”.

3. Rukun dan syarat jual beli

Dalam jual beli memiliki rukun dan syarat yang harus

dipenuhi agar proses jual beli tersebut dapat sah dan sesuai dengan

syariat. Dalam jual beli ada perbedaan pendapat antara ulama

Hanafiyah dengan Jumhur ulama dalam menentukan rukun dan

syarat jual beli. Rukun jual beli menurut ulama Hanafiyah hanya

satu, yaitu Ijab (ucapan membeli dari pembeli) dan Qabul (ucapan

menjual dari penjual). Menurut mereka yang menjadi rukun dalam

jual beli tersebut adalah kerelaan antara keduanya untuk melakukan

(27)

Jual beli merupakan suatu akad, dan sah apabila sudah

memenuhi rukun dan syarat jual beli. Menurut jumhur ulama

terdapat empat rukun jual beli yang harus dipenuhi yaitu (Hasan,

2004:38).:

a) Orang yang berakad (Adanya penjual dan pembeli).

b) Sighat (lafal Ijab dan Qabul). Ijab adalah perkataan penjual

misal, “saya jual barang ini seharga 20.000”. Qabul adalah

perkataan pembeli misal, “saya beli barang ini seharga

20.000”

c) Ada barang yang diperjualbelikan.

d) Ada nilai tukar pengganti barang.

Adapun syarat syarat jual beli sesuai dengan rukun yang

dikemukakan jumhur ulama diatas adalah sebagai berikut:

(Haroen, 2007: 155).

1) Syarat orang yang berakad

Para ulama fikih sepakat bahwa orang yang melakukan

akad jual beli harus memenuhi syarat:

a) Berakal. Jual beli yang dilakukan oleh anak kecil yang

belum berakal dan orang gila hukumnya tidak sah.

Adapun anak kecil yang mumayyiz, menurut ulama

Hanafiyah, apabila akad yang dilakukan membawa

keuntungan bagi dirinya, seperti menerima hibah,

(28)

b) Yang melakukan akad adalah orang yang berbeda.

Artinya, seorang tidak dapat bertindak dalam waktu

yang bersamaan sebagai penjual dan pembeli.

Misalnya, Mahfud membeli dan menjual barangnya

sendiri, maka akad jual belinya tidak sah.

2) Syarat-syarat yang terkait dengan Ijab dan Qabul

Para ulama berpendapat bahwa unsur utama dari

jual beli yaitu kerelaan atau keikhlasan dari kedua belah

pihak. Kerelaan atau keikhlasan kedua belah pihak dapat

dilihat dari Ijab dan Qabul yang dilakukan. Menurut

mereka Ijab dan Qabul perlu diucapkan dengan jelas dalam

transaksi-transaksi yang mengikat kedua belah pihak,

seperti akad sewa menyewa, jual beli, pinjam meminjam

dan usaha lainnya. Akan tetapi terhadap transaksi yang

mengikat salah satu pihak, seperti wakaf, hibah, dan wasiat

tidak perlu Qabul cukup dengan mengucapkan Ijab saja.

Apabila Ijab dan Qabul sudah diucapkan dalam jual

beli maka kepemilikan barang atau uang sudah berpindah

tangan dari pemilik asalnya. Barang yang dibeli berpindah

tangan menjadi milik pembeli, dan uang atau alat tukarnya

(29)

Maka dari itu, para ulama fikih berpendapat bahwa syarat

Ijab dan Qabul adalah sebagai berikut: (Haroen, 2010:

116).

a) Orang mengucapkan telah baliq dan berakal

b) Qabul sesuai dengan ijab. Misal, penjual berkata: “saya

jual mangga ini dengan harga 10.000, kemudian si

pembeli bilang “saya beli mangga ini dengan harga

10.000. apabila dalam Ijab Qabul tersebut ada yang

tidak sesuai atau sama, maka jual beli tersebut tidak

sah.

c) Ijab Qabul dilakukan dalam satu majelis, yaitu antara

penjual dan pembeli dalam melakukan transaksi berada

ditempat yang sama dan waktu yang sama pula.

Namun seiiring berkembangnya zaman yang semakin maju,

dimana Ijab dan Qabul sekarang tidak diucapkan lagi, melainkan

mereka menggunakan bahasa tubuh dimana sang pembeli

mengambil barang dan kemudian membayar kepada penjual tanpa

ada ucapan menyerahkan dan menerima. Seperti jual beli yang

biasa dilakukan ketika berbelanja di swalayan atau toko toko yang

sistem belanjanya mengambil sendiri. Didalam fikih Islam, jual

beli seperti itu disebut Ba’i Al-Mua’thah karena menunjukkan

(30)

3) Syarat-syarat barang yang diperjualbelikan (ma’qud alaih)

Adapun syarat-syarat yang terkait dengan barang yang

diperjualbelikan diantaranya yaitu:

a) Barangnya harus ada, atau tidak ada ditempat, akan

tetapi penjual tersebut bersedia untuk mengadakan

barang tersebut. Misal Toko Barokah karena kiosnya

kecil tidak dapat menampung stok banyak, oleh

karenanya stok tersebut ditaruh di gudang, dan penjual

tersebut bersedia mengambilkan barang yang

diinginkan pembelinya.

b) Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat untuk manusia.

