• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Tocopherol Terhadap Kadar Testosteron, Jumlah Sperma, dan Berat Testis Mencit Jantan Dewasa (Mus musculus L.) Yang Mendapat Latihan Fisik Maksimal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pemberian Tocopherol Terhadap Kadar Testosteron, Jumlah Sperma, dan Berat Testis Mencit Jantan Dewasa (Mus musculus L.) Yang Mendapat Latihan Fisik Maksimal"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN TOCOPHEROL

TERHADAP KADAR TESTOSTERON, JUMLAH SPERMA DAN BERAT TESTIS MENCIT JANTAN DEWASA ( Mus musculus L.)

YANG MENDAPAT LATIHAN FISIK MAKSIMAL

TESIS

ZULFAHRI 087008021 / BM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU BIOMEDIK FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2011

(2)

PENGARUH PEMBERIAN TOCOPHEROL

TERHADAP KADAR TESTOSTERON, JUMLAH SPERMA DAN BERAT TESTIS MENCIT JANTAN DEWASA ( Mus musculus L.)

YANG MENDAPAT LATIHAN FISIK MAKSIMAL

TESIS

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Biomedik dalam Program Studi Magister Ilmu Biomedik

Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

ZULFAHRI 087008021 / BM

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : PENGARUH PEMBERIAN TOCOPHEROL TERHADAP KADAR TESTOSTERON, JUMLAH SPERMA DAN BERAT TESTIS MENCIT JANTAN DEWASA (Mus musculus L.)YANG MENDAPAT LATIHAN FISIK MAKSIMAL

Nama Mahasiswa : Zulfahri Nomor Pokok : 087008021 Program Studi : Ilmu Biomedik

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Em. dr. Yasmaeni Yazir) Ketua

(Prof. Dr.Drs. Syafruddin M.Biomed) Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(dr. Yahwardiah Siregar, PhD) (Prof. Gontar A. Siregar, Sp.PD-KGEH)

 

(4)

Tanggal lulus : 15 Juli 2011 Telah diuji pada tanggal : 15 Juli 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Em. dr. Yasmeini Yazir

(5)

ABSTRAK

Salah satu efek dari latihan fisik maksimal terbentuknya radikal bebas. Radikal bebas merupakan suatu atom atau molekul yang tidak mempunyai pasangan elektron dan dapat merusak molekul-molekul penting bagi fungsi seluler. Pada kondisi stress oksidatif, radikal bebas akan menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid membran sel dan merusak organisasi membran sel. Seperti rusaknya sel-sel Leydig dalam testis sehingga menyebabkan kurangnya hormon testosteron yang dihasilkan dan menyebabkan gangguan spermatogenesis.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemberian tocopherol terhadap fungsi testis akibat stres oksidatif yang ditimbulkan dari latihan fisik maksimal pada mencit jantan dewasa (Mus musculus

L.). Penelitan menggunakan mencit (Mus musculus L.) jantan yang dibagi dalam 5 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 5 ekor, P0: Mencit tidak diberi perlakuan (kelompok Kontrol), P1: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal selama 35 hari, P2: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal ditambah aquades 0,5 ml selama 35 hari, P3: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal selama 20 hari lalu diberikan vitamin E 2mg dan Latihan Fisik Maksimal, P4: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal dan Vitamin E 2 mg selama 35 hari. Pada akhir perlakuan sesuai dengan kelompok, dilakukan pemeriksaan terhadap kandungan testosteron, berat testis dan jumlah sperma mencit.

Hasil penelitian ini menunjukkan tocopherol meningkatkan kadar testosteron dan jumlah sperma mencit jantan dewasa yang mendapatkan latihan fisik maksimal secara nyata (p<0,05). Tocopherol meningkatkan berat testis mencit jantan dewasa yang mendapat latihan fisik maksimal, tetapi tidak nyata (p>0,05). Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan penambahan dosis vitamin E dan lama pemberian.

Kata Kunci: Testosteron, Berat Testis, Jumlah sperma, Tocopherol, Latihan Fisik Maksimal, Mencit.

(6)

ABSTRACT

One of the effect maximum physical exercise formation of free radicals. Free radicals are an atom or molecule that has no pairs of electrons and can damage the molecules essential for cellular function. In conditions of oxidative stress, free radicals will cause lipid peroxidation of cell membranes and damage the cell membrane organization. As the destruction of Leydig cells in the testes, causing the resulting lack of the hormone testosterone and cause disruption of spermatogenesis.

The purpose of this study was to find out how the effect of tocopherols on testicular function due to oxidative stress generated from maximum exercise in adult male mice (Mus musculus L.). Research using mice (Mus musculus L.) males who were divided into 5 groups, each group consisted of 5repetitions, P0: Mice given no treatment (control group), P1: Mice were treated maximum physical exercise for 35 days, P2: Mice were given maximum physical exercise treatment aquades plus 0.5 ml for 35 days, P3: Mice were treated maximum physical exercise for 20 days and then given vitamin E 2mg and maximum physical exercise, P4: Mice were treated maximum physical exercise and Vitamin E 2 mg for 35 days. At the end of treatment according towith the group, by checking on the content of testosterone ,testis weight and sperm counts of mice .

The results of this study indicate tocopherol increases testosterone levels and sperm counts of adult male mice who received the maximum physical exercise significantly (p<0.05). Tocopherol increased adult testis weight of male mice that received the maximum physical exercise, but no significant (p>0.05). For further research needs to be additional doses of vitamin E and long delivery.

(7)

iii 

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah peneliti ucapkan kepada Allah swt Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan berkah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian dengan judul ”Pengaruh Pemberian Tocopherol Terhadap Kadar Testosteron, Jumlah Sperma, dan Berat Testis Mencit Jantan Dewasa (Mus

musculus L.) Yang Mendapat Latihan Fisik Maksimal yang menjadi tesis pada

Program Magister Ilmu Biomedik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Selama proses pelaksanaan penelitian ini penulis memperoleh banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak dan oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof.DR.dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A (K)., Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof.Dr.Gontar A. Siregar, Sp.PD, KGEH, dalam jabatan sebagai Dekan Fakultas Kedokteran yang juga membawahi Program Studi Ilmu Biomedik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

(8)

4. Ibu Prof. Em. Dr. Yasmeini Yazir selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah bersedia banyak meluangkan waktu, masukan, dan pemikiran serta saran-saran selama penyusunan penelitian ini.

5. Bapak Prof. Dr. Drs. Syafruddin Ilyas, M.Biomed, yang telah bersedia meluangkan waktu, masukan serta pemikiran beliau sebagai pembimbing penulis selama menyusun penelitian ini.

6. Istri dan anak-anak penulis (Eliya Suryani, SH, Elviza Fahriani S.Ked, M.Farhan Fachri, dan Haya Fachira) atas segala motivasi, dukungan, semangat serta doanya kepada penulis dalam menjalani proses pendidikan dan juga keikhlasan untuk penyelesaian penelitian ini.

7. Teman-teman seangkatan pada Program Study Biomedik 2008, Ilmu Biomedik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, terima kasih atas segala bantuan, kerjasama dan juga pemikirannya untuk penulisan penelitian yang akan penulis lakukan.

Harapan penulis, semoga kiranya proses pendidikan yang penulis jalani ini dapat memberikan manfaat baik bagi penulis sendiri dan bagi orang lain. Akhirul kalam, penulis sangat berterima kasih atas masukan, saran dan kritikan dari semua pihak guna perbaikan dari penelitian ini.

Medan, Juli 2011

Penulis

(9)

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Zulfahri

2. Tempat/tanggal lahir : Medan, 27 Juli 1958

3. Agama : Islam

4. Status : Menikah

5. Nama Istri : Ellya Suryani, SH

6. Alamat : Jl. Harapan Pasti G.Sederhana No.7 Medan 7. Telepon / Hp : 061- 7872411 , 0811657914

8. Pendidikan :

 SD Negri 2 Kuala : 1965 - 1971

 SMP Negri Kuala : 1972 - 1974

 SMAN Kesatria Medan : 1975 - 1977

 S1 Fakultas Kedokteran UISU Medan : 1978 - 1986

9. Pekerjaan :

 Kepala Puskesmas Kota Nopan Tapsel : 1994 – 1997

 Kepala Puskesmas Unimed : 1998 – sampai saat ini

 Staf pengajar FIK UNIMED : 2008 – sampai saat ini

(10)
(11)

vii 

2.6.1. Testis ... 22

2.6.2. Fungsi Testis dan Testosteron ... 23

2.6.3. Tubulus Seminiferus Testis ... 24

2.6.4. Spermatogenesis ... 25

(12)

4.1.3. Berat Testis Mencit . ... 45

4.2. Pembahasan ... 48

4.2.1. Kadar Testosteron Plasma Mencit . ... 48

4.2.2. Jumlah Sperma Mencit . ... 50

4.2.3. Berat Testis Mencit . ... 52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan . ... 55

(13)

ix 

DAFTAR TABEL

Tabel 1 ………. ... 39

Tabel 2 ... ... 40

Tabel 3 ……… ... 43

(14)

DAFTAR SKEMA

(15)

xi 

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 ... 37

Gambar 2 ... 42

Gambar 3 ... 45

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 ………... 61 Lampiran 2 ……… 67 Lampiran 3 ……… 70

 

 

 

 

 

 

 

 

(17)

ABSTRAK

Salah satu efek dari latihan fisik maksimal terbentuknya radikal bebas. Radikal bebas merupakan suatu atom atau molekul yang tidak mempunyai pasangan elektron dan dapat merusak molekul-molekul penting bagi fungsi seluler. Pada kondisi stress oksidatif, radikal bebas akan menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid membran sel dan merusak organisasi membran sel. Seperti rusaknya sel-sel Leydig dalam testis sehingga menyebabkan kurangnya hormon testosteron yang dihasilkan dan menyebabkan gangguan spermatogenesis.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemberian tocopherol terhadap fungsi testis akibat stres oksidatif yang ditimbulkan dari latihan fisik maksimal pada mencit jantan dewasa (Mus musculus

L.). Penelitan menggunakan mencit (Mus musculus L.) jantan yang dibagi dalam 5 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 5 ekor, P0: Mencit tidak diberi perlakuan (kelompok Kontrol), P1: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal selama 35 hari, P2: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal ditambah aquades 0,5 ml selama 35 hari, P3: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal selama 20 hari lalu diberikan vitamin E 2mg dan Latihan Fisik Maksimal, P4: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal dan Vitamin E 2 mg selama 35 hari. Pada akhir perlakuan sesuai dengan kelompok, dilakukan pemeriksaan terhadap kandungan testosteron, berat testis dan jumlah sperma mencit.

