• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Histologis Testis Mencit (Mus musculus L.) Yang Mendapat Kombinasi Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica papaya L.) Dan Testosteron Undekanoat (TU)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Histologis Testis Mencit (Mus musculus L.) Yang Mendapat Kombinasi Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica papaya L.) Dan Testosteron Undekanoat (TU)"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MENCIT (Mus musculus L.)

YANG MENDAPAT KOMBINASI EKSTRAK AIR BIJI PEPAYA

(Carica papaya L.) DAN TESTOSTERON UNDEKANOAT (TU)

SKRIPSI

DESY HIKMATULLAH

070805043

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MENCIT (Mus musculus L.)

YANG MENDAPAT KOMBINASI EKSTRAK AIR BIJI PEPAYA

(Carica papaya L.) DAN TESTOSTERON UNDEKANOAT (TU)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

DESY HIKMATULLAH

070805043

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MENCIT (Mus

musculus L.) YANG MENDAPAT KOMBINASI

EKSTRAK AIR BIJI PEPAYA (Carica papaya L.) DAN TESTOSTERON UNDEKANOAT (TU)

Kategori : SKRIPSI

Nama : DESY HIKMATULLAH

Nomor Induk Mahasiswa : 070805043

Program Studi : SARJANA (S1) BIOLOGI

Departemen : BIOLOGI

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, Januari 2012

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Masitta Tanjung, S.Si., M.Si. Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M. Biomed. NIP. 197109102000122001 NIP. 196602091992031003

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MENCIT (Mus musculus L.) YANG MENDAPAT KOMBINASI EKSTRAK AIR BIJI PEPAYA (Carica papaya L.)

DAN TESTOSTERON UNDEKANOAT (TU)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Januari 2012

(5)

PENGHARGAAN

(Al-Insyirah:6-7)

Teruntuk Ayah dan Mama

Terimakasih untuk semua cinta yang kau berikan

Adik-Adikku tersayang

Ria Altika, Montana Raja Parulian, Nuraisyah dan Fahriansyah

Sebagai tempat ku berkasih-sayang

Cik Nuri dan Cik Linda

Yang selalu ada untuk mendukungku

Chairunas Adha Putra

Teman terbaik dalam suka dan duka

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M. Biomed selaku dosen pembimbing 1 dan Ibu Masitta Tanjung, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing 2 yang telah memberikan bimbingan, motivasi, arahan, serta dukungannya hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Salomo Hutahaean dan Ibu Dra. Elimasni, M. Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan arahan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Riyanto Sinaga, S.Si, M.Si. selaku dosen Penasehat Akademik. Ibu Dr. Nursahara Pasaribu selaku ketua Departemen Biologi, dan Bapak Drs. Kiki Nurtjahja, M.Sc. selaku sekretaris Departemen Biologi, Bapak dan Ibu staf pengajar Departemen Biologi FMIPA USU, Ibu Roslina Ginting dan Bang Hendar Raswin selaku pegawai administrasi Departemen Biologi, serta Ibu Nurhasni Muluk selaku analis dan laboran Departemen Biologi yang telah banyak membantu penulis.

Biopalas Departemen Biologi FMIPA USU yang selama ini dijadikan naungan dan pemersatu bagi penulis dan reka-rekan lainnya, dan telah banyak memberikan hal-hal baru bagi penulis di luar kegiatan akademis yang bersifat positif dan tidak ternilai harganya.

(6)

Abang dan kakak penulis di Biologi, Kak Hilda, Kak Jane, Kak Desmina, Kak Wulan, Kak Lidya, Bang Junaidi, Umri, Marzuki, serta Adik-adik penulis, Siska, Zuwanna, Gilang, Juju, Surya, Ika, Boy, Zubeir, Fifin, Nurhayati, Aulia, Siti, Dila. Semua pihak yang telah terlibat langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas segala bantuan dan dukungannya selama ini. Penulis juga memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan dalam penulisan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Amin Ya Robbal ‘Alamin.

Medan, Januari 2012

(7)

GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MENCIT (Mus musculus L.) YANG MENDAPAT KOMBINASI EKSTRAK AIR BIJI PEPAYA (Carica papaya L.)

DAN TESTOSTERON UNDEKANOAT (TU)

ABSTRAK

Penggunaan tanaman sebagai obat-obatan tradisional termasuk fertilitas telah banyak dilakukan, salah satunya pepaya (Carica papaya L.) . Penelitian tentang pengaruh pemberian kombinasi ekstrak air biji pepaya (Carica papaya L.) dan Testosteron Undekanoat (TU) terhadap gambaran histologi testis mencit (Mus musculus L.) yang dirancang dengan model Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 kelompok kontrol dan 5 kelompok perlakuan. Pemberian ekstrak air biji pepaya (30mg/hari) secara oral dimulai dari minggu-0 hingga minggu-24. Interval waktu injeksi intramuskular Testosteron Undekanoat (TU) adalah 6 minggu. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya penurunan berat yang berbeda nyata (p<0,05) pada minggu-24 dan volume testis pada masa 18 hingga minggu-24 minggu yang berbeda nyata antara kelompok kontrol dan perlakuan. Pemberian kombinasi ekstrak air biji pepaya (Carica

papaya L.) dan Testosteron Undekanoat (TU) juga menyebabkan pengurangan ukuran

diameter dan luas lapisan germinal tubulus seminiferus yang berbeda nyata pada minggu-24.

(8)

THE HISTOLOGY OF MICE (Mus musculus L.) WHICH APPLIED BY PAPAYA SEED WATER EXTRACT (Carica papaya L.) AND

TESTOSTERONE UNDEKANOAT (TU) COMBINATION

ABSTRACT

Many traditional use of medicinal plants to treat different sort of disease, including fertility has done. This research observed the influence of papaya seed (Carica papaya L.) extract and Testosterone Undekanoat (TU) combination in testicle histology of mice (Mus musculus L.) which designed in complete random design (RAL) that divide to 5 control groups and 5 treatment groups. The papaya seed extract (30mg/day) gived orally from 0 week until 24 weeks. The time interval for intramuscular injection was by 6 weeks. This research resulted the suppression of testiscle weight significantly (p<0,05) in 24 weeks and volume reduction in 18 for 24 weeks significantly during research . The combination of seed extract of papaya (Carica papaya L.) and hormonal contraception, Testosterone Undekanoat (TU) in mice caused reduction of diameter and germinal layer wide significantly in 24 weeks.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN xi

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 2

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Hipotesis Penelitian 4

1.5 Manfaat Penelitian 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 Biologi Tanaman Pepaya (Carica papaya L.) 5

2.1.1 Klasifikasi 5

2.1.2 Pemanfaatan Bagian Tanaman Pepaya 5

2.1.3 Senyawa Kandungan Biji Pepaya 6

2.2 Testosteron Undekanoat (TU) 6

2.2.1 Kimia Testesteron Undekanoat (TU) 6

2.2.2 Efek Testosteron Undekanoat Terhadap Fungsi Reproduksi Jantan

7

2.3 Sistem Reproduks i Mencit Jantan (Mus musculus L.) 8

2.3.1 Testis 8

2.3.2 Tubulus Seminiferus 8

2.3.3 Sel-Sel Germinal 9

2.3.4 Jaringan Interstisial 11

2.4 Spermatogenesis 12

BAB III BAHAN DAN METODE 14

3.1 Waktu dan Tempat 14

3.2 Alat dan Bahan 14

3.3 Metode Penelitian 15

3.4 Prosedur Penelitian 15

3.4.1 Hewan Percobaan 15

3.4.2 Pembuatan Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica papaya L.) 15 3.4.3 Uji Skrining Fitokimia Biji Pepaya 16 3.4.4 Pemberian Kombinasi Air Biji Pepaya (Carica papaya L.)

dan Testosteron Undekanoat (TU)

17

(10)

Parafin

3.5 Parameter Pengamatan 19

3.5.1 Berat dan Volume Testis (Morfologi) 19 3.5.2 Diameter Tubulus Seminiferus dan Ketebalan Lapisan Germinal Testis (Histologi)

20

3.6 Analisis Data 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 22

4.1 Hasil Uji Skrining Fitokimia Biji Pepaya (Carica papaya L.) 22

4.2 Data Berat dan Volume Testis 23

4.3 Data Diameter dan Luas Lapisan Germinal Tubulus Seminiferus 26

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 31

5.1 Kesimpulan 31

5.2 Saran 31

DAFTAR PUSTAKA 32

(11)

DAFTAR TABEL

halaman Tabel 1. Model Rancangan Percobaan Penelitian 15

(12)

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 1. Rumus Bangun Testosteron Undekanoat (TU) 7

Gambar 2. Sayatan Histologis Testis 10

Gambar 3. Jadwal Kegiatan Pemberian Ekstrak Biji Pepaya + TU 17 Gambar 4. Skema Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus dan Ketebalan

Lapisan Germinal

20

Gambar 5. Diagram Data Berat Testis (mg)Antara Kelompok Kontrol (K) dan Perlakuan (P)

23

Gambar 6. Diagram Data Volume Testis (cm3) Antara Kelompok Kontrol (K) 25 dan Perlakuan (P)

Gambar 7. Diagram Data Diameter Tubulus Seminiferus (µ) Kelompok Kontrol (K)

26

Gambar 8. Diagram Data Diameter Tubulus Seminiferus (µ) Kelompok Perlakuan (P)

27

Gambar 9. Diagram Data Diameter Tubulus Seminiferus (µ) Kelompok (K) dan Perlakuan (P)

28

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Data Pengamatan Berat Testis Mencit 39

Lampiran B Data Pengamatan Volume Testis Mencit 43

Lampiran C Data Pengamatan Diameter Tubulus Seminiferus Testis Mencit 47 Lampiran D Data Pengamatan Luas Lapisan Germinal Tubulus Seminiferus

Testis Mencit

50

Lampiran E Pembuatan Ekstrak Bii Pepaya 54

Lampiran F Pembuatan Preparat Histologis Testis 55

Lampiran G Uji Steroid Biji Pepaya 56

Lampiran H Uji Alkaloid Biji Pepaya 57

Lampiran I Uji Flavonoid Biji Pepaya 58

Lampiran J Uji Terpenoid Biji Pepaya 59

(14)

GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MENCIT (Mus musculus L.) YANG MENDAPAT KOMBINASI EKSTRAK AIR BIJI PEPAYA (Carica papaya L.)

