• Tidak ada hasil yang ditemukan

bercerita tentang perjalanan tokoh Raden Pujakusuma, seorang putra mahkota, yang berusaha merebut kembali kerajaannya dari tangan orang yang tidak berhak. Perjuangannya yang gigih dengan melewati berbagai rintangan, mengembara ke berbagai daerah untuk menyusun kekuatan, serta pelajaran hidup yang berharga yang diperoleh dalam pengelanaannya membuat putra mahkota ini semakin matang. Secara alegoris, sebenarnya Serat Suryaraja ini menggambarkan kehidupan kerajaan Yogyakarta pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwana II.

Dari cerita dalam Serat Suryaraja ini dapat diambil berbagai pelajaran berharga yang dapat diterapkan dalam kehidupan, sebagai suri teladan bagi generasi muda, generasi mendatang. Hal ini karena dalam Serat Suryaraja ini berisi gambaran sifat kepemimpinan, kepahlawanan, religi,

ketatanegaraan, siasat perang, kehidupan budaya rakyat kecil, dan masih banyak lagi.

Begitu terkenalnya Serat Suryaraja ini karena naskahnya ada di beberapa tempat penyimpanan naskah, dalam berbagai versi. Versi dalam pengertian di sini adalah tidak dihasilkan lagi. Berbeda

dengan buku atau pustaka pada jaman sekarang yang dapat dicetak ulang, naskah sebagai hasil tulisan tangan para pujangga masa lalu sudah tidak ada lagi yang menulisnya. Oleh karena itu, sangat penting untuk secepatnya mengupayakan agar kandungan naskah tidak segera hilang seiring rusaknya naskah itu sendiri.

Ribuan buah naskah kuno yang tersebar di seluruh Indonesia membutuhkan uluran tangan para peneliti untuk membuat agar naskah terbaca. Hal ini karena naskah biasanya berisi buah pikiran pujangga yang dituangkan dalam bahasa dan aksara

daerah tertentu. Bahasa dan aksara daerah tentu saja hanya dipahami oleh lingkup masyarakat yang kecil, masyarakat pemilik kebudayaan tertentu. Padahal betapa kayanya isi kandungan naskah kuno itu, sangat berharga untuk dipelajari. Sebagai contoh, naskah Jawa yang berisi cerita sejarah raja-raja Jawa. Banyak sekali naskah yang berisi cerita raja-raja Jawa, di antaranya adalah Serat Suryaraja.

Serat Suryaraja: Kisah Perjuangan Raden Pujakusuma.

Serat Suryaraja ini

cerita yang intinya sama, tetapi disampaikan dengan berbagai variasi. Hal ini dimungkinkan karena para pujangga menulis kembali naskah yang terdahulu dengan kreativitasnya sendiri, sehingga dapat berbeda dengan naskah aslinya. Paling tidak ada enam naskah yang masing- masing tersimpan di Museum Sonobudoyo, Perpustakaan Nasional Jakarta, Perpustakaan Pura Pakualaman, dan Kraton Yogyakarta. Satu di antara versi yang sudah pernah dikaji antara lain koleksi Museum Sonobudoyo, yaitu SB 19 sebanyak 432

halaman.

Secara singkat Serat Suryaraja ini menceritakan tentang kerajaan Purwakanda, dengan rajanya Prabu Suryaraja. Raja mempunyai dua putera, Raden Danakusuma dan Raden Jayakusuma. Menjelang wafat, Prabu Suryaraja membagi dua kerajaan untuk diserahkan kepada kedua putranya, menjadi kerajaan Danaraja untuk Raden Danakusuma bergelar Prabu Suryamijaya, dan kerajaan Purwakanda untuk Raden Jayakusuma dengan gelar Prabu Jayakusuma. Prabu Suryamijaya berputra dua orang, Dyah Ayu Rukmini dan Raden Dasadriya, sedangkan Prabu Jayakusuma

berputra empat orang, Raden Pujakusuma, Dyah Pujaresmi, Raden Endrakusuma, dan Raden Gandakusuma.

