• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Ekstrak Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza) Terhadap Aspek Reproduksi Mencit (Mus Musculus) Swiss Webster Jantan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Ekstrak Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza) Terhadap Aspek Reproduksi Mencit (Mus Musculus) Swiss Webster Jantan."

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza) TERHADAP ASPEK REPRODUKSI MENCIT (Mus musculus) SWISS WEBSTER JANTAN

SKRIPSI

disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana

Sains Program Studi Biologi

Oleh :

Fitria Rachma

1104780

PROGRAM STUDI BIOLOGI DEPARTEMEN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUANALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP

ASPEK REPRODUKSI MENCIT (Mus

musculus) SWISS WEBSTER JANTAN

Oleh Fitria Rachma

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Fitria Rachma 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP ASPEK REPRODUKSI MENCIT (Mus musculus) SWISS WEBSTER

JANTAN

Oleh Fitria Rachma

1104780

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH: Pembimbing I

Dr. Didik Priyandoko, S.Pd, M.Si NIP. 196912012001121001

Pembimbing II

Dr. Hernawati, S.Pt, M.Si NIP. 197003311997022001

Mengetahui,

Ketua Departemen Pendidikan Biologi FPMIPA UPI

(4)

PENGARUH EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza) TERHADAP ASPEK REPRODUKSI MENCIT (Mus musculus) SWISS

WEBSTER JANTAN ABSTRAK

Keterbatasan sumber daya alam dan pertambahan penduduk yang pesat merupakan masalah negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia. Untuk menanggulangi masalah tersebut, pemerintah mengeluarkan program Keluarga Berencana guna menekan jumlah populasi penduduk. Rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza) mengandung berbagai komponen kimia diantaranya kurkumin, protein, pati dan minyak atsiri yang diketahui dapat menurunkan proliferasi sel. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian ekstrak temulawak terhadap aspek reproduksi mencit (Mus musculus) jantan. Subjek penelitian ini adalah 24 ekor mencit jantan, dibagi menjadi 4 kelompok (Kontrol, 140 mg/kg BB, 280 mg/kg BB dan 700 mg/kg BB). Mencit diberi perlakuan secara gavage selama 30 hari setelah sebelumnya dilakukan aklimatisasi selama 7 hari. Sampel sperma diambil dari bagian epididimis mencit dan dilakukan pengujian jumlah, motilitas dan abnormalitas sperma. Sedangkan testis diambil untuk mendapatkan sayatan tubulus seminiferus dan mengukur berat testis. Data yang didapat dianalisis dengan uji Kruskal Wallis dan Mann Whitney (p<0,05) dengan taraf kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian ekstrak temulawak selama 30 hari berpengaruh signifikan terhadap penurunan berat testis, tetapi tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah sperma, motilitas, abnormalitas dan sayatan histologi testis.

(5)

THE EFFECT OF TURMERIC(Curcuma xanthorrhiza) ON REPRODUCTIVE ASPECTS ON MALE MICE (Mus musculus) SWISS WEBSTER

ABSTRACT

Limited natural resources and rapid population growth is a problem the countries that are developing, including Indonesian. To overcome these problems, the government issued a family planning program in order to reduce the number of population. Turmeric rhizome (Curcuma xanthorrhiza) containing various chemical components including curcumin, protein, starch and essential oils are known to degrade cell proliferation. This study aims to determine the effect of turmeric extract on reproductive aspects of mice (Mus musculus) male. The subjects were 24 male mice, were divided into 4 groups (control, 140 mg / kg, 280 mg / kg and 700 mg / kg). Mice were treated by gavage for 30 days after the previous acclimatization for 7 days. Samples taken from the epididymal sperm in mice and testing the number, motility and sperm abnormalities. While testicular taken to get the incision and measure the weight of the seminiferous tubules of the testes. The data obtained were analyzed with the Kruskal Wallis and Mann Whitney (p <0.05) with a 95% confidence level. The results showed that turmeric extract for 30 days significantly influence the decrease in testicular weight, but no significant effect on sperm count, motility, abnormalities and testicular histology incision.

(6)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Keterbatasan sumber daya alam dan pertambahan penduduk yang pesat

merupakan masalah negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia.

Laju pertumbuhan penduduk yang cepat tidak saja mempersulit pemerataan

kesejahteraan rakyat di bidang pangan, lapangan, kerja, pendidikan, kesehatan dan

perumahan, tetapi juga pembangunan yang kurang berarti (Susetyarini, 2003). Sejak

tahun 1970 pemerintah telah mengadakan program keluarga berencana (KB) untuk

mengurangi laju pertumbuhan penduduk. Dahulu penerapan KB hanya digunakan

pada wanita saja. Seiring dengan pergeseran pola pikir masyarakat, kini program

keluarga berencana sudah dapat diterapkan pada pria (Lastari, 1987). Metode

kontrasepsi hormonal pada pria belum banyak dikenal oleh masyarakat dibandingkan

dengan kontrasepsi pada wanita yang sudah dapat diterima secara luas. Pria

merupakan fokus baru yang selama ini belum banyak diperhatikan.

