• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3.2. Titik-Titik Pengukuran

3.4Pengujian

Bab IV. Analisa Dan Perhitungan 4.1 Perhitungan Radiasi Matahari

4.2 Perpindahan Kalor pada Bak Penampung (Wadah) 4.3 Hasil Pengujian dan Perhitungan Data Pengujian 4.4 Analisa data hasil pengujian, Tabel dan Grafik Bab V. Kesimpulan dan Saran

Daftar Pustaka Lampiran-Lampiran

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Radiasi Matahari

Radiasi matahari adalah sinar yang dipancarkan dari matahari kepermukaan bumi, yang disebabkan oleh adanya emisi bumi dan gas pijar panas matahari. Radiasi dan sinar matahari dipengaruhi oleh berbagai hal sehingga pancarannya yang sampai dipermukaan bumi sangat bervariasi. Penyebabnya adalah kedudukan matahari yang berubah-ubah, revolusi bumi, dan lain sebagainya. Walaupun cuaca cerah dan sinar matahari tersedia banyak, besarnya radiasi supaya tiap harinya selalu berubah-ubah.

2.1.1. Geometri Radiasi Matahari

Untuk mengetahui energi radiasi yang jatuh pada permukaan bumi dibutuhkan beberapa parameter letak kedudukan dan posisi matahar, hal ini perlu untuk mengkonversikan harga fluks berkas yang diterima dari arah matahari menjadi hubungan harga ekivalen ke arah normal permukaan.

Berikut ini adalah beberapa definisi yang digunakan, antara lain :

1. Sudut datang  adalah sudut antara sinar datang dengan normal pada permukaan pada sebuah bidang

2. Sudut latitude  pada suatu tempat adalah sudut yang dibentuk oleh garis radial ke pusat bumi pada suatu lokasi dengan proyeksi garis pada bidang equator. Sudut deklinasi berubah harga maksimum +23,450 pada tanggal 21 juni ke harga minimum -23,450 pada tanggal 21 desember. Deklinasi 00 terjadi pada tanggal 21 maret dan 22 desembar.

3. Sudut Zenit Zadalah sudut yang dibuat oleh garis vertikal ke arah zenit dengan garis ke arah titik pusat matahari.

4. Sudut Azimuth Z adalah sudut yang dibuat oleh garis bidang horizontal antara garis selatan dengan proyeksi garis normal pada bidang horizontal. Sudut azimut posotif jika normal adalah sebelah timur dari selatan dan negatif pada sebelah barat dan selatan.

5. Sudut latitude  adalah sudut yang di buat oleh garis ke titik pusat matahari dengan garis proyeksinya pada bidang horizontal.

6. Sudut kemiringan (slope)  adalah sudut kemiringan yang di buat oleh permukaan bidang dengan horizontal.

2.2. Intesitas Radiasi Surya

Karena adanya perubahan letak matahari terhadap bumi maka intensitas radiasi surya yang tiba di permukaan buni juga berubah-ubah. Maka berkaitan dengan hal tersebut di atas radiasi surya yang tiba pada suatu tempat di permukaan bumi dapat kita bedakan menjadi 3 jenis. Ketiga jenis radisi itu adalah

1. Radiasi Lansung (direct radiation)

Intensitas radiasi lansung atau sorotan per jam pada sudut masuk normal Ibn dari persamaan berikut ini

z b bn I I  cos  ………. (2.1)

dimana Ib adalah radiasi sorotan pada sumbu permukaan horisontal dan cosz adalah sudut zenit. Dengan demikian, untuk suatu permukaan yang dimiringkan dengan sudut  terhadap bidang horisontal, intensitas dari komponen sorotan adalah

z T b T bn bT I I I    cos cos cos   ……… (2.2)

Dimana T disebut sudut masuk, dan didefinisikan sebagai sudut antara arah sorotan pada sudut masuk normal dan arah komponen tegak lurus (900) pada permukaan bidang miring.

2. Radiasi Sebaran (diffuse radiation)

Radiasi sebaran yang disebut juga radiasi langit (sky radiation), adalah radiasi yang dipancarkan ke permukaan penerima oleh atmosfer, dan karena itu berasal dai seluruh bagian hemisfer langit. Radiasi sebaran (langit) didistribusikan merata pada hemisfer (disebut distribusi isotropik), maka radiasi sebaran pada permukaan miring dinyatakan dengan :

      2 cos 0 , 1  d dT I I ………. (2.3)

Dimana  adalah sudut miring dari permukaan miring dan Id menunjukan besarnya radiasi sebaran per jam pada suatu permukaan horisontal.