DAN TESTOSTERON UNDEKANOAT (TU)

ABSTRAK

Penggunaan tanaman sebagai obat-obatan tradisional termasuk fertilitas telah banyak dilakukan, salah satunya pepaya (Carica papaya L.) . Penelitian tentang pengaruh pemberian kombinasi ekstrak air biji pepaya (Carica papaya L.) dan Testosteron Undekanoat (TU) terhadap gambaran histologi testis mencit (Mus musculus L.) yang dirancang dengan model Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 kelompok kontrol dan 5 kelompok perlakuan. Pemberian ekstrak air biji pepaya (30mg/hari) secara oral dimulai dari minggu-0 hingga minggu-24. Interval waktu injeksi intramuskular Testosteron Undekanoat (TU) adalah 6 minggu. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya penurunan berat yang berbeda nyata (p<0,05) pada minggu-24 dan volume testis pada masa 18 hingga minggu-24 minggu yang berbeda nyata antara kelompok kontrol dan perlakuan. Pemberian kombinasi ekstrak air biji pepaya (Carica

papaya L.) dan Testosteron Undekanoat (TU) juga menyebabkan pengurangan ukuran

diameter dan luas lapisan germinal tubulus seminiferus yang berbeda nyata pada minggu-24.

(15)

THE HISTOLOGY OF MICE (Mus musculus L.) WHICH APPLIED BY PAPAYA SEED WATER EXTRACT (Carica papaya L.) AND

TESTOSTERONE UNDEKANOAT (TU) COMBINATION

ABSTRACT

Many traditional use of medicinal plants to treat different sort of disease, including fertility has done. This research observed the influence of papaya seed (Carica papaya L.) extract and Testosterone Undekanoat (TU) combination in testicle histology of mice (Mus musculus L.) which designed in complete random design (RAL) that divide to 5 control groups and 5 treatment groups. The papaya seed extract (30mg/day) gived orally from 0 week until 24 weeks. The time interval for intramuscular injection was by 6 weeks. This research resulted the suppression of testiscle weight significantly (p<0,05) in 24 weeks and volume reduction in 18 for 24 weeks significantly during research . The combination of seed extract of papaya (Carica papaya L.) and hormonal contraception, Testosterone Undekanoat (TU) in mice caused reduction of diameter and germinal layer wide significantly in 24 weeks.

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jumlah populasi penduduk yang semakin bertambah, akan membawa dampak

terhadap berbagai bidang kehidupan seperti peningkatan kebutuhan sumberdaya alam

yang meliputi sandang, pangan dan papan, kenaikan tingkat kriminalitas dan lain-lain

yang mengarah pada peningkatan kebutuhan akan berbagai sarana dan prasarana

umum. Menyadari dampak negatif yang akan timbul mendorong pemerintah agar

memikirkan cara untuk menekan pertambahan jumlah penduduk, salah satunya adalah

dengan cara mencanangkan program Keluarga Berencana (KB). Namun, pelaksanaan

program Keluarga Berencana (KB) tersebut tidak akan berhasil tanpa adanya peran

aktif dari masyarakat (Yatim, 1994).

Keikutsertaan kaum pria dalam program KB jelas jauh tidak seimbang

dibandingkan dengan kaum wanitanya. Banyak faktor yang menyebabkan kaum pria

kurang aktif, salah satu alasannya adalah karena terbatasnya pilihan kontrasepsi pria

(Tadjudin, 1984). Jenis kontrasepsi pria yang tersedia dirasa masih belum bervariasi

seperti halnya pada jenis kontrasepsi pada wanita.

Dengan demikian swasembada dalam penyediaan bahan baku obat kontrasepsi

mempunyai arti yang sangat penting, karena pemakaian di tahun-tahun mendatang

terus meningkat. Dalam memenuhi kebutuhan akan bahan baku obat kontrasepsi

tersebut, seyogyanya dicari dari sumber lain, yaitu tanaman. Indonesia merupakan

sumberdaya tanaman obat, termasuk yang mengandung zat antifertilitas

(17)

Proses pematangan sperma sangat tergantung pada hormon androgen

(Tadjudin, 1988). Salah satu hormon androgen yakni testosteron. Testosteron adalah

hormon androgen yang dihasilkan oleh sel interstitial atau sel leydig. Hormon ini

berperan dalam mengontrol proses spermatogenesis pada pembelahan meiosis dan

proses spermiogenesis. Kebutuhan epididimis akan androgen untuk pematangan

spermatozoa, lebih tinggi daripada testis, hingga penurunan kadar androgen sedikit

saja dapat menggangu proses pematangan spermatozoa dalam epididimis, akan tetapi

tidak menggangu spermatogenesis atau libido (Amir, 1992).

Pemberian hormon testosteron intramuskular dan oral secara sendiri atau

kombinasi dengan progesteron diketahui dapat menghambat spermatogenesis pria

(proses pembentukan sperma) menjadi azoospermia. Testosteron dapat menyebabkan

azoospermia yang bersifat reversibel, tanpa efek samping yang serius dan signifikan

efektif pada populasi Asia, sehingga kelihatannya testosteron menjadi bahan kimia

yang memberi harapan baik untuk kontrol fertilitas pria (Liu et al., 2004). Penekanan

terhadap spermatogenesis dapat terjadi oleh pengaruh testosteron undekanoat (hormon

kontrasepi pria) melalui mekanisme negative feed-back (Wang et al., 2006).

Bahan obat-obatan kontrasepsi yang sangat efektif adalah senyawa-senyawa

turunan steroid yang berasal dari tanaman. Salah satu tanaman yang berpeluang adalah

biji pepaya (Carica papaya L.). Di dalam ekstrak biji pepaya terdapat senyawa kimia

yang bersifat kontraseptif. Penelitian yang dilakukan oleh Farnsworth (1982), pada

tikus jantan fertil yang diberi ekstrak biji pepaya secara oral dengan dosis 20 mg

selama 8 minggu menunjukkan penurunan fertilitas sampai 40%. Pemulihan

(recovery) terjadi 2,5-3 bulan setelah penyuntikan ekstrak dihentikan (Amir, 1992).

1.2 Permasalahan

Jenis kontrasepsi yang ideal adalah aman, cepat kerjanya, mampu mencapai

azoospermia, bersifat nontoksik, reversibel, cocok untuk akseptor, mudah digunakan

dan tanpa berakibat buruk bagi potensi seks dan libido. Menurut penelitian Ilyas

(18)

menyebabkan keguguran (abortivum) pada wanita yang hamil. Hal ini mungkin

disebabkan oleh zat yang terdapat pada biji pepaya mempengaruhi hormon reproduksi

wanita. Penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Usaman et al., (1980), menunjukan

bahwa biji Carica papaya L. memiliki senyawa glukosida yang bersifat toksik.

Meskipun demikian, biji pepaya tersebut dapat digunakan sebagai bahan dasar obat

tradisional sebagai antifertilitas (Ilyas, 2001). Penggunaan tunggal hormon

antifertilitas Testosteron Undekanoat (TU) dapat menyebabkan oligospermia, bersifat

reversibel dan dapat mempertahankan libido penggunanya.

Penggunaan tunggal bahan-bahan kontrasepsi tersebut dirasa kurang efektif,

sehingga dirasa cocok untuk dikombinasikan agar lebih efektif. Namun, perlu

dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh pemberian kombinasi ekstrak air

biji pepaya (Carica papaya L.) dengan Testosteron Undekanoat (TU) terhadap berat

dan volum serta diameter tubulus seminiferus dan ketebalan lapisan germinal testis

mencit jantan (Mus musculus L.).

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang akan dilakukan dengan menggunakan hewan percobaan

ini adalah:

a. Mengetahui pengaruh pemberian kombinasi ekstrak air biji pepaya (Carica

papaya L.) dan Testosteron Undekanoat (TU) terhadap morfologi testis mencit

jantan (Mus musculus L) yang meliputi berat dan volume testis.

b. Mengetahui pengaruh pemberian kombinasi ekstrak air biji pepaya (Carica

papaya L.) dan Testosteron Undekanoat (TU) dan terhadap histologis testis

mencit jantan (Mus musculus L.) yang meliputi diameter tubulus seminiferus dan

(19)

1.4 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Terdapat pengaruh pemberian kombinasi ekstrak air biji pepaya (Carica papaya

L.) dan Testosteron Undekanoat (TU) terhadap berat testis mencit jantan (Mus

musculus L).

b. Terdapat perbedaan pengaruh pemberian kombinasi ekstrak air biji pepaya

(Carica papaya L.) dan Testosteron Undekanoat (TU) terhadap volum testis

mencit jantan (Mus musculus L.).

c. Terdapat perbedaan pengaruh pemberian kombinasi ekstrak air biji pepaya

(Carica papaya L.) dan Testosteron Undekanoat (TU) terhadap diameter tubulus

seminiferus testis mencit jantan (Mus musculus L.).

d. Terdapat perbedaan pengaruh pemberian kombinasi ekstrak air biji pepaya

(Carica papaya L.) dan Testosteron Undekanoat (TU) terhadap ketebalan lapisan

sel-sel germinal testis mencit jantan (Mus musculus L.).

