• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ultrastruktur Hepar Mencit (Mus Musculus L.) Setelah Pemberian Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica Papaya L.) Dan Testosteron Undekanoat (Tu)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Ultrastruktur Hepar Mencit (Mus Musculus L.) Setelah Pemberian Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica Papaya L.) Dan Testosteron Undekanoat (Tu)"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

ULTRASTRUKTUR HEPAR MENCIT (Mus musculus L.)

SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK AIR BIJI PEPAYA (Carica

papaya L.) dan TESTOSTERON UNDEKANOAT (TU)

SKRIPSI

GUSTIKA MARYATI

070805013

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ULTRASTRUKTUR HEPAR MENCIT (Mus musculus L.) SETELAH

PEMBERIAN EKSTRAK AIR BIJI PEPAYA (Carica papaya L.) dan

TESTOSTERON UNDEKANOAT (TU)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

GUSTIKA MARYATI 070805013

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : ULTRASTRUKTUR HEPAR MENCIT (Mus

musculus L.) SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK AIR BIJI PEPAYA (Carica papaya L.) dan TESTOSTERON UNDEKANOAT (TU)

Kategori : SKRIPSI

Nama : GUSTIKA MARYATI

Nomor Induk Mahasiswa : 070805013

Program Studi : SARJANA (S-1) BIOLOGI

Departemen : BIOLOGI

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Komisi Pembimbing

Pembimbing 2

:

Diluluskan di

Medan, April 2013

Pembimbing 1

Masitta Tanjung, S.si, M.si

NIP. 19710910 200012 2 001 NIP. 19660209 199203 1 003

Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M. Biomed

Diketahui/Disetujui Oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

ULTRASTRUKTUR HEPAR MENCIT (Mus musculus L.) SETELAH

PEMBERIAN EKSTRAK AIR BIJI PEPAYA (Carica papaya L.) dan

TESTOSTERON UNDEKANOAT (TU)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, April 2013

070805013

(5)

PENGHARGAAN

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: Ultrastruktur Hepar Mencit (Mus musculus L.) Setelah

Pemberian Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica papaya L.) dan Testosteron

Undekanoat (TU). Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita

Rasulullah Muhammad SAW. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M. Biomed selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Masitta Tanjung, S.Si., M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan serta motivasi hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Dra. Emita Sabri, M.Si selaku Dosen Penguji I dan Ibu Dr. Suci Rahayu, M.Si selaku Dosen Penguji II yang memberikan banyak masukan, bimbingan serta waktu demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Drs. Arlen H. J, M.Si. yang juga selaku Dosen Penasehat Akademik, dan kepada Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku Ketua Departemen Biologi FMIPA USU, dan Bapak Drs. Kiki Nurjahja, M.Sc, selaku Sekretaris Departemen Biologi FMIPA USU. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Sukirmanto (Alm) dan Ibu Nurhasni Muluk selaku laboran dan analis di Laboratorium dan Ibu Roslina Ginting serta Bapak Endra Raswin selaku Pegawai Administrasi Departemen Biologi FMIPA USU.

Pada kesempatan ini, ribuan kata terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda Asmar dan Ibunda Darmawati yang telah memberikan do’a, harapan, moril, materi serta kasih sayangnya tak pernah padam, semoga Allah senantiasa memuliakan, memberi kebahagiaan serta keselamatan dunia dan akhirat. Adinda (Mainur Samsi, Maryanto, Habi Bullah, Puteri Mulya Aini, dan Mulyono) terima kasih atas do’a dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, terima kasih atas kasih sayangnya. Terima kasih penulis ucapkan kepada teman istimewa yang selama ini selalu menemani disaat suka dan duka serta dukungan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

(6)

Ahri, Ummi, Zulfi, Inur), adik-adik Asisten Fisiologi Hewan (Mella, Asmitra, Indri, Pesta) adik stambuk 2009, 2010, dan seluruh Mahasiswa Biologi FMIPA USU serta seluruh pihak yang terlibat di dalamnya yang tidak dapat penulis utarakan satu persatu, penulis mengucapkan terima kasih atas ilmu, motivasi serta do’a sehingga skripsi ini selesai.

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Akhir kata, demikianlah yang dapat penulis sampaikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Amin Yaa Rabbal ‘Alamiin

Medan, April 2013

(7)

Ultrastruktur Hepar Mencit (Mus musculus L.) Setelah Pemberian

Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica papaya L.) dan Testosteron

Undekanoat (TU)

ABSTRAK

Hati merupakan organ yang memiliki fungsi sebagai detoksifikasi toksin. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak air biji pepaya (Carica papaya L.) dan Testosteron Undekanoat (TU) terhadap ultrastruktur hati mencit (Mus musculus L.) telah dilakukan di Laboratorium Struktur Hewan Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 kelompok kontrol dan 5 kelompok perlakuan, jumlah mencit masing-masing 5 ekor, dengan perlakuan lama waktu pajanan selama 24 minggu. Penyuntikan TU 0,25mg/0,1ml/ekor/mencit jantan interval waktu 6 minggu sekali secara intramuskular dan pemberian ekstrak biji pepaya 30mg/0,5ml/ekor/mencit jantan setiap hari secara oral. Setiap 6 minggu sekali mencit dibunuh dengan cara dislokasi leher, kemudian dibuat preparat hati dengan metode blok parafin dan pewarnaan hematoksilin-eosin. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan nyata antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, nekrosis ditemukan pada setiap minggu pengamatan (p<0,05) dan steatosis ditemukan pada minggu ke 6 dan minggu ke 18 (p<0,05), sedangkan degenerasi hidrofik hanya pada pengamatan minggu ke 12 dan minggu ke 18. Namun pengamatan morfologi tidak berpengaruh nyata (p>0,05).

(8)

ULTRASTRUCTURE OF MOUSE LIVER ( Mus musculus L.)

AFTER THE APPLICATION OF PAPAYA ( Carica papaya L.)

SEED WATER EXTRACT AND TESTOSTERONE

UNDECANOATE (TU)

ABSTRACT

The influence of papaya (Carica papaya L.) seed water extract and testosterone undekanoat (TU) to the structure of mouse liver (Mus musculus L.) was be conducted in a Laboratory of Animal Structure-Biology Departement, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, University of Sumatera Utara, Medan. This research used completely randomized design that consist of 5 controls and 5 treatments, using 5 mice. The treatments were conducted for 24 weeks. Each mouse was treated by muscular injection with TU 0,25mg/0,1ml/ with interval 6 weeks and papaya seed extract was given 30mg/0,5 orally every day. After 6 weeks the mouse was killed by neck dislocation and the liver was treated by paraffin block stained by hematoxilin-eosin. The result indicated that there is a significant different between control and treatment group, livers necrosis is found in every observation (p<0,05) and steatosis was found on 6 weeks and 18 weeks (p<0,05), while hydrophic degeneration only found on 12 and 18 weeks of observation. How ever the treatments have no significant effect on liver morphology.

(9)

DAFTAR ISI

1.2 Permasalahan 3

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Hipotesis Penelitian 4

1.5 Manfaat Penelitian 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 Pepaya (Carica papaya L.) 5

2.2 Testosteron Undekanoat (TU) 6

2.3Anatomi dan Fisiologi Hati (hepar) 8

2.3.1 Stroma 9

2.3.2 Histologi Lobulus Hati (hepar) 10

2.3.3 Hepatosit 11

2.4 Kerusakan Hati (hepar) 12

III. BAHAN DAN METODE 14

3.1 Waktu dan Tempat 14

3.2 Alat dan Bahan 14

3.3 Metode penelitian 14

3.4 Prosedur Penelitian 15

3.4.1 Hewan Percobaan 15

3.4.2 Pembuatan Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica papaya L.) 15 3.4.3 Uji Skrining Fitokimia Biji Pepaya (Carica papaya L.) 16 3.4.4 Pemberian Kombinasi Testosteron Undekanoat (TU) dan

Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica papaya L.)

17

3.4.5 Pembuatan Preparat Histologi Hati (hepar) Mencit Jantan (Mus musculus L.) dengan Metode Parafin

19

3.5 Parameter Pengamatan 20

3.5.1 Pengamatan Morfologi Hati (hepar) 20

(10)

3.6 Analisis Statistik 21

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 22

4.1 Kandungan Ekstrak Air Biji Pepaya 22

4.2 Hasil Gambaran Morfologi Hati 24

4.3 Ultrastruktur Hati 25

4.3.1 Kerusakan Hati Berupa Nekrosis 25

4.3.2 Kerusakan Hati Berupa Steatosis 28

4.3.3 Kerusakan Hati Berupa Degenerasi Hidrofik 30

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 33

5.1 Kesimpulan 33

5.2 Saran 33

DAFTAR PUSTAKA 34

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Model Rancangan Penelitian 15

Tabel 4.1 Hasil Skrining Fitokimia Biji Pepaya 22

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Rumus Bangun Testosteron Undekanoat 7

Gambar 2 Skema Lobulus Hati 11

Gambar 3 Jadwal Kegiatan Pemberian TU dan Ekstrak Air Biji Pepaya 18 Gambar 4 Histologi Hati Mencit Pewarnaan Hematoksilin-Eosin, 400x 27

(Nekrosis)

Gambar 4.3.1 Grafik Histologi Hati Berupa Nekrosis 26

Gambar 4.3.2 Histologi Hati Mencit Kontrol Pewarnaan Hematoxylin-Eosin,400x27 Gambar 4.3.3 Histologi Hati Mencit Pewarnaan Hematoxylin-Eosin, 400x 27

(Nekrosis)