Hasil penelitian ini menunjukkan tocopherol meningkatkan kadar testosteron dan jumlah sperma mencit jantan dewasa yang mendapatkan latihan fisik maksimal secara nyata (p<0,05). Tocopherol meningkatkan berat testis mencit jantan dewasa yang mendapat latihan fisik maksimal, tetapi tidak nyata (p>0,05). Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan penambahan dosis vitamin E dan lama pemberian.

Kata Kunci: Testosteron, Berat Testis, Jumlah sperma, Tocopherol, Latihan Fisik Maksimal, Mencit.

(18)

ABSTRACT

One of the effect maximum physical exercise formation of free radicals. Free radicals are an atom or molecule that has no pairs of electrons and can damage the molecules essential for cellular function. In conditions of oxidative stress, free radicals will cause lipid peroxidation of cell membranes and damage the cell membrane organization. As the destruction of Leydig cells in the testes, causing the resulting lack of the hormone testosterone and cause disruption of spermatogenesis.

The purpose of this study was to find out how the effect of tocopherols on testicular function due to oxidative stress generated from maximum exercise in adult male mice (Mus musculus L.). Research using mice (Mus musculus L.) males who were divided into 5 groups, each group consisted of 5repetitions, P0: Mice given no treatment (control group), P1: Mice were treated maximum physical exercise for 35 days, P2: Mice were given maximum physical exercise treatment aquades plus 0.5 ml for 35 days, P3: Mice were treated maximum physical exercise for 20 days and then given vitamin E 2mg and maximum physical exercise, P4: Mice were treated maximum physical exercise and Vitamin E 2 mg for 35 days. At the end of treatment according towith the group, by checking on the content of testosterone ,testis weight and sperm counts of mice .

The results of this study indicate tocopherol increases testosterone levels and sperm counts of adult male mice who received the maximum physical exercise significantly (p<0.05). Tocopherol increased adult testis weight of male mice that received the maximum physical exercise, but no significant (p>0.05). For further research needs to be additional doses of vitamin E and long delivery.

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Aktifitas fisik merupakan kegiatan hidup yang dikembangkan dengan harapan dapat memberikan nilai tambah berupa peningkatan kualitas, kesejahteraan dan martabat manusia. Aktifitas fisik dapat memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan seperti psikologis, sosial, ekonomi, budaya, politik dan fungsi biologis. Terhadap fungsi biologis Aktifitas fisik merupakan modulator dengan spektrum pengaruh yang luas dan dapat terjadi pada berbagai tingkat fungsi..

Latihan fisik yang teratur bila dilakukan sebagai bagian dari gaya hidup sehat akan banyak bermanfaat untuk kesehatan dan dapat mengurangi resiko penyakit kardiovascular, osteoporosis dan penyakit degeneratif lainnya. Dalam hal ini salah satu mekanisme yang ikut berperan adalah berkurangnnya jaringan lemak, perubahann profil lipid, hormonal dan peningkatan fungsi dari mitokhondria. Latihan fisik dapat juga akan meningkatkan fungsi dari otot – otot, mempertahankan massa otot serta memperbaiki sistem adaptasi kardiovaskular .

(20)

20 kali. Sedangkan konsumsi oksigen oleh serabut otot diperkirakan meningkat sampai 100 kali lipat. Peningkatan konsumsi oksigen inilah yang mengakibatkan terjadinya peningkatan produksi radikal bebas yang dapat menimbulkan kerusakan sel. Stres oksidatif adalah suatu keadaan dimana produksi radikal bebas melebihi antioksidan system pertahanan selular (Agarwa et al.,2005, Evas 2000, Helliwell and whiteman, 2004), sehingga terjadi kerusakan membran sel (Singh, 1992) sel-sel otot (Witt et al.,1992) termasuk sel otak dan hati (Barbosa et.al., 2009).

Pada laki-laki, stres oksidatif diduga merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan menurunkan produksi testosteron. Peningkatan Nitric Oxide (NO) yang sering dikaitkan dengan peningkatan Lipid peroksidase pada berbagai jenis stres. Kemudian juga menyebabkan penurunan sekresi testosteron (Turner

et al., 2008). Untuk mencegah ataupun memperbaiki kerusakan sel tersebut,

maka tubuh mempunyai sistem pertahanan antioksidan.

Sistem pertahanan tubuh terhadap radikal bebas meliputi komponen antioksidan endogen seperti superoxide dismutase (SOD), glutation peroksidase (GPX), dan katalase, dapat menghilangkan radikal bebas secara enzimatik dan antioksidan eksogen, yang besarnya tergantung pada masukan diet. Meskipun tubuh secara alamiah dapat mengatasi peningkatan radikal bebas akan tetapi pada kondisi tertentu misalnya latihan fisik yang berat, antioksidan endogen kurang mencukupi, sehingga tubuh memerlukan antioksidan dari luar.

(21)

terutama dengan tujuan mencegah atau mengatasi stes oksidatif akibat latihan fisik maksimal. Tocopherol dapat mencegah dampak buruk litihan fisik maksimal dengan cara mengikat atau menangkap senyawa oksigen reaktif yang dihasilkan selama latihan fisik. Vitamin E mengendalikan peroksidasi lemak dengan menyumbangkan hydrogen kedalam reaksi, dan menyekat aktivitas tambahan yang dilakukan oleh peroksida, sehingga menghambat reaksi berantai dan bersifat membatasi kerusakan (Haryatmi,2003).

Dari uraian diatas dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan, yaitu apakah setiap pelaku latihan fisik maksimal memerlukan antioksidan berupa tocopherol, apakah terhindar dari stres oksidatif sebagi akibat latihan fisik maksimal apabila mengkonsumsi tocoopherol, apakah stres oksidatif akibat latihan berat maksimal dapat berpengaruh terhadap kadar testosteron, jumlah sperma dan berat testis.

1.2. Perumusan Masalah

Apakah aktifitas fisik maksimal dapat mempengaruhi kadar testosteron, jumlah sperma dan berat testis sebagai petunjuk adanya kerusakan sel. Apakah ada pengaruh pemberian tocopherol terhadap kadar testosteron, jumlah sperma dan berat testis yang mendapat aktifitas fisik maksimal?

1.3.Landasan Teori

(22)

Stres oksidatif yang dihasilkan dari latihan fisik dapat menyebabkan kerusakan enzym, reseptor protein, membrane lipid, dan DNA. Di dalam otot, mitokhondria merupakan salah satu sumber substansi reaktif seperti superoksida, dan radikal hidroksil. Substansi oksigen reaktif merupakan ancaman terhadap sistem pertahanan antioksidan selluler dan meningkatkan kerentanan jaringan terhadap kerusakan oksidatif (leewenburgh & Heinecke, 2001).

Radikal bebas didefinisikan sebagai atom atau molekul yang tidak mempunyai pasangan elektron (Cuzzocrea et al., 2001). Radikal bebas mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan di luar orbitnya yang memungkinkan menyerang komponen sel. Selama metabolis oksidatif, sebagian besar oksigen yang dikonsumsi akhirnya akan terikat dengan hidrogen membentuk air. Oleh karena proses ini tidak 100% efektif, 4-5 persen oksigen tidak secara komplet tereduksi dan membentuk radikal bebas, yang pada gilirannya membentuk produksi oksigen yang berbahaya. Jika radikal bebas menyerang membran sel, suatu reaksi berantai yang disebut peroksidasi lipid menyebabkan kerusakan sel.

Hal ini kemudian menyebabkan peroksidase lipid meningkat yang berakibat turunnya kadar testostron, jumlah sperma, dan berat testis. Oleh karena vitamin E (tocopherol) bersifat sebagai antioksidan dengan cara ”memakan” radikal bebas dan menghambat peroksidase lipid, maka diharapkan dengan pemberian tocopherol dapat menghambat terjadinya peroksidase lipid yang

(23)

Latihan Fisik  Latihan Fisik 

Tocopherol 

5  Radikal Bebas 

Peroksidase Lipid     Stress oksidatif 

Kadar Testosteron  

Radikal Bebas  

Stress oksidatif 

Peroksidase Lipid  

Kadar Testosteron   

Jumlah Sperma       Jumlah Sperma   

Berat Testis          Berat Testis   

(24)

1.4.Tujuan Penelitian.