Penelitian tentang pencarian kontrasepsi pria masih terus dilakukan. Kurangnya

jenis kontrasepsi dan masih belum efektifnya bahan kontrasepsi pria, membuat para

pria kurang berminat menjadi akseptor Keluarga Berencana (KB). Kontrasespsi pada

pria mempunyai harapan perkembangan yang cukup luas dimasa datang, dengan

ditemukannya penelitian baru. Peningkatan partisipasi pria dalam ber-KB merupakan

wujud dari peningkatan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi, menghargai dan

melindungi hak-hak reproduksi secara adil dan merata. Dalam upaya meningkatkan

keikutsertaan kaum pria dalam keluarga berencana, perlu dilakukan penelitian

mengenai obat anti-fertilitas pada kaum pria. Menurut Kretser dalam Febriani (2009),

obat-obatan anti fertilitas ini dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok berdasarkan

aktivitasnya, yaitu mempengaruhi sistem hormonal yang mempengaruhi fungsi testis,

menghambat spermatogenesis dengan cara mempengaruhi langsung fungsi testis dan

(7)

2

Di Indonesia, pemanfaatan tumbuhan sebagai obat sudah dikenal sejak jaman

dahulu. Penggunaan jamu sebagai alat kontrasepsi telah lama dikenal oleh masyarakat

Indonesia. Kontrasepsi tradisional banyak ditemukan di pedalaman yang

masyarakatnya masih memegang teguh kebiasaan nenek moyangnya (Purwaningsih,

2003). Temulawak merupakan salah satu jenis tanaman temu-temuan selain kunyit

dan jahe yang biasa digunakan sebagai jamu. Masyarakat Sunda biasa menyebut

temulawak dengan Koneng Gede, sementara masyarakat Madura biasa menyebutnya

Temulawak. Pemanfaatan rimpang temulawak cukup banyak, antara lain

dipergunakan oleh masyarakat dalam pemeliharaan dan peningkatan derajat

kesehatan atau pengobatan penyakit serta digunakan sebagai bahan dasar obat

tradisional dan kosmetika (Nurjannah et al., 1994; Hernani 2001). Selain itu, rimpang

temulawak juga digunakan sebagai bahan baku obat (hepatoprotector) untuk

mengobati penyakit liver dan memperbaiki fungsi hati (Hadipoentyanti dan Syahid,

2001). Selain penggunaannya sebagai bahan baku industri, seperti minuman dan

pewarna alami, manfaat lain rimpang temulawak adalah dapat meningkatkan sistem

imunitas tubuh, berkhasiat anti bakteri, anti diabetik, anti hepatotoksik, anti inflamasi,

anti oksidan, anti tumor, diuretika, depresan dan hipolipodemik (Purnomowati dan

Yoganingrum, 1997; Raharjo dan Rostiana, 2003).

Rimpang temulawak mengandung berbagai komponen kimia diantaranya

kurkumin, protein, pati dan minyak atsiri. Pati, salah satu komponen terbanyak dalam

rimpang temulawak sering disebut sebagai pati yang mudah dicerna sehingga

disarankan digunakan sebagai makanan bayi. Minyak atsirinya mengandung senyawa

phelandren, kamfer, borneol, sineal dan xanthorhizol. Kandungan xanthorhizol dan

kurkumin ini yang menyebabkan temulawak sangat berkhasiat (Taryono et al., 1987).

Penelitian ekstrak temulawak pada sel gamet menunjukan bahwa terdapat senyawa

kurkuminoid yang berperan sebagai antiproliferasi (Malya, 2014).

Spermatogenesis merupakan salah satu proses pembentukan spermatozoa

melalui serangkaian pembelahan sel pembentuknya (spermatogonia) yang terjadi

pada tubulus seminiferus testis. Proses ini sangat dipengaruhi oleh keadaan

(8)

jumlah dan vitalitas spermatozoa yang terbentuk. Berdasarkan uraian tersebut di atas

dilakukan penelitian untuk membuktikan pengaruh efek samping yang ditimbulkan

oleh penggunaan temulawak sebagai obat tradisional terhadap aspek reproduksi

mencit (Mus musculus) Swiss Webster Jantan (Sitasiwi dan Djaelani 2011).