Gambar 4.3.4 Grafik Histologi Hati Berupa Steatosis 28

Gambar 4.3.5 Histologi Hati Mencit Pewarnaan Hematoxylin-Eosin, 400x 29 (Steatosis)

Gambar 4.3.6 Grafik Histologi Hati Berupa Degenerasi Hidrofik 30 Gambar 4.3.7 Histologi Hati Mencit Pewarnaan Hematoxylin-Eosin, 400x 31

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A Data Rataan Kerusakan Hati Berupa Nekrosis 38

Lampiran B Data Rataan Kerusakan Hati Berupa Steatosis 44 Lampiran C Data Rataan Kerusakan Hati Berupa Degenerasi Hidrofik 48

Lampiran D Cara Pembuatan Ekstrak Air Biji Pepaya 52

Lampiran E Uji Alkaloid Biji Pepaya 53

Lampiran F Uji Flavonoid Biji Pepaya 54

Lampiran G Uji Steroid Biji Pepaya 55

Lampiran H Uji Terpenoid Biji Pepaya 56

Lampiran I Pembuatan Preparat Histologi Hati 57

(14)

Ultrastruktur Hepar Mencit (Mus musculus L.) Setelah Pemberian

Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica papaya L.) dan Testosteron

Undekanoat (TU)

ABSTRAK

Hati merupakan organ yang memiliki fungsi sebagai detoksifikasi toksin. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak air biji pepaya (Carica papaya L.) dan Testosteron Undekanoat (TU) terhadap ultrastruktur hati mencit (Mus musculus L.) telah dilakukan di Laboratorium Struktur Hewan Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 kelompok kontrol dan 5 kelompok perlakuan, jumlah mencit masing-masing 5 ekor, dengan perlakuan lama waktu pajanan selama 24 minggu. Penyuntikan TU 0,25mg/0,1ml/ekor/mencit jantan interval waktu 6 minggu sekali secara intramuskular dan pemberian ekstrak biji pepaya 30mg/0,5ml/ekor/mencit jantan setiap hari secara oral. Setiap 6 minggu sekali mencit dibunuh dengan cara dislokasi leher, kemudian dibuat preparat hati dengan metode blok parafin dan pewarnaan hematoksilin-eosin. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan nyata antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, nekrosis ditemukan pada setiap minggu pengamatan (p<0,05) dan steatosis ditemukan pada minggu ke 6 dan minggu ke 18 (p<0,05), sedangkan degenerasi hidrofik hanya pada pengamatan minggu ke 12 dan minggu ke 18. Namun pengamatan morfologi tidak berpengaruh nyata (p>0,05).

(15)

ULTRASTRUCTURE OF MOUSE LIVER ( Mus musculus L.)

AFTER THE APPLICATION OF PAPAYA ( Carica papaya L.)

SEED WATER EXTRACT AND TESTOSTERONE

UNDECANOATE (TU)

ABSTRACT

The influence of papaya (Carica papaya L.) seed water extract and testosterone undekanoat (TU) to the structure of mouse liver (Mus musculus L.) was be conducted in a Laboratory of Animal Structure-Biology Departement, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, University of Sumatera Utara, Medan. This research used completely randomized design that consist of 5 controls and 5 treatments, using 5 mice. The treatments were conducted for 24 weeks. Each mouse was treated by muscular injection with TU 0,25mg/0,1ml/ with interval 6 weeks and papaya seed extract was given 30mg/0,5 orally every day. After 6 weeks the mouse was killed by neck dislocation and the liver was treated by paraffin block stained by hematoxilin-eosin. The result indicated that there is a significant different between control and treatment group, livers necrosis is found in every observation (p<0,05) and steatosis was found on 6 weeks and 18 weeks (p<0,05), while hydrophic degeneration only found on 12 and 18 weeks of observation. How ever the treatments have no significant effect on liver morphology.

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Program Keluarga Berencana (KB) telah lama dikenal dan dijalankan masyarakat

Indonesia. Pemerintah menganjurkan keluarga berencana modern menggunakan pil,

suntikan, norplant atau tusuk KB, kondom, vasektomi (sterilisasi pria), tubektomi

(sterilisasi wanita) dan keluarga berencana tradisional menggunakan pantang berkala,

senggama terputus, pijat atau urut dan jamu (Sundari, 2007 dalam Mulya, 2003).

Kontrasepsi tradisional dengan menggunakan tanaman obat telah lama

digunakan oleh masyarakat. Obat tradisional telah dikenal dan digunakan secara luas

oleh bangsa kita, baik untuk tujuan pengobatan maupun untuk pemeliharaan

kesehatan. Pemerintah telah mengambil kebijakan dalam berbagai upaya dibidang

kesehatan dengan peran aktif masyarakat untuk mencapai kemampuan hidup sehat.

Salah satu cara agar dapat hidup sehat adalah dengan membudidayakan pemanfaatan

tanaman yang berkhasiat obat secara alternatif yang sekarang lebih dikenal dengan

istilah obat asli Indonesia. Salah satu dari tanaman tersebut adalah pepaya (Carica

papaya L.) (Nurhida, 1995).

Di Indonesia banyak tanaman pepaya, bijinya selalu dibuang begitu saja tanpa

dimanfaatkan kecuali oleh petani pepaya untuk bibit. pepaya jantan atau gandul yang

umumnya digunakan sebagai obat atau jamu terutama untuk wanita (Kloppenburg,

1915 dalam Amir, 1992). Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli

dan dilaporkan bahwa biji pepaya mempunyai khasiat sebagai antifertilitas pada

hewan. Ekstrak biji pepaya dapat menyebabkan penurunan fertilitas tikus jantan

setelah disuntik dengan dosis 20 mg/0,2/tikus/hari selama 8 minggu, yang diberikan

(17)

Bahan antifertilitas dapat bersifat sitotoksik atau bersifat hormonal dalam

memberikan pengaruhnya. Bila bersifat sitotoksik maka pengaruhnya langsung

terhadap sel kelamin, dan bila bersifat hormonal maka bekerja pada organ yang

responsif terhadap hormon yang berkaitan (Sutasurya, 1989 dalam Rusmiati, 2007).

Testosteron Undekanoat (TU) merupakan suatu bentuk ester dari testosteron

alami. Bentuk aktif testosteron yang dihasilkan dari hidrolisasi esternya. Efek utama

dari testosteron hasil dari hidrolisasi TU tersebut terjadi setelah adanya ikatan

testosteron terhadap reseptor spesifiknya yang membentuk komplek hormon reseptor.

Tujuan utama dari pemberian testosteron adalah mempertahankan tingginya tingkat

serum testosteron jangka panjang pada pria. Hal ini bertujuan untuk menekan

spermatogenesis sehingga terjadi azoospermia atau oligozoospermia berat yang

berlangsung lebih lama namun bersifat aman, efektif, reversibel, dan aseptibel (Ilyas,

2008).

Hati (hepar) merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi sebagai

detoksifikasi toksin (Setiadi, 2007). Penumpukan bahan-bahan toksik ini dalam

parenkim hati dapat melukai hepatosit. Pemberian obat-obatan yang berlebihan dan

bahan toksik yang dimakan tanpa disadari dapat menimbulkan kelainan patologik

parenkim hati seperti nekrosis berat atau sirosis hepatis (Tambunan, 1994). Menurut

Rusmiati (2007), adanya zat yang bersifat toksik pada hati ditandai dengan adanya

degenerasi sel yang meliputi degenerasi perlemakan dengan membentuk vakuola dan

nekrosis. Gangguan metabolisme sel mencit (Mus musculus) didahului dengan

berkurangnya oksigen karena pengaruh masuknya senyawa toksik dalam ekstrak kayu

secang (Caesalpinia sappan L.) ke dalam tubuh, terganggunya suplai oksigen

sehingga reaksi seluler tidak berjalan sebagaimana mestinya. Infiltrasi sel radang

limfosit pada vena sentralis disebabkan rusaknya sel endotel yang sangat peka

terhadap zat racun. Peradangan pada hati dimulai pada vena sentralis sebagai tempat

penampung darah yang berasal dari arteri hepatika dan vena porta. Akibat

pembendungan ini sirkulasi darah terganggu dan dapat mengakibatkan sel hati

(18)

Pembuktian adanya pengaruh negatif terhadap kesehatan dari kombinasi

Testosteron Undekanoat dan ekstrak air biji pepaya dapat dilihat dari gambaran

histologi hati dan fungsi hati. Penentuan kadar enzim SGOT (Serum Glutamic

Oxaloacetic Transaminase) dan SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase)

adalah salah satu parameter yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya

kerusakan sel-sel hati (Dudley et al., 1982).

1.2Permasalahan

Pria merupakan fokus baru untuk program KB yang selama ini belum banyak

diperhatikan. Hingga saat ini kontrasepsi untuk pria yang dianggap sudah mantap

adalah kondom dan vasektomi. Namun penggunaan kondom sebagai alat kontrasepsi

menimbulkan keluhan psikologik, sedangkan vasektomi walaupun merupakan

kontrasepsi yang dapat diandalkan, seringkali menimbulkan efek samping yang

permanen (irreversible). Maka dilakukan dengan mengunakan bahan dari alam salah

satunya adalah biji pepaya untuk menekan spermatozoa dan dikombinasikan dengan

testosteron undekanoat yang dapat menekan spermatogenesis sehingga terjadi

azoospermia. Namun tidak menimbulkan efek toksisitas bagi pemakainya maka

dilakukan penelitian terhadap gambaran ultrastruktur hati (hepar) pada mencit (Mus

musculus L.) jantan setelah pemberian ekstrak air biji pepaya (Carica papaya L.) dan

Testosteron Undekanoat (TU).