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diambil setelah pelaksanaan penelitian ini

berakhir adalah:

a. Memberikan gambaran tentang ada tidaknya pengaruh kombinasi ekstrak air biji

pepaya (Carica papaya L.) dan Testosteron Undekanoat (TU) terhadap morfologi

dan histologi testis mencit jantan (Mus musculus L.).

b. Menambahkan informasi prospek bahan yang dapat dijadikan sebagai bahan

kontrasepsi pria.

c. Sebagai referensi bagi penelitian lanjutan tentang pemanfaatan bahan herbal

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Tanaman Pepaya (Carica papaya L.) 2.1.1 Klasifikasi

Dalam sistematika tumbuhan pepaya dapat diklasifkasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Cistales

Famili : Caricaceae

Genus : Carica

Spesies : Carica papaya L.

Nama Lokal : Pepaya (Lampiran 1)

Tanaman Carica papaya L. ini merupakan tanaman yang berasal dari

Amerika. Pusat penyebaran tanaman diduga berada di daerah sekitar Meksiko bagian

Selatan dan Nikaragua. Batang, daun dan buah pepaya mengandung getah bewarna

putih. Getah ini mengandung suatu enzim pemecah protein atau enzim proteolitik

yang disebut papain (Kalie, 1996).

2.1.2 Pemanfaatan Bagian Tanaman Pepaya

Biasanya orang Indonesia selalu membuang biji pepaya atau bila ada yang

mengumpulkan hanya akan digunakan sebagai bibit. Namun tidak demikian dengan

orang-orang Barat, sebab biji pepaya ini banyak mengandung khasiat ampuh sebagai

(21)

Menurut Amir (1992), penyuntikan ekstrak biji pepaya gandul (Carica papaya

L.) selama empat siklus epitel seminiferus (40 hari) dengan dosis 5 mg/0,1

ml/mencit/hari, 10 mg/ 0,1 ml/mencit/hari dan 20 mg/ 0,1 ml/mencit/hari menekan

proses spermatogenesis mencit jantan, yaitu terhadap spermatogonia A, spermatosit R,

spermatosit primer pakhiten, spermatid tingkat 7 dan jumlah anak yang dilahirkan.

2.1.3 Senyawa Kandungan Biji Pepaya

Minyak biji pepaya yang berwarna kuning diketahui mengandung 71,60 % asam oleat,

15,13 % asam palmitat, 7,68 % asam linoleat, 3,60% asam stearat, dan asam-asam

lemak lain dalam jumlah relatif sedikit atau terbatas. Selain mengandung asam-asam

lemak, biji pepaya diketahui mengandung senyawa kimia lain seperti golongan fenol,

alkaloid, dan saponin (Warisno, 2003).

Disamping enzim proteolitik, biji pepaya juga mengandung kandungan kimia

yang lain seperti: 25% atau lebih minyak campuran, 26,2% lemak, 24,3% protein,

17% serat, 15,5% karbohidrat, 8,8% abu dan 8,2% air (Burkill, 1966).

Hasil uji fitokimia terhadap ekstrak kental metanol biji pepaya diketahui

mengandung senyawa metabolit sekunder golongan triterpenoid, flavonoid, alkaloid,

dan saponin. Secara kualitatif, berdasarkan terbentuknya endapan atau intensitas

warna yang dihasilkan dengan pereaksi uji fitokimia, diketahui bahwa kandungan

senyawa metabolit sekunder golongan triterpenoid merupakan komponen utama biji

pepaya (Sukadana, 2007).

2.2 Testosteron Undekanoat (TU)

2.2.1 Kimia Testesteron Undekanoat (TU)

Testosteron Undekanoat (17-hydoxy-4-androsten-3-0ne 17-undcanoate)

(Gambar 1) terdiri dari bahan yang mudah dicerna, suatu alifatik, ester asam lemak

(22)

limfatikus setelah pemberian secara oral. Pemberian TU secara oral telah digunakan

pada terapi penggantian androgen dan hal lain yang berhubungan dengan perlakuan

klinik selama lebih dari 2 dekade. TU secara oral juga telah diuji sebagai kontrasepsi

tunggal atau dikombinasikan dengan progestin(Kamische et al., 2002).

Gambar 1. Rumus Bangun Testosteron Undekanoat (TU)

2.2.2 Efek Testosteron Undekanoat Terhadap Fungsi Reproduksi Jantan

Telah diketahui bahwa testosteron merupakan androgen yang secara langsung

mempunyai aksi genomik dengan berikatan pada Reseptor Androgen (RA). Reseptor

androgen memiliki famili reseptor inti yang bertindak sebagai ligand-responsive

transcription factor. Pada testis RA ada pada sel leydig, sel peritubular, dan sel sertoli.

Testosteron secara bebas berdifusi melalui membran plasma dan mengikat RA

membentuk komplek yang kemudian berinteraksi dengan Androgen Reseptor Element

(ARE) pada bagian promotor gen target. Transkripsi gen target dapat diinduksi atau

ditekan tergantung pada faktor yang berhubungan dengan ikatan ligand-reseptor

complex dengan ARE (Sadate-Ngatchou et al., 2003).

Melalui respon long-term, testosteron mengaktifkan atau menonaktifkan

ekspresi gen yang berhubungan dengan perkembangan sel germinal. Seperti

peningkatan ekspresi gen protamin 1 dan protein transisi 2 (scara spesifik

diekspresikan pada spermatid) terjadi setelah induksi testosteron propionat pada tikus

hpg (hypogondal) sehingga meningkatkan kandungan testosteron intratestikular.

Selain itu ekspresi gen Pem (gen androgen yang terdapat pada testis dan epididimis)

O

C- ( CH

2

)

9

- CH

3

O

(23)

meningkat bersamaan dengan meningkatnya hormon testikular testis

(Sadate-Ngatchou et al., 2003). Peningkatan ekspresi gen tersebut mendukung proliferasi dan

diferensiasi sel germinal di dalam tubulus seminiferus testis.

2.3 Sistem Reproduksi Mencit Jantan (Mus musculus L.) 2.3.1 Testis

Testis merupakan organ kelamin jantan yang berfungsi sebagai tempat sistesis hormon

androgen (terutama testosteron) dan tempat berlangsungnya proses spermatogenesis.

Kedua fungsi testis ini menempati lokasi yang terpisah di dalam testis. Biosintesis

androgen berlangsung dalam sel Leydig di jaringan intertubuler, sedangkan proses

spermatogenesis berlangsung dalam epitel tubulus seminiferus (Syahrum, 1994).

Mencit jantan dewasa mempunya testis yang berbentuk bulat lonjong sebesar

kacang tanah dengan ukuran rata-rata 0,9 x 0,5 x 0,5 cm. Di dalam testis terdapat

tubulus seminiferus berupa suatu saluran yang berlilit-lilit, dan di antaranya terdapat

jaringan interstitial yang didalamnya mengandung sel Leydig (Moeloek, 1994).

Setiap testis ditutupi dengan jaringan ikat fibrosa, tunika albuginea, bagian

tipisnya atau septa akan memasuki organ untuk membelah menjadi lobus yang

mengandung beberapa tubulus disebut tubulus seminiferus. Bagian tunika memasuki

testis dan bagian arteri testikular yang masuk disebut sebagai hilus. Arteri memberi

nutrisi setiap bagian testis, dan kemudian akan kontak dengan vena testikular yang

menghasilkan hilus (Rugh, 1976).

2.3.2 Tubulus Seminiferus

Tubulus seminiferus terdiri atas suatu lapisan jaringan ikat fibrosa, lamina

basalis yang berkembang baik, dan suatu epitel germinal kompleks atau seminiferus.

Tunika propria fibrosa yang membungkus tubulus seminiferus terdiri atas beberapa

(24)

sel-sel mioid gepeng, yang memperlihatkan ciri otot polos. Epitel tubulus seminiferus

terdiri atas dua jenis sel yaitu sel Sertoli atau sel penyokong dan sel-sel yang

merupakan garis turunan spermatogenik (Junqueira, 2005).

Epitel tubulus seminiferus berada tepat di bawah membran basalis yang

dikelilingi oleh jaringan ikat fibrosa yang tipis. Antara tubulus adalah stroma

interstisial, terdiri atas gumpalan sel Leydig ataupun sel Sertoli dan kaya akan darah

dan cairan limfe. Sel interstisial testis mempunyai inti bulat yang besar dan

mengandung granul yang kasar. Sitoplasmanya bersifat eosinofilik. Diyakini bahwa

jaringan interstisial menguraikan hormon testosteron jantan. Epitel seminiferus tidak

mengandung sel spermatogenik secara eksklusif, tetapi mempunyai nutrisi yang

menjaga sel Sertoli, yang tidak dijumpai di tubuh lain. Sel Sertoli bersentuhan dengan

dasarnya ke membran basalis dan menuju lumen tubulus seminiferus (Rugh, 1976).

Setiap tubulus ini dilapisi oleh epitel berlapis majemuk. Garis tengahnya lebih

kurang 150-250 µ m dan panjangnya 30-70 cm. Panjang seluruh tubulus satu testis

mencapai 250 m. Tubulus kontortus ini membentuk jalinan yang tempat

masing-masing tubulus berakhir buntu atau dapat bercabang. Pada ujung setiap lobulus,

lumennya menyempit dan berlanjut ke dalam ruas pendek yang dikenal sebagai

tubulus rektus, atau tubulus lurus, yang menghubungkan tubulus seminiferus dengan

labirin saluran-saluran berlapis epitel yang berkesinambungan yaitu rete testis. Rete

ini, terdapat dalam jaringan ikat mediastinum yang dihubungkan dengan bagian

kepala epididimis oleh 10-20 duktulus eferentes (Janqueira, 2005).