Dengan menggunakan ekstrak temulawak yang diberikan pada mencit jantan

usia dua belas minggu, maka diharapkan dapat diketahui pengaruh kandungan ekstrak

temulawak terhadap penurunan kualitas spermatozoa dan profil tubulus seminiferus.

Kualitas sperma yang dimaksud meliputi berat organ, jumlah sperma, motilitas

sperma, morfologi sperma, dan profil tubulus seminiferus dari mencit jantan. Oleh

karena kualitas sperma sangat berkaitan dengan tingkat kesuburan seorang pria, maka

penelitian yang didapatkan diharapkan akan menjadi informasi yang sangat penting

tentang pemanfaatan rimpang temulawak bagi pasangan muda yang memprogram

untuk memiliki keturunan.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini

dirumuskan sebagai berikut, “Apakah ekstrak rimpang temulawak (Curcuma

santorrhiza) yang diberikan pada mencit (Mus musculus) Swiss Webster jantan dapat

berpengaruh terhadap kualitas sperma dan sel-sel tubulus seminiferus”?

C. PERTANYAAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka pertanyaan penelitian dapat

dijabarkan sebagai berikut:

a. Apakah pemberian ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza) pada mencit (Mus

musculus) Swiss Webster jantan berpengaruh terhadap berat organ reproduksi?

b. Apakah pemberian ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza) pada mencit (Mus

musculus) Swiss Webster jantan berpengaruh terhadap jumlah sperma?

c. Apakah pemberian ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza) pada mencit (Mus

(9)

4

d. Apakah pemberian ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza) pada mencit (Mus

musculus) Swiss Webster jantan berpengaruh terhadap motilitas sperma?

e. Apakah pemberian ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza) pada mencit (Mus

musculus) Swiss Webster jantan berpengaruh terhadap sel-sel tubulus seminiferus

pada testis?

D. BATASAN MASALAH

Masalah dalam penelitian ini dibatasi agar tidak meluas dalam pelaksanaannya,

ada pun batasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagian tanaman yang akan digunakan untuk pembuatan ekstrak adalah rimpang

temulawak (Curcuma xantorrhiza).

2. Hewan uji yang digunakan adalah mencit (Mus musculus) Swiss Webster jantan

dengan umur 8-10 minggu dan memiliki berat badan konstan berkisar antara 25-

30 gram.

3. Ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xantorrhiza) diberikan kepada mencit

(Mus musculus) dengan cara gavage setiap hari selama 30 hari.

4. Variabel yang diamati antara lain adalah berat organ reproduksi, jumlah sperma,

motilitas sperma dan histologi testis mencit (Mus musculus) Swiss Webster jantan

yang telah diberi ekstrak temulawak.

5. Dosis ekstrak temulawak yang diberikan adalah 500 mg/kg BB/hari, 1000 mg/kg

BB/hari dan 1500 mg/kg BB/hari (Yadav, 2010).

E. TUJUAN

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui pengaruh ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza)

kualitas sperma dan sel-sel tubulus seminiferus

2. Mengetahui pengaruh ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza)

terhadap berat organ reproduksi pada mencit (Mus musculus) jantan.

3. Mengetahui pengaruh ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza)

(10)

4. Mengetahui pengaruh ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza)

terhadap morfologi sperma pada mencit (Mus musculus) jantan.

5. Mengetahui pengaruh ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza)

terhadap motilitas sperma pada mencit (Mus musculus) jantan.

6. Mengetahui pengaruh ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza)

terhadap sel-sel tubulus seminiferus testis pada mencit (Mus musculus) jantan.

F. MANFAAT

Adapun manfaat penelitian ini dapat memberikan informasi baru untuk

mengetahui dan menganalisis pengaruh ekstrak temulawak pada aspek reproduksi

mencit jantan, baik ekstrak kasar maupun ekstrak zat yang terkandung pada

temulawak bagi para peneliti dan mahasiswa. Selain itu, hasil dari penelitian ini dapat

menjadi referensi dan saran bagi para pria yang akan melakukan program kontrasepsi

untuk meminum jamu yang mengandung ekstrak temulawak.

G. ASUMSI

Adapun asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Ekstrak rimpang temulawak memiliki efek antiproliferasi (Chen et al., 2010).

2. Sebagai antioksidan potensial, Curcumin memiliki anti proliferasi dan anti

karsinogenik pada sel hewan (Anad et al., 2007)

3. Ekstrak aqueous temulawak memiliki efek antifertilitas (Chattopadhyay, 2004

dalam Nakamura, 2012).

