BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.5. Tocopherol
Tocopherol adalah bentuk dari α-tokoferol (C29H50O2) termasuk d- atau dL α-tokoferol (C29H50O2). Atau dL α-tokoferol asetat (C31H52O3), atau dL α -tokoferol suksinat (C33H54O5), mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 102,0% masing-masing C29H50O2, C31H52O3, C33H54O5. (Farmakope Indonesia 1998).
Tocopherol pertama kali ditemukan tahun 1922 dan merupakan vitamin yang larut dalam lemak (Burton, 1994). Vitamin ini secara alami memiliki 8 isomer yang dikelompokkan dalam 4 tokoferol (α, , ,δ) dan 4 tokotrienol (α, , ,δ). Bentuk vitamin E ini dibedakan berdasarkan letak berbagai grup metil pada cincin fenil rantai cabang molekul dan ketidakjenuhan rantai cabang (Burton, 1994; Brigelius-Flohe, 1994). α-tokoferol merupakan bentuk tokoferol yang paling aktif dan paling penting untuk aktivitas biologi tubuh, sehingga aktivitas vitamin E diukur sebagai α-tocopherol.
Tocopherol merupakan pertahanan baris pertama terhadap proses peroksidasi asam lemak tak jenuh ganda yang terdapat di dalam fosfolipid membran selular dan subselular. Fosfolipid mitokondria, retikulum endoplasma, serta membran plasma memiliki afinitas terhadap α-tocopherol, dan tocopherol
tampak terkonsentrasi di tempat-tempat ini. Tocopherol berfungsi sebagai antioksidan, memutus berbagai reaksi rantai radikal bebas karena kemampuannya memindahkan hidrogen fenolat kepada radikal bebas peroksil asam lemak tak jenuh ganda yang terperoksidasi, berikut kerja dari antioksidan memutus rantai yang dimilki tocopherol terhadap radikal peroksil (ROO· + TocOH ROOH + TocO· dan ROO· + TocO· ROOH + Produk non radikal bebas.
Radikal bebas fenoksi yang terbentuk dapat bereaksi dengan tocopherol untuk menghasilkan kembali tocopherol, atau bereaksi dengan radikal bebas peroksil berikutnya sehingga cincin kromana serta rantai samping dioksidasi menjadi produk bukan radikal bebas. Produk oksidasi ini mengalami konjugasi dengan asam glukoronat melalui gugus 2-hidroksil dan diekskresikan ke dalam getah empedu. Jika bereaksi dengan cara ini tocopherol tidak akan di daur ulang setelah melaksakan fungsinya, tetapi harus sepenuhnya diganti untuk melanjutkan peran biologiknya di dalam sel. Kerja antioksidan tocopherol berlangsung efektif pada konsentrasi oksigen yang tinggi, dan dengan demikian tidaklah mengherankan jika tocopherol tersebut cenderung terkonsentrasi di dalam struktur lipid, yang terpajan pada tekanan parsial O2 paling tinggi, misal membran erotrosit, membran pohon respiratorius, dan retina. Saat ini kebutuhan bagi suplementasi umum dengan salah satu atau seluruh antioksidan di atas belum ditentukan dan keputusan mengenai hal ini masih harus menunggu hasil percobaan intervensi jangka panjang yang kini sedang berlangsung. Meski demikian konsumsi sereal, biji-bijian, buah, dan sayur-sayuran semua merupakan
19
sumber antioksidan yang baik dan dianjurkan untuk digalakkan. (Robet K Murray
et al., 2003)
Tocopherol merupakan pemutus rantai peroksida lemak pada membran. Tocopherol mengendalikan peroksida lemak dengan menyumbangkan ion hidrogen ke dalam reaksi, sehingga mengubah radikal peroksil (hasil peroksidasi lipid) menjadi radikal tocopherol yang kurang reaktif, menyekat aktivitas tambahan yang dilakukan oleh peroksida, sehingga memutus reaksi berantai dan bersifat membatasi kerusakan. (Burton, 1984 )
Tocopherol terutama α tocopherol, telah diketahui sebagai antioksidan yang mampu mempertahankan integritas membran. Senyawa tersebut dilaporkan bekerja sebagai Scavenger radikal bebas oksigen, peroksi lipid, dan oksigen singlet (Diplock et al., 1989). Menurut Ascherio,et al., (1992), α tokopherol merupakan bentuk suplemen vitamin E yang paling banyak. Vitamin E berfungsi sebagai donor ion hidroge yang mampu mengubah radikal peroksil (hasil peroksidasi lipid) menjadi radikal tokoferol yang kurang reaktif, sehingga tidak mampu merusak rantai asam lemak.
Helgheim, et al., (1979) juga menyatakan bahwa setelah olah raga berat, aktivitas enzim otot seperti kreatin kinase dan laktat dehidrogenase dalam darah sama halnya pada orang yang mengonsumsi 300 mg vitamin E selama 6 minggu. Namun pada otot yang terluka akibat olah raga, peroksidasi lipid tidak dapat direduksi oleh suplementasi vitamin E 600 IU/hari, yang diberikan 2 hari sebelum dan setelah olah raga (Francis & Hoobler, 1986).