1.4.1.Tujuan umum

Untuk mengetahui bagaimana pengaruh tocopherol terhadap fungsi testis akibat stres oksidatif yang mendapat latihan fisik maksimal pada Mencit jantan dewasa (Mus musculus L.)

1.4.2.Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui pengaruh pemberian tocopherol terhadap kadar testosteron mencit jantan dewasa yang mendapat latihan fisik maksimal.

b. Untuk mengetahui pengaruh pemberian tocopherol terhadap berat testis mencit jantan dewasa yang mendapat latihan fisik maksimal.

c. Untuk mengetahui pengaruh pemberian tocopherol terhadap jumlah sperma mencit jantan dewasa yang mendapat latihan fisik maksimal.

1.5. Hipotesis

Ho :

a. Tidak ada pengaruh pemberian tocopherol terhadap kadar testosteron mencit jantan dewasa yang mendapatkan latihan fisik maksimal.

b. Tidak ada pengaruh pemberian tocopherol terhadap peningkatan jumlah sperma mencit jantan dewasa yang mendapatkan latihan fisik maksimal.

(25)

Ha :

a. Ada pengaruh pemberian tocopherol terhadap peningkatan kadar testosteron mencit jantan dewasa yang mendapatkan latihan fisik maksimal .

b. Ada pengaruh pemberian tocopherol terhadap peningkatan jumlah sperma mencit jantan dewasa yang mendapat latihan fisik maksimal.

c. Ada pengaruh pemberian tocopherol terhadap peningkatan berat testis mencit jantan dewasa yang mendapat latihan fisik maksimal.

1.6. Manfaat Penelitian

a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai informasi ilmiah mengenai efek tocopherol pada stres oksidatif akibat latihan fisik maksimal.

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. LATIHAN FISIK

Saat latihan fisik akan terjadi peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan ini akan mencapai maksimal saat penambahan beban kerja tidak mampu lagi meningkatkan konsumsi oksigen. Hal ini dikenal dengan konsumsi oksigen maksimum (VO2 max). Sesudah VO2 max tercapai, kerja ditingkatkan dan dipertahankan hanya dalam waktu singkat dengan metabolisme anaerob pada otot yang latihan. Secara teoritis, VO2 max dibatasi oleh cardiac output, kemampuan sistem respirasi untuk membawa oksigen darah, dan kemampuan otot yang bekerja untuk menggunakan oksigen. Faktanya, pada orang normal (kecuali atlet pada yang sangat terlatih), cardiac output adalah faktor yang menentukan VO2 max (Vander et al., 2001).

Latihan harus memperhatikan persiapan fisik, teknik, taktik serta psikis.

(27)

pada 60 – 85 % denyut nadi maksimal. Efek latihan fisik terhadap kebugaran jasmani umumnya terlihat setelah 8 sampai 12 minggu (Fox et al., 1993).

Olahragawan paling banyak melakukan latihan fisik aerobik intensitas sedang. Latihan fisik aerobik intensitas sedang bermanfaat untuk meningkatkan kapasitas kardiovaskular dan meminimalkan terjadinya cedera. Latihan fisik aerobik intensitas sedang adalah latihan fisik dengan beban kerja dibawah konsumsi oksigen maksimal subjek. Pada latihan fisik aerobik intensitas sedang, sistem energi aerobik menyediakan hampir seluruh energi yang dibutuhkan untuk kerja otot. Asam laktat dihasilkan dalam kecepatan yang cukup lambat selama latihan dan dioksidasi atau diubah kembali menjadi glikogen di hati (kecepatan pembentukan asam laktat seimbang dengan kecepatan pengubahan asam laktat). Jadi, di bawah kondisi steady-state, akumulasi laktat minimal. Latihan aerobik sangat baik untuk meningkatkan kapasitas sistem kardiovaskular. Latihan ini membutuhkan penggunaan setidaknya 50% massa otot tubuh dalam latihan yang ritmis, selama minimal 15 sampai 20 menit, 3 sampai 5 kali seminggu, dan mencapai 60-70% kapasitas maksimum (Brooks and Fahey, 1995).

(28)

Latihan fisik yang teratur akan memberikan efek yang menguntungkan dalam pencegahan dari berbagi penyakit seperti diabetes melitus, hipertensi, kanker, obesitas, osteoporosis dan kematian dini. Selain efek menguntungkan juga selama latihan fisik akan memberikan efek yang merugikan, dimana akan terjadi kerusakan struktural atau reaksi imflamsi pada otot yang bisa terjadi pada beberapa usia dan juga pada atlet yang secara produktif memproduksi radikal bebas (Barbarosa et al., 2009).

Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang tidak berpasangan dan sangat reaktif (Clarkson and Thompson, 2000). Radikal bebas juga merupakan produk normal dari proses metabolisme. Selama proses dioksidasi makanan dalam tubuh untuk menghasilkan energi, terbentuk sejumlah radikal bebas juga. Radikal bebas berfungsi untuk memberikan perlindungan terhadap tubuh dari serangan bakteri dan parasit, juga menyerang sasaran yang lebih spesifik pada asam lemak tak jenuh ganda membran sel, struktur sel, dan deoksiribonukleat (DNA).

(29)

11  al., 2005, Evan 2000, Helliwell and Whiteman, 2004), sehingga terjadi kerusakan membran sel (Singh, 1992) sel-sel otot (Witt et al.,1992) termasuk sel otak dan hati (Barbosa et al., 2009).

Pada laki-laki stres oksidatif merupakan faktor penting yang dapat menimbulkan penurunan produksi testosteron pada saat pematangan testis. Peningkatan Nitric Oxide (NO) yang sering dikaitkan dengan peningkatan Lipid peroksidase pada berbagai jenis stres, juga menyebabkan penurunan sekresi testosteron (Turner et al., 2008 ). Untuk mencegah ataupun memperbaiki kerusakan sel tersebut, maka tubuh mempunyai sistem pertahanan antioksidan.

2.2. LATIHAN FISIK DAN STRES OKSIDATIF

Latihan fisik akan berpotensi untuk menimbulkan ketidakseimbangan antara radikal bebas dengan antioksidan, yaitu saat antioksidan tidak dapat mengatasi radikal bebas yang terbentuk selama latihan fisik. Situasi ini dikenal sebagai stres oksidatif.

(30)

2001). Ada indikasi yang jelas bahwa latihan fisik berpotensi meningkatkan produksi radikal bebas dan menyebabkan stres oksidatif (Margaritis et al., 2003).

Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa latihan fisik intensitas sedang dapat meningkatkan produksi radikal bebas melebihi kapasitas pertahanan antioksidan dan menimbulkan stres oksidatif (Alessio, 1993), sedangkan menurut Ji (2002), latihan fisik yang tidak melelahkan (nonexhaustive) dapat menginduksi stres oksidatif ringan yanng menstimulasi ekspresi enzim-enzim antioksidan tertentu. Peningkatan enzim-enzim antioksidan biasanya membutuhkan latihan fisik yang teratur. Leeuwenburgh & Heinecke (2001) menemukan bahwa latihan fisik selama 10 minggu dapat meningkatkan aktivitas glutathion peroxidase dan superoxide dismutase pada otot vastus lateralis.

2.3. RADIKAL BEBAS DAN STRES OKSIDATIF

(31)

13 

radikal bebas yang aktif, yang dapat merusak struktur serta fungsi sel. Namun, reaktifitas radikal bebas itu dapat dihambat oleh sistem antioksidan yang melengkapi sistem kekebalan tubuh. Meningkatnya radikal bebas dalam tubuh dapat ditunjukkan oleh rendahnya aktivitas enzim antioksidan dan tingginya kadar malondialdehid (MDA) dalam plasma (Zakaria et al., 2000; Winarsi et al., 2003). Dengan meningkatnya usia seseorang, sel-sel tubuh mengalami degenerasi, proses metabolisme terganggu, dan respon imun juga menurun. Semua faktor ini dapat memicu munculnya berbagai penyakit degeneratif. Oleh sebab itu, tubuh kita memerlukan suatu substansi penting, yakni antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh dari serangan radikal bebas dan menekan dampak negatifnya.

(32)

disebut terakhir ini bersifat sangat toksis tetapi memiliki masa hidup singkat. Oleh karena itu radikal bebas hidroksil akan bekerja didekat tapak asal pembuatannya melalui rekasi penton dan Haber-Weiss yang dikatalisis Fe2+. Sumber spesies reaktif lain adalah xantin oksidase, yang menghasilkan superoksida (misalnya: selama cedera reperfusi pada organ iskemik), dan siklooksigenase serta lipoksigenase yang menghasilkan radikal hidroksil serta peroksil. Superoksida juga dapat dibentuk saat xenobiotik dimetabolisasi oleh sitokrom P450. Karena bersifat sangat reaktif, sebagian besar struktur sel bersifat sangat rentan termasuk membran, protein struktural, enzim serta asam nukleat yang dapat menyebabkan mutasi dan kematian sel. ( Robert K Murray et all., 2003)

2.4. ANTIOKSIDAN DAN STRES OKSIDATIF

Tubuh manusia mempunyai beberapa mekanisme untuk bertahan terhadap radikal bebas dan ROS lainnya. Pertahanan yang bervariasi saling melengkapi satu dengan yang lain karena bekerja pada oksidan yang berbeda atau dalam bagian seluler yang berbeda (Tuminah, 2000).