Oleh karena itu, bangkai, khamr, dan darah, tidaklah

sah menjadi objek atau barang dalam jual beli, karena

menurut syara’ barang atau benda tersebut tidak dapat

bermanfaat untuk manusia muslim.

c) Milik seseorang. Barang yang bukan miliknya atau

belum dimilikinya tidak diperbolehkan untuk diperjual

belikan. Misal menjual ikan yang ada di laut, atau emas

yang masih berada di dalam tanah, karena ikan dan

emas tersebut belum menjadi hak miliknya.

d) Boleh diserahkan pada saat akad berlangsung atau pada

waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak

(31)

4) Syarat-syarat nilai tukar atau harga barang

Unsur terpenting dalam jual beli yaitu nilai tukar

dari barang yang dijualbelikan pada zaman sekarang ini

yaitu uang. Terkait dalam masalah nilai tukar ini para ulama

fikih membedakan menjadi dua yaitu al-tsaman dan al-si’r.

Menurut mereka al-tsaman adalah harga pasar yang berlaku

diantara para penjual penjual secara nyata, dan al-si’r

adalah harga barang yang diterima para pedagang sebelum

mereka menjual kepada konsumen atau pembeli.

Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan

bahwa harga yang diberikan untuk sesama pedagang

harusnya berbeda dengan harga yang akan diberikan kepada

para pembeli. Dalam praktiknya pada zaman sekarang

seperti toko yang melayani pembelian secara grosir dan

eceran harganya harus berbeda.

4. Macam Macam Jual Beli

a) Jual beli yang diperbolehkan

Jual beli yang diperbolehkan menurut syari’at Islam

terbagi menjadi beberapa diantaranya jual beli dilihat dari

hukumnya, ada dua jenis yaitu jual beli yang sah menurut

hukum dan jual beli batal untuk hukum, dan dari segi obyek

benda yang diperjualbelikan, dan dari segi orang atau

(32)

Dilihat dari obyek benda yang diperjualbelikan

diantaranya:

1. Jual beli benda yang kelihatan.

Pada saat melakukan akad jual beli, barang atau benda

yang akan diperjualbelikan harus ada atau terlihat oleh

kedua belah pihak. Seperti kalau membeli buah di

pasar.

2. Jual beli yang disebutkan sifatnya (jual beli as-salam).

Jual beli as-salam adalah jual beli yang proses

pembayarannya tidak langsung diterima atau tidak

tunai, jual beli ini dulunya meminjamkan barang yang

harganya seimbang dengan barang tersebut, maksudnya

perjanjian yang penyerahan barangnya disimpan

terlebih dahulu sampai batas waktu kesepakatan yang

telah ditentukan.

3. Jual beli benda yang tidak ada

Jual beli yang dilarang karena barang atau bendanya

belum diketahui atau belum terlihat dan tidak pasti,

apakah barang tersebut milik sendiri, curian, ataupun

barang titipin, sehingga akan merugikan salah satu

(33)

b) Jual beli yang sah, tapi dilarang

1. Membeli barang dengan harga yang lebih mahal

daripada harga pasar, padahal dia tidak menginginkan

barang tersebut, akan tetapi semata-mata agar orang lain

tidak dapat membeli barang itu.

2. Membeli barang yang sudah dibeli orang lain yang

masih dalam khiyar.

3. Mencegat orang-orang yang datang dari desa di luar

kota, lalu membeli barangnya sebelum mereka smapai

ke pasar dan sebelum mereka mengetahui harga pasar.

Hal tersebut tidak diperbolehkan karena karena dapat

merugikan orang desa yang datang, dan

menngecewakan serta tidak mendukung gerakan

pemasaran karena barangnya tidak sampai pasar.

4. Membeli barang untuk ditahan agar dapat dijual dengan

harga yang lebih mahal, sedangkan masyarakat umum

memerlukan barang tersebut. Hal ini tidak

diperbolehkan karena menimbun barang dilarang oleh

agama.

5. Menjual barang yang berguna, kemudian dijadikan alat

maksiat oleh yang memebelinya.