Ketika Raden Pujakusuma berusia 13 tahun, Raja Jayakusuma wafat, pemerintahan Purwakanda sementara waktu dipegang oleh pamannya, Raja Suryamijaya. Sifat buruk Raja Suryamijaya muncul, berusaha untuk menyingkirkan Raden Pujakusuma. Dengan akal liciknya, raja berusaha membunuh Raden Pujakusuma, namun

Raden Pujakusuma selamat dari maut meskipun harus terbuang ke samodra. Jasatnya lalu

ditemukan oleh seorang pertapa, dirawat dan diberi wejangan berbagai ilmu kesempurnaan dan ketatanegaraan. Raden Pujakusuma lalu melanjutkan pengembaraan ke arah timur, sampai di pertapaan Mangunkarsa tempat Resi Jatiwirya. Setelah beberapa lama berguru kepada sang resi, Raden Pujakusuma disarankan untuk bertapa di Gunung Damarjati tempat pertapaan Resi Jatikusuma. Perjalanannya melalui berbagai rintangan yang sangat sulit, namun berkat kegigihan dan tekatnya semua rintangan dapat dilaluinya. Tiba di pertapaan Damarjati bertemu dengan sang resi, diberi berbagai wejangan

dan diperintahkan untuk

menggantikan sang resi bertapa di sana, dengan nama Begawan Sukmajati. Resi Jatikusuma lalu moksa.

Akibat ketekunan tapa Raden Pujakusuma atau Begawan Sukmajati, timbul huru-hara di negara Endrakencana, sebuah kerajaan makhluk halus yang berada di puncak Gunung Manikmaya, dengan rajaputri Prabu Retnadewati. Ketika mengetahui bahwa huru-hara di negerinya akibat tapa Raden Pujakusuma, sang raja marah lalu memerintahkan pasukan raksasa dan jin untuk menyerbu. Oleh karena pasukannya kalah, akhirnya rajaputri turun tangan sendiri, walaupun akhirnya kalah juga. Negaranya menjadi taklukan dan rajaputri diperistri oleh Raden Pujakusuma. Raden Pujakusuma lalu mengikuti sayembara di negeri Tasikmadu memperebutkan putri raja Dewi Condroresmi. Raden Pujakusuma memenangkan sayembara dan mempersunting sang dewi. Setelah beberapa lama tinggal di Tasikmadu, Raden Pujakusuma melanjutkan perjuangannya dibantu Raden Brongtokusuma, adik Dewi Condroresmi,

dengan seribu prajurit dan empat tamtama. Raden

Pujakusuma mengganti namanya menjadi Raden Senakusuma. Perjuangannya dilanjutkan dengan menaklukkan kerajaan Gondopura, Gajahoya, pantai utara dan selatan. Setelah itu mereka berkubu di Sidakarsa. Lalu dilanjutkan dengan menaklukkan wilayah tengah, lalu berkubu di Purwagusti. Tak lama ketiga adik Raden Pujakusuma juga sudah sampai di Sidakarsa, lalu diiringkan menemui kakandanya di Purwagusti. Selanjutnya mereka memulai perjuangan mekalukkan wilayah yang berbatasan dengan kerajaan Purwakanda.

Diceritakan raja Purwakanda, yaitu Prabu

Suryamijaya, mendengar khabar adanya ksatria berkelana dengan ribuan prajuit, lalu menyelidikinya. Dari hasil penyelidikan diketahui bahwa ksatria pengelana itu adalah Raden Pujakusuma. Raja lalu mengutus Tumenggung Nitipraja untuk menghadap Raden Senakusuma. Raden Senakusuma pun menyambut utusan dengan baik dan penuh hormat, walaupun dahulu sang raden sudah

diperlakukan dengan buruk oleh raja Purwakanda. Utusan menyampaikan pesan bahwa raja meminta maaf atas perlakuannya terhadap Raden Senakusuma, serta menyarankan agar kembali

“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010

ke Purwakanda dan menjadi raja di Danaraja. Akan tetapi kalau Raden Senakusuma tetap menginginkan untuk menjadi raja di Purwakanda, raja akan rela menyerahkannya asalkan Raden Senakusuma bersedia menghadp kepadanya. Raden Senakusuma lalu memberikan jawaban bahwa dia akan menghadap sang raja tetapi tidak saat itu. Saatnya akan tiba kelak jika ada gerhana matahari total pada waktu sore hari, lalu hari menjadi gelap dengan bintang-bintang yang terlihat di langit, dan matahari baru akan terlihat pagi harinya dengan cahaya yang lebih cemerlang. Raden Senakusuma berjanji jika gerhana sudah terjadi maka keesokan harinya dia akan menghadap kepada raja Purwakanda.