(33)

15 

Antioksidan dikelompokkan menjadi 2, yaitu :

1. Antioksidan enzimatis 2. Antioksidan non enzimatis

2.4.1 Antioksidan Enzimatis

Antioksidan enzimatis merupakan antioksidan endogenus, yang termasuk didalamnya adalah enzim superoksida dismutase (SOD), katalase, glutation peroksidase (GSH-PX), serta glutation reduktase (GSH-R) (Mates dan Jimenez,1999; Tuminah, 2000,). Sebagai antioksidan, enzim-enzim ini bekerja menghambat pembentukan radikal bebas, dengan cara memutuskan reaksi berantai (polimerisasi), kemudian mengubahnya menjadi produk yang lebih stabil, sehingga antioksidan kelompok ini disebut juga chain-breaking-antioxidant(Winarsih, 2007).

Enzim katalase dan glutation peroksidase bekerja dengan cara mengubah H2O2 menjadi H2O dan O2 sedangkan SOD bekerja dengan cara mengkatalisis reaksi dismutasi dari radikal anion superoksida menjadi H2O2 (Langseth L, 1995; Winarsih 2007).

2.4.2 Antioksidan Nonenzimatis

(34)

(Winarsih, 2007). Antioksidan non-enzimatis bisa didapat dari komponen nutrisi sayuran, buah dan rempah-rempah. Komponen yang bersifat antioksidan dalam sayuran, buah dan rempah-rempah meliputi vitamin C, vitamin E, -karoten, flavonoid, isoflavon, flavon, antosianin, katekin dan isokatekin (kahkonen, et al, 1999). Senyawa-senyawa fitokimia ini membantu melindungi sel dari kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh radikal bebas.

Untuk mencegah stres oksidatif akibat latihan fisik, tubuh mempunyai sistem pertahanan antioksidan. Antioksidan ada yang berupa enzim maupun non enzim. Antioksidan enzim yaitu superoxide dismutase (SOD), glutathion peroksidase, dan katalase. Antioksidan non-enzim yang utama adalah glutathion (GSH), vitamin A, Vitamin C, dan Vitamin E.

(35)

17 

respons terhadap latihan fisik baik pada penelitian binatang maupun manusia (Ji, 1999).

2.5. Tocopherol

Tocopherol adalah bentuk dari α-tokoferol (C29H50O2) termasuk d- atau dL α-tokoferol (C29H50O2). Atau dL α-tokoferol asetat (C31H52O3), atau dL α -tokoferol suksinat (C33H54O5), mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 102,0% masing-masing C29H50O2, C31H52O3, C33H54O5. (Farmakope Indonesia 1998).

Tocopherol pertama kali ditemukan tahun 1922 dan merupakan vitamin yang larut dalam lemak (Burton, 1994). Vitamin ini secara alami memiliki 8 isomer yang dikelompokkan dalam 4 tokoferol (α, , ,δ) dan 4 tokotrienol (α, , ,δ). Bentuk vitamin E ini dibedakan berdasarkan letak berbagai grup metil pada cincin fenil rantai cabang molekul dan ketidakjenuhan rantai cabang (Burton, 1994; Brigelius-Flohe, 1994). α-tokoferol merupakan bentuk tokoferol yang paling aktif dan paling penting untuk aktivitas biologi tubuh, sehingga aktivitas vitamin E diukur sebagai α-tocopherol.

(36)

tampak terkonsentrasi di tempat-tempat ini. Tocopherol berfungsi sebagai antioksidan, memutus berbagai reaksi rantai radikal bebas karena kemampuannya memindahkan hidrogen fenolat kepada radikal bebas peroksil asam lemak tak jenuh ganda yang terperoksidasi, berikut kerja dari antioksidan memutus rantai yang dimilki tocopherol terhadap radikal peroksil (ROO· + TocOH  ROOH + TocO· dan ROO· + TocO· ROOH + Produk non radikal bebas.

(37)

19 

sumber antioksidan yang baik dan dianjurkan untuk digalakkan. (Robet K Murray

et al., 2003)

Tocopherol merupakan pemutus rantai peroksida lemak pada membran. Tocopherol mengendalikan peroksida lemak dengan menyumbangkan ion hidrogen ke dalam reaksi, sehingga mengubah radikal peroksil (hasil peroksidasi lipid) menjadi radikal tocopherol yang kurang reaktif, menyekat aktivitas tambahan yang dilakukan oleh peroksida, sehingga memutus reaksi berantai dan bersifat membatasi kerusakan. (Burton, 1984 )

Tocopherol terutama α tocopherol, telah diketahui sebagai antioksidan yang mampu mempertahankan integritas membran. Senyawa tersebut dilaporkan bekerja sebagai Scavenger radikal bebas oksigen, peroksi lipid, dan oksigen singlet (Diplock et al., 1989). Menurut Ascherio,et al., (1992), α tokopherol merupakan bentuk suplemen vitamin E yang paling banyak. Vitamin E berfungsi sebagai donor ion hidroge yang mampu mengubah radikal peroksil (hasil peroksidasi lipid) menjadi radikal tokoferol yang kurang reaktif, sehingga tidak mampu merusak rantai asam lemak.

(38)

Tocopherol telah diterima sebagai zat yang efektif secara alamiah sebagai antioksidan pemecah rantai, melindungi membran sel dari radikal bebas yang memediasi gangguan peroksida. Pada binatang percobaan (α-tocopherol merupakan bentuk yang paling aktif dari vitamin E) adalah mengikat membran yang diperkirakan mempunyai dua peran dimana fungsi nukleus phenolic sebagai suatu antioksidan pada permukaan membran ketika penstabil sisi rantai membran dengan sisi dari group metil yang dipaskan kedalam celah yang diakibatkan oleh doubel Cis dalam asam lemak. Maka dari itu molekular dari vitamin E adalah sebagai antioksidan atau berpengaruh sebagai efek stabil membran. ( Bilgehan Dogru Pekiner, 2003).

(39)

21 

Antioksidan Total yang diukur dalam jaringan hati mencit yang terpapar aflatoxin, yaitu toksin yang dihasilkan jamur A.Flavus dan A. Parasticus yang dapat bertindak sebagai radikal bebas dan bersifat hepatotoksik. Wresdiyati et al., (2002) melaporkan pemberian α-tocopherol dengan dosis 60 mg/kg/berat badan/hari selama tujuh hari pada tikus yang mendapat perlakuan stres yaitu dengan cara puasa selama 5 hari dan berenang selama 5 menit/hari menunjukkan peningkatan aktivitas SOD (Superoxide Dismutase).

Kelarutannya :

Bentuk vitamin E tidak larut dalam air, larut dalam ethanol, dapat bercampur dengan eter, aseton, minyak nabati dan klorafaron. (Farmakope Indonesia edisi IV 1998 Depkes RI.

(40)

jaringan hati mencit. Dalam hal ini pemberian vitamin E 2 mg/hari per oral selama 15 hari dapat melindungi jaringan hati dan meningkatkan status antioksidan total yang diukur dalam jaringan hati mencit yang terpapar aflatoxin, yaitu toksin yang dihasilkan jamur A. Flavus dan A. Parasiticus yang bertindak sebagai radikal bebas dan bersifat hepatotoksik. Wresdiyati et al., (2002) melaporkan pemberian α-tokoferol dengan dosis 60 mg/kg/berat badan /hari selama tujuh hari pada tikus

yang mendapat perlakuan stres yaitu dengan cara puasa selama 5 hari dan berenang selama 5 menit/hari menunjukkan peningkatan aktivitas SOD (Superoxide Dismutase) dan menurunkan kadar MDA dalam jaringan hati tikus. Verna et al., (2001) mendapatkan pemberian vitamin E 2 mg/hari per oral selama 45 hari mampu meningkatkan aktivitas enzim superoxide dismutase, glutathione

peroxidase, dan catalase, serta menurunkan kadar MDA testis mencit yang

dipaparkan aflatoxin 25 g/hari per oral selama 45 hari.

2.6.Fisiologi Reproduksi Mencit Jantan

Sistem reproduksi mencit jantan terdiri atas testis, epididimis dan vas deverens, sisa sistem ekskretori pada masa embrio yang berfungsi untuk transport sperma, kelenjar aksesoris, uretra dan penis. Selain uretra dan penis, semua struktur ini berpasangan (Rugh., 1976).

2.6.1. Testis

(41)

23 

yang mengandung tubulus yang berkelok-kelok disebut tubulus semineferus contortus didalamnya berlangsung proses spermatogenesis. Bagian dimana tunika memasuki testis dan bagian arteri testikular masuk disebut sebagai hilus. Arteri memberi nutrisi setiap bagian testis, dan akan berhubungan dengan vena ketika meninggalkan hilus (Rugh., 1976).

2.6.2. Fungsi Testis dan Testosteron

Secara embriogenesis, testis berkembang dari gonadal ridge yang terletak dorsal dari rongga abdomen. Pada bulan-bulan terakhir kehidupan janin, testis perlahan mulai turun keluar dari rongga abdomen melalui kanalis inguinalis masuk kedalam skrotum. Meskipun waktunya bervariasi proses penurunan testis biasanya selesai pada bulan ketujuh masa gestasi (SherwoodL., 2004).

Testis mempunyai dua fungsinya yaitu spermatogenesis dan steroidogenesis. Sekitar 80% massa testis dari tubulus seminiferosa yang didalamnya berlangsung proses spermatogenesis. Sel Leydig atau sel interstisium yang terletak di extra tubuler, inilah yang mengeluarkan testosteron atau sintesa androgen (Sherwood L., 2004).