Pada mencit, siklus epitel seminiferus terdiri dari 12 stadia. Waktu yang

diperlukan untuk satu siklus epitel seminiferus pada mencit antara 201-203 jam (8-9

hari). Dengan demikian waktu seluruhnya yang diperlukan untuk proses

spermatogenesis yang terdiri dari empat siklus epitel seminiferus, adalah berkisar

antara 34,5-35,5 hari. Proses spermatogenesis ini baru dimulai secara aktif pada hari

(25)

Gambar 2. Sayatan Histologis Testis (Hill, 2009)

2.3.3 Sel-Sel Germinal

Spermatogonium adalah sel primitif benih, yang terletak di samping lamina basalis.

Sel spermatogonium relatif kecil, bergaris tengah sekitar 12 µ m dan intinya

mengandung kromatin pucat. Pada keadaan kematangan kelamin, sel ini mengalami

sederetan mitosis lalu terbentuklah sel induk atau spermatogonium tipe A, dan mereka

berdiferensiasi selama siklus mitotik yang progresif menjadi spermatogonium tipe B.

Spermatogonium tipe A adalah sel induk untuk garis keturunan spermatogenik,

sementara spermatogonium tipe B merupakan sel progenitor yang berdiferensiasi

menjadi spermatosit primer (Junqueira, 2005).

Spermatosit primer adalah sel terbesar dalam garis turunan spermatogenik ini

dan ditandai adanya kromosom dalam tahap proses penggelungan yang berbeda di

dalam intinya. Spermatosit primer memiliki 46 (44+XY) kromosom dan 4N DNA

(Junqueira, 2007).

Spermatosit sekunder sulit diamati dalam sediaan testis karena merupakan sel

(26)

cepat memasuki pembelahan kedua. Spermatosit sekunder memiliki 23 kromosom

(22+X atau 22+Y) dengan pengurangan DNA per sel (dari 4N menjadi 2N).

Pembelahan spermatosit sekunder menghasilkan spermatid. Spermatid memiliki

ukuran yang kecil garis tengahnya 7-8 µ m. Inti dengan daerah-daerah kromatin padat

dan lokasi jukstaluminal dalam tubulus seminiferus. Spermatid mengandung 23

kromosom. Karena tidak ada fase S (sintesis DNA) yang terjadi antara pembelahan

meiosis pertama dan kedua dari spermatosit, maka jumlah DNA per sel dikurangi

setengahnya selama pembelahan kedua ini menghasilkan sel-sel haploid (1 N)

(Junqueira, 2005).

2.3.4 Jaringan Interstisial

Celah di antara tubulus seminiferus dalam testis diisi kumpulan jaringan ikat, saraf,

pembuluh darah dan limfe. Kapiler testis adalah dari jenis bertingkat yang

memungkinkan perpindahan antarmolekul secara bebas seperti darah. Jaringan ikat

terdiri atas berbagai jenis sel, termasuk fibroblast, sel jaringan ikat pengembang, sel

mast dan makrofag. Selama pubertas, muncul jenis sel tambahan yang berbentuk bulat

atau poligonal, memiliki inti di pusat dan sitoplasma eosinofilik dengan banyak

tetesan lipid. Sel tersebut adalah sel interstisial atau sel Leydig dari testis, yang

memiliki ciri sel pensekresi steroid. Sel-sel ini menghasilkan hormon pria testosteron,

yang berfungsi bagi perkembangan ciri kelamin pria sekunder (Junqueira, 2007).

Sel interstisial Leydig merupakan sel yang memberikan gambaran mencolok

untuk jaringan tersebut. Sel-sel Leydig letaknya berkelompok memadat pada daerah

segitiga yang terbentuk oleh susunan-susunan tubulus seminiferus. Sel-sel tersebut

besar, dengan sitoplasma sering bervakuol pada sajian mikroskop cahaya. Inti selnya

mengandung butir-butir kromatin kasar dan anak inti yang jelas. Umumnya pula

dijumpai sel yang memiliki dua inti. Sitoplasma sel kaya dengan benda-benda inklusi

seperti titik lipid, dan pada manusia juga mengandung kristaloid berbentuk batang

(27)

Sel Sertoli adalah sel piramid memanjang yang sebagian memeluk sel-sel dari

garis keturunan spermatogenik. Dasar sel Sertoli melekat pada lamina basalis,

sedangkan ujung apeksnya sering meluas ke dalam lumen tubulus seminiferus.

Dengan mikroskop cahaya, bentuk sel Sertoli tidak jelas terlihat karena banyaknya

juluran lateral yang mengelilingi sel spermatogenik. Kajian dengan mikroskop

elektron mengungkapkan bahwa sel ini mengandung banyak retikulum endoplasma

licin, sedikit retikulum endoplasma kasar, sebuah kompleks Golgi yang berkembang

baik, dan banyak mitokondria dan lisosom. Inti yang memanjang yang sering

berbentuk segitiga, memiliki banyak lipatan dan sebuah anak inti yang mencolok,

memiliki sedikit heterokromatin. Fungsi utama sel Sertoli adalah untuk menunjang,

melindungi dan mengatur nutrisi spermatozoa. Selain itu, sel Sertoli juga berfungsi

untuk fagositosis kelebihan sitoplasma selama spermatogenesis, sekresi sebuah

protein pengikat androgen dan inhibin, dan produksi hormon anti-Mullerian

(Junqueira, 2005).

2.4 Spermatogenesis

Spermatogenesis merupakan suatu proses pembentukan spermatozoa,

mencakup spermasitogenesis dan spermiogenesis (Dorland, 2002). Spermatogenesis

ini berlangsung pada epitel germinal di dalam tubulus seminiferus. Spermatogenesis

ini terdiri dari tiga tahap, yaitu: spermasitogenesis, meiosis, dan spermiogenesis.

(28)

a. Spermatogenesis

Dimulai dengan proliferasi spermatogonia asal yang disebut spermatogonium tipe A

yang berinti lonjong dan nukleus di pinggir, menjadi spermatogonium tipe B yang

berinti bundar dan bernukleus agak di tengah. Spermatogonium tipe B inilah yang

akan berkembang menjadi spermatosit I (primer). Spermatosit I berada di lapisan

kedua tubulus ke arah lumen. Pada setiap spermatogonium, salah satu dari pasangan

kromosom membawa informasi genetik yang menentukan seks dari turunan terakhir.

Pasangan ini terdiri dari satu kromosom “X” dan kromosom “Y” (Tortora &

Derrickson, 2006).

b. Meiosis

Spermatosit I hasil spermasitogenesis ini kemudian menjauh dari lamina basalis dan

sitoplasmanya semakin banyak. Spermatosit I mengalami meiosis I, sehingga

terbentuk spermatosit II. Spermatosit II ini kemudian mengalami meiosis II untuk

membentuk spermatid. Pada meisosis I, spermatosit I mengalami subfase leptoten,

zigoten, pakiten, diploten, dan diakinesis dari profase, disusul metaphase, anaphase,

dan telofase. Pada meiosis II, ia juga menempuh profase, metaphase, anaphase, dan

telofase. Cytokinesis pada meiosis I dan II tidak membagi sel benih secara lengkap

namun terpisah oleh interseluler bridge. Melalui jembatan ini, berlangsung

komunikasi antar sel bertetangga. Meiosis I menghasilkan spermatosit II yang berinti

lebih gelap yang kemudian mengalami meiosis II untuk membentuk spermatid yang

berinti lonjong runcing, mempunyai ekor halus dan pendek dalam sitoplasmanya

(Tortora & Derrickson, 2006).

c. Spermiogenesis

Spermiogenesis adalah perkembangan dari spermatid haploid menjadi sperma. Tidak

ada pembelahan sel yang terjadi pada tahap spermiogenesis. Setiap spermatid menjadi

satu selsperma. Selama proses ini, spermatid berubah menjadi sperma yang panjang

dan ramping, sebuah akrosom membentuk tutup darinukleus yang berkondensasi dan

memanjang, flagella berkembang, dan mitokondria membelah. Proses

spermatogenesis ini berlangsung di sel Sertoli, ketika sel Sertoli terdisposisi karena

adanya kelebihan sitoplasma yang terkelupas, maka sel Sertoli beserta sperma yang

ada ikut keluar, proses ini dinamakan spermiasi. Sperma kemudian masuk ke lumen

tubulus semineferus. Cairan di sekresikan oleh sel Sertoli mendorong sperma masuk

(29)

d. Spermatozoa

Spermatozoa merupakan sel germinal jantan matang, yang merupakan unsur

generative semen yang mengadakan fertilisasi ovum dan mengandung informasi

genetik untuk dihantarkan ke zigot oleh yang jantan. Menurut strukturnya,

spermatozoa dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu yang berflagela dan yang tidak

berflagela. Pada hewan umumnya termasuk kelompok yang berflagela. Pada manusia,

pergerakan dan fertilitas sperma dimungkinkan karena gerakan flagel melalui medium

cairan dengan kecepatan mendekati 1 sampai 4 mm per menit. Lebih jauh lagi, sperma

normal cenderung untuk bergerak lurus daripada gerakan berputar-putar. Aktifitas

sperma lebih meningkat pada medium netral dan sedikit basa seperti yang terdapat

pada semen ejakulasi, tetapi akan sangat ditekan dalam medium yang agak asam dan

medium yang saangat asam dapat mematikan sperma. Aktifitas sperma akan

meningkat dengan peningkatan suhu, demikian juga halnya kecepatan metabolisme,

(30)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2010 sampai Mei 2011 di

Laboratorium Struktur dan Perkembangan Hewan, Departemen Biologi, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara Medan.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah neraca digital Preset Counter akurasi

0,01 gr, jarum gavage, blender, panci, hotplate Cimarec, beaker glass, bak bedah,

dissecting set, incubator, freezer Sanyo, botol film, botol balsem, kaca arloji,

aluminium foil, gelas ukur 1000ml, botol winkler, chamber, mikroskop Zeiss dan

program Axiovision 14.0, counter, kamera digital Canon Ixus 95i, mikrotom, gelas

objek, gelas penutup, kertas saring, kertas milimeter dan kertas label.