H. HIPOTESIS

Pemberian ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza) dapat

menurunkan berat organ reproduksi, jumlah sperma, morfologi sperma, motilitas

sperma, sayatan histologi tubulus seminiferus pada mencit (Mus musculus) Swiss

(11)

28

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek

penelitian yaitu mencit yang diberi beberapa perlakuan, sehingga jenis penelitian

ini termasuk ke dalam penelitian eksperimental (Nazir, 2003). Adapun yang

menjadi objek penelitian adalah pengaruh pemberian ekstrak temulawak terhadap

aspek reproduksi mencit (Mus musculus) Swiss Webster jantan.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap

(RAL). Penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan ekstrak rimpang

temulawak (Curcuma xanthorrhiza) kepada mencit secara oral menggunakan

gavage. Kelompok perlakuan terdiri dari 3 kelompok yang masing-masing

kelompok diberi perlakuan dengan pemberian ektrak temulawak (Curcuma

xanthorrhiza) dengan dosis 140 mg/Kg bb, 280 mg/Kg bb, atau 700 mg/Kg bb.

Selain itu, terdapat pula kelompok kontrol yang terdiri dari kelompok mencit

yang hanya diberi akuades setiap harinya

Jumlah sampel pengulangan dihitung dengan rumus Federer (1983):

(T-1) (n-1) ≥ 15 (4-1) (n-1) ≥ 15 3n - 3 ≥ 15

3n ≥ 15+3

n ≥ 18/3

n ≥ 6

Ket: T = Jumlah perlakuan 4

n = Jumlah replikasi 6

Setelah itu, dilakukan randomisasi untuk pengelompokan. Pengelompokan

dilakukan dengan tujuan menghilangkan bias. Pengelompokan dilakukan dengan

(12)

kode A, B, C dan D sebagai perwakilan setiap dosis. Hasil pengelompokan

terdapat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Hasil Randomisasi Mencit Jantan

1

Berdasarkan randomisasi mencit, maka didapatkan penempatan mencit

pada setiap kandangnya dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Penempatan Mencit Berdasarkan Hasil Randomisasi

Kandang Dosis Kode Mencit

A 0 mg/KgBB (Kontrol) 15 3 16 12 24 5

B 140 mg/KgBB 14 18 19 6 2 4

C 280 mg/KgBB 13 8 17 21 23 11

D 700 mg/KgBB 9 22 10 20 1 7

C. Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan (Mus

(13)

30

yang berumur sekitar 8-10 minggu dan yang memiliki berat badan konstan 25-30

gr. Lalu diamati aspek reproduksinya setelah diberi ekstrak rimpang temulawak

secara oral menggunakan jarum gavage selama 30 hari. Aspek reproduksi yang

dianalisis meliputi, berat organ reproduksi, morfologi, motilitas dan sayatan

histologinya.

D. Waktu Dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Maret - Mei 2015 dan dilakukan di

Laboratorium Struktur Hewan Departemen Pendidikan Biologi Fakultas

Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Rumah Hewan, Kebun

Botani, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Pemeliharaan mencit

dilakukan di Rumah Hewan, sedangkan pengamatan kualitas sperma dilakukan di

Laboratorium Struktur Hewan.

E. Prosedur penelitian 1. Tahap Pra-Penelitian

a. Penyiapan Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat dan

bahan untuk proses pemeliharaan hewan percobaan, pembuatan ekstrak

rimpang temulawak, pemberian ekstrak rimpang temulawak pada hewan

percobaan sebagai perlakuan dan analisis kualitas sperma pada mencit

jantan yang telah diberi ekstrak temulawak. Pada proses pemeliharaan

dibutuhkna kandang mencit berukurn 30 x 20 x 12 cm beserta tutupnya.

Kandang yang dibutuhkan sebanyak lima unit kandang tang berisi 6 sampai

7 ekor mencit jantan.

Pembuatan ekstrak dibutuhkan satu kilogram rimpang temulawak

yang digiling oleh penggilingan atau blender. Pemberian ekstrak temulawak

menggunakan jarum gavage dan syringe 1 ml. Ekstrak temulawak yang

telah diperas kemudian dikirim ke laboratorium Farmasi ITB untuk

(14)

timbang menggunakan timbangan Dial-O-Gram dan dilarutkan dalam 0,3

ml aquades untuk setiap dosisnya.

Analisis pengaruh ekstrak temulawak terhadap kualitas spermatozoa

membutuhkan alat bedah yang digunakan untuk mengambil spermatozoa

dari bagian epididimis, yang selanjutnya dimasukan kedalam larutan

Phosphat Buffered Saline (PBS) (Komposisi pada lampiran 4) yang

ditampung di kaca arloji. Analisis pengaruh ekstrak temulawak terhadap

kualitas spermatozoa pada mencit dilakukan menggunakan Mikroskop

Listrik Binokuler. Alat dan bahan pada penelitian ini dapat dilihat secara

lengkap pada Lampiran 2.

b. Pembuatan Ekstrak Temulawak

Temulawak yang digunakan adalah galur Roxb. Dengan usia 11- 12

bulan (Rahardjo, 2001; Setyawan, 2003 dalam Malya 2014). Rimpang

temulawak diperoleh dari pasar tradisional Tilil, Dipati Ukur, Bandung.