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian kombinasi

Testosteron Undekanoat (TU) dan ekstrak air biji pepaya (Carica papaya L.) terhadap

(19)

1.4 Hipotesis

Pemberian kombinasi Testosteron Undekanoat (TU) dan ekstrak air biji pepaya

(Carica papaya L.) berpengaruh terhadap ultrastruktur hati (hepar) mencit (Mus

musculus L.) jantan.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil setelah pelaksanaan penelitian ini berakhir adalah:

a. Memberikan gambaran pengaruh kombinasi Testosteron Undekanoat (TU) dan

biji pepaya (Carica papaya L.) terhadap ultrastruktur hati (hepar) mencit (Mus

musculus L.) jantan.

b. Menambahkan informasi adanya bahan yang mungkin dapat dijadikan sebagai

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pepaya (Carica papaya L.)

Menurut Corner & Watanabe (1969), klasifikasi pepaya adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Kelas : Dicotiledonae

Ordo : Cistales

Famili : Caricaceae

Genus : Carica

Species : Carica papaya L.

Tanaman pepaya berasal dari negara Mexico. Sekarang tanaman pepaya telah

tersebar luas, baik didaerah tropik maupun subtropik. Batang yang lurus, bulat

silindris, sebelah dalam menyerupai spons dan berongga, tinggi 2,5-10 m. Dari bentuk

bunga yang dihasilkan oleh tanaman pepaya dapat diketahui macam tanaman tersebut.

Misalnya tanaman pepaya jantan, ditunjuk oleh bunga jantan, pepaya betina

ditunjukan oleh bunga betina (Harkness, 1967 dalam Amir, 1992). Bunga tunggal,

bentuk bintang, diketiak daun, berkelamin satu atau berumah dua. Bunga jantan

terletak disebelah tandan yang serupa malai, kelopak kecil, kepala sari bertangkai

pendek, kuning, mahkota berbentuk terompet, tepi bertajuk lima, dan bertabung

panjang kekuningan. Bunga betina berdiri sendiri, kepala putik lima, bakal biji

beruang satu dan putih kekuningan (Sutarno & Utami, 1994 dalam Mulya, 2003).

Buah pepaya yang masih muda umumnya dapat dibuat sayuran, lalap,

manisan, acar dan selai. Biji pepaya terletak dalam rongga buah yang terdiri dari lima

larikan. Banyaknya biji tergantung dari besar kecilnya buah. Bentuk biji agak bulat

telur memanjang, berwarna hitam atau coklat gelap, dengan permukaan biji yang agak

(21)

keriput dan dibungkus oleh kulit ari yang bersifat seperti agar atau transparan,

kotiledon putih, rasa biji pedas atau tajam dengan aroma yang khas (Rismunandar,

1982).

Minyak biji pepaya berwarna kuning diketahui mengandung 71,60% asam

oleat, 15,13% asam palmitat, 7,68% asam linoleat, 3,60% asam stearat dan asam-asam

lemak lain dalam jumlah relatif sedikit atau terbatas. Selain mengandung asam-asam

lemak, biji pepaya diketahui mengandung senyawa kimia lain seperti golongan fenol,

alkaloid, dan saponin (Warisno, 2003 dalam Sukadana et al., 2008).

Hasil uji fitokimia terhadap ekstrak kental metanol biji pepaya diketahui

mengandung senyawa metabolit sekunder golongan triterpenoid, flavonoid, alkaloid

dan saponin. Secara kualitatif, berdasarkan terbentuknya endapan atau intesitas warna

yang dihasilkan dengan pereaksi uji fitokimia diketahui bahwa kandungan senyawa

metabolit sekunder golongan triterpenoid merupakan komponen utama biji pepaya

(Sukadana et al., 2008).

Biji pepaya selain mengandung enzim proteolitik seperti papain, cymopapain

A, cymopapain B dan peptidase pepaya juga mengandung kandungan kimia lain

seperti : 25% minyak campuran, 26,2 % lemak, 24,3% protein 17% serat, 15,5 %

karbohidrat, 8,8 % abu dan 8,2 % air (Burkill, 1966 dalam Amir, 1992). Kandungan

kimia yang terdapat pada biji pepaya adalah asam oleat, asam p-hidroksi benzoate,

asam vaniat, asam siringat, dan asam ferulat (Lusiana, 1994 dalam Rahmawati, 2003).

2.2 Testosteron Undekanoat (TU)

Testosteron undekenoat (TU) yang dikembangkan untuk kontrasepsi pria

digunakan dalam bentuk injeksi (liquid). Tujuan utama dari pemberian testosteron

adalah mempertahankan tingginya tingkat serum testosteron jangka panjang pada pria

yang ikut dalam kontrasepsi pria. Hal ini bertujuan untuk menekan spermatogenesis

sehingga terjadi azoospermia atau oligozoospermia berat yang berlangsung lebih lama

(22)

dihasilkan melalui esterifikasi testosteron alami pada posisi 17β. TU ini merupakan

steroid dengan 19 atom karbon dengan rumus kimia C Kosentrasi testosteron stabil

dalam rentang fisiologi minggu pertama setelah pemberian pertama kali. Pola

metabolisme TU mengikuti pola testosteron yang menghasilkan dihidrotestosteron

(DHT) dan estradiol. Pemberian testosteron undekanoat dapat meningkatkan

kosentrasi testosteron plasma dan menurunkan kosentrasi gonadotropin (Ilyas, 2008).

Gambar 1. Rumus Bangun Testosteron Undekanoat (TU)

Menurut Goodman & Gilman (1980), diperlukan molekul testosteron yang asli

untuk menghasilkan respon androgenik yang lengkap. Aromatisasi testosteron

menjadi estradiol menambah suatu peranan diotot dan mempunyai makna dalam

sistem hipotalamus. Lagi pula dalam otak pria telah ditemukan reseptor estradiol

spesifik, yang menunjukkan suatu efek serebral tertentu dan telah dilaporkan

berpengaruh terhadap libido dan hati.

Testosteron merupakan androgen yang secara langsung mempunyai aksi genomik

dengan berikatan pada reseptor androgen (RA). Reseptor androgen memiliki family

reseptor inti yang bertindak sebagai ligand-responsive transcription factor

(Sadate-Ngatchou et al., 2003). Pemberian TU secara oral telah digunakan untuk terapi

substitusi androgen dan tujuan lain dalam perawatan klinik lebih dari 2 dekade.

Sebagai kontrasepsi baik tunggal maupun kombinasi dengan Cyproterone Asetat

(CPA), testosteron bermanfaat untuk pengendalian kesuburan laki-laki. Tingkat

fluktuasi serum cukup mempengaruhi gonadotropin dan spermatogenesis sehingga

pemberian TU secara oral tidak efektif untuk kontrasepsi hormonal laki-laki (Zhang et

(23)

2.3 Anatomi dan Fisiologi Hati (Hepar)

Hati adalah organ terbesar kedua ditubuh (yang terbesar adalah kulit) dan kelenjar

terbesar, dengan berat sekitar 1,5 kg. Organ ini terletak dalam rongga perut di bawah

diafragma. Hati merupakan organ tempat pengolahan dan penyimpanan nutrien yang

diserap dari usus halus untuk dipakai oleh bagian tubuh lainnya. Hati menjadi

perantara antara sistem pencernaan dan darah. Kebanyakan darahnya (70-80%)

berasal dari vena porta, jumlah yang lebih kecil berasal dari arteri hepatika. Seluruh

materi diserap melalui usus tiba di hati melalui vena porta, kecuali lipid kompleks,

yang terutama diangkut melalui pembuluh limfe. Posisi hati dalam sistem sirkulasi

sangat cocok untuk menampung, atau mengubah dan mengumpulkan metabolit serta

untuk menetralisasi dan mengeluarkan zat toksik. Pengeluaran ini terjadi melalui

empedu, yakni suatu sekret eksokrin dari hati yang penting untuk pencernaan lipid.

Hati juga memiliki fungsi penting untuk menghasilkan protein plasma seperti albumin

dan protein pembawa lainnya (Junqueira & Carneiro, 2007).

Di dalam sel-sel hati terjadi berbagai proses didalamnya. Kebutuhan tubuh

diberi sinyal oleh hormon dan enzim yang mengatur metabolisme lemak. Di dalam

hati asam lemak disintesis melalui proses lipogenesis sehingga membentuk trigliserida

baru. Bahan ini kemudian keluar dari hati dengan bantuan lipoprotein yang

membawanya ke jaringan adiposa untuk disimpan (Syaifuddin, 2001).

Sitoplasma sel hati menunjukkan berbagai perubahan tergantung pada aktifitas

fungsionalnya terutama penyimpanan glikogen dan lemak. Mitokondria banyak di

dalam sitoplasma, dan aparatus golgi biasanya tampak terletak dekat inti atau di tepi

sel dan dekat kanalikuli biliaris (Leeson et al., 1996).

Hati bervariasi baik lokasi maupun jumlah lobusnya dari satu spesies hewan

ataupun ke spesies lain (Frandson, 1992). Hati mencit memiliki empat lobus utama

yang saling berhubungan satu sama lain dan bisa dilihat pada bagian dorsal hati.

Keempat lobus ini dapat dibedakan yakni satu lobus median, dua lobus lateral (kiri

dan kanan), dan satu lobus caudal yang terbagi setengah dibagian dorsal dan setengah

(24)

Hati mempunyai peran yang dominan seperti tempat utama untuk aktivitas

sintesis, katabolisme, dan detoksifikasi dalam tubuh, menetukan ekspresi pigmen

darah (heme) serta berperan dalam reaksi imunologi (Robbins, 2004 dalam Kusuma,

2010). Hati juga berfungsi menghasilkan enzim pencernaan berupa garam empedu

untuk menghidrolisa lipid dan metabolisme karbohidrat (Ganong, 2002).