6. Jual beli yang disertai tipuan. Yang berarti dalam jual

(34)

penjual maupun pembelinya, pada barang ataupun

ukuran dan timbangannya. Semua ulama sepakat bahwa

perbuatan itu sangat tercela dalam agama, menurut akal

pemikiran kita pun tercela.

c) Jual beli yang terlarang

1. Jual beli dengan transaksi riba

Secara umum riba dapat dikelompokkan menjadi dua

macam, yaitu:

(a) Riba Nasi’ah

Nasi’ah artinya penundaan, yaitu riba yang

terjadi dalam suatu transaksi karena adanya unsur

penundaan, baik yang terjadi dalam jual beli

maupun dalam transaksi hutang piutang. Riba

Nasi’ah merupakan jenis riba yang populer pada

jaman jahiliyah. Contoh riba Nasi’ah yang popular

adalah riba yang terdapat dalam qardl (hutang

piutang) yaitu seseorang memberikan qardl kepada

pihak lain sejumlah uang dalam tempo yang

disepakati, dan pihak mustaqrdl (orang yang

berhutang) harus membayar pada waktu yang

disepakati dengan sejumlah tambahan tertentu sesuai

dengan waktu yang disepakati pula (Azzam, 2010:

(35)

(b) Riba Fadhl

Riba Fadhl adalah tambahan pada salah

pertukaran dua barang yang sama saat terjadi tukar

menukar secara tunai. Hal ini biasanya terjadi

dalam suatu transaksi pertukaran atau jual beli, di

mana penjual dan pembeli melakukan akad jual beli

antara barang yang sama (sejenis) tetapi terdapat

perbedaan kuantitas. Riba Fadhl adalah jenis riba

yang diharamkan melalui hadis nabi, contohnya

yaitu apabila seseorang menukar gandum dengan

gandum tetapi tidak sama ukurannya (Azzam, 2010:

218).

2. Jual beli yang mengandung unsur gharar

Setiap transaksi jual beli yang memberi peluang

terjadinya persengketaan, karena barang yang dijual

tidak transparan,atau ada unsur penipuan yang dapat

membangkitkan permusuhan antara dua pihak yang

bertransaksi, atau salah satu pihak menipu pihak lain

dilarang oleh nabi Saw, transaksi yang mengandung

gharar seperti menjual ikan yang masih dalam air,

menjual buah yang masih di pohon dan semua jenis jual

beli yang mengandung unsur ketidaktransparanannya

(36)

3. Jual beli yang mengandung maysir

Istilah maysir (judi) merupakan bentuk objek yang

diartikan sebagai tempat untuk memudahkan sesuatu

karena seseorang seharusnya menempuh jalan

semestinya, walaupun jalan pintas dengan harapan

dapat mencapai apa yang dikehendaki, walaupun jalan

pintas tersebut bertentangan dengan nilai aturan

syari’ah (Nawawi, 2012: 265).

Allah Swt telah melarang segala jenis perjudian.

Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat

90-91:

(37)

4. Jual beli yang mengandung unsur dharar

Salah satu tujuan hukum islam adalah untuk

melindungi jiwa. Maka sebagai umat islam kita harus

mematuhinya karena dengan mematuhi hukum islam

maka berarti kita telah menjaga diri kita. Segala sesuatu

yang diharamkan oleh Allah Swt maka kita harus

tunduk walaupun kita tidak mengetahui secara detail

keburukan atau kemadharatannya. Terkadang sesuatu

yang dapat dilihat oleh orang lain, suatu keburukan

yang tidak terungkap pada suatu masa ternyata dapat

diketahui pada masa sesudahnya (Qardhawi, 2007: 50).

Hal ini bisa kita perhatikan bagaimana Allah Swt

mengharamkan babi. Pada mulanya, umat islam hanya

mengetahui bahwa pengharaman atas babi tersebut

kotor dan menjijikan. Seiring perkembangan zaman

ilmu pengetahuan berhasil mengungkap bahwa di dalam

daging babi tersebut terdapat kuman dan bakteri yang

mematikan (Qardhawi, 2007: 50).

Sebagaimana Allah berfirman dalam Q.S Al-Baqarah

(38)



kepadamu tentang anak yatim, katakalah: "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu bergaul dengan mereka, Maka mereka adalah saudaramu; dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang Mengadakan perbaikan. dan Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Q.S. Al Baqarah:220)

5. Jual beli yang mengandung unsur haram

Pada pembahasan rukun dan syarat jual beli sudah

dijelaskan bahwa tidak boleh melakukan jual beli atas

barang yang haram diperjualbelikan seperti bangkai,

darah, babi dan lain sebagainya. Sebagaimana firman

Allah dalam Q.S Al-Maidah ayat 3:

(39)

adalah kefasikan. pada hari ini[397] orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa[398] karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

6. Jual beli yang mengandung unsur dzulm

kedhaliman merupakan tindakan melampaui batas yangt

sering terjadi dan digunakan seseorang untuk

memperoleh keuntungan yang sebanyak-banyaknya.