(42)

degradasikan menjadi produk yang tidak aktif yang kemudian dieksresikan (Sherwood L., 2004).

Secara umum testosteron bertanggung jawab atas perbedaan karakter maskulin dari tubuh. Bahkan pada saat masa janin, testis distimulasi oleh chorionic gonadotropin dari placenta untuk memproduksi testosteron selama perkembangan janin dan sampai 10 minggu atau lebih setelah lahir, setelah itu testosteron tidak diproduksi selama masa kanak-kanak sampai usia kurang lebih 10-13 tahun. Kemudian produksi testoteron akan meningkat dengan cepat dibawah stimulus gonadotropin hormon yang diproduksi oleh hipofise anterior sebagai onset dari pubertas dan berlangsung sepanjang hidup (Sherwood L., 2004).

Efek testosteron dapat dibagi menjadi lima kelompok yaitu; (1) efek pada sistem reproduksi sebelum lahir, (2) efek terhadap jaringan seks spesifik setelah lahir, (3) efek lain yang berhubungan dengan reproduksi, (4) efek terhadap karakteristik seks sekkunder, (5) fungsi non-reproduksi lain (Sherwood L., 2004).

2.6.3. Tubulus Seminiferus Testis

(43)

25 

tidak mengandung sel spermatogenik secara eksklusif, tetapi juga mempunyai nutrisi yang menjaga sel sertoli, yang tidak dijumpai di tubuh lain. Sel sertoli bersentuhan dengan dasarnya ke membran basalis dan menuju lumen tubulus seminiferus. Sel sertoli memenjangkan selnya dengan nukleus oval yang besar yang muncul. Dalam nukleus sel sertoli mengandung nukleolus yang banyak, satu bagian terdiri atas badan bersifat asidofilik di sentral dan dua atau lebih yang lain badan bersifat basidofilik di perifer. Sel sertoli diperkirakan mempunyai banyak bentuk tergantung aktivitasnya. Pada masa istirahat berhubungan dekat dengan membran basalis didekatnya dan inti ovalnya paralel dengan membran. Sebagai sel penyokong untuk metamorfosis spermatid menjadi spermatozoa dan retensi sementara dari spermatozoa matang, panang, pirmid dan intinya berada tegak lurus dengan membran basalis (Rugh., 1967).

2.6.4. Spermatogenesis

(44)

perjalanan dari bagian ekstragonad menuju daerah genitalia. Menuju akhir masa fetus, aktivitas mitosis sel germinal primordial dlaam bagian genitalia berkurang dan berbagai sel mulai degenerasi menjelang hari ke-19 kehamilan. Tidak berapa lama setelah kelahiran sel tampak lebih besar, yaitu spermatogenia. Setelah itu akan ada spermatogonia dalam testis mencit sepanjang hidupnya. Ada 3 jenis spermatogonia: tipe A, tipe intermediat dan tipe B (Rugh, 1967).

Tipe A adalah induk stem cell yang mampu mengalami mitosis sampai menjadi spermatozoa. Spermatogonia tipe A yang paling besar dan mengandung inti kromatin yang mirip partikel debu halus dan nukleolus kromatin tunggal terletak eksentrik. Kromosom metafasenya panjang dan tipis. Dapat meningkat, melalui spermatogonia intermediat menjadi spermatogonia B yang lebih kecil, lebih banyak, dan mengandung inti kromatin serpihan kasar di atas atau dekat permukaan dalam membran inti. Terdapat plasmosom mirip nukleolus yang terletak di tengah. Kromosom metafase biasanya pendek, bulat, dan mirip kacang. Spermatogonia tipe B membelah dua untuk meningkatkan jumlahnya atau berubah menjadi spermatosit primer, lebih jauh dari membran dasar. Diperkirakan lamanya dari metastase spermatogonia primer, lebihjauh dari membran dasar. Diperkirakan lamanya dari metafase kedua selama 4 hari atau kurang, dan menuju spermatozoa imatur selama 7 hari atau lebih. Maka, waktu dari metastase spermatogonia menjadi spermatozoa imatur paling sedikit 10 hari (Rugh., 1967).

(45)

27 

mulai 8 hari setelah kelahiran. Tanda pertama spermatogonia B akan metamorfosis menjadi spermatosit primer adalah pembesaran dan bergerak menjauhi membran dasar. Spermatosit primer membelah menjadi 2 spermatosit sekunder yang lebih kecil, yang kemudian membelah menjadi 4 spermatid. Mereka mengalami metemorfosis radikal menjadi spermatozoa matur dengan jumlah yang sama, kehilangan sitoplasmanya dan berubah bentuk (Rugh, 1967).

Antara tahap spermatosit primer dan sekunder, materi kromatin harus membelah. Sintesa premeiotik DNA terjadi di spermatosit primer selama fase istirahat dan berkahir sebelum onset profase meiosis, rata-rata selama 14 jam. Tidak ada pembentukan DNA terjadi pada tahap akhir spermatogenesis. Proses spermatogenesis mencit pada dsarnya sama dengan mamalia lain. Satu siklus epitel seminiferus selama 207±6 jam, dan 4 siklus yang mirip terjadi antara spermatogonia A dan spermatozoa matur. Produksi spermatozoa matur dari sel spermatozoa matur, sumber hyaluronidase terkaya, dan enzim ini efektif membubarkan sel cumulus sekitar ovum matur pada saat fertilisasi. Setiap spermatozoa membawa enzim yang cukup untuk membersihkan jalan melalui sel cumulus menuju matriks jel ovum. Bahan asam hialuronik semen cenderung bergabung ke sel granulose sel cumulus, agar kepala sperma dapat disuplai dengan enzim melimpah (Rugh, 1967).

2.6.5 Efek Stres Oksidatif Terhadap Fungsi Reproduksi Pria

(46)

menurunkan motilitas sperma melalui peroksidasi membran sel sperma yang diinduksi oleh ROS menyebabkan penurunan fleksibilitas dan pergerakan ekor sperma. Peroksidasi lipid membran sel sperma ini dapat terjadi secara enzimatik dan nonenzimatik. Secara enzimatik melibatkan enzim NADPH-cytochrome P450

reductase dan bereaksi dengan kompleks perferryl (ADP-FE3+O2.-). Selain peroksidasi lipid, kerusakan langsung mitokondria sperma oleh ROS yang menyebabkan penurunan ketersediaan energi juga menyebabkan penurunan motilitas sperma (Tremallen, 2008).

ROS juga mampu secara langsung merusak DNA sperma dengan menyerang basa purin dan pirimidin. ROS juga dapat menginisiasi terjadinya apoptosis dalam sperma, menyebabkan aktifnya enzim –enzim caspase untuk mendegradasi DNA sperma (Tremalen, 2008).

(47)

29 

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium FMIPA Universitas Sumatera Utara dan laboratorium klinik Pramita Medan pada bulan Desember 2010 – Januari 2011.

3.2. Variabel Penelitian

3.2.1. Variabel Independent

Aktivitas fisik maksimal

 Tocopherol

3.2.2. Variabel Dependent

a. Kadar testosteron dalam darah b. Jumlah Sperma

(48)

3.3. Definisi Operasional

a. Latihan fisik maksimal : aktivitas fisik yaitu berenang sampai kelelahan. b. Vitamin E : 2 mg α-tokoferol asetat dalam 0,5 ml larutan.

c. Kadar testosteron : jumlah testosteron dalam nano gram yang terdapat dalam 1 ml darah.

d. Jumlah sperma : banyaknya sperma yang diperoleh dari cauda epididimis dalam 1 ml suspensi.

e. Berat Testis : satuan ukuran untuk menyatakan massa jaringan testis (g).

3.4. Bahan Penelitian

Bahan Biologis. Bahan biologis yang akan digunakan dalam penelitian adalah mencit jantan (Mus musculus L.) strain DD Webster dewasa fertil berumur ± 3 bulan dengan berat badan 25-35 gram yang diperoleh dari FMIPA Biologi Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. Jumlah hewan coba perkelompok ditentukan ditentukan dengan rumus (t-1) (n-1) ≥ 15 (Federer., 1963). Jika t

adalah jumlah perlakuan (dalam perlakuan ini ada 5 kelompok pelakuan) dan n

(49)

31 

Bahan Kimia. Bahan kimia yang dibutuhkan pada penelitian ini terdiri atas vitamin E murni (Merck, Germany). Dalam bentuk vitamin E cair (dl-α -tochopherol asetat), aquades, NaCl 0,9%, alkohol 70%.

3.4.1. Peralatan Utama Penelitian

Alat utama yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas :

a. Axsym system (abbott)

b. Mikropipet 50-200 ul

c. Bak bedah dan dissecting set

d. Kaca arlogi

e. Timbangan sartorius 2402

f. Cawan petri

g. Kamar hitung Improved Neubauer

h. Kaca objek dan mikroskop cahaya

3.5. Desain Penelitian

(50)

a. Kelompok I (P0) = terdiri dari 5 ekor mencit jantan dewasa yang tidak diberi perlakuan (kelompok kontrol).

b. Kelompok II (P1) = terdiri dari 5 ekor mencit jantan dewasa yang diberi latihan fisik setiap hari selama 35 hari.

c. Kelompok III (P2) = terdiri dari 5 ekor mencit jantan dewasa yang diberi latihan fisik maksimal dan aquades selama 35 hari

d. Kelompok IV (P3) = terdiri dari 5 ekor mencit jantan dewasa yang diberi latihan fisik maksimal setiap hari selama 20 hari pertama, kemudian 15 hari berikutnya diberikan latihan fisik maksimal dan vitamin E 2 mg/hari per oral setiap hari.