Terganggunya fungsi hati dalam metabolisme karbohidrat akan mengakibatkan

turunnya produksi glikogen dalam tubuh. Menurunnya produksi glikogen dan tidak

adanya masukan lipid tubuh mengakibatkan turunnya berat badan (Oktavianti et al.,

2005).

Hati mempunyai kemampuan regenerasi yang luar biasa meskipun sel-selnya

diperbaharui secara lambat. Percobaan pada hewan tikus, hati dapat memulihkan

kehilangan sampai 75% berat total hati hanya dalam waktu satu bulan (Junqueira &

Carneiro, 2007). Sel yang mengalami nekrosis dapat digantikan dengan sel baru

melalui mitosis hepatosit yang berdekatan (Lu, 1995). Kesempurnaan pemulihan

sangat tergantung pada keutuhan kerangka dasar jaringan. Pada hati yang cedera, jika

kerangka retikulum endoplasma masih utuh akan terjadi regenerasi sel hati yang

teratur dan struktur lobuli yang kembali normal serta fungsinya akan pulih kembali

(Robbins, 2004 dalam Kusuma, 2010).

2.3.1 Stroma

Hati dibungkus suatu lapisan tipis jaringan ikat (kapsula glison) yang menebal di

hilus, tempat vena porta dan arteri hepatika memasuki hati dan keluarnya duktus

hepatika kiri dan kanan serta pembuluh limfe dari hati. Pembuluh-pembuluh dan

duktus ini dikelilingi jaringan ikat disepanjang perjalanannya ke bagian ujung distal

(atau bagian asal) di dalam celah portal antar lobuli hati. Ditempat ini terbentuk

jaringan serat retikulin halus yang menopang hepatosit dan sel endotel sinusoid

dilobulus hati (Junqueira & Carneiro, 2007).

Vena-vena central bergabung untuk membentuk vena hepatika, yang mengalir

(25)

dari venula portal ke vena hepatika sentral adalah sekitar 8,4 detik. Sel endotel

sinusoid banyak melekat makrofag (sel kupffer) yang berproyeksi ke dalam lumen

(Ganong, 2002). Sel kupffer berbentuk stelat dengan sifat histologis seperti vakuola

jernih, lisosom dan reticulum endoplasma granular tersebar di seluruh sitoplasma, hal

ini lah yang membedakan sel-sel kupffer dan sel-sel endotel (Junqueira & Carneiro,

2007). Sel kupffer bersifat “endogeneous peroxidase activity” dan bergenerasi atau

berpoliferasi dengan sendirinya. Sel kupffer juga berperan dalam produksi imunologi,

fagositosis, dan formasi darah (Jones, 1993 dalam Kusuma, 2010). Darah yang berasal

dari tunggul vaskuler mengalir ke venula hepatika terminal yang terdapat di luar

asinus. Dengan cara ini, sel-sel yang terdekat dengan vaskular akan menerima darah

yang masih kaya oksigen dan sel ke perifer asinus mendapat darah yang relatif lebih

rendah oksigennya, sehingga lebih rentan terhadap kerusakan akibat anoksia (Ganong,

2002).

2.3.2 Histologi Lobulus Hati

Sel hati atau hepatosit berbentuk polihedral dengan 5 sampai 12 sisi, dengan garis

tengah antara 15 sampai 23 μm. Intinya bulat dan tampak pucat, sitoplasmanya

mengandung granula glikogen, lemak, feritin dan pigmen hemosiderin. Permukaan sel

yang menghadap ke arah kanalikuli biliaris ditaburi mikrovili dan terdapat banyak

granula membran berkumpul dekat lumen (Bajpai, 1987). Hepatosit memiliki banyak

retikulum endoplasma, baik halus maupun kasar. Pada hepatosit, retikulum

endoplasma kasar tersebar di sitoplasma biasa disebut dengan badan basofilik.

Organel ini bertanggungjawab atas proses oksidasi, metilasi, dan konjugasi yang

diperlukan untuk menonaktifkan atau mendetoksifikasi berbagai zat sebelum di

eksresikan dari tubuh (Junqueira & Carneiro, 2007).

Tiap lobus hati (Gambar 2) dibalut oleh peritoneum pars viseralis dengan

sel-sel mesotel melekat pada kapsula tipis. Jaringan ikat dari kapsula menjulur ke dalam

ruang interlobularis sambil menunjang sistem vascular dan saluran empedu. Jalinan

serabut retikuler halus mengitari sel-sel hati dan sinusoid. Kandungan serabut kolagen

(26)

Sel-sel otot polos kadang-kadang terdapat juga pada kapsula dan jaringan ikat

interlobularis. Jaringan ikat yang menunjang pembuluh limfe dan percabangan dari

arteri hepatika, vena porta, dan saluran empedu, tampak pada tiap sediaan hati

(Dellman & Brown, 1992).

Gambar 2. Skema lobulus hati, asini hati, dan lobulus porta. Lobulus hati terdiri dari vena sentralis (CV) dan dibatasi oleh garis yang menghubungkan celah porta (PS). Romawi I, II, dan III adalah pembagian zona asinus hati (Junqueira & Carneiro, 2007).

2.3.3 Hepatosit

Sitoplasma hepatosit agak berbutir, tetapi dapat tergantung pada perubahan nutrisi

serta fungsi selular. Mitokondria relatif banyak dan apparatus golgi lazimnya terletak

dekat kanalikuli empedu atau dapat juga bersifat jukstanuklear. Lisosom banyak

tersebar, kelompok ribosom bebas, rER dan sER cukup berkembang dan sering

berdampingan. Dengan pengamatan lebih teliti glikogen tampak sebagai butir dengan

konfigurasi roset. Pada sedian histologi biasa, glikogen tampak sebagai rongga-rongga

yang tidak teratur, sedangkan rongga yang ditepati oleh lemak tampak kosong dan

(27)

pewarnaan biasa (H&E). Tidak heran tampak pigmen empedu dalam hepatosit normal

(Dellman & Brown, 1992).

Setiap hepatosit memiliki sekitar 2000 mitokondria. Komponen sel lainnya

yang umum dijumpai adalah droplet lipid dengan jumlah yang bervariasi. Lisosom

hepatosit sangat penting untuk pergantian dan degradasi organel intrasel. Peroksisom

merupakan organel yang mengandung enzim yang banyak dijumpai di hepatosit.

Selain itu fungsinya adalah mengoksidasi kelebihan asam lemak, pemecahan hidrogen

peroksida yang dihasilkan dari proses oksidasi tersebut, pemecahkan kelebihan purin

(AMP, GMP) menjadi asam urat, dan berpartisipasi dalam sintesis kolesterol, asma

empedu, dan sejumlah lipid yang digunakan untuk membentuk mielin (Junqueira &

Carneiro, 2007).

2.4 Kerusakan Hati

Toksikan dapat menyebabkan berbagai jenis efek toksik pada berbagai organel dalam

sel hati, yang mengakibatkan berbagai jenis kerusakan hati antara lain:

a. Perlemakan Hati (Steatosis)

Menurut Lu (1995), perlemakan hati adalah hati yang mengandung berat lipid

lebih dari 5%. Kelebihan lemak dalam hati dapat dibuktikan secara histokimia.

Lesi dapat bersifat akut, seperti yang disebabkan oleh etionin, fosfor, atau

tetrasiklin. Menurut Batticaca (2009), kelainan ini dapat timbul karena

mengkonsumsi alkohol yang berlebihan. Perlemakan hati sering berpotensi

menjadi penyebab kerusakan hati dan sirosis hepatitis.

b. Nekrosis hati

Menurut Robbins & Kumar (1992), nekrosis merupakan kematian sel hati atau

hepatosit. Kematian ini dapat bersifat sentral atau perifer serta masif. Nekrosis

terjadi bersamaan dengan pecahnya membran plasma. Tanda jelas kematian

sel terdapat di dalam inti. Kematian sel ini akan menyebabkan terjadinya

(28)

pignosis, penyusutan inti, dan (c) karioreksis, dimana inti pignosis atau

sebagian sel yang pignosis mengalami fragmentasi.

c. Kolestasis

Menurut Lu (1995), jenis kerusakan hati ini biasanya bersifat akut, tetapi lebih

jarang ditemukan dibandingkan dengan perlemakan hati dan nekrosis. Jenis

kerusakan hati ini lebih sulit diinduksi pada hewan, kecuali mungkin dengan

steroid. Beberapa steroid anabolik dan kontraseptif disamping taurokolat,

klorpromazin, dan eritromisin laktobionat telah terbukti menyebabkan

kolestasis hiperbilirubinemia karena tersumbatnya kanalikuli empedu.

Tampaknya etinil estradiol dan kloropromazin merusak permiabilitas saluran

empedu, sehingga menurunkan empedu yang tidak bergantung pada garam

empedu.

d. Sirosis

Sullivian & Krieger (1989), sirosis ditandai oleh adanya kolagen yang tersebar

di sebagian besar organ hati. Kumpulan sel hati muncul sebagai nodul yang

dipisahkan oleh lapisan berserat. Kemudian Lu (1995) menyatakan, beberapa

karsinogen kimia dan pemberian CCl4 jangka panjang dapat menyebabkan

sirosis pada hewan. Penyebab sirosis pada manusia yang paling penting adalah

(29)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2010 sampai Juli 2011 di Laboratorium

Struktur Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah hotplate cimarec 2, blender, panci,

beaker glass pyrex 1000ml, freezer Gallenkamp sanyo, inkubator Jouan, timbangan

digital preset counter yang mempunyai akurasi 0.01 g, jarum suntik York 1cc dan

3ml, tube, jarum gavage, gelas ukur pyrex 500ml, botol balsem, bak bedah, dissecting

set, jarum pentul, objek glass, cover glass, mikrometer, mikrotom rotari, kuas, skapel,

chamber, mikroskop Zeiss dan program Axiovision 4.0, camera digital Olympus.