Pembuatan ekstrak temulawak menggunakan metode aqueous extract atau

ekstraksi air, yang merupakan merupakan modifikasi dari metode Halim et

al., (2012).. Hal ini dilakukan sebagai adaptasi konsumsi temulawak dengan

pelarut air yang biasa dilakukan oleh masyarakat luas. Selain itu,

konsumsi temulawak yang diekstraksi dengan air memiliki potensi sebagai

anti fertilitas (Chattopadhyay, 2004).

Proses pembuatan ekstrak diawali dengan proses pembuatan serbuk

dari rimpang temulawak. Temulawak yang masih berupa rimpang dicuci

bersih. Setelah itu temulawak di potong-potong sehingga berukuran lebih

kecil. Temulawak yang sudah dipotong-potong dimasukan ke dalam

Blender untuk dihaluskan. Setelah temulawak tersebut halus, maka airnya

diperas dan disimpan dalam toples. Kemudian hasil perasan temulawak

tersebut dibawa ke Laboratorium Farmasi ITB untuk selanjutnya dilakukan

(15)

32

Setelah ekstrak dalam bentuk serbuk, lalu dilakukan penimbangan

sesuai dengan dosis yang telah ditentukan. Ekstrak yang sudah ditimbang

dimasukan kedalam plastik zipper kemudian setiap dosis dilarutkan dalam

aquades sebanyak 0,3 ml. Ekstrak diberikan pada mencit jantan dengan cara

gavage (Riyanto, 2003). Untuk dosis 0 mg/bb dikelompokkan sebagai

kontrol. Maka perlakuannya diberi murni aquades tanpa ekstrak temulawak.

Proses pemberian gavage dapat dilihat pada gambar 3.2.

Pada hari ke-30 mencit jantan di euthanasia dengan cara dilakukan

anestesi sebelumnya. Setelah mencit siap dibedah, isolasi epididymis dan

testis dilakukan. Setelah itu penelitian masuk ke dalam tahap koleksi sperma

untuk analisis kualitas sperma pada mencit jantan.

Gambar 3.1 Proses Pemberian Ekstrak Menggunakan Gavage

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2015)

c. Penentuan Dosis

Penelitian ini menggunakan tiga dosis, yaitu 140 mg/kg BB, 280

mg/kg BB, dan 700 mg/kg BB. Penentuan dosis ini berdasarkan pada

penelitian Yadav dan Jain (2010 dan 2011) yang bertujuan untuk melihat

efek anti implantasi pada tikus putih setelah diberi ekstrak air Curcuma

longa. Pada penelitain ini yang digunakan adalah mencit (Mus musculus)

(16)

dosis dengan nilai konversi 0,14 untuk tikus putih 200 gr ke mencit 20 gr.

Nilai konversi ini berdasarkan tabel konversi Laurence & Bacharach (1946)

dalam Daud, 2012. Perhitungan konversi dapat dilihat pada Lampiran 4.

d. Persiapan Mencit dan Aklimasi

Mencit yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan dari Pasar

Baros, Kota Cimahi. Kemudian mencit dipelihara di Rumah Hewan UPI

yang memiliki suhu minimum 25°C dan suhu maksimum 29°C dengan suhu

rata-rata 27°C. Titik minimum kelembaban relatif ruangan adalah 76% dan

titik maksimum 92% dengan kelembaban relatif rata-rata 83% (Malya,

2014). Mencit jantan yang dipakai berusia 12 minggu dengan bobot konstan

25 – 30 g.

Penempatan mencit jantan di dalam kandang menggunakan metode

RAL (Rancangan Acak Lengkap). Kandang yang digunakan berukuran 30 x

20 x 12 cm, terbuat dari plastik bening dan memiliki penutup yang terbuat

dari besi. Dasar kandang diberi sekam dan diganti secara berkala.

Mencit diaklimasi selama satu minggu dengan menempatkannya di

kandang yang berbeda dan diberi pakan standar untuk anak babi CP 551

(Rugh, 1967 ; Priyandoko, 2004). Setelah diaklimasi selama seminggu,

maka proses pemberian ekstrak temulawak secara oral dapat diberikan.