(51)

Mencit ditempatkan ke dalam kelompok secara random.

33 

P4 LFM + Vit. E

P3 LFM LFM + Vit. E

P2 LFM + Aquadest 0,5 ml

P1 Latihan Fisik Maksimal (LFM)

P0 Kontrol

35  hari

0  20

3.6. Pelaksanaan Penelitian

3.6.1. Pemeliharaan Hewan Coba

(52)

hari secara berlebih. Ethical clearance diperoleh dari Komite Etik Penelitian Dewan Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.

3.6.2. Pemberian Latihan Fisik Maksimal

Pemberian latihan fisik maksimal dilakukan dengan cara berenang sampai kelelahan (Laksmi, 2010: Jawi et al., 2008: Yu et al., 2006: Leeuwenburgh and LL 1998).

Mencit diberenangkan di dalam wadah kasa (ukuran 100 x 50 x 80 cm) vena diisi dengan air setinggi 60 cm tidak ada jalan keluar. Sebagai usaha untuk keluar dari wadah, maka tikus tersebut akan berenang, menyelam dan memanjat dinding wadah dengan sekuat tenaga.Pada saat mencit berhenti dari segala gerakannya kecuali gerakan untuk bertahan hidup (dalam hal ini mempertahankan kepalanya tetap berada di permukaan air), maka inilah mencit dianggap telah melakukan latihan fisik maksimal dan setelah itu segera dikeluarkan dari wadah, lalu di keringkan dengan handuk sampai bulunya kering dan kembalikan ke dalam kandang.

3.6.3. Pemberian Tocopherol

(53)

35 

3.6.4. Pengambilan Testosteron

Pada awalnya mencit dimatikan dengan cara mendislokasikan leher mencit lalu ditelengkankan kemudian difiksasi dengan peniti pada keempat ekstremitas. Dinding perut dijepit dengan pinset dan digunting pada bagian perut bawah lalu dilebarkan kearah kiri dan kanan dinding perut akan terlihat isi perut lalu dicari diapragma lalu digunting dan akan terlihat jantung kemudian lakukan pengambilan darah dengan spuit insulin melalui ventrikel kiri secara perlahan-lahan.

3.6.5. Pengamatan

Pengamatan dilakukan setelah 35 hari perlakuan, dimana masing-masing hewan coba akan dikorbankan dengan cara melakukan dislokasi dibagian leher dan selanjutnya dibedah. Adapun pengamatan dilakukan sebagai berikut :

a. Pengamatan Kadar Testosteron

(54)

Sampel, mikropartikel solut antitestosteron dan agent pemindah testosterone sudah ada didalam pipet sebagai sampel pemeriksaan didalam satu wadah dari reaction vessel (RV/SPR).

Sampel dimasukkan kedalam well yang berisi alkalin pospatase berlabel testosterone (konjugat). Sampel dan konjugat dicampu masuk dan keluar SPR pada waktu tertentu dan kecepatan reaksi tertentu antigen akan dikaitkan dengan antibodi yang telah dilekatkan oleh reaction vessel (RV) dan konjugat membentuk ikatan “sandwich”.

Komponen yang tidak terikat akan dihilangkan pada saat pencucian. Pada langkah akhir reaksi substrat (4-Methyl-umbelliferyl phospat) akan berputar masuk dan keluar RV. Enzyme konjugat katalisator akan menghidrolisa substrat menjadi product flourecent (4-Methyl-umbelliferone). Flouresensi ini diukur pada panjang gelombang 450 nm. Intensitasnya sebanding dengan konsentrasi Testosteron dalam serum.

b. Pengamatan Jumlah Sperma

Pengamatan sperma dilakukan sebagai berikut :

(55)

jumlah sperma kemudian dimasukkan ke dalam rumus penentuan jumlah sperma/ml suspense sekresi cauda epididimis sebagai berikut :

Jumlah sperma = N / 2 x 105  sperma / ml suspensi 

Dimana N = jumlah sperma yang dihitung pada kotak A,B,C,D, dan E.

Gambar 1. Kamar hitung Improved Neubauer

c. Pengamatan Berat Testis

Pengamatan dilakukan pada hari ke-35 pada semua kelompok baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan. Pengambilan organ testis dilakukan dengan cara menggunting skrotum. Testis dikeluarkan dan dibebaskan dari ligamentum yang mengikat testis, digunting pada kedua ujungnya. Testis tersebut diletakkan pada kaca arlogi, ditimbang dengan alat timbangan Sartorius 2402.

(56)

Berat testis dicatat dalam ketelitian 0,1 mg. Untuk mendapatkan hasil akhir, jumlah berat testis kiri dan kanan dijumlah kemudian diambil rata-ratanya.

3.7. Analisis Data

Semua data dipresentasikan dalam bentuk rata-rata ± simpangan baku (rata-rata ± SD).

Data yang terdistribusi normal dan homogeny diuji dengan uji ANOVA. Distribusi data yang tidak normal dan atau tidak homogen, dilakukan transformasi data. Setelah data terdistribusi normal maka data diuji dengan uji ANOVA.

(57)

39 

3.8. Jadwal Penelitian

Keseluruhan kegiatan penelitian dari persiapan sampai pada penulisan hasil penelitian adalah lebih kurang delapan minggu. Urutan kegiatan dan jadwal pelaksanaan secara lengkap dapat dilihat pada tabel berikut ini :

MINGGU KE

No KEGIATAN 1 2 3 4 5 6 7

1 Persiapan

2 Pelaksanaan

3 Analisa Data

(58)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL

Berdasarkan pengumpulan data dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat digambarkan pada beberapa grafik histogram yang tertera di bawah ini. Beberapa parameter pengukuran, yakni; (1) Kadar Testosteron Plasma mencit (Mus musculus L.), (2) Jumlah Sperma Mencit, dan (3) Berat Testis mencit.

4.1.1. Kadar Testosteron Plasma mencit (Mus musculus L.)

Hasil pengukuran dan perhitungan kadar testosteron plasma testis mencit jantan dewasa ditampilkan pada Lampiran 1, Tabel 1, dan pada Gambar 2 di bawah ini.

Tabel 2. Rata-rata kadar Testosteron Plasma mencit (Mus musculus L.) setelah perlakuan latihan fisik maksimal (ng/mL)

(59)

Keterangan; x= rata-rata, SD = standar deviasi

 P0 = Mencit tidak diberi perlakuan (kelompok Kontrol),

 P1 = Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal selama 35 hari,

 P2 = Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal ditambah aquades 0,5

ml selama 35 hari,

 P3 = Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal selama 20 hari lalu

diberikan tocopherol 2mg dan Latihan Fisik Maksimal,

 P4 = Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal dan tocopherol 2 mg

selama 35 hari

Hasil tersebut dapat dibuat grafik histogram seperti yang tertera pada Gambar 2. Pada pengujian normalitas dan homogenitas data, ternyata data testosteron tidak berdistribusi normal dan variansinya tidak homogen, sehingga perlu dilakukan transformasi data. Hasilnya ternyata data menjadi berdistribusi normal tetapi variansi data tetap tidak homogen. Sehingga data diuji dengan uji nonparametrik Kruskal Wallis. Hasil uji menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara kelompok perlakuan. Sehingga dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney untuk melihat perbedaan masing-masing kelompok perlakuan. Hasil ujinya dapat dilihat dari perbedaan notasi pada masing-masing kelompok perlakuan pada Gambar 2.

(60)

a

a

a

a

b

Gambar 2. Kadar Testosteron Plasma Mencit Jantan Dewasa (ng/mL). Keterangan; Grafik histogram pada perlakuan berbeda yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata pada taraf uji 5%. P0: Mencit tidak diberi perlakuan (kelompok Kontrol), P1: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal selama 35 hari, P2: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal ditambah aquades 0,5 ml selama 35 hari, P3: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal selama 20 hari lalu diberikan tocopherol 2mg dan Latihan Fisik Maksimal, P4: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal dan tocopherol 2 mg selama 35 hari ; ┬ = standar deviasi (SD).

(61)

35 hari) yakni 0,02±0,01 ng/mL, yang berbeda nyata dengan kontrol (P0) dan perlakuan lainnya P1, P3, dan P4 (p<0,05).

4.1.2. Jumlah Sperma mencit

Hasil pengukuran jumlah sperma mencit jantan dewasa ditampilkan pada Lampiran 1, Tabel 1, dan pada Gambar 4 di bawah ini. Hasil perhitungan analisis dari jumlah sperma mencit jantan dewasa untuk semua kelompok perlakuan dan kontrol disajikan pada Lampiran 1. Dari hasil tersebut dapat dibuat grafik histogram seperti yang tertera pada Gambar 4. Pada pengujian normalitas dan homogenitas data, ternyata data berdistribusi normal dan variansinya tidak homogen, sehingga perlu dilakukan transformasi data. Hasilnya tetap didapatkan variansi data yang tidak homogen meskipun data telah ditransformasi.