Bahan yang digunakan adalah biji Carica papaya L., aquades, aqua

bidestilata steril 500ml, mencit jantan (Mus musculus L.), Testosteron Undekanoat

(TU) buatan Schering AG Jerman, pewarna Hematoxylin-Eosin, canada balsem, xylol,

larutan bouin (asam pikrat, formalin 4%, asam asetat glasial) NaCl 0,9%, alkohol

30%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, 96%, dan alkohol absolut, aluminium foil, kertas

label, kertas millimeter blok, kertas saring.

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian menggunakan rancangan acak lengkap yang dibagi menjadi 2

kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kontrol, masing-masing 5 ulangan.

(30)

minggu, yaitu P1 sampai dengan P5 dan K1 sampai dengan K5. Model rancangan

penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1, penentuan ulangan berdasarkan Rumus

Federer 1963 dalam Ilyas 2001.

Tabel 3.1 Model Rancangan Penelitian

Minggu Kelompok

0 6 12 18 24

Kontrol K0 (n=5) K1 (n=5) K2 (n=5) K3 (n=5) K4 (n=5)

Perlakuan P0 (n=5) P1 (n=5) P2 (n=5) P3 (n=5) P4 (n=5)

Keterangan: K= Kontrol P= Perlakuan n=Ulangan

Pada Kontrol, K0 sampai K4 merupakan kontrol dari masing-masing perlakuan

dengan jumlah masing-masing mencit 5 ekor. Perlakuan P0 sampai P4 merupakan

penyuntikan TU 0,25mg/0,1ml/ekor interval 6 minggu secara intramuskular dan

pencekokan ekstrak air biji pepaya 30 mg/0,5ml/mencit jantan setiap hari secara oral.

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1Hewan Percobaan

Penelitian ini menggunakan mencit (Mus musculus L.) jantan yang sehat dan fertil

serta berumur 8-11 minggu dengan berat 24-25 g sebanyak 50 ekor, mencit tersebut

diperoleh dari Balai Penyidikan Penyakit Hewan Sumatera Utara Medan dan dibagi

dalam kelompok perlakuan dan kontrol. Mencit diberi makan dan minum secara

ad-libitum (Smith & Mangkoewidjojo, 1988). Kandang mencit dijaga kebersihannya dan

penanganan hewan percobaan sesuai dengan persyaratan kode etik yang berlaku.

Diantaranya penanganan dengan penuh kasih sayang, pemberian makanan yang cukup

gizi dan sehat serta memperhatikan kebersihan kandangnya. Sebelum penelitian

dilakukan diajukan permohonan untuk mendapatkan ethical clearance ke Komisi Etik

Penelitian Hewan di Wilayah Sumatera Utara Medan.

3.4.2 Pembuatan Ekstrak Air Biji Pepaya

Pembuatan ekstrak air biji pepaya (Carica papaya L.) dilakukan menurut cara

(Chinoy, 1985 dalam Ilyas, 2001). Ekstrak Air biji pepaya disiapkan dengan

(31)

kelurahan kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan Komplek Adam Malik

kota Madya Medan, Sumatera Utara. Biji pepaya kemudian dicuci dan dikeringkan

dengan inkubator pada suhu 50°C sampai kering (kadar air 20%). Biji yang telah

kering dihaluskan dengan diblender dan diayak dengan ayakan tepung sehingga

didapatkan 300 g bubuk halus biji pepaya. Diambil sebanyak 300 g yang telah halus

kemudian dimasukkan ke dalam bejana yang telah diisi air, selanjutnya dilakukan

perebusan hingga mendidih, setelah mendidih air perebusan disaring dengan kertas

saring hingga diperoleh hasil dan residu. Residu yang diperoleh direbus kembali

hingga diperoleh hasil dan residunya lagi, begitu seterusnya sampai residu tidak dapat

dipergunakan kembali. Hasil rebusan dipanaskan hingga diperoleh reindaimen sampai

berwarna coklat tua dan kental 30 g. Reindaimen yang diperoleh selanjutnya

dilarutkan kembali dengan aquabidestilata steril 500ml sesuai dengan kebutuhan

penelitian. Kemudian diberikan secara oral dengan dosis 30 mg/0,5 ml/hari mencit

jantan.

3.4.3 Uji Skrining Fitokimia Biji Pepaya

Uji skrinning fitokimia biji pepaya yang akan dilakukan meliputi pemeriksaan

kandungan senyawa alkaloid, flavonoid, steroid dan terpenoid. Pemeriksaan senyawa

ini sesuai dengan prosedur yang telah dilakukan oleh Harborne (1987) yaitu:

a. Uji Alkaloid

Biji pepaya kering yang telah dihaluskan, diambil sebanyak 3 g dan dimasukkan ke

dalam erlenmeyer yang berisi 100ml methanol. Kemudian dipanaskan hingga ¼

volume awal dan disaring. Ekstrak yang terbentuk dimasukkan ke dalam 4 buah

tabung reaksi. Tabung I ditetesi pereaksi Meyer, tabung II ditetesi pereaksi Wagner,

tabung III ditetesi pereaksi Bouchard dan tabung IV ditetesi pereaksi Dragendorf.

Masing-masing tabung sebanyak 3-5 tetes. Kemudian diamati endapan yang terbentuk

(32)

b. Uji Flavanoid

Biji pepaya kering yang telah dihaluskan, diambil sebanyak 3 g dan dimasukkan ke

dalam erlenmeyer yang berisi 100ml methanol. Kemudian dipanaskan hingga ¼

volume awal dan disaring. Ekstrak yang terbentuk dimasukkan ke dalam 4 buah

tabung reaksi. Tabung I ditetesi FeCl3, tabung II ditetesi MgHCl, tabung III ditetesi

H2SO4(p) dan tabung IV ditetesi NaOH 10%. Masing-masing tabung sebanyak 3-5

tetes. Kemudian diamati perubahan warna yang terjadi dan dicatat hasilnya.

c. Uji Steroid

Biji pepaya kering yang telah dihaluskan, diambil sebanyak 3 g dan dimasukkan ke

dalam erlenmeyer yang berisi 100ml n-heksan. Kemudian dipanaskan hingga ¼

volume awal dan disaring. Ekstrak yang terbentuk dimasukkan ke dalam 3 buah

tabung reaksi. Tabung I ditetesi CeSO4 1%, tabung II ditetesi reagen Salkowsky

(H2SO4)p, tabung III ditetesi Libermen-Bouchard. Masing-masing tabung sebanyak

3-5 tetes. Kemudian diamati perubahan warna dan dicatat hasilnya.

d. Uji Terpenoid

Biji pepaya kering yang telah dihaluskan, diambil sebanyak 3 g dan dimasukkan ke

dalam erlenmeyer yang berisi 100ml kloroform. Kemudian dipanaskan hingga ¼

volume awal dan disaring. Ekstrak yang terbentuk dimasukkan ke dalam 3 buah

tabung reaksi. Tabung I ditetesi CeSO4 1%, tabung II ditetesi reagen Salkowsky

(H2SO4)p, tabung III ditetesi Libermen-Bouchard. Masing-masing sebanyak 3-5 tetes.

Kemudian diamati perubahan warna dan dicatat hasilnya.

3.4.4 Pemberian Kombinasi Testosteron Undekanoat (TU) dan Ekstrak Air Biji

Pepaya (Carica papaya L.)

Testosteron undekanoat (TU) 1000mg/4mL (buatan Schering AG Jerman) dan ekstrak

air biji pepaya (Carica papaya L.) 30 mg/0,5ml/hari/mencit jantan dirancang

jumlahnya dengan membandingkan dosis yang diberikan pada manusia. Perbandingan

berat relawan (50 kg=50.000 g) dengan mencit adalah (25 g) adalah 2000:1. Pada uji

klinik digunakan 500 mg TU, maka dosis penyuntikan pada tiap ekor mencit adalah

(33)

mg/25 g berat badan mencit (Ilyas, 2001). Interval waktu injeksi intramuskular TU 6

minggu dan pencekokan ekstrak air biji pepaya setiap hari. Kondisi penelitian terdiri

dari lima (5) bagian perlakuan dan kontrol.

Perlakuan penyuntikan TU dimulai dari hari ke 0 dengan interval 6 minggu

selama 24 minggu, penyuntikan TU melalui intramuskular dengan menggunakan spuit

sebanyak 0,25mg/0,1ml/mencit. Pemberian TU ini berdasarkan penelitian

Kamischake et al. (2001) dalam Ilyas (2008), yang menyatakan bahwa injeksi TU

dengan interval 6 minggu telah dapat menekan spermatogenesis, sedangkan

pencekokan ekstrak biji pepaya dengan dosis 30mg/0,5 ml/mencit jantan diberikan

setiap hari melalui oral (gavage) selama 24 minggu. Pengamatan parameter penelitian

dilakukan dengan membedah mencit dengan setiap kelompok perlakuan (Tabel 3.1)

setiap interval 6 minggu. Pada minggu ke 6 dilakukan pembedahan mencit dengan

cara dislokasi leher untuk diambil hatinya, kemudian diamati parameter pengamatan

yang terdiri dari morfologi yang meliputi permukaan hati dan warna hati. Dilakukan

juga parameter untuk minggu ke 12, ke 18, dan ke 24. Masing-masing kelompok

diberikan ekstrak air biji pepaya dan TU dari hari ke 0 selama 6 minggu untuk

perlakuan P1, kemudian P1 dibedah semuanya pada minggu ke 6, selanjutnya P2, P3,

dan P4 dibedah semua mencit dan diamati sesuai parameter pengamatan ( Gambar 3)

Kontrol

Minggu

Gambar 3. Jadwal kegiatan pemberian TU + ekstrak air biji pepaya selama 24 minggu.