Bahan yang digunakan adalah mencit jantan (Mus musculus L.),

Testosterone Undekanoat (TU) buatan Schering AG Jerman, Biji Pepaya (Carica

papaya L.), NaCl 0,95%, Aquadest, Aquabidest, Castrol Oil, Alkohol 100%, 96%,

80%, 70%, 50%, Larutan Bouin, pewarna Hematoxylin dan Eosin, Parafin, Canada

(31)

3.3 Metode Penelitian

Rancangan penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan 5

kelompok perlakuan (P0 s/d P4) dan 5 ulangan (K0 s/d K4) (Tabel 1). Penentuan

ulangan berdasarkan Rumus Federer dalam Ilyas (2001).

Tabel 1. Model rancangan percobaan penelitian

Minggu

Keterangan: K= Kontrol P= Perlakuan n=Ulangan

3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Hewan Percobaan

Penelitian ini menggunakan mencit jantan (Mus musculus L.) yang sehat dan

fertil, berumur 8-11 minggu dengan berat badan 25-30 g sebanyak 50 ekor. Mencit

tersebut diperoleh dari Balai Penyidikan Penyakit Hewan Sumatera Utara- Medan dan

dibagi dalam kelompok perlakuan dan kontrol. Mencit diberi makan dan minum

secara ad-libitum (Mangkoewidjojo & Jhon, 1988). Kandang mencit dijaga

kebersihannya dan diberi sirkulasi udara yang baik. Penanganan hewan percobaan

sesuai dengan persyaratan kode etik yang berlaku. Diantaranya penanganan dengan

penuh kasih sayang, pemberian makanan yang cukup gizi dan sehat serta

memperhatikan kebersihan kandangnya. Sebelum penelitian dilakukan permohonan

untuk mendapatkan ethical clearance dari Komisi Etik Penelitian Hewan di Wilayah

Sumatera Utara.

3.4.2 Pembuatan Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica papaya L.)

Metode pembuatan ekstrak air biji pepaya (Carica papaya L.) dilakukan menurut

(32)

dikumpulkan dari Keluarahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan,

Komplek Adam Malik, Kotamadya Medan, Sumatera Utara. Biji pepaya diambil dan

dicuci sampai bersih, kemudian dikeringkan dengan oven sampai kering pada suhu500

Celsius selama 3 hari. Biji yang telah kering kemudian dihaluskan dengan blender dan

diayak dengan ayakan tepung sehingga didapatkan 300 g serbuk halus biji pepaya.

Biji pepaya yang telah menjadi serbuk kemudian dimasukkan dalam bejana berisi air

dan dipanaskan di atas hotplate hingga mendidih. Air biji pepaya yang telah mendidih

kemudian disaring dengan kertas saring. Hasil saringan dipanaskan kembali sampai

diperoleh rendemen (ekstrak kental berwarna coklat kehitaman). Sebanyak 30 g

ekstrak tersebut kemudian dilarutkan dalam 500 mL aquabidestilata.

3.4.3 Uji Skrinning Fitokimia Biji Pepaya

Uji skrinning fitokimia biji pepaya yang akan dilakukan meliputi pemeriksaan

kandungan senyawa flavanoid, alkaloid, steroid dan terpenoid. Pemeriksaan senyawa

ini sesuai dengan prosedur yang telah dilakukan oleh Harborne (1987), yaitu:

a. Uji Flavanoid

Biji pepaya kering yang telah dihaluskan, dimasukkan sebanyak 3 g kedalam

erlenmeyer yang berisi 100 mL methanol. Kemudian dipanaskan hingga ¼ volume

awal dan disaring. Ekstrak yang terbentuk dimasukkan ke dalam 4 buah tabung reaksi.

Tabung I ditetesi FeCl3, tabung II ditetesi MgHCl, tabung III ditetesi H2SO4(p) dan

tabung IV ditetesi NaOH 10%. Kemudian diamati perubahan warna yang terjadi dan

dicatat hasilnya.

b. Uji Alkaloid

Biji pepaya yang telah kering kemudian dihaluskan dan dimasukkan sebanyak 3 g ke

dalam erlenmeyer yang berisi 100 mL methanol. Kemudian dipanaskan hingga ¼

volume awal dan disaring. Ekstrak yang terbentuk dimasukkkan ke dalam 4 buah

tabung reaksi. Tabung I ditetesi pereaksi Meyer, tabung II ditetesi pereaksi Wagner,

tabung III ditetesi pereaksi Bouchard dan tabung IV ditetesi pereaksi Dragendorf.

(33)

Tanpa Perlakuan

Pencekokan Ekstrak Air Biji Pepaya (30/ekor/mencit jantan/hari)

Injeksi TU 2,5mg/ekor interval 6

minggu

c. Uji Steroid

Biji pepaya kering dihaluskan dan dimasukkan sebanyak 3 g ke dalam erlenmeyer

yang berisi 100 mL n-heksan. Kemudian dipanaskan hingga ¼ volume awal dan

disaring. Ekstrak yang terbentuk dimasukkkan ke dalam 3 buah tabung reaksi. Tabung

I ditetesi CeSO4 1%, tabung II ditetesi reagen Salkowsky (H2SO4)p, tabung III ditetesi

Libermen-Bouchard. Kemudian diamati perubahan warna dan dicatat hasilnya.

d. Uji Terpenoid

Biji pepaya kering dihaluskan dan dimasukkan sebanyak 3 g ke dalam erlenmeyer

yang berisi 100 mL kloroform. Kemudian dipanaskan dan disaring. Ekstrak yang

terbentuk dimasukkkan ke dalam 3 buah tabung reaksi. Tabung I ditetesi CeSO4 1%,

tabung II ditetesi reagen Salkowsky (H2SO4)p, tabung III ditetesi Libermen-Bouchard.

Kemudian diamati perubahan warna dan dicatat hasilnya.

3.4.4 Pemberian Kombinasi Air Biji Pepaya (Carica papaya L.) dan Testosteron Undekanoat (TU)

Pemberian Kombinasi Testosteron Undekanoat (TU) dan Air Biji Pepaya

(Carica papaya L.) diberikan dengan membandingkan dosis pada manusia.

Perbandingan berat relawan (50 kg=50.000 g) dengan mencit adalah (25 g) adalah

2000:1. Pada uji klinik digunakan 500 mg TU, maka dosis penyuntikan pada tiap ekor

mencit adalah 1/2000x500 mg TU = 0,25mg TU (Moeloek et al., 1994; Ilyas, 2007).

Sedangkan air biji pepaya 30 mg/0,5ml/hari/25 g berat badan mencit (Ilyas, 2001).

Interval waktu injeksi intramuskular TU 6 minggu dan pencekokan air biji pepaya

setiap hari sampai 24 minggu (Gambar 4).

(34)

3.4.5 Pembuatan Preparat Histologis Testis dengan Metode Parafin

Setelah dilakukan pembedahan setiap 6 minggu, organ testis mencit diambil dan

diamati morfologinya (berat dan volume). Kemudian organ tersebut disiapkan untuk

dibuat preparat histologi. Pembuatan preparat histologi menurut Suntoro (1983),

dilakukan dengan metode parafin sebagai berikut:

a. Fiksasi

Testis mencit (Mus musculus L.) segar dibilas dengan larutan NaCl 0,95%

kemudian difiksasi selama 1 malam dalam larutan BOUIN.

b. Washing (Pencucian)

Setelah difiksasi, testis dibilas dengan Alkohol 70% dan direndam selama 1 malam.

c. Dehidrasi

Dehidrasi dibilas dalam Alkohol berturut-turut dengan konsentrasi 70%, 80%, 96%

dan 100% selama 1 jam dengan 2 kali pengulangan.

d. Clearing (Penjernihan)

Clearing dilakukan dengan merendam testis dalam Xylol selama 1 malam

e. Infiltrasi

Infiltrasi dilakukan dengan merendam testis dalam Xylol pada suhu 560 Celsius selama 1 jam di dalam inkubator. Dilanjutkan dengan merendam testis dalam

Parafin cair bertingkat I, II dan III masing-masing pada suhu 560

f. Embedding (Penanaman)

selama 1 jam.

Embedding dilakukan dengan meletakkan testis pada cetakan yang telah

dipersiapkan sebelumnya, lalu dituangkan parafin cair ke dalam cetakan tersebut

dan diberi label. Dibiarkan hingga mengeras dan terbentuk blok-blok parafin. Blok

parafin tersebut ditempelkan pada holder kayu persegi yang telah dipersiapkan.

g. Cutting (Pemotongan)

Blok parafin yang telah menempel pada holder kayu kemudian dipotong dengan

mikrotom sehingga didapatkan pita-pita parafin.

h. Attaching (Penempelan)

Pita parafin yang didapat kemudian diletakkan pada objek glass dan direkatkan

dengan cara dipanaskan di atas hotplate.

i. Pewarnaan

(35)

- Deparafinasi, yaitu melarutkan parafin dengan cara mencelupkan objek dalam

Xylol selama 15 menit.