Tabel 3. Rata-rata Jumlah Sperma mencit (Mus musculus L.) setelah perlakuan latihan fisik maksimal (juta/mL)

Perlakuan Jumlah Sperma (x±SD)

P0 158,90±60,56

P1 67,70±15,45

P2 67,90±10,19

P3 107,40±10,56

P4 96,90±17,33

(62)

Keterangan; x= rata-rata, SD = standar deviasi

 P0 = Mencit tidak diberi perlakuan (kelompok Kontrol),

 P1 = Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal selama 35 hari,

 P2 = Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal ditambah aquades 0,5

ml selama 35 hari,

 P3 = Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal selama 20 hari lalu

diberikan tocoperol 2 mg dan Latihan Fisik Maksimal,

 P4 = Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal dan tocopherol 2 mg

selama 35 hari

(63)

45 

a

 

a

a

 

b

b

Gambar 3. Jumlah Sperma Mencit Jantan Dewasa (mg). Keterangan; P0: Mencit tidak diberi perlakuan (kelompok Kontrol), P1: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal selama 35 hari, P2: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal ditambah aquades 0,5 ml selama 35 hari, P3: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal selama 20 hari lalu diberikan tocopherol 2mg dan Latihan Fisik Maksimal, P4: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal dan tocopherol 2 mg selama 35 hari; ┬ = standar deviasi (SD).

4.1.3. Berat Testis mencit (Mus musculus L.)

(64)

Tabel 4. Rata-rata Berat Testis mencit (Mus musculus L.) setelah perlakuan latihan fisik maksimal (mg)

Perlakuan Kadar testosterone plasma (x±SD) P0 0,10±0,03 P1 0,13±0,03 P2 0,02±0,01 P3 0,14±0,03 P4 0,10±0,04

Keterangan; x= rata-rata, SD = standar deviasi

 P0 = Mencit tidak diberi perlakuan (kelompok Kontrol),

 P1 = Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal selama 35 hari,

 P2 = Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal ditambah aquades 0,5

ml selama 35 hari,

 P3 = Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal selama 20 hari lalu

diberikan tocopherol 2mg dan Latihan Fisik Maksimal,

 P4 = Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal dan tocopherol 2 mg

selama 35 hari

(65)

tetapi variansi data tetap tidak homogen. Sehingga data diuji dengan uji nonparametrik Kruskal Wallis. Hasil uji menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata antara kelompok perlakuan. Sehingga tidak perlu dilanjutkan dengan uji lanjut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berat testis yang berat testis tertinggi didapatkan pada P3 (Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal selama 20 hari lalu diberikan tocopherol 2mg dan Latihan Fisik Maksimal) yakni 0,14±0,03 mg, yang tidak berbeda nyata dengan P0, P1, P2, dan P4 (p>0,05). Sedangkan berat testis terendah didaptkan pada P0 (Mencit tidak diberi perlakuan/kelompok Kontrol) yakni 0,10±0,03 mg, yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya P1, P2, P3, dan P4 (p>0,05).

Gambar 4. Berat Testis Mencit Jantan Dewasa (mg). Keterangan; P0 : Mencit tidak diberi perlakuan (kelompok Kontrol), P1: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal selama 35 hari, P2: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik

(66)

Maksimal ditambah aquades 0,5 ml selama 35 hari, P3: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal selama 20 hari lalu diberikan vitamin E 2mg dan Latihan Fisik Maksimal, P4: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal dan Vitamin E 2 mg selama 35 hari; ┬ = standar deviasi (SD).

4.2. PEMBAHASAN

4.2.1. Kadar Testosteron Plasma mencit (Mus musculus L.)

(67)

49 

setelah pemberian tocopherol secara nyata dan respon kadar testosteron plasma untuk HCG (Hormone Chorionic Gonadotropin) secara signifikan lebih tinggi pada saat pemberian tocopherol dari sebelumnya. Hasil ini menunjukkan bahwa tocopherol dapat memainkan peranan penting dan ampuh dalam produksi hormon di poros hipofisis-gonad pada manusia dan tikus. Pada penelitian Manna et al.,

(2004) yang menggunakan 30 tikus disimpulkan bahwa, pemberian tocopherol memulihkan testosteron plasma, Luteinizing Hormone, glutathione peroksidase (GPX), dan glutathione-s-transferase (GST).

(68)

Diperkuat lagi oleh penelitian Manna et al., (2004) pada tikus, yang melakukan latihan fisik maksimal dengan berenang, menimbulkan peningkatan produksi MDA (bukti adanya stres oksidatif) yang berbeda nyata (p<0,05) dengan kontrol (tanpa latihan fisik maksimal/berenang). Dinyatakan juga bahwa stres oksidatif yang timbul karena latihan fisik maksimal tersebut dapat menyebababkan gangguan fungsi sistem reproduksi jantan. Klomberg et al., (2002) menyatakan bahwa salah satu fungsi reproduksi jantan tersebut adalah penghasilan testosteron oleh testis (sel Leydig) yang ikut mensuplai kandungan testosteron plasma.

4.2.2. Jumlah Sperma mencit (Mus musculus L.)

Jumlah sperma mencit tertinggi didapatkan pada P0 (158,90±60,56 juta/mL), yang berbeda nyata (p<0,05) dengan P1 dan P2, tetapi tidak berbeda nyata dengan P3 dan P4. Hal ini membuktikan bahwa kecilnya radikal bebas yang ditimbulkan karena tidak adanya latihan fisik maksimal menyebabkan jumlah sperma tidak terpengaruh nyata. Seperti yang dinyatakan oleh Schürmann et al.,

(2002) dalam kondisi normal (tanpa gangguan yang berarti), produksi sperma berjalan sebagaimana mestinya tanpa gangguan.

(69)

51 

fisik+tocopherol) dengan P1 dan P2 (kelompok letihan fisik maskimal). Hariyatmi (2004) menyatakan bahwa, tocopherol merupakan antioksidan nonenzimatik yang melindungi membran sel dari oksidasi oleh radikal bebas. Tocopherol mengendalikan peroksida lemak dengan menyumbangkan hidrogen ke dalam reaksi yang mampu mengubah radikal peroksil (hasil peroksidasi lipid) menjadi radikal tocopherol yang kurang reaktif, sehingga tidak mampu merusak rantai asam lemak dan selanjutnya melindungi sel dari kerusakan. Acharya et al., (2008)Penelitian yang dilakukan terhadap mencit yang dipaparkan Cadmium (Cd) 1 mg/kg berat badan secara intraperitoneal selama 5 minggu memperlihatkan bahwa pemberian vitamin C 10 mg/kg berat badan maupun tocopherol 100 mg/kg berat badan secara intraperitoneal mampu mengurangi kadar MDA dalam testis dan meningkatkan jumlah sperma disertai penurunan persentase sperma yang berbentuk abnormal. Rao dan Sharma (2001) menemukan adanya efek proteksi oleh tocopherol 2mg/kg berat badan per oral terhadap fungsi reproduksi mencit jantan yang dipaparkan Merkuri 1,25 mg/kg berat badan/hari selama 45 hari yang

ditandai dengan peningkatan dalam jumlah dan motilitas sperma, peningkatan morfologi sperma yang normal serta jumlah sperma yang hidup. Ini menunjukkan bahwa tocopherol sebagai antioksidan mampu melindungi atau memperbaiki fungsi reproduksi mencit jantan yang terpapar oleh berbagai zat penginduksi stres oksidatif.

(70)

latihan fisik maksimal sehingga menyebabkan peroksidasi lipid pada membran plasma sperma sehingga menimbulkan kematian pada sperma yang akhirnya jumlah sperma menjadi sedikit.

Latihan fisik maksimal dapat menyebabkan terjadinya stres oksidatif pada tikus (Senturk et al., 2001) dan manusia (Sonneborn and Barbee, 1998; Pedersen and Hoffman-Goetz, 2000; Senturk et al., 2005; Escobar et al., 2009). Aktivitas fisik yang berlebihan dapat menyebabkan timbulnya stres oksidatif melalui peningkatan pembentukan ROS yang berasal dari metabolisme aerobik sel-sel otot selama aktivitas fisik tersebut (Peake et al., 2006). Menurut Manna et al., (2004), ROS yang terbentuk selanjutnya dapat menyerang jaringan dan organ tubuh, termasuk organ reproduksi. Penelitian terhadap beberapa kelompok tikus jantan yang mendapat perlakuan renang dengan intensitas yang berbeda-beda selama 1 jam, 2 jam, atau 3 jam didapati penurunan jumlah sperma, motilitas sperma, kadar plasma testosteron, kadar LH, penurunan kadar enzim superoxide dismutase

(SOD), catalase, glutathione peroxidase (GPX), dan glutathione-S-transferase

(GST) bersamaan dengan peningkatan kadar MDA dalam testis tikus.

4.2.3. Berat Testis mencit (Mus musculus L.)

(71)

53 

pengaruhnya oleh antioksidan atau tocopherol sehingga isi testis (sel-sel spermatogenik) tidak terpengaruh oleh radikal bebas tersebut. Sel-sel spermatogenik yang terbentuk berhubungan dengan meningkatnya ketebalan epitel tubulus seminiferus dalam testis. Selanjutnya ketebalan epitel tubulus seminiferus menyebabkan meningkatnya berat testis. Seperti pernyataan Lea et

al., (2004), bahwa banyaknya kandungan sel-sel spermatogenik tubulus

seminiferus di dalam testis dapat menentukan peningkatan berat dari testis itu sendiri.

(72)

dewasa yang mendapat pelatihan fisik berlebih yaitu berenang sampai hampir tenggelam setiap hari selama 35 hari.