0 6 12 18 24

Injeksi TU 0,25 mg/0,1ml/mencit jantan dan interval waktu selama 6 minggu

0 6 1 18 24

(34)

3.4.5 Pembuatan Preparat Histologi Hati Mencit Jantan dengan Metode Parafin

Menurut Suntoro (1983), urutan kerja pembuatan preparat yang dilakukan dengan

metode parafin adalah sebagai berikut:

a. Fiksasi, setelah mencit (Mus musculus L.) didislokasi dan dibedah, diambil

organ hati kemudian dicuci dengan larutan NaCl 0,9%, lalu difiksasi dengan

larutan bouin selama 1 malam.

b. Pencucian (washing), setelah hati difiksasi, dilakukan pencucian dengan

menggunakan alkohol 70% yang berguna untuk menghilangkan larutan fiksasi

dari jaringan.

c. Dehidrasi, langkah ini dilakukan setelah proses pencucian selesai, dengan

menggunakan alkohol bertingkat dimulai dari alkohol 30%, 40%, 50%, 60%,

70%, 80%, 90%, 96%, dan alkohol absolut. Botol yang berisi hati tersebut

digoyang-goyangkan terus menerus (shaker) dengan menggunakan tangan

agar proses dehidrasinya lebih cepat.

d. Penjernihan (clearing), penjernihan dilakukan dengan menggunakan

perbandingan alkohol:xylol 3:1, 1:1, 1:3 masing-masing 1 jam dan berakhir

dengan xylol murni diinapkan selama 1 malam.

e. Infiltrasi, proses infiltrasi dilakukan di dalam oven dengan suhu 56ºC,

menggunakan perbandingan xylol:parafin 3:1, 1:1, 1:3 dan berakhir diparafin

murni masing-masing selama 1 jam.

f. Penanaman (embedding), setelah proses infiltrasi, selanjutnya dilakukan proses

penanaman dalam parafin, sebelum melangkah ke proses ini yang harus

disiapkan adalah mencairkan parafin, membuat kotak-kotak dari karton atau

kalender bekas untuk tempat penanaman, menyiapkan lampu spritus,

menyediakan pinset kecil, dan menyediakan label. Setelah semuanya telah

siap, proses embedding dimulai dengan menuangkan parafin yang telah cair

kedalam kotak-kotak karton tadi, selanjutnya ambil organ tersebut dengan

cepat dari parafin murni dengan menggunakan pinset kecil lalu dimasukkan ke

dalam kotak yang telah berisi parafin cair tadi, biarkan hingga parafin menjadi

keras sampai terbentuk blok-blok parafin.

g. Penyayatan (section), penyayatan atau pemotongan dilakukan dengan

(35)

dipasang pada mikrotom, lalu diputar sampai blok parafin yang berisi organ

tadi terpotong menjadi pita-pita parafin dengan ukuran ketebalan 6-10µm.

h. Penempelan (affiksing), penempelan dilakukan dengan mengambil beberapa

pita parafin yang telah terpotong dengan menggunakan skapel, kemudian

ditempelkan pada objek glass, lalu dicelupkan ke dalam air dingin (air biasa)

kemudian kedalam air panas. Lalu diletakkan diatas hotplate beberapa detik

untuk melekatkan pita parafin ke objek glass.

i. Pewarnaan (staining), pewarnaan sedian hati, diwarnai dengan menggunakan

pewarnaan Hematoxylin-Eosin. Tahapan pewarnaannya adalah sebagai

berikut:

- Deparafinasi: dilakukan dengan mencelupkan objek glass yang telah berisi

irisan jaringan tadi ke dalam xylol selama ±15 menit.

- Dealkoholisasi: dilakukan secara bertingkat dengan alkohol kosentrasi

menurun, dengan alkohol absolut, alkohol 96%, 90%, 80%, 70%, 60%,

50%, dan 30%.

- Pewarnaan: dilakukan dengan cara objek glass yang telah berisi irisan

jaringan tadi dimasukkan ke dalam larutan pewarna Hematoxilin Erlich

selama 3-7 menit, dicuci dengan air mengalir ± 10 menit, dimasukkan ke

dalam alkohol 30%, 50%, dimasukkan ke dalam larutan pewarna eosin

0,5% dalam alkohol 70% selama 1-3 menit, preparat dimasukkan

berturut-turut ke dalam alkohol 60%, 70%, 80%, 90%, 96%, dan alkohol absolut,

dikeringkan dengan kertas pengisap selanjutnya, preparat dimasukkan ke

xylol.

j. Penutupan (mounting), dari xylol jaringan kemudian ditutup dengan cover

glass setelah ditetesi dengan Canada balsam terlebih dahulu. Setelah itu diberi

label dan diamati di bawah mikroskop.

3.5Parameter Pengamatan

3.5.1 Pengamatan Morfologi Hati

Pengamatan morfologi hati dilakukan dengan cara: mencit jantan (Mus musculus L.)

didislokasi dan dibedah, diambil organ hati serta diamati hati. Organ hati kemudian

(36)

morfologi hati meliputi permukaan luar hati dan warna hati. Penilaian disebut normal

bila permukaan rata dan halus serta berwarna merah kecoklatan, sedangkan abnormal

jika permukaan ditemukan jaringan ikat, kista kecil, permukaan yang benjol-benjol

atau abses yang menunjukkan perubahan warna (Robbins & Kumar, 1992).

3.5.2 Pengamatan Preparat Histologi Hati

Menurut Jawi (2007), preparat histologi hati (hepar) dapat dilakukan dengan

menggunakan mikroskop cahaya dalam 5 lapangan pandang yang berbeda, dengan

perbesaran 400 kali. Setiap lapangan pandang dihitung 40 hepatosit. Dengan jenis

kerusakan hepar yang meliputi nekrosis, steatosis, dan degenerasi hidrofik. Kemudian

dicatat dan dihitung jumlah persentase kerusakan yang terjadi.

3.6 Analisis Statistik

Data yang didapat dari setiap parameter (variabel) pengamatan dicatat dan disusun ke

dalam bentuk tabel. Data kuantitatif (variabel dependen) yang didapatkan, diuji

kemaknaannya terhadap pengaruh kelompok perlakuan (variabel independen) dengan

bantuan program statistik komputer yakni program SPSS release 13. Jika data diuji

berdistribusi normal tetapi tidak homogen, maka data ditransformasi, jika data

berbeda nyata taraf 5% (p<0,05), maka dilanjutkan dengan uji analisis Mann-Whitney.

Jika dengan Mann-Whitney data berbeda nyata (p<0,05), pada kelompok kontrol atau

kelompok perlakuan secara keseluruhan, maka dilanjutkan dengan uji analisis

Friedman-Test. Untuk melihat perbedaan 2 perlakuan (kontrol dan perlakuan)

dilakukan dengan uji analisis uji T (parametrik, jika normalitas dan homogenitas

p>0,05) atau Mann-Whitney (nonparametrik, jika normalitas dan homogenitas

p<0,05). Sumber keragaman yang dianalisis untuk melihat pengaruh perlakuan dengan

kontrol adalah perbedaan waktu pengamatan (T) dimulai dari minggu 0 (hari pertama

(37)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada pemberian kombinasi Testosteron

Undekanoat (TU) dan ekstrak air biji pepaya (Carica papaya L.) terhadap

ultrastruktur hati mencit (Mus musculus L.) jantan diperoleh hasil sebagai berikut:

4.1 Kandungan Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica papaya L.)

Kandungan senyawa-senyawa dari ekstrak air biji pepaya (Carica papaya L.) dapat

dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Kandungan Senyawa Biji Pepaya (Carica papaya L.)

No. Kandungan Biji Pepaya (Carica papaya L.) Pengamatan

1 Senyawa Alkaloid +++

2 Senyawa Flavonoid -

3 Senyawa Steroid ++

4 Senyawa Terpenoid ++

Keterangan: semakin banyak nilai + maka semakin banyak kandungan senyawa

yang terdapat pada ekstrak air biji pepaya (Carica papaya L.)

Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa senyawa alkaloid merupakan senyawa yang paling

banyak terkandung pada biji pepaya dibandingkan steroid, terpenoid dan flavonoid.

Alkaloid merupakan senyawa organik yang banyak ditemukan di alam dan memiliki

keaktifan biologis tertentu. Alkaloid dapat bersifat sitotoksik yang dapat

mengakibatkan efek fisiologis dan psikologis. Menurut Sastrohamidjojo (1996),

alkaloid sesungguhnya adalah racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas biologis

yang luas, bersifat basa dan mengandung nitrogen dalam cincin heterosiklis

diturunkan dari asam amino, biasanya terdapat dalam tanaman sebagai garam asam

(38)

Berbagai jenis senyawa bioaktif yang terkandung pada tumbuhan, utamanya

senyawa-senyawa yang berasal dari golongan alkaloid, flavonoid, terpenoid, dan

steroid memiliki aktifitas sebagai bahan antifertilitas (Fransworth et al., 1975).