3. Radiasi Pantulan

Selain komponen radiasi lansung dan sebaran, permukaan penerima juga mendapatkan radiasi yang dipantulkan dari permukaan yang berdekatan, jumlah radiasi yang dipantulkan tergantung dari reflektansi  (albeldo) dari permukaan yang berdekatan itu, dan kemiringan permukaan yang menerima .Radiasi yang dipantulkan per jam, juga disebut radiasi pantulan.

    2 cos 1   b d rT I I I ………. (2.4)

Dimana reflektansi  dianggap 0,20 – 0,25 untuk permukaan-permukaan tanpa salju dan 0,7 untuk lapisan salju yang baru turun, kecuali jika tersedia data yang lain.

Gambar 2.1..Jenis-jenis radiasi

Indonesia yang terletak di daerah tropis memiliki keadaan cuaca yang cukup berawan sehingga porsi radiasi hambur cukup besar. Alat yang digunakan untuk melakukan pengukuran terhadap besarnya radiasi global di sebut Piranometer. Alat inimengukur besarnya radiasi matahari yang datang dan segala arah. Sedangkan untuk mengukur radiasi lansung kita menggunakan alat yang

Gambar 2.2. Piranometer (kiri) dan Piranograp (kanan)

Lapisan luar dari matahari yang disebut fotosfer memancarkan suatu spektrum radiasi yang kontinu. Untuk pembahasan ini cukup dianggap matahari sebagai sebuah benda hitam, sebuah radiator sempurna pada 5762 K. Dalam ilmu fotovoltaik dan studi mengenai permukaan tertentu, distribusi spektral adalah penting.

Gambar 2.3. Bola Surya Dimana :

ds = Diameter matahari

R = Jarak rata-rata matahari – bumi.

Radiasi yang dipancarkan oleh permukaan matahari, ES, adalah sama dengan hasil perkalian konstanta Stefan-Bolzman , pangkat empat temperatur permukaan absolut TS4 dan luas permukaan ds2,

W T d

Dimana  = 5,67 x 10-8 W/(m2.K4), temperatur permukaan Ts dalam K, dan diameter matahari ds dalam meter.dari gambar di atas dapat dilihat jari-jari R adalah sama dengan jarak rata-rata antara matahari dan bumi. Luas permukaan bumi adalah sama dengan 4R2, dan fluksa radiasi pada satu satuan luas dari permukaan bola tersebut yang dinamakan iradiansi, menjadi

2 4 2 4R T d G s s W/m2 ……….... (2.6)

Dengan garis tengah matahari 1,39 x 109 m, temperatur permukaan matahari 5762 K, dan jarak rata-rata antara matahari dan bumi sebesar 1,5 x 1011 m, maka fluksa radiasi persatuan luas dalam arah yang tegak lurus pada radiasi tepat diluar atmosfer bumi adalah

2 2 11 4 4 3 2 2 9 4 2 8 ) 10 5 , 1 ( 4 ) 10 762 , 5 ( ) 10 39 , 1 ( ) . /( 10 67 , 5 m x x K x x m x x K m W x G  = 1353 W/m2

Radiasi surya yang diterima pada satuan luasan di luar atmosfir tegak lurus permukaa matahari pada jarak rata-rata antara matahari dengan bumi disebut konstanta surya adalah 1353 W/m2 dikurangi intesitasnya oleh penyerapan dan pemantulan atmosfer sebelum mencapai permukaan bumi. Ozon di atmosfer menyerap radiasi dengan panjang gelombang pendek (ultraviolet), karbondioksida dan uap air menyerap sebagian radiasi dengan panjang gelombang yang lebih panjang (inframerah). Selain pengurangan radiasi bumi yang lansung atau sorotan oleh penyerapan tersebut, masih ada radiasi yang dipancarkan oleh molekul-molekul gas, debu, dan uap air dalam atmosfer sebelum mencapai bumi sebagai radiasi sebaran, Pengukuran berikutnya terjadi apabila permukaan penerima radiasi itu tidak pada kedudukan tegak-lurus sorotan radiasi yang masuk.

