• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tipologi Rawa Berdasarkan Kekuatan Pasang dan Arus

Dalam dokumen Buku Panduan Pertanian di Lahan Gambut (Halaman 27-33)

BAB 2. SEPINTAS TENTANG LAHAN RAWA

2.1 Tipologi Rawa Berdasarkan Kekuatan Pasang dan Arus

berpengaruh terhadap permukaan air laut. Ketika posisi bulan di suatu lokasi berada 90o, permukaan air laut mengalami pasang karena daya tarik bulan. Secara berangsur, pasang akan turun ketika posisi bulan bergeser ke arah barat. Pada bulan mati atau bulan tidak tampak, air laut akan surut.

Pasang surutnya air laut terjadi dalam siklus harian. Berdasarkan ketinggiannya, air pasang dibedakan menjadi dua yaitu pasang besar/

Lahan rawa yang ditumbuhi Pandan

maksimum (spring tide) dan pasang kecil/minimum (neap tide). Pasang besar terjadi pada sekitar bulan purnama. Pasang kecil terjadi pada sekitar bulan sabit.

Ketika laut pasang, air laut akan mendesak ke arah daratan melalui sungai dan menyebabkan naiknya permukaan air sungai. Naiknya permukaan air sungai, menyebabkan permukaan air pada lahan yang berdekatan dengan sungai akan meninggi pula (kadang menimbulkan banjir akibat adanya luapan air sungai). Berdasarkan besarnya kekuatan arus air pasang dan arus air sungai, lahan rawa dapat dibagi menjadi dua yaitu rawa pasang surut dan rawa non pasang surut atau lebak. Di Indonesia, luas lahan rawa mencapai 33,4 juta ha (Nugroho et al., 1992) atau sekitar 17% dari luas daratan Indo-nesia. Luasan rawa tersebut terdiri dari 20,1 juta ha lahan pasang surut dan 13,3 juta ha rawa non pasang surut.

Lahan Rawa Pasang Surut

Rawa pasang surut adalah lahan rawa yang genangan airnya terpengaruh oleh pasang surutnya air laut. Selanjutnya, rawa semacam ini dibedakan berdasarkan kekuatan air pasang dan kandungan garam didalam airnya (asin/payau atau tawar) serta jauhnya jangkauan luapan air.

Tipologi Rawa Pasang Surut Salinitas Air (Kadar Garam)

Berdasarkan salinitas air, rawa pasang surut dibedakan menjadi dua yaitu pasang surut air salin dan pasang surut air tawar.

1. Pasang surut air salin/asin atau payau

Pasang surut air salin berada pada posisi Zona I (lihat Gambar 1). Di wilayah ini, genangan selalu dipengaruhi gerakan arus pasang surutnya air laut sehingga pengaruh salinitas air laut sangat kuat. Akibatnya, air di wilayah tersebut cenderung asin dan payau, baik pada pasang besar maupun pasang kecil, selama musim hujan dan musim kemarau.

Lahan rawa yang salinitas air (kadar garamnya) antara 0,8 – 1,5 % dan mendapat intrusi air laut lebih dari 3 bulan dalam setahun (Ismail dkk, 1993) disebut sebagai lahan salin atau lahan pasang surut air asin. Lahan seperti itu biasanya didominasi oleh tumbuhan bakau. Apabila kadar garamnya hanya tinggi pada musim kemarau selama kurang dari 2 bulan, disebut sebagai lahan rawa peralihan.

Tidak banyak jenis tanaman yang dapat hidup di lahan salin karena sering mengalami keracunan. Lahan seperti ini direkomendasikan untuk hutan bakau/mangrove, budidaya tanaman kelapa, dan tambak. Khusus untuk tambak, harus memenuhi persyaratan adanya pasokan air tawar dalam jumlah yang memadai sebagai pengencer air asin.