Menurut Nurhida (1995), gangguan yang terjadi pada perkembangan sel-sel

spermatogenik disebabkan karena adanya bahan aktif yang terdapat pada ekstrak biji

pepaya yakni alkaloid yang bersifat sitotoksik terhadap sel-sel yang sedang

berkembang. Apabila efek bahan aktif ini terjadi pada sel-sel spermatogonium maka

perkembangan selanjutnya akan terpengaruh, sehingga spermatogonium yang

berkembang menjadi spermatozoa berkurang.

Menurut Simbala (2009), alkaloid seringkali beracun bagi manusia dan banyak

mempunyai kegiatan fisiologis yang menonjol, sehingga banyak digunakan dalam

pengobatan. Senyawa alkaloid pada tumbuhan seringkali dihubungkan dengan efek

positif sebagai antioksidan dan mengurangi permaebilitas pembuluh darah (Turana,

2003 dalam Widyastuti et al., 2008).

Menurut Harborne (1987), terpenoid secara kimia umumnya larut dalam lemak

dan terdapat dalam sitoplasma sel tumbuhan. Minyak atsiri yang bagian utamanya

merupakan terpenoid yang merupakan penyebab wangi, harum atau bau yang khas

pada banyak tumbuhan. Menurut Sastrohamidjojo (1996), secara biologis flavonoid

memiliki peranan penting dalam kaitan penyerbukkan pada tanaman oleh serangga.

Sejumlah flavonoid mempunyai rasa pahit hingga dapat bersifat menolak jenis ulat

tertentu.

Hasil uji fitokimia terhadap ekstrak kental metanol biji pepaya diketahui

mengandung senyawa metabolit sekunder golongan triterpenoid, flavonoid, alkaloid

dan saponin. Secara kualitatif, berdasarkan terbentuknya endapan atau intensitas

warna yang dihasilkan dengan pereaksi uji fitokimia, diketahui bahwa kandungan

senyawa metabolit sekunder golongan triterpenoid merupakan komponen utama biji

pepaya (Sukadana et al., 2007). Senyawa steroid dalam tumbuhan berupa alkohol

dengan gugus hidroksil pada C-3, seringkali semuanya disebut sterol. Senyawa ini

sering terdapat tidak bebas tetapi sebagai turunan senyawa yang lebih rumit seperti

(39)

4.2 Hasil Gambaran Morfologi Hati

Hasil pengamatan gambaran morfologi hati kelompok kontrol dan perlakuan dapat

dilihat pada Tabel 4.2

Tabel 4.2 Gambaran morfologi hati kelompok kontrol dan perlakuan

Minggu Kontrol Perlakuan

T0

Warna merah kecoklatan, Permukaan licin dan halus

(K0)

Warna merah kecoklatan, Permukaan licin dan halus (P0)

T1

Warna merah pucat,

Permukaan licin serta halus (K1)

Warna merah sedikit lebih pucat, Serta permukaan licin dan halus (P1)

T2

Warna merah kecoklatan, Permukaan licin dan halus (K2)

Warna merah gelap, permukaan Halus dan licin

(P2)

T3

Warna merah kecoklatan, Permukaan halus dan licin (K3)

Warna merah, sedikit lebih pucat, Dan permukaan berbintik-bintik (P3)

T4

Warna merah kecoklatan, Permukaan licin dan halus (K4)

Warna merah kecoklatan, dan Permukaan licin dan halus (P4)

(40)

Gambaran morfologi antara kelompok kontrol dan perlakuan memiliki warna dan

bentuk permukaan yang tidak berbeda. Namun pada P1 dan P3 mengalami perubahan

warna yaitu merah pucat dengan permukaan hati berbintik. Perubahan morfologi dapat

disebabkan karena perubahan fisiologi dan struktur mikroskopik hati. Penilaian

disebut normal bila permukaan hati halus dan licin serta warna hati merah kecoklatan,

sedangkan yang abnormal ditandai dengan permukaan berupa jaringan ikat, kista

kecil, dan perubahan warna.

Pada umumnya perubahan morfologi sulit diukur (Lu, 1994), Kerusakan sel

tergantung intensitas pemaparan, dengan perubahan sedikit dan mungkin tidak tampak

perubahan morfologi maupun fungsi hati. Akan tetapi, apabila paparan menjadi lebih

kuat dan intensitas meningkat, maka akan menyebabkan terjadi perubahan morfologi

maupun fungsi dalam sel (Darjono et al., 2001).

4.3 Ultrastruktur Hati Mencit (Mus musculus L.)

Pengamatan histologi hepatosit menggunakan mikroskop pada perbesaran 400x.

Pengamatan dilakukan dengan melihat sel hepatosit yang abnormal. Dikatakan

abnormal apabila sel hepatosit terdapat perlemakan (steatosis), degenerasi vakuola

(hidrofik), dan nekrosis. Menurut Lu (1994), toksikan dapat menyebabkan berbagai

jenis efek toksik pada berbagai organel dalam sel hati dan menyebabkan berbagai

jenis kerusakan hati seperti perlemakan hati, nekrosis hati, kolestasis, dan sirosis.

4.3.1 Kerusakan Hati Berupa Nekrosis

Secara statistik pada kelompok perlakuan setelah dilakukan uji normalitas dan uji

homogenitas varians menunjukkan bahwa data berdistribusi normal p>0,05, maka

dilanjutkan dengan uji Oneway annova. Karena data berdistribusi normal p>0,05

maka dilanjutkan dengan uji analisis Post Hoc-Bonferroni taraf 5%. Persentase

kerusakan hati berupa nekrosis kelompok kontrol dan perlakuan ditunjukkan pada

(41)

Gambar 4.3.1 Persentase nekrosis sel hati mencit (Mus musculus L.) antara kelompok kontrol (K) dan perlakuan (P), tn= tidak berbeda nyata pada taraf 5%, *= berbeda nyata pada taraf 5%

Gambar 4.3.1 menunjukkan bahwa pada minggu ke 0 (K0P0) sel nekrosis tidak

berbeda nyata antara kontrol dan perlakuan sedangkan pada minggu ke 6 (K1P1),

minggu ke 12 (K2P2), minggu ke 18 (K3P3), dan minggu ke 24 (K4P4) sel nekrosis

berbeda nyata antara kontrol dan perlakuan yaitu meningkatnya kerusakan hati berupa

nekrosis pada kelompok perlakuan. Persentase tertinggi sel nekrosis terdapat pada

kelompok perlakuan minggu ke 12 (P2). Hal ini diduga karena lamanya paparan

pemberian ekstrak biji pepaya yang mengandung alkaloid. Intensitas ekstrak air biji

pepaya yang diberikan secara terus menerus akan menyebabkan proses detoksifikasi

sehingga menyebabkan senyawa metabolit dapat bereaksi dengan unsur sel dan

menyebabkan kematian sel. Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan

oleh Robbins & Kumar (1992), senyawa yang bersifat hepatotoksin dapat

menyebabkan gangguan pada jaringan hati, biasanya senyawa tersebut tergantung

pada dosis pemberian dan interval waktu pemberian.

Senyawa alkaloid sering bersifat racun (toksik) bagi manusia yang dapat

menunjukkan aktifitas fisiologi yang menonjol (Harborne 1987). Hati berfungsi

sebagai alat detoksifikasi terhadap bahan yang dicerna oleh usus termasuk obat-obatan

dan bahan toksik lainnya. Pemberian obat-obatan yang berlebihan dan bahan toksik

yang dimakan tanpa disadari dapat menimbulkan kelainan patologik perenkim hati

(42)

Gambar 4.3.2 Histologi hati mencit kontrol pewarnaan Hematoxylin-Eosin, perbesaran 400x, a. Vena sentralis b. Sinusoid c. Hepatosit d. Nukleus

Gambar 4.3.3 Histologi hati mencit pewarnaan Hematoxylin-Eosin, 400x a. Vena sentralis b. Hepatosit c. Nekrosis

Menurut Lu (1994), nekrosis hati merupakan suatu manifestasi toksik yang

berbahaya tetapi tidak selalu kritis karena hati mempunyai kapasitas pertumbuhan

kembali yang luar biasa. Menurut Robbin & Kumar (1992), nekrosis merupakan

kematian sel hati atau hepatosit. Kematian ini dapat bersifat sentral atau perifer serta

massif. Dua proses penting yang menunjukkan perubahan nekrosis adalah: pencernaan

sel oleh enzim dan denaturasi protein.

Menurut Himawan (1992), menyebutkan bahwa nekrosis dapat disebabkan

oleh bermacam-macam agensia etiologi dan dapat menyebabkan kematian dalam

beberapa hari. Diantara agen penyebabnya yaitu racun, inshekmi; terjadi karena suplai

a

c a

b

d c

(43)

oksigen dan makanan untuk alat tubuh yang terputus dan gangguan metabolik

(biasanya pada metabolisme protein), infeksi virus yang menyebabkan bentuk

fluminan atau maligna hepatitis virus. Menurut Junqueira & Carneiro (2007), hati

mempunyai kemampuan untuk meregenerasi sel yang mengalami kerusakan, pada

tikus hati dapat meregenerasi kehilangan 75% beratnya dalam satu bulan. Menurut

Robbin & Kumar (1992), sel akan mengalami proliferasi dan regenerasi untuk

mengganti sel-sel yang lepas dan mati.