Tabel 2.1 Satuan lain untuk Konstanta Surya Konstanta Surya ( Gsc ) 1353 W/m2 429 Btu/(hr.ft2) 116.4 Langley/hr 4.871 MJ/m2.hr

(sumber “Tekhnologi Rekayasa Surya”, Diterjemahkan oleh Prof. Wiranto Arismunandar,)

Konstanta surya (G) adalah konstanta yang digunakan sebagai dasar acuan untuk mengetahui besarnya intensitas radiasi surya sebelum mengalami penurunan karena berbagai macam hambatan dalam perjalanannya menuju permukaan bumi. Hambatan yang timbul itu adalah seperti, ketika radiasi surya melewati lapisan-lapisan atmosfir, itu terjadinya yang mempengaruhi posisi matahari, posisi dan letak permukaan pada bumi, dan kondisi-kondisi lainnya.

Dari tabel diatas memuat konstanta surya dalam satuan lain. Satuan

langley sama dengan 1 kalori/cm2, adalah satuan yang umumnya dapat dijumpai dalam literatur mengenai radiasi surya, dimana 1 kalori = 4,187 Joul, maka 1 langley = 1 kalori/cm2 = 0,04187 MJ/m2, suatu faktor konversi yang sering digunakan.

2.2.1 Intensitas Radiasi Surya Pada Bidang Permukaan

Bumi berevolusi pada sumbunya selama 365 hari, bumi juga berrotasi pada sumbunya selama satu hari. Selama berevolusi dan berrotasi pada sumbunya bumi mengalami kemiringan terhadap sumbu vertikalnya sebesar 23,5O.

Pada gambar diatas (gambar 2.4) dapat dinyatakan di dalam suatu hubungan persamaan sebagai berikut :

     

sin cos .cos .cos

cos     ……… (2.7)

(sumber “Tekhnologi Rekayasa Surya”, Diterjemahkan oleh prof. Wiranto Arismunandar)

Dimana :

 : Sudut sinar datang terhadap garis normal permukaan  : Sudut deklinasi

 : Garis lintang dari posisi alat

 : Kemiringan sudut permukaan dan alat  : Sudut waktu

Besarnya sudut yang dialami bumi terhadap sumbu vertikalnya di sebut deklinasi. Dan deklinasi inilah yang mempengaruhi terjadinya distribusi sinar matahari dan energi panas surya pada bidang permukaan bumi.

Bila hasil perkalian intensitas surya yang diterima bumi dengan cosinus sudut sinar datang, maka besarnya laju energi yang diterima oleh suatu permukaan di bumi dengan luasan persegi dapat ditulis dengan persamaan.

cos .

/A GT

q ……… (2.8) (sumber “Tekhnologi Rekayasa Surya”, Diterjemahkan oleh prof. Wiranto Arismunandar)

Dimana :

q : Laju energi, (W)

A : Satuan luas pada bidang, (m2)

GT : Intensitas radiasi surya yang diterima oleh permukaan bumi, (W/m2)  : Sudut sinar dating

2.2.2. Data Radiasi Matahari di Wilayah Indonesia

Bedasarkan data penyinaran matahari yang dihimpun dari beberapa lokasi di Indonesia, radiasi surya di Indonesia dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

 Untuk Kawasan Barat Indonesia (KBI) sekitar 4,5 kWh/m2/hari dengan variasi bulanan sekitar 10 %.

 Untuk Kawasan Timur Indonesia (KTI) sekitar 5,1 kWh/m2/hari dengan variasi bulanan 9 %.

 Dengan demikian, kecepatan angin rata-rata di Indonesia sekitar 4,8kWh/m2/hari dengan variasi bulanan 9 %.

Catatan :

Pada tengah hari yang cerah radiasi sinar matahari di bumi mampu mencapai nilai 1000 W/m2 = 1 kW/m2 = 100mW/cm2.

Tabel 2.2 Radiasi Penyinaran Matahari di Indonesia Pebruari 2008

WILAYAH POTENSI RADIASI VARIASI

BULANAN Kawasan Barat

Indonesia (KBI) Per hari 4,5 kWh/m2 10 %

Kawasan Timur

Indonesia (KTI) Per hari 5,1 kWh/m2 9 %

Rata-Rata Wilayah

Indonesia 4,5 – 4,8 kWh/m2/hari 9,5 %

(sumber “htp;//theindonesiannoor.com/index2.html”.)