2. Pasang surut air tawar

Lahan rawa pasang surut air tawar berada pada posisi Zona II (lihat Gambar 1). Di wilayah ini, kekuatan arus air pasang dari laut sedikit lebih besar atau sama dengan kekuatan arus/dorongan air dari hulu sungai. Oleh karena energi arus pasang dari laut masih sedikit lebih besar dari pada sungai, lahan rawa zona ini masih dipengaruhi pasang surut harian, namun air asin/ payau tidak lagi berpengaruh. Makin jauh ke pedalaman, kekuatan arus pasang makin melemah. Kedalaman luapan air pasang juga makin berkurang, dan akhirnya air pasang tidak menyebabkan terjadinya genangan lagi. Tanda adanya pasang surut terlihat pada gerakan naik turunnya air tanah. Di kawasan ini gerakan pasang surut harian masih terlihat, hanya airnya didominasi oleh air tawar yang berasal dari sungai itu sendiri.

Di daerah perbatasan/peralihan antara Zona I dengan Zona II, salinitas air sering meningkat pada musim kemarau panjang sehingga air menjadi payau. Lahan seperti ini sering pula disebut sebagai lahan rawa peralihan. Meskipun airnya tawar di musim hujan, di bawah permukaan tanah pada zona ini terdapat lapisan berupa endapan laut (campuran liat dan lumpur) yang dicirikan oleh adanya lapisan pirit, biasanya terdapat pada kedalaman 80 - 120 cm di bawah permukaan tanah.

Rawa Lebak atau Rawa non Pasang Surut Fisiografi utama: - Aluvial/fluviatil - Gambut Rawa Pasang Surut Air Tawar Fisiografi utama: - Aluvial/fluviatil - Gambut - Marin

Rawa Pasang Surut Air Payau/Salin Fisiografi utama: - Gambut - Marin ZONA-III ZONA-II ZONA-1 Pengaruh pasang surut harian air tawar

Pengaruh pasang surut harian air payau/asin

LAUT

Gambar 1. Pembagian zona lahan rawa di sepanjang daerah aliran sungai bagian bawah dan tengah (Subagjo, 1998)

Tipologi Rawa Pasang Surut Berdasarkan Jangkauan Luapan Air

Pasang surutnya air laut berpengaruh terhadap ketinggian dan kedalaman air tanah di dalam lahan. Berdasarkan jangkauan luapan air pasang di dalam lahan, lahan pasang surut dapat dibedakan menjadi empat tipe yaitu Tipe A, B, C, dan Tipe D (lihat Tabel 2).

Ketinggian air pasang besar di musim hujan dan kemarau biasanya berbeda, sehingga luas Tipe luapan A, B, C, dan D selalu berubah menurut musim. Pada waktu musim hujan, suatu kawasan dapat tergolong Tipe A, tetapi pada musim kemarau termasuk Tipe B atau C. Hal ini dikarenakan permukaan air sungai meninggi di musim hujan dan menurun di musim kemarau. Oleh sebab itu, informasi tentang tipe luapan biasanya disertai dengan informasi tentang musim pada saat pengamatan dilakukan.

Selanjutnya hubungan antara bentuk lahan (landform) dengan keempat tipe luapan disajikan pada Gambar 2.

Tabel 2. Tipe luapan lahan rawa Tipe

Luapan Uraian

A Lahan rawa di bagian terendah, yang selalu terluapi air pasang harian, baik pasang besar mapun pasang kecil, selama musim hujan dan kemarau.

B Lahan rawa di bagian yang agak lebih tinggi (ke arah tanggul sungai atau ke arah kubah gambut), hanya terluapi oleh air pasang besar saja, tetapi tidak terluapi oleh pasang kecil atau pasang harian. Pada musim hujan dapat terluapi oleh air hujan atau air yang berasal dari wilayah hutan (kubah) gambut.

C Lahan rawa yang relatif kering (di daerah tanggul sungai dan di bagian berlereng tengah dari kubah gambut), dan tidak pernah terluapi walaupun oleh pasang besar. Namun air pasang berpengaruh melalui air tanah. Kedalaman air tanah kurang dari 50 cm dari permukaan tanah.

D Lahan rawa (di bagian lereng atas dan puncak kubah gambut) yang paling kering, tidak pernah terluapi oleh air pasang besar dan kecil dengan kedalaman air tanah lebih dari 50 cm dari permukaan tanah.