4.3.2 Kerusakan Hati Berupa Steatosis

Pengamatan steatosis hati dapat dilihat pada Gambar 4.3.4

Gambar 4.3.4 Persentase steatosis sel hati mencit (Mus musculus L.) antara

kelompok kontrol (K) dan perlakuan (P), tn= tidak berbeda nyata pada taraf 5%, *= berbeda nyata pada taraf 5%

Gambar 4.3.4 setelah dilakukan uji statistik menunjukan bahwa pada kelompok

kontrol dan perlakuan minggu ke 0 (K0P0) , minggu ke 12 (K2P2) dan minggu ke 24

(K4P4) tidak berbeda nyata pada pengamatan steatosis hati. Namun demikian tidak

untuk minggu ke 6 (K1P1) dan minggu ke 18 (K3P3). Kerusakan sel hati berupa

steatosis (Gambar 4.3.5) yang tinggi terjadi pada minggu ke 6, kemungkinan hal ini

disebabkan oleh pemberian ekstrak biji pepaya yang mengandung alkaloid dapat

(44)

penelitian yang dilakukan oleh Dewi & Saraswati (2009), faktor-faktor yang

mempengaruhi kerja zat diantaranya adalah dosis dan pemasukkan yang berulang.

Dosis yang berlebih dan pemasukan yang berulang berpotensi menyebabkan

kerusakan pada organ tubuh terutama hati yang berperan sebagai detoksifikasi.

Kerusakan pada sel hepatosit menyebabkan terjadinya perubahan struktur sel dan

gangguan pada fungsi sel tersebut.

Gambar 4.3.5 Histologi hati mencit pewarnaan Hematoksilin-Eosin, 400x, a. Vena sentralis b. Hepatosit c. Steatosis

Menurut Lu (1992), perlemakan hati adalah hati yang mengandung berat lipid

lebih dari 5%. Beberapa toksikan dapat menyebabkan banyaknya butiran lemak kecil

dalam suatu sel, sementara toksikan lainnya seperti etanol, menyebabkan butiran

lemak besar yang menggantikan inti. Meskipun berbagai toksikan itu akhirnya

menyebabkan penimbunan lipid dalam hati, mekanisme yang mendasarinya beragam.

Mekanisme yang paling umum adalah rusaknya pelepasan trigliserida hati ke plasma.

Menurut Sutisna (1973), perubahan berlemak merupakan penimbunan abnormal.

Beberapa mekanisme pada taraf sel terkait dalam pembentukan perlemakan yaitu

pengangkutan lemak dari tepi hati yang bertambah, sintesis lipoprotein yang

berkurang akibat berkurangnya mobilisasi lemak dari hati, penggunaan lemak dalam

sel hati yang berkurang, dan sintesis lemak dalam sel hati yang bertambah. Menurut

Plaa, 1986 dalam Oktavianti et al., 2005, pada kondisi normal lemak diambil dalam

bentuk asam lemak melalui pinositosis. Asam lemak disintesis menjadi trigliserida,

memiliki jumlah bunga lebih banyak dibandingkan dengan kontrol, namun pada

a b

(45)

terikat pada fosfolipid dan protein kemudian diangkut oleh darah sebagai lipoprotein.

Menurut Robbin & Kumar (1992), dalam keadaan normal lemak diangkut ke hati dari

jaringan adiposa dan dari makanan. Dari jaringan adiposa, lemak dilepas dan diangkut

hanya dalam bentuk asam lemak bebas. Lemak makanan diangkut sebagai partikel

lemak yang terdiri dari trigliserida, fosfolipid dan protein.

4.3.3 Kerusakan Hati Berupa Degenerasi Hidrofik

Pengamatan terhadap degenerasi hidrofik hati dapat dilihat pada Gambar 4.3.6

Gambar 4.3.6 Persentase degenerasi hidrofik sel hati mencit (Mus musculus L.)

antara kelompok kontrol (K) dan perlakuan (P), tn= tidak berbeda nyata pada taraf 5%, *= berbeda nyata pada taraf 5%

Pada kelompok kontrol dan perlakuan disetiap minggu pengamatan, hasil uji statistik

menunjukkan bahwa antara kelompok kontrol dan perlakuan K0P0, K1P1 dan K4P4

tidak berbeda nyata, sedangkan kelompok kontrol dan perlakuan K2P2, K3P3 berbeda

nyata terhadap sel yang mengalami degenerasi hidrofik. Kerusakan sel hati berupa

degenerasi hidrofik (Gambar 4.3.7) tertinggi pada perlakuan minggu ke 18 (P3), hal

ini diduga oleh pengaruh pemberian kombinasi ekstrak biji pepaya dan TU yang terus

menerus dengan menyebabkan gangguan metabolisme hati, sehingga membentuk

vakuola pada sel hati. Vakuola yang terbentuk pada sel hati ini menyebabkan sel hati

menjadi bengkak. Menurut Ariens et al., (1993), dosis ditentukan oleh kosentrasi dan

lamanya eksposisi zat yang diberikan. Keberadaan suatu bahan yang bersifat toksik

(46)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Oktavianti et al., (2005),

degenerasi hidrofik yang merupakan perubahan awal dari sel yang mengalami

patogenesis. Akumulasi air ini dapat terjadi antara lain karena faktor mekanik dan

pengaruh toksik akibat bahan-bahan kimia dan obat-obatan. Menurut Himawan

(1992), pembengkakan tidak terjadi pada retikulum endoplasma dan mitokondria

tetapi air juga mengumpul dalam rongga-rongga sel. Secara mikroskopik tampak

vakuola-vakuola jernih tersebar di sitoplasma. Kadang-kadang vakuola kecil-kecil

bersatu membentuk vakuola lebih besar sehingga inti sel terdesak kepinggir.

Menurut Tambunan (1994), degenerasi hidrofik yaitu satu atau sekelompok sel

yang membengkak, sitoplasma jernih berbentuk balon dan kadang-kadang disebut

degenerasi balon. Kelainan ini ada hubungannya dengan gangguan fungsi hati dan

kemungkinan dan sifatnya reversible. Menurut Underwood (1999), perubahan

hidrofik umumnya merupakan akibat adanya gangguan metabolisme seperti hipoksia

atau keracunan bahan kimia. Perubahan ini reversible, walaupun dapat pula berubah

menjadi irreversible apabila penyebab cederanya menetap.

Gambar 4.3.7. Histologi hati mencit pewarnaan Hematoksilin-Eosin, 400x, a. Vena sentralis b. Hepatosit c. Degenerasi Hidrofik

Menurut Sutisna (1973), degenerasi hidrofik mendahului nekrosis dan masih

bersifat reversibel. Menurut Tambunan (1994), degenerasi hidrofik merupakan suatu

kelompok atau satu sel hepatosit yang membengkak, sitoplasma jernih berbentuk

balon yang masih bersifat bolak balik. Menurut Anderson (1992), kehilangan jaringan

a

(47)

hati akibat kerja zat-zat toksik memacu suatu mekanisme yang menyebabkan sel-sel

hati mulai membelah dan hal ini terus berlangsung sampai perbaikan massa jaringan

semula tercapai. Menurut Oktavianti et al., (2005), degenerasi sel menyebabkan

terjadinya perubahan susunan sel, karena sel yang tidak mampu kembali ke keadaan

semula menyebabkan ruang kosong sehingga sinusoid melebar.

(48)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa

pemberian ekstrak air biji pepaya (Carica papaya L.) secara oral dengan dosis 30

mg/0,5 ml/ ekor/ mencit jantan setiap hari penyuntikan testosteron undekanoat (TU)

secara intra muscular (IM) dengan dosis 0,25 mg/0,1ml/ mencit jantan dengan interval

6 minggu dapat menimbulkan kerusakan histologi pada sel hati (hepatosit), dengan

kerusakan berupa nekrosis setelah minggu ke 12 pemberian, steatosis pada minggu 6,

dan degenerasi hidrofik pada minggu ke 18 pada mencit (Mus musculus L.) namun

tidak berpengaruh terhadap struktur morfologi hati tersebut.

5.2 Saran

Penelitian lanjutan dengan parameter pemeriksaan kadar SGOT dan kadar SGPT

Gambar

Gambar 1. Rumus Bangun Testosteron Undekanoat (TU)
Gambar 2. Skema lobulus hati, asini hati, dan lobulus porta. Lobulus hati terdiri dari vena sentralis (CV) dan dibatasi oleh garis yang menghubungkan celah porta (PS)
Gambar 3. Jadwal kegiatan pemberian TU + ekstrak air biji pepaya selama 24 minggu.
Tabel 4.1 Kandungan Senyawa Biji Pepaya (Carica papaya L.)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian yang telah dilakukan terhadap studi kandungan testosteron plasma, kuantitas dan kualitas spermatozoa mencit (Mus musculus L.) setelah pemberian

Ekstrak air buah pepaya ( Carica papaya L.) muda menyebabkan peningkatan pada kadar ALT plasma mencit, dan menyebabkan perubahan gambaran histopatologi hepar

diameter tubulus seminiferus terbaik adalah mimba dengan dosis 100 mg/kg BB dan Bagian ekstrak campuran biji pepaya (carica papaya L.) dan ekstrak daun mimba (Azadirachta

Pengujian senyawa antifertilitas dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa hewan coba, diantaranya mencit (Mus musculus L.). musculus L.) memiliki laju reproduksi yang

aquadest dan kemudian preparat dimasukkkan berturut-turut ke dalam alkohol 30, 40, 50, 60, 70, 80, dan 96%, alkohol absolut, dikeringkan dengan kertas tisu, selanjutnya

Pengujian senyawa antifertilitas dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa hewan coba, diantaranya mencit (Mus musculus L.). musculus L.) memiliki laju reproduksi yang

Kesimpulan penelitian ini adalah senyawa antifertilitas dalam biji pepaya (C. papaya L.) dengan pelarut air tidak mempengaruhi bobot anak dan induk mencit.. Kata kunci : Carica

Pembuatan ekstrak biji pepaya (Carica papaya) dilakukan di B2P2TO2T. Pemberian ekstrak biji pepaya dilakukan secara per oral satu kali sehari selama 10 hari