Kemudian diadakan suatu pendekatan Intensitas radiasi surya (GT) yang diterima oleh permukaan atmosfir bumi sesuai tanggal dan bulan sebagai waktu pelaksanaan, sehingga pada akhirnya radiasi surya yang tiba pada permukaan bumi akan berkurang. Intensitas surya yang diterima oleh permukaan atmosfir bumi dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

GT = GR           25 . 365 360 cos 033 . 0 1 xn ………. (2.9)

(sumber “Tekhnologi Rekayasa Surya”. Diterjemahkan oleh prof. Wiranto Arismunandar)

Dimana :

GT : Intensitas radiasi surya yang diterima oleh permukaan bumi. GR : Konstanta surya (4500 W/m2). (sumber tabel 2.2)

n : Jumlah hari, dihitung mulai 1 januari

2.3 Dasar-Dasar Perpindahan Kalor

Definisi dari perpindahan kalor adalah berpindahnya energi dari suatu daerah ke daerah lainya sebagai akibat perbedaan suhu antara daerah-daerah tersebut. Secara umum perpindahan kalor dapat dukategorikan dalam tiga cara yang berbeda , yaitu :

a) Perpindahan kalor secara konduksi

Konduksi adalah suatu proses dimana kalor mengalir dari daerah yang bersuhu tinggi menuju daerah yang bersuhu lebih rendah di dalam satu media (padat, cair dan gas), atau antara media-media yang berlainan yang bersinggungan secara lansung. Untuk menghitung laju aliran secara konduksi dapat dijabarkan dalam suatu persamaan yang dinyatakan dengan hukum Fourier, yaitu :

      dx dT kA qkond ……….. (2.11)

(Sumber Holman, J.P Perpindahan Panas, hal. 2) Dimana :

qkond : Laju perpindahan kalor dengan cara konduksi, (W) k : Konduktivitas thermal, (W/m.K)

Ε : Luas penampang tegak lurus pada aliran kalor, (m2)

dx dT

Dalam aliran kalor konduksi, perubahan energi terjadi karena hubungan molekul secara lansung tanpa adanya perpindahan molekul-molekul yang cukup besar.

b) Perpindahan Kalor Secara Konveksi

Konveksi adalah proses perpindahan kalor dengan kerja gabungan dan kalor konduksi, menyimpan energi dan gerakan mencampur. Perpindahan kalor secara konveksi sangat penting sebagai mekanisme perpindahan kalor antara permukaan benda padat dan cairan atau gas.

Panas secara konveksi menurut cara menggeraknnya dibagi dua bagian yaitu :

 Konveksi alamiah (free convection) terjadi jika gerakan mencampur berlansung, semata-mata akibat dari perbedaan kerapatan yang disebabkan oleh gradien massa jenis.

 Konveksi paksa (forced convection) terjadi jika gerakan mencampur di sebabkan oleh suatu alat dari luar, seperti pompa atau kipas.

Pada umumnya,. Perpindahan kalor dengan cara konveksi antara suatu permukaan dengan suatu fluida dapat dihitung dengan suatu persamaan, yaitu :

W f

konv hAT T

q   ……… (2.12)

(Sumber Holman, J.P Perpindahan Panas, hal. 11)

Dimana :

qkonv : Laju perpindahan panas dengan cara konveksi, (W) A : Luas permukaan perpindahan kalor, (m2)

h : Koefesien konveksi, (W/(m2.K)) Tf : Temperatur fluida, (K)

c) Perpindahan Kalor Secara Radiasi

Radiasi adalah proses dimana kalor mengalir dari benda bersuhu tinggi menuju ke suatu benda yang bersuhu lebih rendah, bila benda-benda itu terpisah dalam ruangan dan bahkan bila terdapat ruang hampa di antara benda-benda tersebut. Untuk menghitung laju pancaran radiasi pada suatu permukaa dapat digunakan persamaan sebagai berikut :

4 . . .  A T q  ………... (2.13)

(Sumber Holman, J.P Perpindahan Panas, hal 11)

Dimana :

q : Laju perpindahan kalor radiasi, (W)  : Emisivitas benda, (0<<1)

 : Konstanta Stefan-Boltzznann, 5,67 x 10-8 W/(m2.K4)

T

 : Perpindahan temperatur, (K)

A : Luas permukaan bidang, (m2)

2.4. Penguapan pada Distilasi

Panas yang dipindahkan ke tutup oleh penguapan dinyatakan dengan persamaan berikut : 2 3 / 10 27 , 16 kW m T T P P q x q C W C W konv uap        …………..(2.14) Dimana :

quap : Kalor penguapan (kW/m2) Pw dan Pc : Tekanan parsial uap air (N/m2) TW : Temperatur permukaan air (0C) TC : Temperatur Kaca (0C)

Untuk PW dan PC adalah tekanan parsial uap air (N/m2) yang diperoleh dari tabel uap (lihat Lampiran) pada temperature air TW dan TC.