Setelah perbincangan selesai, utusan segera

menyampaikan jawaban Raden Senakusuma kepada raja Purwakanda. Raja Purwakanda sangat marah dan menganggap Tumenggung Nitipraja sangat bodoh karena tidak memahami makna jawaban Raden

Senakusuma. Yang dimaksud gerhana matahari sore hari adalah usia baginda yang sudah tua dan hampir meninggal. Hilangnya sinar matahari menandakan

bahwa sepeninggal raja kerajaan Purwakanda akan kehilangan nama besar. Bintang-bintang tampak di malam gelap adalah mengibaratkan pasukan Raden Senakusuma yang berhasil mengalahkan Purwakanda, sedangkan matahari akan muncul pagi hari dalam cahaya yang cemerlang mengiaskan bahwa “cahaya kerajaan” akan berpindah kepada Raden Senakusuma. Jadi maksudnya dia akan datang jika raja sudah tiada dan dapat menjadi raja di Purwakanda.

Tumenggung Nitipraja dan semua yang mendengar hanya terdiam. Raja lalu

mengatakan akan mengundurkan diri dan digantikan oleh Raden Senakusuma dan berpesan agar semua kerabat, pasukan dan prajurit, dengan suka rela patuh dan taat kepada raja baru, yaitu Raden Senakusuma. Mendengar perkaaan raja itu, mereka sangat terharu dan timbul semangat untuk membela sang raja dan mempertahankan kerajaan Purwakanda. Maka segeralah diadakan persiapan untuk

melakukan peperangan melawan pasukan Raden Senakusuma.

Lalu terjadi peperangan yang berlangsung sangat lama dan berpindah-pindah tempatnya, saling serang,

berganti kalah dan menang, dengan memakan korban ribuan jiwa prajurit dan harta benda dari kedua pihak. Pada akhirnya, setelah melalui perjuangan yang panjang, Raden Pujakusuma berhasil merebut kembali kerajaan Purwakanda. Raden Pujakusuma lalu dinobatkan sebagai raja Purwakanda dengan gelar Prabu Suryajayaamisesa. Penobatannya dihadiri para alim ulama, pendeta, resi, dan Sunan Giri. Raja lalu menikahi Dewi Retnadewati dan menjadikan putri Tasikmadu, Dewi Condroresmi, sebagai permaisurinya dengan gelar Ratu Mas. Sang raja

memerintah Purwakanda dengan aman sentosa, damai, penuh kebijaksanaan.

Arti Penting Serat Suryaraja Dari segi naratif, tokoh protagonis dalam Serat Suryaraja yaitu Raden Pujakusuma, putra mahkota kerajaan Purwakanda yang sekaligus menjadi tokoh sentral yang menggerakkan cerita dari awal sampai akhir. Dalam perjalanan pengembaraan tokoh utama terjadi berbagai peristiwa. Peristiwa-peristiwa itu merupakan satu rangkaian sebab akibat yang menggerakkan cerita hingga penyelesaian.

Dari segi Serat Suryaraja

sebagai karya sastra sejarah, melukiskan adanya pelaku sejarah dalam rangkaian cerita yang mengandung unsur-unsur peristiwa yang telah terjadi atau dianggap terjadi dengan ramuan sastra yang mengandung unsur keindahan dan rekaan. Unsur keindahan dan rekaan pada karya sastra sejarah adalah satu aspek penting yang harus ada dalam setiap karya sastra sejarah. Selain itu adanya unsur pelaku sejarah dan peristiwa yang terjadi atau dianggap terjadi sebagai ciri pembeda khusus dari jenis karya sastra yang lain (Darusuprapta dikutip Susilantini, 1996: 184). Serat Suryaraja sudah

memenuhi persyaratan sebagai karya sastra sejarah yaitu mengandung unsur rekaan dan keindahan yang meliputi unsur percintaan dan lukisan keindahan

alam, serta pelaku sejarah dan peristiwa sejarah, yang digambarkan oleh tokoh Raden Pujakusuma sebagai gambaran masa muda Sultan Hamengkubuwana II.