Catatan : Direktorat Rawa (1984) menggunakan istilah lahan Kategori I untuk Tipe A, Kategori II untuk Tipe B, Kategori III untuk Tipe C, dan Kategori IV untuk Tipe D

Sumber : Noorsyamsi et al., 1984 dalam Widjaja-Adhi, 1986a; Subagjo dan

Widjaja-Adhi, 1998

Gambar 2. Hubungan bentuk lahan dengan keempat tipe luapan (Subagjo, 1998) PB = pasang besar PK = pasang kecil MH = musim hujan MK = musim kemarau Pasang maks PK PB m dpl C (III) B (II) A (I) B (II) C (III) D (IV) 0 50 cm MH MK 1 2 3 4 5 6

Rawa Lebak (Lahan Rawa non Pasang Surut)

Lahan rawa non pasang surut, atau sering disebut rawa lebak, memiliki kekuatan arus pasang dari laut jauh lebih kecil (atau bahkan sudah tidak tampak sama sekali) daripada kekuatan arus dari hulu sungai. Tipe ini menduduki posisi pada Zona III (lihat Gambar 1). Pada zona ini, pengaruh kekuatan arus sungai jauh lebih dominan. Tanda pasang surut harian yang biasanya tampak sebagai gerakan naik turunnya air sungai, sudah tidak nampak lagi. Sejak batas dimana gerak naik turunnya air tanah tidak terlihat lagi, maka lahan rawa pada lokasi ini termasuk sebagai rawa non pasang surut atau lahan rawa lebak. Rawa lebak merupakan istilah lain dari rawa non pasang surut di daerah Sumatera Selatan. Di tempat lain disebut rawa payo (Jambi), rawa rintak atau surung (Kalimantan Selatan), rawa rapak atau kelan (Kalimantan Timur), dan rawa pedalaman atau rawa monoton.

Berdasarkan kedalaman dan lamanya genangan, rawa lebak dibedakan menjadi tiga (Nugroho et al., 1992) yaitu :

1. Lebak dangkal atau lebak pematang yaitu rawa lebak dengan genangan air kurang dari 50 cm. Lahan ini biasanya terletak di sepanjang tanggul sungai dengan lama genangan kurang dari 3 bulan;

2. Lebak tengahan yaitu lebak dengan kedalaman genangan 50 - 100 cm. Genangan biasanya terjadi selama 3 - 6 bulan;

3. Lebak dalam yaitu lebak dengan kedalaman genangan air lebih dari 100 cm. Lahan ini biasanya terletak di sebelah dalam menjauhi sungai dengan lama genangan lebih dari 6 bulan.

Ciri khas yang membedakan antara lahan rawa pasang surut dan lebak adalah tutupan vegetasi alami yang tumbuh di atasnya. Lahan rawa pasang surut air salin umumnya ditumbuhi dengan tanaman jenis mangrove, Nipah, Galam dan lain-lain. Sedangkan lahan rawa lebak sering ditumbuhi dengan jenis tanaman rawa seperti Pule, Nibung, Serdang, Nyatoh, Putat, Meranti, Belangiran, dan Kapor naga.

Tabel 3. Penggunaan vegetasi sebagai indikator ekosistem lahan rawa Kualitas

Air Ekosistem Komunitas Vegetasi

Rawa pantai (dangkal)

- 60-80% species mangrove (didominasi oleh species Rhizophora)

- 5-15% species palma (Palmae) - Komunitas vegetasi hampir seragam Air asin

Delta, Estuarin

- 40-60% species mangrove (didominasi oleh species Rhizophora)

- 15-35% species palma (Palmae) - Komunitas vegetasi hampir seragam

Rawa payau

- 90% species mangrove (didominasi oleh species Rhizopora)

- <5% species palma (Palmae) - Komunitas vegetasi hampir seragam Air payau

Transisi payau - tawar

- Didominasi oleh species palma (didominasi oleh species Oncosperma) - Komunitas vegetasi hampir seragam

Rawa pedalaman

- Umumnya didominasi oleh species Rubiaceae, Euphorbiaceae, Pandanus, Eugenia dan Gramineae

- Komunitas/jenis vegetasi bervariasi - Jarang dijumpai mangrove dan Palma Air tawar

Rawa gambut

- Umumnya didominasi oleh species Ilex, Stemonurus, Campnosperma

- Komunitas/jenis vegetasi sangat bervariasi

2.2 Tipologi Rawa Berdasarkan Jenis dan Kondisi Tanah

Dalam dokumen Buku Panduan Pertanian di Lahan Gambut (Halaman 27-33)