2.5. Sifat-Sifat Radiasi

Pada gelombang elektromagnet berjalan melalui suatu medium (vakum) dan mengenai suatu permukaan atau medium lain maka sebagian gelombang akan dipantulkan, sedangkan gelombang yang tidak dipantulkan akan menembus ke dalam medium atau permukaan yang dikenainya. Pada saat melalui medium gelombang secara berkelanjutan akan mengalami pengurangan. Jika pengurangan tersebut berlansung sampai tidak ada lagi gelombang yang akan menembus permukaan yang dikenainya maka permukaan itu disebut sebagai benda yang bertingkahlaku seperti benda hitam.

Jika gelombang melalui suatu medium tanpa mengalami pengurangan hal ini disebut sebagai benda (permukaan) transparan dan jika hanya sebagian dari gelombang yang mengalami pengurangan hal ini disebut sebagai permukaan semi transparan. Suatu benda bertingkahlaku seperti benda hitam, transparan atau semi transparan tergantung kepada ketebalan lapisan materialnya. Benda logam biasanya bersifat seperti benda hitam. Benda non logam umumnya memerlukan ketebalan yang lebih besar sebelum benda ini bersifat seperti benda hitam.

Permukaan yang bersifat seperti benda hitam tidak akan memantulkan cahaya radiasi yang diterimanya, oleh karena itu kita sebut sebagai penyerap paling baik atau permukaan hitam. Jadi permukaan yang tidak memantulkan radiasi akan terlihat hitam oleh kita karena tidak ada sinar radiasi yang dipantulkan mengenai mata kita. Benda hitam merupakan penyerap dan penghasil energi yang baik pada setiap panjang gelombang dan arah radiasi.

2.6. Karakteristik Radiasi dari Permukaan yang Bertingkahlaku Seperti Benda Hitam

Sifat dari permukaan radiasi (emisivitas) didefinisikan sebagai perbandingan radiasi yang dihasilkan oleh permukaan terhadap radiasi yang dihasilkan oleh permukaan benda hitam pada temperatur yang sama. Emisivitas mempunyai nilai yang berbeda tergantung kepada panjang gelombang dan arahnya. Nilai emisivitas bervariasi dari 0 sampai dengan 1, dimana benda hitam mempunyai nilai emisivitas 1.

Gambar 2.5 Nilai total, normal emisivitas dari beberapa benda

Beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh dari gambar tersebut adalah :  Emisivitas dari permukaan metalic umumnya kecil, hanya sekitar 0,02

untuk emas dan perak yang dilapisi.

 Keberadaan dari layers oxide sangat penting dalam meningkatkan emisivitas dari permukaan metalic. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan nilai 0,1 untuk stainless steel yang teroksidasi ringan dengan nilai yang hampir mendekati 0,5 untuk stainless steel yang teroksidasi berat.

 Emisivitas dari non konduktor umumnya besar, melebihi nilai 0,6.

 Emisivitas dari konduktor meningkat dengan peningkatan temperatu, walaupun demikian emisivitas juga tergantung kepada sifat-sifat khusus dari material. Emisivitas dari non konduktor mungkin meningkat atau menurun dengan peningkatan temperatur.

Kesimpulan terakhir yang dapat diambil bahwa emisivitas dari suatu materi sangat tergantung kepada sifat atau ciri khas dari permukaan material tersebutyang dipengaruhi oleh proses manupacturing, perlakuan panas, serta reaksi kimia dengan lingkungan sekitarnya.

2.7 Sistem Distilasi

2.7.1 Konsep Dasar Sistem Destilasi

Diantara beberapa pemanfaatan tenaga surya sebagai sumber energi, sistem distilasi adalah salah satu sistem sederhana yang berguna untuk memenuhi salah satu kebutuhan pokok manusia.