2. Tahap Perlakuan

a. Pemberian Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorriza)

Treatment dengan pemberian ekstrak rimpang kuyit ini dilakukan

selama 30 hari secara oral. Pemberian ekstrak dilakukan dengan

menggunakan jarum gavage. Ekstrak yang diberikan pada mencit

sebanyak 0,3 ml dengan dosis yang berbeda-beda pada setiap kelompok

yaitu dosis 0 mg/bb, 140 mg/kg bb, 280 mg/kg bb dan 700 mg/kg bb

(17)

34

euthanasi dengan cara dibius terlebih dahulu menggunakan kloroform

kemudian organ reproduksi diambil dan dilakukan perhitungan motilitas,

abnormalitas, penimbangan berat organ, penghitungan jumlah

spermatozoa dan sayatan histologi testis.

b. Menghitung Berat Organ Reproduksi (testis)

Proses euthanasi yang dilakukan pada mencit jantan, salah satunya

bertujuan untuk mengambil organ reproduksinya yaitu testis. Testis

diambil karena bertujuan untuk diukur beratnya dan nantinya akan dibuat

sayatan histologi. Pengukuran berat testis dilakukan dengan menimbang

kedua testis pada timbangan anakutik yang terdapat di laboratorium.

Kemudian selanjutnya hasil penimbangan berat organ akan diolah

menggunakan statistik untuk melihat signifikansinya.

c. Menghitung Motilitas Sperma

Untuk menghitung motilitas sperma, cauda epididimis diambil lalu

dipotong-potong dan dimasukkan dalam 1 ml larutan NaCl 0,9 %. Untuk

menghitung jumlah spermatozoa ditentukan dengan cara mengisap

suspensi spermatozoa dengan pipet leukosit sampai tanda 1,0. Pipet yang

telah berisi suspensi spermatozoa kemudian diencerkan dengan larutan

Phosphat Buffer Saline hangat dengan suhu 35°C sampai tanda 11,

dikocok supaya homogen. Sebelum menghitung spermatozoa dibuang

agar yang terhitung nanti adalah bagian yang benar-benar mengandung

spermatozoa homogen. Suspensi spermatozoa diteteskan di kamar hitung

Neubauer, dihitung jumlah spermatozoa pada 16 kotak dibawah

mikroskop perbesaran 400 kali. Hasil perhitungan merupakan jumlah

spermatozoa dalam 10-5mL suspensi spermatozoa. Motilitas spermatozoa

dapat diamati dengan cara meneteskan spermatozoa ke bilik hitung

Neubauer dengan perbesaran 400 kali. Motilitas sperma ditentukan dari

(18)

dinilai berdasarkan persen spermatozoa dengan motilitas baik, yaitu

spermatozoa yang bergerak lurus ke depan, cepat, lincah dan aktif

(Kaspul, 2004).

Metode penilaian motilitas sperma menurut Soeharno (1987) sebagai

berikut:

a. Grade 0 : Spermatozoa tidak bergerak sama sekali.

b. Grade 1 : Spermatozoa bergerak sangat lambat/ bergerak sedikit

sekali.

c. Grade 2 : Spermatozoa bergerak ke depan dengan kecepatan

sedang/bergerak zigzag dan berputar putar.

d. Grade 3 : spermatozoa bergerak ke depan atau lurus seperti

roket.

d. Menghitung Jumlah sperma

Penghitungan jumlah spermatozoa terdapat beberapa cara, yaitu

dengan menghitung jumlah spermatozoa per ejakulat atau dengan

menghitung jumlah spermatozoa per volume ejakulat. Cara yang umum

digunakan untuk perhitungan sperma adalah dengan menghitung jumlah

sperma per ejakulat. Menurut Soeharno (1987), pemeriksaan dilakukan

untuk menghitung jumlah sperma dilakukan melalui dua tahap, yaitu:

a. Menghitung secara perkiraan, berapa jumlah sperma per lapang

pandang

b. Jumlah spermatozoa per ml ditentukan dengan menggunakan kamar

hitung improved Neubauer.

Penggunaan haemositometer dan larutan pengencer dibutuhkan dalam

penghitungan jumlah spermatozoa. Pertama, organ epididimis yang

terdapat pada cadaver segera diambil dan dimasukan ke dalam larutan PBS

(Phosphat Buffered Saline). Kemudian, organ tersebut dicacah sehingga sel

(19)

36

cara menghisap sperma menggunakan Haemositometer leukosit sampai

sperma mencapai angka 1 dan selanjutnya larutan pengencer dihisap

sampai 101. Pipet leukosit dikocok menurut angka 8 selama 15 sampai 20

menit. Kemudian tiga tetes pertama dibuang sebelum diteteskan ke dalam

kamar hitung. Biarkan selama 15 menit agar semua sel mengendap atau

merata di dalam kamar hitung. Selanjutnya sel spermatozoa dihitung

dengan berbagai cara di bawah ini:

a) Hasil perhitungan spermatozoa dari lima bidang A, B, C, D, dan E

dikalikan 2000 dikalikan pengenceran.