Serat Suryaraja sebagai karya sastra

sejarah bercerita tentang tokoh- tokoh dan peristiwa sejarah yang menyangkut raja-raja atau kerajaan atau riwayat hidup tokoh-tokoh yang sejaman dengan penulisnya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Sigit Widiyanto (1999: 105) bahwa naskah kuno bercerita tentang peristiwa sejarah dan tokoh-tokoh yang hidup sejaman dengan penulisnya. Untuk Serat Suryaraja tokoh utama yang menjadi

sentral cerita bahkan adalah

penulisnya sendiri,

yang digambarkan secara alegoris. Hal ini sudah pasti akan membuat karya sastra sejarah itu mempunyai bobot yang lebih baik, karena penulisnya sendiri mengetahui segala sesuatu yang terjadi kemudian dituangkan dalam rangkaian narasinya.

Serat Suryaraja

mengandung mistik yang terjadi dalam peperangan-peperangan dan petualangan tokohnya. Bahkan diceritakan juga adanya ramalan tentang peristiwa atau hal yang akan terjadi kemudian. Ramalan akan bersatunya kembali dua kerajaan yang terpecah, orang-orang kulit putih akan

beralih ke agama Islam, dan kerajaan akan menjadi kuat dengan dikuatkan oleh pernikahan raja dengan Retnadewati, yaitu penguasa Laut Selatan. Di sini tampak bahwa pengarang berusaha melegitimasi kekuasaan raja dengan mitos-

mitos yang sangat dipercaya oleh masyarakat. Hal ini

berarti juga penyelesaian masalah-masalah kekuasaan dan tatapemerintahan negara dengan menggambarkan kiasan- kiasan yang terjadi dalam Serat Suryaraja.

“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010

Serat Suryaraja: Kekayaan Budaya Yogyakarta.

Dari hasil pembacaan Serat Suryaraja dapat diketahui bahwa naskah ini memuat banyak sekali aspek kehidupan, gambaran jaman pada masa lalu. Bagaimana kehidupan kerabat kerajaan, para prajurit, pertapaan, rakyat jelata, sampai kisah peperangan, siasat yang digunakan dalam peperangan, dan sebagainya. Hal yang tidak kalah menarik dari isi Serat Suryaraja adalah bahwa di sana ada unsur ramalan jaman, sejarah tradisional kerajaan- kerajaan Jawa masa lalu, serta hubungan antar pulau dengan adanya peperangan yang terjadi.

Salah satu versi yang cukup terkenal dari Serat Suryaraja adalah koleksi Kraton Yogyakarta yang disebut Kangjeng Kiai

Suryaraja. Naskah ini diperlakukan sebagai benda pusaka, dan

sangat dikeramatkan. Naskah ini merupakan koleksi pribadi Sultan Hamengkubuwono secara turun-temurun, disimpan di Prabayeksa.

Setahun sekali naskah ini dibersihkan bersama-sama pusaka-pusaka yang lain pada acara siraman pusaka kraton. Acara siraman pusaka ini biasanya dilaksanakan setahun sekali pada hari Jumat Kliwon atau Selasa Kliwon, di bulan Suro tahun Jawa (Susilantini, dkk, 1996/1997: 5).

Naskah Kangjeng Kiai Suryaraja merupakan satu- satunya benda pusaka yang berwujud buku atau manuskrip. Hal ini karena benda-benda pusaka kraton Yogyakarta berupa senjata tradisional seperti tombak, keris, dan perlengkapan perang lain yaitu kereta kuda. Karena kekeramatannya maka tidak sembarang orang dapat melihat atau membaca naskah Kangjeng Kiai Suryaraja ini. Kekeramatan Kangjeng Kiai Serat Suryaraja disebabkan karena kandungan isinya yang sangat penting. Di dalamnya tergambar berbagai kiasan mengenai keadaan nyata pada masa itu. Berbagai

peristiwa sejarah yang terjadi masa

itu dilukiskan dalam Serat Suryaraja.

Selain itu juga ajaran-ajaran

mistik, ngelmu kejawen,

pelajaran-

pelajaran hidup, wawasan terhadap alam dan lingkungan, kehidupan rakyat kecil, kalangan istana, peperangan dengan segala hal yang terjadi, perebutan kekuasaan, pandangan hidup masyarakat, wejangan para pendeta dan cerdik pandai, dan masih banyak lagi.