- Hidrasi dengan mencelupkan objek dalam Alkohol 100%, 96%, 80% dan 70%

secara berturutan.

- Pewarnaan, dilakukan dengan merendam objek dalam larutan pewarna

Hematoxylin selama 3-7 menit, lalu dibilas dengan air mengalir selama 10

menit. Dilanjutkan dengan mencelupkan objek dalam Alkohol 30% dan 50%

kemudian direndam dalam pewarna Eosin 0,5% selama 3 menit kemudian

dibilas dengan air mengalir. Lalu objek dicelupkan dalam Alkohol bertingkat

mulai 70%, 80%, 96% hingga 100% masing-masing selama 1 menit. Kemudian

objek dikeringkan dan dicelupkan dalam Xylol.

j. Mounting

Sediaan yang telah diwarnai kemudian ditutup dengan canada balsam.

3.5 Parameter Pengamatan

3.5.1 Berat dan Volume Testis (Morfologi)

Untuk menentukan berat testis dilakukan dengan menimbang berat testis bagian kiri

dan kanan mencit dengan neraca digital (akurasi 0,01 g). Kemudian berat kedua testis

dirata-ratakan dan menjadi berat rata-rata testis masing-masing mencit.

Sedangkan untuk menentukan volume testis mencit dilakukan dengan

mengukur panjang dan lebar testis. Pengukuran dilakukan menggunakan kertas

milimeter untuk menentukan panjang dan lebar testis, lalu dihitung melalui

pendekatan rumus matematika. Rumus tersebut telah banyak digunakan oleh beberapa

ahli primata untuk mengukur volume testis primata (Bercovitch, 1989; Marson et al,

1991). Rumus tersebut adalah:

(36)

3.5.2 Diameter Tubulus Seminiferus dan Ketebalan Lapisan Germinal Testis (Histologi)

Pengukuran diameter tubulus seminiferus dan luas lapisan sel-sel germinal

testis dilakukan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10 x 10 dan beserta

program komputer Axiovision 4.0. Pengukuran yang dilakukan dipilih pada tubulus

seminiferus yang berbentuk bulat atau mendekati bulat masing-masing tiga kali

ulangan dan dirata-ratakan. Pengukuran tersebut dilakukan pada masing-masing

preparat testis kanan dan kiri.

Gambar 4. Skema Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus dan Ketebalan Lapisan

Germinal (10x10). Ket: D=Diameter L=Luas Lapisan Germinal

3.6 Analisis Data

Data yang diperoleh dari setiap parameter (variabel) pengamatan dicatat dan disusun

ke dalam bentuk tabel. Data kuantitatif (variabel dependen) yang didapatkan, diuji

(37)

bantuan program statistik komputer yaitu program SPSS release 16. Urutan uji diawali

dengan uji normalitas, uji homogenitas, kemudian untuk pengamatan secara

keseluruhan (kelompok kontrol dan perlakuan keseluruhan), jika data yang diuji

berdistribusi normal tetapi tidak homogen, maka data yang ditransformasi, jika data

berbeda nyata pada taraf 5% (p<0,05), maka dilanjutkan dengan uji analisis

Mann-Whitney. Jika dengan uji Mann-Whitney data berbeda nyata (p>0,05), pada kelompok

kontrol atau perlakuan secara keseluruhan, maka dilanjutkan dengan uji analisis

Friedman-Test dan Wilcoxon untuk melihat perbedaan kelompok kontrol atau

perlakuan secara keseluruhan.

Dan untuk melihat perbedaan 2 perlakuan (kontrol dan perlakuan)

dilakukan dengan analisis uji T (parametrik, untuk p>0,05) atau Mann-Whitney

(non-parametrik, untuk p<0,05). Sumber keragaman yang dianalisis untuk melihat pengaruh

perlakuan dengan kontrol adalah perbedaan waktu pengamatan (T) dimulai dari

(38)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Uji Skrining Fitokimia Biji Pepaya (Carica papaya L.)

Dari hasil uji skrining fitokimia biji pepaya (Carica papaya L.) diketahui bahwa:

Tabel 2. Hasil Skrining Fitokimia Biji Pepaya (Carica papaya L.)

No. Hasil Skrining Fitokimia Pengamatan

1 Senyawa Flavonoida -

2 Senyawa Alkaloida +++

3 Senyawa Steroida ++

4 Senyawa Terpenoida ++

Ket: Tanda (+) menunjukkan tingkat kandungan senyawa yang terkandung.

Dari Tabel 2. diketahui bahwa senyawa yang terkandung dalam biji pepaya (Carica

papaya L.) yaitu senyawa alkaloida, steroida dan terpenoida dengan jumlah

kandungan tertinggi yaitu senyawa alkaloida. Menurut Warisno (2003), minyak biji

pepaya yang berwarna kuning diketahui mengandung 71,60 % asam oleat, 15,13 %

asam palmitat, 7,68 % asam linoleat, 3,60% asam stearat, dan asam-asam lemak lain

dalam jumlah relatif sedikit atau terbatas. Selain mengandung asam-asam lemak, biji

pepaya diketahui mengandung senyawa kimia lain seperti golongan fenol, alkaloid,

dan saponin.

Sukadana (2007) menyatakan hasil uji fitokimia terhadap ekstrak kental

metanol biji pepaya diketahui mengandung senyawa metabolit sekunder golongan

triterpenoid, flavonoid, alkaloid, dan saponin. Secara kualitatif, berdasarkan

terbentuknya endapan atau intensitas warna yang dihasilkan dengan pereaksi uji

fitokimia, diketahui bahwa kandungan senyawa metabolit sekunder golongan

(39)

Menurut Amir (1992), bahan obat-obatan kontrasepsi yang sangat efektif

adalah senyawa-senyawa turunan steroid yang berasal dari tanaman. Salah satu

tanaman yang berpeluang adalah biji pepaya (Carica papaya L.). Di dalam ekstrak

biji pepaya terdapat senyawa kimia yang bersifat kontraseptif. Penelitian yang

dilakukan oleh Farnsworth (1982), pada tikus jantan fertil yang diberi ekstrak biji

pepaya secara oral dengan dosis 20 mg selama 8 minggu menunjukkan penurunan

fertilitas sampai 40%. Pemulihan (recovery) terjadi 2,5-3 bulan setelah penyuntikan

ekstrak dihentikan. Menurut Purseglove (1975); Chinoy (1985) menyatakan bahwa

ekstrak encer biji pepaya dapat digunakan untuk kontrasepsi yang berfungsi sebagai

antifertilitas.

4.2 Data Berat dan Volume Testis

Hasil pengamatan berat testis mencit pada kelompok kontrol dan perlakuan dapat

dilihat pada Gambar 5. berikut ini.

Gambar 5. Diagram Data Berat Testis (mg) Antara Kelompok Kontrol (K) dan Perlakuan (P)

Ket: tn=p>0,05 *=p<0,05

Dari gambar tersebut dapat dilihat adanya kecenderungan penurunan berat

testis pada kelompok perlakuan sejak minggu ke-12 masa perlakuan. Namun,

berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa nilai rata-rata berat testis antara

kelompok kontrol dan perlakuan pada minggu ke-0 (K0P0) hingga minggu-18 (K3P3) tn

tn tn

tn

(40)

tidak berbeda nyata. Sedangkan rata-rata berat testis antara kelompok kontrol dan

perlakuan pada minggu ke-24 berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa adanya

penurunan berat testis yang nyata pada minggu ke-24. Kejadian ini mungkin

dikarenakan karena terjadinya penurunan aktifitas sel-sel spermatogenik yang

merupakan komponen penyusun berat dan volume testis. Gangguan yang terjadi terus

menerus mempengaruhi aktifitas spermatogenik yang berkaitan erat dengan

kemampuan sel-sel germinal tubulus seminiferus dalam meregenerasikan bakal

spermatogonium. Ketidakmampuan sel-sel germinal untuk menghasilkan bakal sel

spermatogonium tentunya menyebabkan pengurangan jumlah sel spermatogonium

pada lapisan germinal. Reduksi jumlah sel spermatogonium yang berlangsung lama

dapat menyebakan penurunan berat testis yang signifikan seperti yang terjadi pada

kelompok perlakuan pada minggu ke-24.

Menurut Burger et al., (1976) bahwa testis tersusun dari sel-sel epitel

seminiferus, sel-sel interstisial jaringan peritubular, pembuluh darah dan pembuluh

limfa. Sel- sel penyusun testis ini menentukan berat testis dan sangat dipengaruhi oleh

androgen terutama testosteron. Nalbandov (1990) menyebutkan bahwa komponen

jaringan intertubuler testis yang paling penting adalah sel interstisial Leydig. Sel ini

merupakan sumber hormon seks jantan yaitu androgen. Bagian yang paling sensitif

terhadap testosteron adalah sel-sel epitel seminiferus. Amir (1992) menyatakan bahwa

turunnya berat testis erat hubungannya dengan hilangnya beberapa tingkat

perkembangan sel germinal dari tubulus seminiferus, kemungkinan berhubungan

dengan mengecilnya diameter tubulus seminiferus.

Menurut Ilyas (2001) dalam menyatakan bahwa pemberian ekstrak biji pepaya

pada tikus jantan selama 4 siklus epitel seminiferus (40 hari) dapat menekan jumlah

spermatogonia-A tetapi belum mempengaruhi penurunan berat testis, berat badan dan

jumlah anak hasil perkawiannya. Menurut Yurnadi et al., (2002) menyatakan bahwa

penyuntikan intramuskular ekstrak biji pepaya pada tikus jantan selama 20 hari dapat

menurunkan jumlah spermatogonium-A tetapi tidak menyebabkan penurunan berat

(41)

Hasil pengamatan data volume testis mencit pada kelompok kontrol dan

perlakuan dapat dilihat pada Gambar 6. berikut ini.