Tindakan dengan melakukan kdhaliman untuk

mendapatkan keuntungan ini sering juga disebut dengan

machiavellian yaitu sikap menghalalkan segala cara

asal tujuan bisa tercapai. Kedhaliman (penindasan)

merupakan salah satu hal yang sangat dimurkai dan

diharamkan dalam islam. Bahkan kedhaliman kepada

orang lain tidak akan diampuni Allah sehingga orang

tersebut meminta maaf kepada orang yang didhaliminya

(http://tuntunanislam.com/etika bisnis dalam islam/,

diakses 27 Maret 2018). Larangan berbuat dzulm

diterangkan dalam Al Qur’an surat Al-Baqarah ayat

(40)

Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.(Al Baqarah:279)

7. Jual beli yang mengandung unsur maksiat

Seorang muslim haram menjual atau membeli barang

yang diketahuinya adalah hasil perbuatan maksiat atau

akan digunakan untuk maksiat (Alfaifi, 2010: 270).

Hal ini diperkuat sebagaimana firman Allah dalam Al-

Qur’an surat Al-Maidah ayat 2:

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya. (Q.S. Al Maidah ayat:2)

Jual beli yang sudah dijelaskan diatas dilihat sah, hanya saja

hukumnya haram karena kaidah fikih berikut ini: apabila larangan

dalam urusan muamalat itu karena hal yang diluar urusan muamalat,

(41)

B. Tinjauan Umum Tentang Timbangan 1. Pengertian Timbangan

Timbangan diambil dari kata imbang yang artinya banding,

timbangan, imbangan. Menimbang tidak boleh berat sebelah (Sugono,

2008: 1706). Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa

penimbangan adalah kegiatan yang kita lakukan untuk menimbang,

sedangkan alat yang bisa kita pakai untuk menimbang adalah

timbangan. Timbangan adalah alat yang kita gunakan untuk

menentukan berat benda atau barang yang sesuai dengan ukurannya.

Timbangan mencerminkan sikap kejujuran dan keadilan, apabila

praktik penimbangan kita sesuai maka hasil akhir kitapun akan baik.

2. Macam-macam timbangan

a. Timbangan bukan otomatis adalah timbangan yang dalam proses

penimbangannya dilakukan oleh operator secara langsung (misal

dengan menaruh atau menurunkan barang yang ditimbang dari

atau ke penerima muatan dan untuk mendapatkan hasilnya).

b. Timbangan berskala adalah timbangan yang memberikan

penunjukan langsung hasil penimbangannya, baik secara

keseluruhan maupun sebagian.

b. Timbangan elektronik adalah timbangan yang dilengkapi dengan

(42)

c. Timbangan otomatis adalah timbangan yang dengan penunjukan

kedudukan keseimbangan diperoleh secara langsung tanpa

bantuan operator ataun orang lain.

d. Timbangan mekanik adalah timbangan yang berskala kontinyu

atau yang tidak berskala yang seluruh komponennya tersusun dan

bekerja secara mekanik (Undang-Undang No.2 Tahun 1981

tentang Metrologi legal).

3. Dasar hukum timbangan dalam Islam

Manusia diberi kebebasan untuk memilih jalan hidupnya

sendiri sendiri termasuk dalam mencari rizki, dan sebagian besar

manusia melakukan kegiatan muamalah atau berdagang dimana

kegiatan berdagang tersebut harus melihat ketentuan-ketentuan yang

telah ditetapkan sesuai dengan syariat. Jual beli atau berdagang sangat

disukai oleh Nabi namun, dalam berdagang harus memiliki prinsip

jujur dan adil seperti firman Allah SWT didalam Surat Ar-Rohman

melakukan kegiatan jual beli maupun berdagang tidak diperbolehkan

untuk melakukan kecurangan mengurangi timbangan, baik barangnya,

ukurannya maupun berat timbangannya. Ayat diatas menjelaskan

(43)

menimbang dengan ukuran dan takaran yang pas, dan menegakkan

timbangan ukuran dengan benar dan tepat.

Kecurangan dan ketidakjujuran dalam mengukur dan

menimbang menjadi hal yang sangat memprihatinkan dan merugikan

orang banyak, ketentuan dan juga akibat orang yang tidak jujur dalam

timbangan sudah diatur dalam Al-Qur’an surat Al-Muthofifin ayat 1-7

Kecelakaan besarlah bagi orang yang curang. (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang-orang lain mereka minta dipenuhi,. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa Sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, Pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam. Sekali-kali jangan curang, karena Sesungguhnya kitab orang yang durhaka tersimpan dalam sijjin

Dari ayat diatas sudah sangat jelas bahwa berbuat curang

dalam timbangan sangat dilarang oleh agama, ancaman dan akibatnya

yang kita terima apabila berbuat curang juga dijelaskan, maka takar

dan timbanglah barang sesuai dengan beratnya, jangan ada

(44)