Dalam menghasilkan atau memproduksi garam dari air laut digunakan energi/tenaga surya untuk menguapkan airnya dan menghasilkan butiran garam, cara ini telah dilakukan sejak zaman dahulu kala oleh manusia. Dengan prinsip dasar menghasilkan garam ini, digunakan juga prinsip yang sama namun disini adalah untuk menghasilkan air bersih.

Gambar 2.6 Proses Kerja

Semua sistem distilasi menggunakan prinsip yang sama, yaitu air (air payau, air laut) ditampung pada penampung dasar yang berwarna hitam, yang berfungsi untuk mengabsorbsi/menyerap energi surya/kalor untuk pemanasan sehingga dapat terjadi penguapan cairan yang akan menghasilkan air hasil distilasi (aquabides). Uap air hasil distilasi kemudaian menempel pada bagian dalam dari kaca penutup yang temperaturnya lebih rendah dari pada uap air itu sendiri dan kemudian terkondensasi dan ditampung pada bagian penampung hasil distilasi, kemudian dialirkan tempat penampung hasil distilasi.

Dengan pemikiran dasar pada sistem distilasi (penyulingan air laut), yakni memisahkan garam dan air laut yang didesalinasikan maka dimulailah perkembangan yang lebih luas, salah satunya adalah sistem distilasi. Berikut ini adalah suatu bentuk awal dari alat desalinasi yang mana juga diterapkan pada sistem distilasi.

Gambar 2.7 Distilator

Sistem distilasi atau juga biasa disebut Distilator mempunyai perbedaan dalam hal produksi, sistem distilasi berorientasi pada produksi air bersih sehingga air yang dimasukan (input) ke dalam distilator dapat berasal dari mana saja, sedangkan desalinasi inputnya hanya berasal dari air laut karena tujuannya adalah memperoleh garam. Sistem desalinasi dan sistem distilasi dapat disamakan sehingga untuk teori distilasi dapat digunakan teori desalinasi dan juga sebaliknya.

Maka dapat disimpulkan bahwa distilasi adalah sistem sistem yang digunakan untuk memperoleh air bersih dengan cara memisahkan air dari kandungan kotoran-kotoran pada air yang didistilasikan (air kotor).

2.7.2. Teori Dasar Perhitungan Sistem Distilasi

Didalam sistem distilasi terjadi proses penguapan air dengan cara pemanasan menggunakan energi surya, sehingga dihasilkan uap air yang terpisah dari kandungan unsur-unsur lainnya. Dalam menghasilkan uap air pada sistem distilasi ada empat temperatur yang terkait dalam proses distilasi. Yaitu temperatur permukaan air, termperatur dasar air, temperatur kaca dalam ruang distilasi dan temperatur ruang distilasi.

Tapi di sub ini yang akan dibahas adalah untuk menghitung massa uap air dan effsiensi distilasi. Untuk menghitung massa uap air digunakan rumus :

fg uap uap h q mLiter/(jam.m2) ……… (2.15)

Sedangkan untuk effisiensi digunakan rumus :

% 100 x G q R uap   ……….. (2.16) Keterangan :

muap :Laju Distilasi (Kecepatan perpindahan massa penguapan), (Liter/(jam.m2))

hfg : Panas laten penguapan, (2308 kJ/kg)

GR : Radiasi surya, (W/m2)  : Effisiensi, (%)

2.8. Kandungan Air Laut

Pada suatu air laut mempunyai berbagai macam kandungan elemen yang berbentuk ion-ion,dan air laut mempunyai pH berkisar 7,5 – 8,4. Pada tabel berikut ini dapat dilihat kandungan yang dimiliki air laut.

Tabel 2.3. Elemen-elemen yang dikandung air laut

(sumber : www.seafriend.org.nz/oceano/seawater html)

Chemical ion valence concentration ppm, mg/kg part of salinity % molecular weight mmol/ kg Chloride Cl -1 19345 55.03 35.453 546 Sodium Na +1 10752 30.59 22.990 468 Sulfate SO4 -2 2701 7.68 96.062 28.1 Magnesium Mg +2 1295 3.68 24.305 53.3 Calcium Ca +2 416 1.18 40.078 10.4 Potassium K +1 390 1.11 39.098 9.97 Bicarbonate HCO3 -1 145 0.41 61.016 2.34 Bromide Br -1 66 0.19 79.904 0.83 Borate BO3 -3 27 0.08 58.808 0.46 Strontium Sr +2 13 0.04 87.620 0.091 Fluoride F -1 1 0.003 18.998 0.068