b) Hasil perhitungan spermatozoa dari bidang E dikalikan 10.000

dikalikan pengenceran.

c) Hasil perhitungan spermatozoa dari bagian E1, E2, E3, E4 dan E5

dikalikan 50.000 dikalikan pengenceran.

d) Hasil perhitungan spermatozoa dari salah satu bidang A/B/C/D/E;

1) Untuk pengenceran 10 kali : dikali 100.000

2) Untuk pengenceran 20 kali : dikali 200.000

3) Untuk pengenceran 100 kali : dikali 1.000.000

4) Untuk pengenceran 200 kali : dikali 2.000.000

Dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali pada setiap sperma yang

dihitung, kemudian diambil rata-rata dari ketiga pengulangan tersebut.

e. Analisis Morfologi Sperma

Spermatozoa dapat berbentuk lain dari biasanya, terdapat baik pada orang

fertil, maupun pada infertil. Hanya saja pada orang fertil kadarnya sedikit saja.

Ada batas minimum persentase abnormal terhadap normal. Jika persentase

abnormal lebih banyak dibandingkan dengan persen spermatozoa normal,

maka akan mengakibatkan infertilitas. Bentuk abnormal terjadi karena

berbagai macam gangguan dalam spermatogenesis, terutama pada tahap

(20)

seperti faktor hormonal, nutrisi, obat, akibat radiasi, atau oleh penyakit

(Yatim, 1994). Macam- macam jenis sperma dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Macam-macam jenis sperma (Sumber: Armatage, 2013)

Untuk membuat apusan (Smear) sperma, pertama-tama dilakukan

pengolesan pada object glass dengan menggunakan albumin dan dibiarkan

hingga mengering. Lalu suspensi sperma diteteskan di atas gelas objek yang

sudah diberi albumin dan dibiarkan mengering. Selanjutnya gelas objek

direndam dalam alcohol bertingkat mulai dari 50%, 70% dan 90%,

masing-masing selama 2 menit kemudian dilakukan pencucian menggunakan aquadest.

Setelah itu, dilakukan pewarnaan menggunakan eosin 70% dan setelah itu

dilakukan pembilasan menggunakan aquadest. Selanjutnya, object glass

kembali dimasukan ke dalam alkohol bertingkat (50%, 70% dan 90%).

Kemudian dikeringkan dan disimpan di atas kertas hisap. Hasilnya dapat

dilihat dibawah mikroskop, dan diberi tanda pada daerah ditemukannya

sperma. Langkah selanjutnya adalah dilakukan penutupan objek glass

menggunakan entelan (Budiono, 1992; Machmudin et al., 2011).

f. Pembuatan Sayatan Histologi Testis

Sayatan histologi testis sangat diperlukan sebagai bukti penunjang dalam

penelitian ini. Pengambilan organ yang akan diamati mulanya adalah dengan

(21)

38

alat bedah, jaringan atau organ yang akan digunakan dikeluarkan dan dengan

segera dimasukan kedalam larutas saline (NaCl 0.96%) untuk dibersihkan dari

darah dan jaringan yang mengotorinya. Tahap selanjutnya merupakan tahap

fiksasi, dimana organ direndam dalam larutan fiksatif (Bouins) selama 24 jam

atau lebih. Kemudian masuk ke dalam tahap dehidrasi, dimana masing masing

organ direndam dalam alkohol dengan konsentrasi menignkat (60, 70, 80, 90,

96 dan 100%) dengan masing-masing lama waktunya adalah 2 jam. Setelah

tahap dehidrasi selesai, maka selanjutnya adalah proses clearing. Proses ini

dilakukan dengan cara memasukan organ ke dalam alkohol 100% : Xilol = 1:1

selama maksimal 10 menit, dan xilol murni maksimal 15 menit. Selanjutnya

adalah tahapan infiltrasi, dimana kita membuuhkan oven dalam proses

pengerjaannya. Objek atau preparat dimasukan ke dalam parafin cair bersih

pada suhu 58°C dengan waktu minimal parafin-xilol : 30 menit, parafin I 48°C :

1 jam dan parafin II 56° selama 1 jam. Setelah melewati tahapan di atas, maka

organ sudah boleh dimasukan ke dalam block paraffin, proses ini dinamakan

proses embedding (Budiono, 1992; Machmudin, 2009).