4. Prinsip-prinsip adil dalam berdagang

Ada beberapa prinsip yang dijadikan landasan dalam berdagang dan

berusaha diantaranya (Arifin, 2005: 131). :

a. Prinsip tauhid prinsip ini merupakan prinsip pokok dari segala

sesuatu, karena didalamnya terkandung perpaduan keseluruhan

aspek-aspek kehidupan muslimin baik dalam bidang ekonomi,

politik sosial dan lain sebagainya menjadi satu.

b. Prinsip keseimbangan ( keadilan)

Prinsip keseimbangan ini berisikan ajaran keadilan yang

merupakan salajh satu prinsip dasar yang harus dijadikan

pegangan oleh semua orang. Ikatan antara keadilan dengan

kehidupan manusia yang tak lain yaitu untuk menciptakan

keharmonian kehidupoan yang berjalan sesuai dengan hukum

alam dan syari’at Islam yang diperintahkan Allah SWT dan Nabi

Muhammad SAW.

c. Prinsip pertanggungjawaban

Sebagai manusia, yang merupakan seorang makhluk individu

maka bertanggung jawab akan dirinya sendiri dan sebagai

makhluk sosial dia bertanggung jawab untuk orang yang berada

disekitarnya dan masyarakat.

d. Prinsip kebenaran

Dalam lingkup usaha kebenaran dimaksudkan sebagai niat awal,

(45)

Misalkan dalam proses jual beli maka ketika kita menimbang

suatu barang, berat barang dan timbangan haruslah sama dan tidak

boleh kurang.

5. Pengertian adil

Adil menurut bahasa yaitu sama sesuai dengan porsi dan

kebutuhan masing-masing, tidak berat sebelah, tidak memihak

maupun menyamakan satu dengan yang lain, meletakkan sesuatu

sesuai tempatnya, dan tidak memihak kepada yang benar (Sugono,

2008: 6).

Adil menurut istilah yaitu seimbang atau tidak memihak dan

memberikan hak kepada orang yang berhak menerimanya tanpa ada

pengurangan, dan meletakkan segala urusan pada tempat yang

sebenarnya tanpa ada aniaya, selanjutnya mengucapkan kalimat yang

benar tanpa ada yang ditakuti kecuali Allah SWT. Selanjutnya

menetapkan suatu kebenaran terhadap dua masalah atau beberapa

untuk dipecahkan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh

syariat Islam. Dengan begitu perbuatan adil yaitu suatu tindakan

berdasar kepada kebenaran, bukan mengikuti kehendak hawa nafsu

(46)









Hai orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Penjelasan dari ayat diatas yaitu bahwa kita sebagai manusia dan

makhluk Allah diharuskan untuk selalu bersikap adil dimanapun kita

berada dan dalam keadaan apapun, karena Allah selalu mengetahui

apa yang kita pikirkan dan yang kita kerjakan.

Dalam hadist juga diterangkan akan pentingnya bersikap adil

(47)

Telah menceritakan kepada kami 'Ubaidullah bin Mu'adz, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Simak bin Harb, telah menceritakan kepadaku Suwaid bin Qais, ia berkata; aku dan Makhramah menyambut jenis pakaian dari sutera yang datang dari Hajar menuju Mekkah, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendatangi kami dengan berjalan kaki kemudian beliau menawar beberapa celana panjang dari kami kemudian kami menjualnya kepada beliau, dan disana terdapat tukang penimbang yang melakukan penimbangan dengan diberi diupah. Kemudian beliau berkata kepada tukang penimbang tersebut: "Timbanglah dan penuhilah (sempurnakanlah) timbangan.." telah menceritakan kepada kami Hafshah bin Umar dan Muslim bin Ibrahim secara makna hampir sama. Mereka berdua berkata; telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Simak bin Harb dari Abu Shafwan bin 'Umairah, ia berkata; aku datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di Mekkah sebelum beliau berhijrah, -ia menceritakan dengan hadits ini dan tidak menyebutkan; menimbang dengan diberi upah. Abu Daud berkata; hadits tersebut diriwayatkan oleh Qais, sebagaimana yang dikatakan Sufyan. Dan perkataan yang benar adalah perkataan Sufyan. Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Rizmah; aku mendengar ayahku berkata; seorang laki-laki berkata kepada Syu'bah, Sufyan telah menyelisihimu. Engkau telah melukaiku, telah sampai kepadaku khabar dari Yahya bin Ma'in, ia berkata; seluruh orang yang menyelisihi Sufyan, maka perkataan yang benar adalah perkataan Sufyan. Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Hanbal, telah menceritakan kepada kami Waki' dari Syu'bah ia berkata; Sufyan lebih hafal dariku (H.R. ABU DAUD nomor 2898 dalam Sunan Abu Daud Lidwa Pustaka i-Software).