Dan Disepanjang ekpedisi Challengerpada tahun1870, ditemukan bahwa perbandingan antara elemen-elemen hampir konstan walaupun kadar garam (pada jumlah H2O dapat bervariasi. Perhatikan bahwa dari table diatas membedakan secara sekilas dalam publikasi yang berbeda. Begitu juga pada laut yang terkurung oleh daratan seperti laut hitam dan laut Baltik memiliki konsentrasi yang berbeda.

Gambar 2.8. Lautan di muka Bumi

(sumber : www.seafriend.org.nz/oceano/seawater html)

Peta dunia ini menunjukan kadar air laut samudra sedikit berubah mulai dari 32ppt (3,2%) sampai dengan 40ppt (4,0%). Kadar air garam yang rendah ditemukan pada air laut dingin, khususnya selama musim panas ketika es mencair kadar garam tinggi ditemukan pada hamparan laut pada samudra Continental. Berhubungan dengan penurunan udara yang kering dan sejuk dan juga pemanasan daerah padang pasir laut ini memiliki sangat sedikit curah hujan dan penguapan yang tinggi.

Laut merah yang berlokasi di daerah padang laut tetapi hampir keseluruhan tertutup menunjukan kadar garam tertinggi dari keseluruhan (40ppt) tetapi laut Mediterania mengikuti laut merah yaitu 38ppt. Kadar garam terendah ditemukan diatas area Laut Baltik (0.5%). Laut mati memiliki Kadar garam 24% dan terdiri atas kebanyakan Magnesium Klorida MgCl2. Area laut dangkal memiliki kadar garam 2,6 – 3,0% dan muara 0 – 3 %.

Pada pH 7,0 (air yang Netral) hanya 0,1 mol /kg(10-7) air dipisahkan kedalam ion hidrogen positif (H+) dan ion hidrosil negatif (OH-). Dilautan dimana pH yang ditemukan sebesar 8. Ini bahkan menjadi lebih kurang dari 0,01 mol /kg yang mana menyebabkan ion hidrogen 20 kali lebih kecil dari pada oksigen dan 200 kali lebih kecil dari pada karbondioksida. Hal ini mernerangkan bahwa betapa pentingnya pH terhadap produktifitas ekosistem air.

Pada pengujian ini diambil air yang berasal dari air laut Belawan yang mempunyai pH 8 yang diukur dengan kertas Lakmus. Pada gambar ini dapat dilihat dilihat ph air pada setiap air laut yang ada dipermukaan bumi.

BAB III

ALAT DAN PENGUJIAN SISTEM DISTILATOR ENERGI SURYA TIPE ATAP

3.1 Alat-Alat pada Sistem Distilasi

Pada sistem distilasi energi Surya dengan menggunakan tipe atap miring mempunyai alat-alat yang sangat penting diantaranya :

1. Distilator

Di dalam memilih bahan yang akan dipergunakan untuk wadah atau penampung ada beberapa kriteria yang dipergunakan, yaitu :

 Daya tahan.

 Kemampuan dan harga.

 Mudah dalam pemakaian dan pemeliharaannya.

Wadah air yang akan dibuat dalam perencanaa sistem distilasi air tenaga surya adalah memiliki panjang wadah (Wadah) 100 cm dan lebar (lWadah) 100 cm serta memiliki kapasitas tampung air (M) yang akan didistilasi sebesar 1 00 liter. Dalam perencanaan ini bahan yang dipilih harus memiliki daya hantar panas yang baik, kuat dan tidak rusak dalam waktu yang lama.

Untuk dipilih fiber glass yang memiliki sifat-sifat :

 Konduktivitas thermal (k) = 0,05 W/m.K

 Massa jenis () = 700 kg/m3

Ada 3 bagian utama dari dinding ruang distilator yaitu : 1. Penampang dasar dengan data sebagai berikut :

 Panjang penampang dasar () = 1 m

 Lebar penampang dasar ( l ) = 1 m

 Tebal penampang dasar ( t ) = 0,002 m 2. Dinding belakang ruang distilator :

 Tinggi dinding dari dasar = 1 m

Dokumen terkait