Gambar 6. Diagram Data Volume Testis (cm3 Ket: tn=p>0,05 *=p<0,05

) Antara Kelompok Kontrol (K) dan Perlakuan (P)

Dari grafik tersebut diketahui bahwa rata-rata volume testis tidak berbeda

nyata antara kelompok kontrol dan perlakuan pada minggu ke-0 (K0P0) hingga

minggu ke-12 (K2P2) tetapi berbeda nyata pada minggu ke-18 (K3P3) dan minggu

ke-24 (K4P4). Hal ini mungkin disebabkan oleh aktifitas senyawa kimia yang

terkandung dalam biji papaya mulai menyebabkan gangguan aktifitas sel-sel germinal

dalam testis. Sehingga setelah 18 minggu perlakuan, terjadi reduksi volume testis

yang signifikan.

Walaupun penurunan berat testis secara signifikan terjadi pada masa perlakuan

minggu ke-24, dari data volume testis menunjukkan bahwa reduksi volume testis telah

terjadi pada kelompok perlakuan minggu ke-18 secara signifikan terhadap kelompok

kontrol. Kesimpulan sementara bahwa reduksi jumlah sel-sel germinal tubulus

seminiferus berlangsung terus menerus berpengaruh signifikan terhadap volume testis

pada minggu ke-18 dan menunjukkan hal serupa pada berat testis pada minggu ke-24.

Ilyas (2003) menyebutkan bahwa dari hasil penyuntikan ekstrak biji pepaya

selama 5 siklus epitel seminiferus (50 hari) dapat menekan jumlah spermatogonia-A,

*

*

tn tn

(42)

dan berat badan, tetapi tidak menekan berat testis dan jumlah anak hasil

perkawinannya. Penyuntikan ekstrak biji pepaya dengan dosis 15mg/0,5ml/tikus/hari

(P1) dapat menekan jumlah spermatozoa-A, berat testis, berat badan dan jumlah anak

hasil perkawinannya.

Yurnadi et al., (2002) dalam menyatakan bahwa penyuntikan ekstrak biji

pepaya selama 20 hari tidak mempengaruhi volume testis, diameter tubulus

seminiferus, perkembangan sel spermatosit primer pakhiten dan spermatid. Menurut

Kuswahyuni (2008), bahwa volume normal testis berhubungan dengan kualitas semen

yang dipengaruhi oleh libido seksual pejantan. Adanya perangsangan yang berulang

dengan selang waktu antar rangsangan yang masih dekat, dapat meningkatkan hormon

gonadotrofin yang akan menginduksi hormon testosteron untuk spermatogenesis yang

optimum. Dikatakan pula oleh Hafez (1980), volume semen merupakan cairan yang

berasal dari kelenjar aksesori yang produksinya dirangsang oleh hormon testosteron.

4.3 Data Diameter dan Luas Lapisan Germinal Tubulus Seminiferus

Hasil pengamatan data diameter tubulus seminiferus testis mencit pada kelompok

kontrol dapat dilihat pada Gambar 7. berikut ini.

Gambar 7. Diagram Data Diameter Tubulus Seminiferus (µ) Kelompok Kontrol (K) Ket: tn=p>0,05 *=p<0,05

tn tn

tn

tn

(43)

Dari Gambar 7. Dapat dilihat bahwa rata-rata diameter kelompok kontrol

cenderung menurun dari minggu ke-0 hingga minggu ke-18, dan meningkat pada

minggu ke-24. Tetapi perubahan rata-rata diameter antara kelompok kontrol tidak

berbeda nyata.

Hasil pengamatan data diameter tubulus seminiferus testis mencit pada

kelompok perlakuan dapat dilihat pada Gambar 8. berikut ini.

Gambar 8. Diagram Data Diameter Tubulus Seminiferus (µ) Kelompok Perlakuan (P)

Dari Gambar 8. Dapat diketahui bahwa terjadi penurunan rata-rata diameter

tubulus seminiferus mulai minggu ke-12 hingga minggu ke-24. Hasil uji statistik

menunjukkan bahwa kelompok P0 (minggu ke-0) tidak berbeda nyata dengan

kelompok P1 (minggu ke-6), P2 (minggu ke-12), P3 (minggu ke-18) dan P4 (minggu

ke-24). Tetapi antara kelompok P1 (minggu ke-6) berbeda nyata dengan kelompok P2

(minggu ke-12), P3 (minggu ke-18) dan P4 (minggu ke-24). Begitu juga antara

kelompok P2 (minggu ke-12), P3 (minggu ke-18) dan P4 (minggu ke-24) yang tidak

menunjukkan perbedaan yang nyata.

Hasil pengamatan data diameter tubulus seminiferus testis mencit pada

kelompok kontrol dan perlakuan dapat dilihat pada Gambar 9. berikut ini.

a

b b

(44)

Gambar 9. Diagram Data Diameter Tubulus Seminiferus (µ) Antara Kelompok Kontrol (K) dan Perlakuan (P). Ket: tn=p>0,05 *=p<0,05

Hasil pengamatan data luas lapisan germinal tubulus seminiferus testis mencit

pada kelompok kontrol dan perlakuan dapat dilihat pada Gambar 10. berikut ini.

Gambar 10. Diagram Data Luas Lapisan Germinal Tubulus Seminiferus (10³ µ2) Antara

Kelompok Kontrol (K) dan Perlakuan (P). Ket: tn=p>0,05 *=p<0,05

Dari Gambar 9. dan Gambar 10. menunjukkan bahwa pemberian kombinasi

ekstrak biji pepaya (Carica papaya L.) dan Testosteron Undekanoat (TU)

menyebabkan adanya penurunan ukuran diameter tubulus seminiferus dan luas lapisan

*

tn tn

tn tn

tn tn

tn tn

(45)

germinal pada kelompok perlakuan minggu ke-12 (P2) yang menurun setiap minggu

hingga minggu ke-24 (P4). Namun berdasarkan uji statistik yang dilakukan,

penurunan tersebut tidak menunjukkan perbedan yang nyata antara kelompok kontrol

dan perlakuan pada minggu ke-0 hingga minggu ke-18. Tetapi penurunan ukuran

diameter tubulus seminiferus dan luas lapisan germinal berbedanya nyata antara

kelompok kontrol dan perlakuan pada minggu ke-24.

Penyusutan ukuran diameter tubulus seminiferus pada perlakuan minggu-24

diduga karena kadar hormon FSH terganggu sehingga tidak dapat mempertahankan

ukuran diameter tubulus seminiferus. Menurut Nelsen (1992) dalam Yurnadi (2002),

bahwa diameter tubulus seminiferus ditentukan pula oleh kerjasama antara follicle

stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH). Kerjasama ini ditentukan

oleh adanya FSH, sebab tanpa FSH maka LH tidak dapat mempertahankan keadaan

normal ukuran diameter tubulus seminiferus, sehingga tubulus tersebut akan mengecil.

Dengan demikian kadar hormon FSH yang masih dalam batas normal sudah cukup

untuk mempertahankan ukuran diameter tubulus seminiferus.

Senyawa alkaloid yang terkandung dalam biji pepaya diduga berperan pada

aktifitas hormonal di dalam testis. Winarno dan Sundari (1997) menyebutkan bahwa

apabila dikaitkan dengan senyawa aktif dari tanaman diantaranya mengandung

alkaloid, tiavonoid, steroid, tannin dan minyak atsiri. Misalnya mimordikosid,

golongan tiavonoid yang dapat menghambat enzim aromatase, yaitu enzim yang

berfungsi mengkatalisis konversi androgen menjadi estrogen yang akan meningkatkan

hormon testosteron. Tingginya konsentrasi testosteron akan berefek umpan balik

negatif ke hipofisis yaitu tidak melepaskan FSH atau LH, sehingga akan menghambat

spermatogenesis.

Menurut Burger et al., (1976) bahwa testis tersusun dari sel-sel epitel

seminiferus, sel-sel interstisial jaringan peritubular, pembuluh darah dan pembuluh

limfa. Nalbandov (1990) menyebutkan bahwa komponen jaringan intertubuler testis

yang paling penting adalah sel interstisial Leydig yang merupakan sumber hormon

seks jantan yaitu androgen. Amir (1992) menyatakan bahwa turunnya berat testis erat

(46)

tubulus seminiferus, kemungkinan berkaitan dengan mengecilnya diameter tubulus

seminiferus. Penyuntikan ekstrak biji pepaya (Carica papaya L.) dengan dosis 5 mg/

mencit/ hari selama empat siklus epitel siminiferus (40) hari menunjukkan penurunan

berat testis, diameter tubulus seminiferus, jumlah sel spermatoginia dan jumlah anak.

Menurut Pinel (2009), bahwa pada saat molekul steroid berada di dalam

sebuah sel maka molekul steroid dapat mengikatkan diri pada reseptor-reseptor dalam

sitoplasma atau nukleus dan akan mempengaruhi secara langsung ekspresi gen

(hormon derivatif asam amino dan hormon peptida juaga dapat mempengaruhi

ekspresi gen, tetapi jauh lebih jarang dan melalui mekanisme yang tidak begitu

langsung karena tidak dapat memenetrasi membran sel). Konsekuensinya, dari semua

hormon, hormon steroid cenderung memiliki efek yang paling beragam dan jangka

panjang pada fungsi seluler.