6. Macam macam perilaku adil

Berlaku adil dapat dikelompokkan menjadi empat bagian diantaranya

yaitu: (Haroen, 2007:115).

a. Berlaku adil kepada Allah SWT, adalah menjadikan Allah

SWT sebagai satu-satunya Tuhan yang memiliki

kesempurnaan. Misal tidak menyembah yang lain atau berbuat

syirik.

b. Berlaku adil kepada diri sendiri, adalah menempatkan diri

(48)

c. Berlaku adil pada orang lain, adalah menempatkan orang lain

pada tempat yang sesuai, dan memberikan hak orang lain

dengan jujur tanpa merugikan orang lain. Misal dalam

menakar timbangan antara berat dan barang haruslah sama.

d. Berlaku adil kepada makhluk lain, adalah memperlakukan

makhluk Allah yang lain dengan layak sesuai dengan

ajarannya dan tidak menyakitinya atau merusaknya.

Kewajiban berlaku adil

Sebagai manusia ciptaanNya kita diperintahkan untuk

senantiasa bertakwa dan berbuat adil dalam segala aspek.

Sesuai dengan gambaranNya bahwa Allah mencintai

orang-orang yang berbuat adil. Dan dalam firman Allah surat

An-artinya: sesungguhnya allah memerintahkan berbuat adil dan baik.

Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk meminimalisir

kecurangan yang dilakukan pedagang adalah dengan melakukan tera

dan tera ulang, dimana kegiatan tersebut dimaksud agar tidak ada

pihak yang dirugikan dan juga pedagang melakukan kegiatan

berdagangnya dengan adil dan jujur. Untuk lebih jelasnya apa yang

(49)

7. Pengertian tera dan tera ulang

a. Pengertian tera

Tera (menera) adalah menandai dengan tanda tera yang sah

atau tanda tera batal yang berlaku, atau memberikan

keterangan-keterangan tertulis yang bertanda tera yang sah atau tanda tera

batal yang berlaku, dilakukan oleh pegawai-pegawai yang berhak

melakukannya berdasarkan pengujian yang dijalankan pada alat

alat ukur, timbang, takar, dan perlengkapannya yang belum

dipakai.

Tera ulang adalah menandai ulang dengan tanda tera yang

sah atau tanda tera batal yang berlaku, atau memberikan

keterangan-keterangan tertulis yang bertanda tera yang sah atau

tanda tera batal yang berlaku, dilakukan oleh pegawai-pegawai

yang berhak melakukannya berdasarkan pengujian yang dijalankan

pada alat alat ukur, timbang, takar, dan perlengkapannya yang

belum dipakai. dilakukan setiap satu tahun sekali

(https://www.academia.edu/ 20131823/ Tera dan Kalibrasi?

auto=download, diakses 6 desember 2017, pukul 6.48).

b. Unsur unsur tera (menera)

1. Menandai atau membubuhi atau mengecap

2. Tanda tera sah atau batal atau surat sebagai pengganti tanda

tera sah atau tanda batal yang berlaku

(50)

4. Atas hasil pengujian

5. UTTP yang belum atau sudah dipakai

c. Peraturan perundang undangan yang mengatur tentang timbangan

yaitu Undang Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1981

tentang metrologi legal .

Selanjutnya, Pasal 12 Bab keempat dalam Undang-Undang

Nomor 2 tahun 1981 tentang metrologi legal menjelaskan bahwa

Setiap pedagang yang memiliki alat-alat ukur, takar, timbang dan

perlengkapannaya yang wajib ditera dan ditera ulang. Kemudian,

Pasal 13 menjelaskan tentang Pengujian dan pemeriksaan alat-alat

ukur, takar, timbang dan perlengkapannya, pelaksanaan serta

jangka waktu dilakukan tera dan tera ulang, tempat-tempat dan

daerah-daerah dimana dilaksanakan tera dan tera ulang alat-alat

ukur, takar, timbang dan perlengkapannya

Pasal 14 menjelaskan tentang apabila semua alat-alat, ukur, takar

seperti yang disebutkan di pasal 12 pada saat tera dan tera ulang

tidak memenuhi syarat dan ada yang tidak mungkin diperbaiki

lagi, dapat dirusak sampai tidak dapat digunakan lagi, dan yang

merusak adalah pegawai yang berhak menera atau menera ulang.

Kemudian, tata cara pengrusakan alat-alat ukur, takar, timbang,

dan perlengkapannya mengikuti pegawai yang berhak tera. Pasal

15 menjelaskan tentang pegawai yang berhak menera atau menera

(51)

perlengkapannya yang akan diajukan untuk ditera atau ditera

ulang apabila alat ukur tersebut belum memenuhi syarat-syarat.

Pasal 16 menjelaskan tentang berapa biaya yang dikeluarkan

untuk pelaksanaan tera atau tera ulang.