Pada proses embedding, digunakan besi L yang diberi alas kaca yang

nantinya sebagai tempat yang digunakan untuk menuangkan parafin. Setelah

besi L siap, maka parafin dituangkan ke dalamnya dan ditunggu agar sedikit

mengeras kemudian organ diletakan di atas nya dengan sangat hati-hati dan

tuangkan kembali lapisan parafin selanjutnya. Jika pada permukaan parafin

terdapat gelembung udara, maka gelembung dapat dihilangkan dengan

menggunakan jarum khusus yang sebelumnya dipanaskan terlebih dahulu.

Setelah block mengering, selanjutnya dilakukan penyayatan organ

menggunakan mikrotom (Budiono, 1992; Machmudin, 2009).

Penyayatan dimulai dengan ketebalan 15 mikron dan selanjutnya menurun

sampai 10 mikron. Tujuannya untuk membuang sisa parafin yang berada di

ujung block organ. Hasil sayatan akan berbentuk pita tipis yang ditengahnya

terdapat organ. Hasil pita ini dapat disimpan pada baki dan diberi penutup di

(22)

disayat, organ ditempelkan pada object glass yang sebelumnya telah dilapisi

albumin dan diberi tetesan aquadest. Organ yang telah diletakan di atas object

glass selanjutnya dipanaskan di atas paraffin heater bersuhu 45°C (Budiono,

1992; Machmudin, 2009).

Selanjutnya merupakan proses pewarnaan preparat histologi testis

menggunakan pewarnaan HE (Hematoksilin Eosin). Dilakukan proses

deparafinisasi dengan menggunakan xilol selama 30 menit dalam coplin jar

terhadap objek yang telah ditempel. Hidrasi dilakukan dengan menggunakan

konsentrasi alkohol menurun, mulai dari 100, 96, 90, 80 dan 70% dengan waktu

masing-masing 3 menit. Sedangkan untuk proses pewarnaan menggunakan

Hematoksilin Eosin, objek dapat direndam lebih lama. Setelah proses

pewarnaan selesai, maka objek dibilas menggunakan aquadest. Selanjutnya

proses dehidrasi dan pewarnaan menggunakan Eosin pada alkohol bertingkat

(60, 70, 80, 90, 96 dan 100%) dengan waktu 3 menit pada setiap konsentrasi

alkohol. Penjernihan kedua menggunakan xilol + alkohol 100% selama 3 menit

dan selanjutnya dengan xilol murni selama 3 menit (Budiono, 1992;

Machmudin, 2009).

F. Analisis Data

Data hasil pengamatan motilitas spermatozoa dianalisis dengan uji Shapiro

Wilk. Untuk analisis data secara kuantitatif, data yang diperoleh diolah dengan

menggunakan Annova dan Beda Nyata Terkecil (BNT). Hal ini dilakukan untuk

melihat ada atau tidaknya perbedaan pada masing-masing perlakuan

dibandingkan dengan kontrol. Apabila data yang didapatkan berupa data non

parametrik, maka data dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan Uji Tukey

(23)

40

G. Alur Penelitian

Pembuatan Proposal Tahap Persiapan

Ekstrak Rimpang Temulawak dibuat.

Perlakuan pada mencit selama 30

hari

Aklimatisasi pada mencit

Pembedahan pada mencit

Penimbangan berat testis Sperma dari bagian

caudal epididimis pada testis diambil

Motilitas, jumlah sperma, dan abnormalitas sperma

diamati.

Analisis data

Penulisan Skripsi

Testis dimasukan ke dalam larutan

Gambar

Tabel 3.2 Penempatan Mencit Berdasarkan Hasil Randomisasi
Gambar 3.1 Proses Pemberian Ekstrak Menggunakan Gavage
Gambar 3.2. Macam-macam jenis sperma (Sumber: Armatage, 2013)

Referensi

Dokumen terkait

KESENIAN MACAPAT GRUP BUD I UTOMO PAD A ACARA SYUKURAN KELAHIRAN BAYI D I KUJANGSARI KOTA BANJAR.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Unit pengolah adalah unit kerja pada pencipta Arsip yang mempunyai tugas dan tanggung jawab mengolah Arsip yang berkaitan dengan kegiatan penciptaan Arsip

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun data secara sistematis. Data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara

Siregar, SpPD-KGEH, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas

Penetapan Kepsesmen Paraf Draft Kepsesmen Usulan Kepmen PPN tembusan Usulan Kepmen PPN Koordinasi Penyiapan Keputusan Menteri tembusan. substansi

Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar: Jakarta: CV.

PENERAPAN MEDIA AUDIO VISUAL DALAM PADUAN SUARA DI SMPN 1 BANTARUJEG KABUPATEN

Untuk memperoleh jawaban dari tujuan penelitian maka peneliti menggali dari berbagai referensi berkaitan dengan pembelajaran, media pembelajaran, bernyanyi paduan