(73)

55 

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian tentang Pengaruh Pemberian Tocopherol terhadap Kadar Testosteron, Jumlah Sperma dan Berat Testis Mencit Jantan Dewasa (Mus musculus L.) yang mendapat latihan Fisik Maksimal, dapat disimpulkan;

a. Tocopherol meningkatkan kadar testosteron mencit jantan dewasa yang mendapatkan latihan fisik maksimal secara nyata (p<0,05).

b. Tocopherol meningkatkan jumlah sperma mencit jantan dewasa yang mendapat latihan fisik maksimal secara nyata (p<0,05).

c. Tocopherol meningkatkan berat testis mencit jantan dewasa yang mendapat latihan fisik maksimal, tetapi tidak nyata (p>0,05) .

5.2. Saran

a. Disarankan adanya penelitian lanjutan dengan memeriksa level hormon lain seperti testosteron intratestikular, LH, dan FSH.

(74)
(75)

57 

DAFTAR PUSTAKA

Acharya, U., Mishra, M., Patro., J. and Panda, M.K. 2008. Effect of Vitamins C and E on Spermatogenesis in Mice exposed to Cadmium. Reprod Toxicol, 25, 84-8.

Agarwal, A., Prabakaran, S., Said, T. (2005) Prevention of oxidative stress injury to sperm. J Androl, 26, 654-60

Al-Enazi, M.M. (2007) Influence of α-Tocopherol on Heat Stress-Induced Changes in the Reproductive Function of Swiss Albino Mice. Saudi Journal of Biological Sciences, 14(1), 61-67

Abbot, Axsym System., (2003-2004) Abbot Laboratories/Printed in UK/Axsym Testosteron (2005)

Alessio, H. M. (1993) Exercise-Induce Oxidative Stress. Medical Science Sports Exercise, 25, 218-224.

Bompa, T. O. (1990) Theory and Methodology of Training, Toronto, Ontorio Canada, Kendall/Hunt Publishing Company.

Brigelius-Flohe, R., Trabber, M.G. (1999) Vitamin E: function and metabolism.

FASEB, 13, 1145-55

Burton, G.W. (1994) Vitamin E: molecular and biological function. Proceedings of the Nutrition Society, 53, 251-62

Burton, G.W. dan K.U. Ingold. 1984. “ -Carotene: an Unusual Type of Lipid Antioxidant.” dalam: Science. 224: 569-573.

Clarkson, P. M. & Thompson, H. S. (2000) Antioxidants: what role do they play in physical activity and health? Am J Clin Nutr, 72, 637S-46S

Casaburi, R. (1992) Principles of Exercise Training. American College of Chest Physicians, 101, 263-267.

Cuzzocrea, S., Riley,D.P., Caputi,A.P., Salvemin,D. (2001) Antioxidant Therapy: A New Pharmacological Approach In Shock, Inflamation, And Ischemia-Refurfusion Injury. Pharmacological Reviews, 53, 135-159.

Diplock, A.T., L.J. Machlin, L. Packer, dan W.A. Pryor. 1989. “Vitamin E: Biochemistry and Health Implications.” Dalam: Annuals of New York Academy of Science. Vol. 570, p555

(76)

Evans, W. J. (2000) Vitamin E, vitamin C, and exercise. Am J Clin Nutr, 72, 647S-52S.

Fox, E. L., Bowers,R.W., Foss,M.L. (1993) The Physiological Basis For Exercise And Sport, USA, Brown & Benchmark Publ.

Farmakope Indonesia. Edisi IV (1998). Depkes RI, Hal; 279-298.

Federer, W. (1963) Experimental design, theory and application, New York, Mac Millan.

Francis, K.T. dan T. Hoobler. 1986. “Failure of Vitamin E and Delayed Muscle Soreness.” dalam: Journal of Medical Associaton Alabama. 55: 15-8. Giam, C.K., dan The, C.K., 1992. Ilmu Kedokteran Olahraga. Alih bahasa :

Hertono Satmoko, Bina Rupa Aksara, Jakarta.

Halliwell, B. & Whiteman, M. (2004) Measuring reactive species and oxidative damage in vivo and in cell culture: how should you do it and what do the results mean? Br J Pharmacol, 142, 231-55.

Hariyatmi (2004) Kemampuan vitamin E sebagai antioksidan terhadap radikal bebas pada lanjut usia. MIPA, 14(1), 52-60

Hayati, A., Rahmaninta, A.D., Pidada, I.B.R. (2005) Spermatozoa motility and morphological recovery process in mice (Mus musculus) after the induction of 2-methoxyethanol. Folia Medica Indonesiana, 41(2), 90-95 Helgheim, I., Q. Hetland, S. Nilsson, F. Ingjer, dan S.B. Stromme. 1979. “The

Effect of Vitamin E on Serum Enzyme Levels Following Heavy Exercise.” dalam: European Journal of Application Physiology. 40:238-9

Jawi, I. M. (2001) Gambaran Histologis Lien Dan Jumlah Limfosit Darah Tikus Putih Setelah Overtraining. Ergonomics And Sport Physiology Seminar. Denpasar-Bali.

Ji, L. (1999) Antioxidant And Oxidative Stress In Exercise. Proceedings Of The Ciciety For Experimental Biology And Medicine.

Klomberg, KF., Theodore Garland, Jr., John G. Swallow1, Patrick A. Carter. 2002. Dominance, plasma testosterone levels, and testis size in house mice artificially selected for high activity levels. Physiology & Behavior 77; 27– 38.

(77)

59 

Leal, M.C., S. C. Becker-Silva, H. Chiarini-Garcia, L. R. França. 2004. Sertoli cell efficiency and daily sperm production in goats (Capra hircus). Anim. Reprod. v.1, n.1, p.122-128.

Leeuwenburgh, C., Heinecke, J.W. (2001) Oxidative Stress And Antioxidant In Exercise Cuurent Medical Chemistry, 8, 829-838.

Manna, I., Jana, K., Samanta, P.K. (2004) Effect of different intensities of swimming exercise on testicular oxidative stress and reproductive dysfunction in mature male albino Wistar rats. Indian Journal of Experimental Biology, 42, 816-22.

Mishra, D.S., Maiti, R., Bera, S., Das, K., Ghosh, D. (2005) Protective effect of Composite Extract of Withania somnifera, Ocimum sanctum and Zingiber officinale on Swimming-induced Reproductive Endocrine Dysfunctions in Male Rat. Iranian Journal of Pharmacology & Therapeutics, 4(2), 110-17. Marx, J.L. 1985. Oxygen Freedical Linked to Many Disease : Science. 235:

529-531

Murray, K.Robert., Granner, K.Daryl., Mayes, A.Peter., Rodwell, W.Victor. (2003)Biokimia Harper: Tocopherol merupakan antioksidan alami yang sangat penting. EGC, Edisi 25, 618-619.

Peake, J.M., Suzuki, K., Coombes, J.S. 2006. The influence of antioxidant supplementation on markers of inflammation and the relationship to oxidative stress after exercise. J Nutr Biochem, 18, 357-71.

Pedersen, B. K. & Hoffman-Goetz, L. 2000. Exercise and the immune system: regulation, integration, and adaptation. Physiol Rev, 80, 1055-81.

Rao, M.V., Sharma, P.S.N. 2001. Protective effect of vitamin E against mercuric chloride reproductive toxicity in male mice. Reproductive Toxicology, 15, 705-12

Rugh, R. (1976) The mouse its reproduction and development, Minneapolis, Burgess Publishing Company.

Rusdi, U.D., Widowati, W., Marlina, E.T. (2005) Efek Ekstrak Kayu Secang, Vitamin E dan Vitamin C terhadap Status Antioksidan Total (SAT) pada mencit yang terpapar Aflatoksin. Media Kedokteran Hewan, 21(2), 66-69. Schürmann, A., S. Koling, S. Jacobs, P. Saftig, S. Krau , G. Wennemuth, R.

Gambar

Gambar 1. Kamar hitung Improved Neubauer
Tabel 2. Rata-rata kadar Testosteron Plasma mencit (Mus musculus L.) setelah
Gambar 2. Kadar Testosteron Plasma Mencit Jantan Dewasa (ng/mL).
Tabel 3. Rata-rata Jumlah Sperma mencit (Mus musculus L.) setelah perlakuan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak air biji pepaya ( Carica papaya L.) dan Testosteron Undekanoat (TU) terhadap ultrastruktur hati mencit ( Mus musculus L.)

PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP ASPEK REPRODUKSI MENCIT (Mus musculus) SWISS

PENGARUH PAJANAN LAMPU MERKURI TERHADAP MOTILITAS DAN VIABILITAS SPERMATOZOA PADA MENCIT JANTAN.. ( Mus

Adapun skripsi ini berjudul “ Pengaruh Pemberian Air Seduhan Kopi terhadap Struktur Histologi dan Fungsi Testis Mencit (Mus musculus) ”, kiranya dapat member manfaat.. bagi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh pemberian genistein terhadap sistem reproduksi mencit (Mus musculus) jantan, pada sel-sel germinal dalam tubulus seminiferus

Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak bawang putih ( Allium sativum L ) terhadap kualitas proses spermatogenesis testis mencit jantan ( Mus

PENGARUH MONOSODIUM GLUTAMAT TERHADAP KADAR HORMON TESTOSTERON DAN BERAT TESTIS. PADA TIKUS PUTIH JANTAN

Skripsi berjudul Efektivitas Ekstrak Daun Bidara ( Ziziphus Mauritiana ) dalam Penyembuhan Luka Iris pada Mencit Jantan ( Mus Musculus) dan Implementasinya sebagai Media