Selanjutnya pasal 19 bab kelima dalam Undang-Undang No 2

Tahun 1981 menjelaskan bahwa tanda tanda tera dalam sidang

tera atau tera ulang sebagai berikut:

1. Tanda sah yang dibubuhkan atau dipasang pada alat-alat

ukur, takar, timbang dan perlengkapannya yang disahkan

pada waktu ditera atau tera ulang.

2. Tanda batal yang dibubuhkan pada alat-alat ukur, takar,

timbang dan perlengkapannya yang dibatalkan pada waktu

tera maupun tera ulang.

3. Tanda jaminan yang dibubuhkan atau dipasang pada

bagian-bagian tertentu dari alat-alat ukur, takar, timbang atau

perlengkapannya yang sudah disahkan untuk mencegah

penukaran dan atau perubaahan.

4. Tanda daerah dan tanda pegawai yang berhak menera

dibubuhkan atau dipasang pada alat-alat ukur, takar, timbang

dan perlengkapannya, agar dapat diketahui dimana daerah itu

tinggal dan oleh siapa peneraan dilakukan.

Kesadaran hukum merupakan sikap atau perilaku mengetahui

(52)

yang ada. Jadi kesadaran dapat diartikan sebagai sikap atau

perilaku mengetahui dan mengerti dan taat pada aturan yang

berlaku , oleh karena itu suatu aturan wajib untuk

dilaksanakan serta ada sanksi bagi yang melanggarnya

(Ahmad, 2009: 298). Terkait dengan kewajiban tera ulang

yang mana merupakan kewajiban yang harus dijalankan.

Apabila tidak menjalankan, maka bagi pelanggar akan

(53)

BAB III

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Pasar Tradisional Salatiga

Kota salatiga merupakan salah satu Kota Madya di Provinsi Jawa

Tengah. Kota dengan Luas 56.781 km², dan terletak pada astronomi antara

1100.27’. 56581”-1100.32’ 4.64” BT 0070.17- 17’.23”LS. Pada awalnya

Kota Madya Salatiga hanya terdiri dari satu Kecamatan yaitu Kecamatan

Salatiga. Namun, seiring dengan adanya pemekaran wilayah, Kota

Salatiga mendapatkan beberapa tambahan daerah yang berasal dari

Kabupaten Semarang. Hingga sekarang secara administratif Kota Salatiga

terdiri dari 4 Kecamatan dan 22 Kelurahan.

Kemudian Salatiga memiliki 12 Pasar Tradisional diantaranya,

Pasar Banyuputih, Pasar Jetis, Pasar Andong, Pasar Rejosari, Pasar

Blauran I, Pasar Blauran II, Pasar Raya I, Pasar Raya II, Pasar Loak

Shoping Centre, Pasar Sayangan, Pasar Eks. Hasil Bumi, Pasar Cengek.

Secara keseluruhan Pasar Tradisional di Kota Salatiga pernah

mengalami beberapa kali regulasi. Sekitar tahun 1980 – 1998 dimana dari

kantor pasar menjadi kantor yang berbentuk UPTD (Unit Pengelolaan

Tingkat Daerah) yang menginduk di bawah naungan DIPENDA (Dinas

Pendapatan Daerah). Yang kemudian terjadi regulasi lagi pada tahun 2011

menjadi Kantor Pasar dan kembali menjadi Dinas Paasar yang kemudian

menginduk ke DISPERINDAGKOP (Dinas Perindustrian, Perdagangan,

(54)

Disperindagkop khususnya pada bidang Pasar dihapuskan atau ditiadakan

dan kembali lagi menjadi UPTD (Unit Teknis Dinas), karena banyaknya

jumlah pasar tradisional di Kota Salatiga akhirnya terbagi menjadi 4

UPTD. Adapun sistem pengelolaannya yaitu :

UPTD I Pasar Raya I, Pasar Ayam, dan Bagi Hasil

UPTD II Pasar Buah, Pasar Raya II, Pasar Shoping, dan

Pasar Loak Shoping

UPTD III Pasar Blauran I, Pasar Blauran II, Pasar

Sayangan.

UPTD IV Pasar Rejo Sari, Pasar Andong, Pasar

Banyuputih, pasar Cengek, dan Pasar Jetis.