Menurut Nelsen (1992) dalam Amir (1992), bahwa diameter tubulus

seminiferus ditentukan pula oleh kerjasama antara follicle stimulating hormone (FSH)

dan luteinizing hormone (LH). Kerjasama ini ditentukan oleh adanya FSH, sebab

tanpa FSH maka LH tidak dapat mempertahankan keadaan normal ukuran diameter

tubulus seminiferus, sehingga tubulus tersebut akan mengecil. Dengan demikian kadar

hormon FSH yang masih dalam batas normal sudah cukup untuk mempertahankan

(47)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

a. Berat dan volume (morfologi) testis pada pemberian ekstrak biji pepaya

(Carica papaya L.) dan Testosteron Undekanoat (TU) menunjukkan

penurunan yang berbeda nyata antara kelompok kontrol dengan kelompok

perlakuan pada minggu-18 (K3P3) dan minggu-24 (K4P4).

b. Pemberian kombinasi ekstrak biji pepaya (Carica papaya L.) dan Testosteron

Undekanoat (TU) berpengaruh pada penurunan jumlah sel spermatogenik yang

digambarkan dengan penurunan ukuran diameter tubulus seminiferus dan luas

lapisan germinal testis mencit (Mus musculus L.) pada minggu-24 (K4P4).

5.2 Saran

Diharapkan adanya penelitian lanjutan tentang efek pemberian kombinasi biji

pepaya (Carica papaya L.) dan Testosteron Undekanoat (TU) pada organ penting

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Amir, Erni. 1992. Pengaruh penyuntikan ekstrak biji pepaya gandul (Carica papaya L.) terhadap sel-sel spermatogenik mencit dan jumlah anak hasil

perkawinannya. Disertasi Doktor. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.

Burkill, I. H. 1966. A Dictionary of Economic Products of the Malay Peninsula Vol.1. Kuala Lumpur: The Ministery of Agricultura and Cooperative. hal: 468.

Chinoy, N. J. 1984. Effects of Carica papaya L. seed extracts on the physiology of the vas deferens of albino rats. Acta Europaea Fertilitas. 15 No. 1.

Chinoy, N.J. 1985. The reversible antifertility effect of extract of Carica papaya seeds on male rats. Dalam: Methods for the Regulation of Male Fertility. Proceeding of Symphosium organised by the Indian Council of Medical Research and WHO at the Institute for Research in Reproduction. Published by India Council of Medical Reseach. New Delhi. hal: 95.

Danutirto, H. 1984. Prospek Industri Farmasi Bahan Baku Obat Sintetik. Dinamika Farmasi.

Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: EGC.

Francavilla, et al. 2002. Fast expression correlates with human germ cell degeneration in meiotic and post meiotic arrest of spermatogenesis.

Molecular Human Reproduction. 8(3): pp 213-220.

Guyton, Arthur C, 2006. Textbook of Medical Physiology. Eleventh edition. Pennsylvania: Elsevier Saunders.

Guyton, A. C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Hafez, E. S. E. 1980. Reproductin in Farm Animals. Philadelphia: Lea and Febiger.

Hill, Mark. 2009. UNSW Embriology Weblog. Diakses pada 12 Januari 2011.

Ilyas, S. 2001. Efektivitas ekstrak biji pepaya (Carica papaya L.) terhadap jumlah spermatogonia-A, berat testis, berat badan tikus (Rattus sp.) dan jumlah anak hasil perkawinannya. Media Farmasi. 9 (2): 207-214.

Ilyas, S. 2003. Pengaruh Beberapa Ekstrak Biji Blustru (Luffa aegyptiaca Mill.)

Terhadap Gambaran Spermatogenesis Mencit (Mus musculus L.) Jantan Serta Jumlah Anaknya (F1) Selama Beberapa Siklus Epitel Seminiferus. Laporan

(49)

Junqueira, et al. 2005. Basic Histology “text and atlas”. London: McGraw-Hill Medical.

Kalie, M.B. 1996. Bertanam Pepaya. Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit Swadaya.

Kamischke, et al. 2002. An effective hormonal male contraceptive using testosterone undecanate with oral or injectable norethisterone preparations. Journal

Clinical Endocrinology Metabolism. hal: 87:530–539.

Kuswahyuni, I. S. 2008. Lingkar skrotum, volume testis, volume semen dan konsentrasi sperma pada beberapa sapi potong. Agromedia. 26(1): 24.

Leeson et al. 1996. Histologi Dasar. Jakarta: EGC.

Liu, et al. 2004. Hormonal contraception in chinese men: variations in suppression of spermatogenesis with injectabel testosterone undecanoat and levonorgestrel implants. Asian Journal Andrology Mar. 6: 41-46.

Mangkoewidjojo, S. & Smith, J.B. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan

Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta: UI-Press.

Moeloek, N. 1994. Sistem Reproduksi Jantan/Pria. Dalam Syahrun,M.H.Kamaludin & A. Tjokronegoro: Reproduksi dan Embriologi: DariSatu Sel Menjadi

Organisme. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.

Muljana, W. 1985. Bercocok Tanam Pepaya. Semarang: Aneka Ilmu.

Pinel, John. P. J. 2009. Biopsikologi. Edisi Ketujuh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Purseglove, J.W. 1975. Tropical Crops. Vol.1. New York: Jhon Wiley and Sons.

Rugh, R. 1968. The Mouse its Reproduction and Development. Minneapolis: Burgess Publishing Company.

Rugh, R. 1976. The Mouse Its Reproduction and Development. Burgess Publishing Company.

Sadate-Ngatchou et al. 2003. Identification of testosterone regulated genes in testes of hypogonadal mice using oligonucleotide microarray. Molecular Endocrinology (18): 422–433.

Satriyasa, B.K. 2009. Fraksi Heksan dan Fraksi Metanol Ekstrak Biji Pepaya Muda

Dapat Menghambat Spermatosit Primer Pakhiten Mencit Jantan (Mus

musculus). Bali: Bagian Farmakologi FK UNUD Denpasar.

Sukadana, I. M., S. R. Santi, N. K. Juliarti. 2008. Aktivitas antibakteri senyawa golongan triterpenoid dari biji pepaya (Carica papaya L.). Jurnal Kimia 2

(50)

Suntoro, S.H. 1983. Metode Pewarnaan. Jakarta: Bharata Karya Aksara.

Suyono, H. 1985. Pokok-pokok Arahan oleh BKKBN tentang Kebijaksanaan

Pemerintah Pelaksanaan Kontrasepsi di Indonesia. Disampaikan dalam

Kongres Nasional III Perkumpulan Andrologi Indonesia 25 September.

Syahrum, M.H. 1994. Reproduksi dan Embriologi: Dari Satu Sel Menjadi Organisme. Jakarta: UI-Press.

Syamsuhidayat, S. S. dkk. 1988. Penelitian Tanaman Obat di Beberapa Perguruan

Tinggi di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi. Jakarta:

Depkes RI.

Tadjudin, M.K. 1984. Tujuan Kontrasepsi pada Pria; Oligospermia, Azoospermia,

Asternospermia. Majalah Kedokteran Indonesia, Vol. 693 No. 15.

Tjitrosoepomo, G. 2004. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Cetakan ke-28. Yogyakarta: UGM Press.

Tortora,G.J dan Bryan Derrickson. 2006. Principles of Anatomy and Physiology. 11th edition. USA: Wiley.

Winarno, M. W. dan Sundari, D. 1997. Informasi tanaman obat untuk kontrasepsi

tradisional. Majalah Cermin Dunia Kedokteran, Vol 11 (3): 25 .

Wang et al. 2006. Androgen Receptor in Sertoli Cell is Essential for Germ Cell

Nursery and Junctional Complex Formation in Mouse Testes. Endocrinology. 147 (12): 5642-5633.

Yatim, W. 1994. Reproduksi dan Embryologi. Bandung: Tarsito.

(51)

Lampiran A. Data Pengamatan Berat Testis Mencit

a. Data Pengamatan Berat Testis Mencit

Waktu

Pemberian Ulangan

Data Berat Testis (mg)

Gambar

Gambar 1. Rumus Bangun Testosteron Undekanoat (TU)
Gambar 2. Sayatan Histologis Testis (Hill, 2009)
Gambar 3. Spermatogenesis: proses spermatogenesis (Junqueira, 2005).
Gambar 3. Jadwal Kegiatan Pemberian Ekstrak Biji Pepaya + TU
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian yang telah dilakukan terhadap studi kandungan testosteron plasma, kuantitas dan kualitas spermatozoa mencit (Mus musculus L.) setelah pemberian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini bahwa paparan dari suara bising dapat menyebabkan penurunan berat testis dan kerusakan struktur histologis organ testis mencit

AKTIVITAS ANTIFERTILITAS EKSTRAK ETANOL DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) BERDASARKAN ANALISIS SEMEN DAN TAMPILAN IMUNOHISTOKIMIA CYCLOOXYGENASE-2 PADA TESTIS.. MENCIT

Untuk mengetahui pengaruh ekstrak biji pepaya (Carica papaya L.) terhadap ketebalan lapisan sel-sel granulosa pada masing-masing folikel primer, folikel sekunder, folikel tersier

diameter tubulus seminiferus terbaik adalah mimba dengan dosis 100 mg/kg BB dan Bagian ekstrak campuran biji pepaya (carica papaya L.) dan ekstrak daun mimba (Azadirachta

Pengujian senyawa antifertilitas dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa hewan coba, diantaranya mencit (Mus musculus L.). musculus L.) memiliki laju reproduksi yang

Kesimpulan penelitian ini adalah senyawa antifertilitas dalam biji pepaya (C. papaya L.) dengan pelarut air tidak mempengaruhi bobot anak dan induk mencit.. Kata kunci : Carica

Pembuatan ekstrak biji pepaya (Carica papaya) dilakukan di B2P2TO2T. Pemberian ekstrak biji pepaya dilakukan secara per oral satu kali sehari selama 10 hari