Tocopherol telah diterima sebagai zat yang efektif secara alamiah sebagai antioksidan pemecah rantai, melindungi membran sel dari radikal bebas yang memediasi gangguan peroksida. Pada binatang percobaan (α-tocopherol merupakan bentuk yang paling aktif dari vitamin E) adalah mengikat membran yang diperkirakan mempunyai dua peran dimana fungsi nukleus phenolic sebagai suatu antioksidan pada permukaan membran ketika penstabil sisi rantai membran dengan sisi dari group metil yang dipaskan kedalam celah yang diakibatkan oleh doubel Cis dalam asam lemak. Maka dari itu molekular dari vitamin E adalah sebagai antioksidan atau berpengaruh sebagai efek stabil membran. ( Bilgehan Dogru Pekiner, 2003).
Penelitian tentang efek antioksidan tocopherol pada hewan percobaan menggunakan berbagai dosis tocopherol berdasarkan berat badan hewan percobaan atau jumlah tocopherol yang dicampur dengan diet. El-Enazi (2007) meneliti efek antioksidan α-tocopherol sebanyak 100mg, 200mg, dan 400mg/kg diet yang dicampurkan dalam pakan dan diberikan selama 5 minggu pada mencit betina dewasa yang mendapat stres panas. Hasilnya menunjukkan bahwa ketiga dosis tocopherol tersebut mampu mengatasi kondisi stres oksidatif pada fungsi reproduksi mencit betina tersebut yang ditandai dengan perbaikan siklus estrus, peningkatan jumlah implantasi atau fetus, dan peningkatan kadar hormon progesteron. Rusdi et al., (2005) mendapatkan adanya efek antioksidan dengan potensi yang sama antara ekstrak kayu secang, tocopherol, dan vitamin C pada jaringan hati mencit. Dalam hal ini pemberian tocopherol 2mg/hari per oral selama 15 hari dapat melindungi jaringan hati dan meningkatkan Status
21
Antioksidan Total yang diukur dalam jaringan hati mencit yang terpapar aflatoxin, yaitu toksin yang dihasilkan jamur A.Flavus dan A. Parasticus yang dapat bertindak sebagai radikal bebas dan bersifat hepatotoksik. Wresdiyati et al., (2002) melaporkan pemberian α-tocopherol dengan dosis 60 mg/kg/berat badan/hari selama tujuh hari pada tikus yang mendapat perlakuan stres yaitu dengan cara puasa selama 5 hari dan berenang selama 5 menit/hari menunjukkan peningkatan aktivitas SOD (Superoxide Dismutase).
Kelarutannya :
Bentuk vitamin E tidak larut dalam air, larut dalam ethanol, dapat bercampur dengan eter, aseton, minyak nabati dan klorafaron. (Farmakope Indonesia edisi IV 1998 Depkes RI.
Penelitian tentang efek antioksidan vitamin E pada hewan percobaan menggunakan berbagai dosis vitamin E berdasarkan berat badan hewan percobaan atau jumlah vitamin E yang dicampurkan dalam diet. Al-Enazi (2007) meneliti efek antioksidan α-tokoferol sebanyak 100mg, 200mg dan 400mg/kg diet yang dicampurkan dalam pakan dan diberikan selama 5 minggu pada mencit betina dewasa yang mendapat stres panas. Hasilnya menunjukkan bahwa ketiga dosis tocopherol tersebut mampu mengatasi kondisi stres oksidatif pada fungsi reproduksi mencit betina tersebut yang ditandai dengan perbaikan siklus estrus, peningkatan jumlah implantasi atau fetus, dan peningkatan kadar hormon progesteron. Rusdi et al., (2005) mendapatkan adanya efek antioksidan dengan potensi yang sama antara ekstrak kayu secang, vitamin C, dan vitamin E pada
jaringan hati mencit. Dalam hal ini pemberian vitamin E 2 mg/hari per oral selama 15 hari dapat melindungi jaringan hati dan meningkatkan status antioksidan total yang diukur dalam jaringan hati mencit yang terpapar aflatoxin, yaitu toksin yang dihasilkan jamur A. Flavus dan A. Parasiticus yang bertindak sebagai radikal bebas dan bersifat hepatotoksik. Wresdiyati et al., (2002) melaporkan pemberian α-tokoferol dengan dosis 60 mg/kg/berat badan /hari selama tujuh hari pada tikus yang mendapat perlakuan stres yaitu dengan cara puasa selama 5 hari dan berenang selama 5 menit/hari menunjukkan peningkatan aktivitas SOD (Superoxide Dismutase) dan menurunkan kadar MDA dalam jaringan hati tikus. Verna et al., (2001) mendapatkan pemberian vitamin E 2 mg/hari per oral selama 45 hari mampu meningkatkan aktivitas enzim superoxide dismutase, glutathione
peroxidase, dan catalase, serta menurunkan kadar MDA testis mencit yang
dipaparkan aflatoxin 25 g/hari per oral selama 45 hari.