Sumber: wawancara dengan petugas UPTD III 5 Januari 2018

B. Gambaran Umum tentang Pasar Blauran 1

Pasar Blauran merupakan Pasar Tradisional yang dibangun pada

tahun 2005, yang dibangun oleh dana APBD, tetapi ternyata bangunan itu

tidak representatif untuk dijadikan pasar. Bangunan tersebut memiliki

banyak tiang-tiang penyangga di dalam bangunan tersebut sehingga pasar

menjadi terkesan gelap dan kumuh yang mengakibatkan para pembeli

enggan berbelanja. Dari hal tersebut memberikan dampak yang kurang

menyenangkan bagi para penjual, sehingga banyak penjual yang memilih

untuk keluar dan berjualan di luar pasar tersebut dan hanya beberapa

(55)

keluar dari pasar tersebut berjualan disepanjang jalan disekitar jalan

pahlawan,

Tahun 2016, kepala Dinas Perdagangan (Bapak Mutho’in)

mengusulkan alokasi dana tugas pembantuan kepada pemerintah pusat

namanya Departemen Koperasi yang kemudian dapat dana bantuan

sebesar 900 juta untuk membangun pasar Blauran. Kemudian pada tahun

2017 dibangunlah Pasar Blauran yang menghasilkan bangunan yang

berbentuk kubah dan terlihat lebih baik dan banyak disukai oleh

masyarakat sekitar, yang didalamnya telah ada lubang yang dapat

dimasuki sinar matahari masuk ada tatakan pedagang juga sehingga pasar

tidak terkesan kumuh lagi. Tanggal 6 Februari 2018 pedagang mulai

memasuki Pasar Blauran tersebut. Dan mulai tanggal 6-8 Februari 2018

mulai ditempati dan diresmikan (hasil wawancara dengan Bapak Danus

Kepala Bidang Pasar Kota Salatiga tanggal 7 Januari 2018).

Dengan dibangunnya Pasar yang baru semoga memberikan

kenyamanan dan kemudahan untuk para pedagang dan juga pembeli dalam

melakukan transaksi jual beli. Kepala Dinas Perdagangan bapak Muhto’in

menghimbau agar para pedagang dalam berjualan bisa tertib dan nyaman

sehingga membawa berkah serta manfaat untuk kita semua, Pasar yang

sekarang ini dibuat lebih lebar sehingga memudahkan para pembeli untuk

melakukan aktifitas di pasar tersebut.

(56)

Foto Pasar Blauran

C. Struktur organisasi

(57)

D. Tempat pelaksanaan

Tempat pelaksanaan untuk sidang tera ulang dilakukakan di luar

laboratorium kemetrologian atau untuk sidang tera ulang di Pasar Blauran

Salatiga ini dilakukan di area terbuka dan luas dan masih berada di area

Pasar Blauran (hasil wawancara dengan mas Ardian tanggal 7 Januari

2018).

E. Pelaksanaan Tera Ulang di Pasar Blauran

Timbangan meja termasuk timbangan yang memiliki jangka waktu

tera ulang satu tahun. Maka pelaksanaan tera ulang pada timbangan meja

juga dilakukan setiap satu tahun sekali berdasarkan masa berlaku tanda

tera yang dicapkan.

Pelaksanaan tera ulang timbangan merupakan kewajiban bagi

pedagang, terutama yang digunakan untuk menimbang dalam menjalankan

kegiatan usahanya di pasar untuk berjualan (Zaid, 2005: 20). Timbangan

yang paling banyak digunakan di pasar Blauran adalah timbangan meja

beranger, dimana timbangan meja beranger tersebut untuk penunjukannya

tidak otomatis, dalam penunjukan keseimbangannya sepenuhnya didapat

dari bantuan operator atau pedagang. Adapun proses pelaksanaannya

sebagai berikut:

1. Proses Tera Ulang

Dalam pelaksanaan tera ulang yaitu dengan memberitahukan

kepada seluruh pedagang yang ada di pasar Blauran yang biasanya

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis bermaksud untuk mengembangkan pengolahan data penjualan di PT.Prima Jaya Gatra Makmur ini dengan membuat suatu

Metoda simulasi yang dilakukan menghasilkan suatu pemecahan masalah yang berhasil dalam mencari jumlah mesin yang tepat untuk mencapai target produksi yang diharapkan

Dari hasil penelitian ini, maka dibuatlah aplikasi berbasis data warehouse yang mampu mengolah dan menampilkan data menjadi informasi yang rinci, jelas, terintegrasi, historis,

dengan apa yang sebenarnya disampaikan oleh pihak lain.. 3) Masing-masing pihak harus fokus pada permasalahan. 4) Setiap pasangan harus merangkum apa yang disampaikan oleh

Aset keuangan dan liabilitas keuangan saling hapus dan nilai bersihnya disajikan dalam laporan posisi keuangan jika, dan hanya jika, terdapat hak yang berkekuatan

Skripsi, Jakarta: Program Studi Pendidikan Ekonomi, Konsentrasi Pendidikan Administrasi Perkantoran, Jurusan Ekonomi dan Administrasi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri

Di samping itu, pengamatan dan analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran uang (M2) merupakan variabel kunci bagi otoritas moneter untuk menetapkan

perataan laba dengan perusahaan yang tidak melakukan bahwa mempunyai. reaksi pasar