Juga di dalam Serat Suryaraja secara tersirat memuat cara-cara yang luhur dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi kerajaan pada masa itu sehingga keberadaan Kangjeng Kiai Suryaraja menjadi sangat penting. Juga adanya episode raja seberang, yaitu Raja Pujadewa, yang mengiaskan Belanda, tidak lagi diampuni atau tunduk kepada kerajaan Purwakanda, tetapi hancur dalam perang yang memakan banyak korban dan berkepanjangan. Serat Suryaraja menjadi lebih penting lagi karena di dalamnya memuat kemampuan tokoh utama dalam meraih ilmu kesempurnaan tertinggi sehingga akhirnya mampu memerintah kerajaan dengan adil dan

bijaksana turun-temurun sampai pada anak cucu.

Penutup

Dari uraian tersebut dapatlah diketahui bahwa naskah kuno mengandung berbagai

University Press. Susilantini, Endah, dkk.

1996/1997 Refleksi Nilai-

nilai Budaya Jawa dalam Serat Suryaraja. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Widiyanto, Sigit, dkk. 1999 Sajarah Cikundul: Kajian Sejarah dan Nilai Budaya. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. harus meminimalkan kesukaannya terhadap hal-hal duniawi, serta mengurangi hawa nafsu, mengurangi makan dan tidur, menghilangkan hasrat seks. Lebih baik lagi jika orang tua memberikan contoh dan teladan yang baik bagi anak cucunya sehingga kelak meninggalkan nama baik dan menebarkan nama harum.

Yang terakhir, bekal dalam 9.

mencari ilmu. Seseorang harus berbekal kesungguhan dan kepandaian, supaya dapat tercapai apa yang dicita-citakan. Dalam mempelajari sesuatu harus sampai paham betul dan menjadi pandai, apabila setengah-setengah hanya rugi. Pedoman ini juga berlaku dalam mempelajari ilmu kebatinan dan ilmu-ilmu yang lain.

Demikian garis besar SSG yang menguraikan bekal hidup manusia untuk menjalani hidupnya di dunia dengan ikhlas dan bersungguh- sungguh. Ajaran yang terkandung dalam SSG dapat dipilah yang masih relevan digunakan sebagai pedoman hidup di masa kini. Pada dasarnya, nilai-nilai ajaran (didaktis) SSG mengajarkan kita untuk menjadi arif dan bijaksana dalam menghadapi badai hidup.

menganggur (belum mempunyai pekerjaan) bekalnya tidak lain hanyalah narima ing pandum

(menerima keadaan). Sikap ini harus bersamaan dengan usaha yang keras dan pantang menyerah untuk mendapatkan pekerjaan, demi mendapatkan

penghidupan yang lebih baik. Bekal hidup bagi mereka 8.

yang sudah tua adalah pengetahuan. Berusaha memperbanyak doa dan berbuat baik terhadap sesama hingga akhir usia. Para tua sebisa mungkin

DIDAKTIK DALAM SERAT...

Sambungan Hal. 35

ajaran hidup yang sangat

bermanfaat bagi kehidupan masa sekarang. Kraton Yogyakarta sebagai pusat kebudayaan memiliki aneka hasil budaya yang menarik untuk dikenal. Kangjeng Kiai Suryaraja sudah pasti kebanggaan masyarakat Yogyakarta, khususnya

lingkungan kraton Yogyakarta. Serat Suryaraja sebagai pusaka kraton Yogyakarta menempati posisi terpenting di antara pusaka-pusaka yang lain. Hal ini karena dilihat dari segi isinya sangat relevan bagi kehidupan dari tingkat istana sampai rakyat jelata, dan kekuatan sakral yang terpancar dari Kangjeng Kiai Serat Suryaraja itu sendiri.

Daftar Pustaka:

Baried, Siti Baroroh, dkk. 1985 Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Echols, John M, dan Hassan Shadily

1993 Kamus Inggris Indonesia, An English-Indonesian Dictionary. Ithaca dan London: Cornell

“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010

Kunjungi Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi DIY di : - Jalan Tentara Rakyat Mataram No. 4 Yogyakarta

- Jalan Tentara Rakyat Mataram No. 29 Yogyakarta - Jalan Tentara Rakyat Mataram No. 1 Yogyakarta

- Jalan Malioboro No. 156 Yogyakarta - Unit JSC Kotabaru Yogyakarta

Dokumen terkait