• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.2 Tokoh dan Penokohan

4.2.2 Tokoh dan Penokohan dalam Cerpen “Lintah”

 

merokok seperti saya. Tetapi ketika ia tidak di depan umum, saya tahu ia mengisap ganja, minum cognac, dan menyerempet cocaine lewat kedua lubang hidungnya yang selalu basah.

(Mereka Bilang, Saya Monyet!, hal. 8)

d. Laki-laki berkepala buaya

Laki-laki berkepala buaya adalah tokoh antagonis. Ia digambarkan oleh pengarang memiliki sikap yang mudah dikelabuhi atau mudah dipengaruhi. Ini tampak ketika tokoh saya iseng menulis secarik kertas kepadanya dan mengisyaratkan kepadanya untuk pergi ke kamar mandi. Sifat ini dinyatakan oleh pengarang dengan kutipan berikut.

Lalu saya mengedipkan mata kea rah laki-laki berkepala buaya di depan saya sambil mengisyaratkan untuk mengikuti saya ke kamar mandi.

(Mereka Bilang, Saya Monyet!, hal. 9)

e. Si Kepala Ular, Si Kepala Babi, Si Kepala Kuda, Si Kepala Sapi, dan Pelayan. Mereka merupakan tokoh tambahan, yang sedikit diceritakan dalam cerpen ini dan mendapat peranan yang sedikit pula. Perwatakan mereka pun tidak dipaparkan oleh pengarang dalam cerpen ini.

4.2.2Tokoh dan Penokohan dalam cerpen “Lintah”

Tokoh-tokoh dalam cerpen ini adalah Saya (Maha), Ibu, dan Lintah (pacar ibu). Berikut penjabaran watak-watak tokoh tersebut

   

Maha dalam cerpen “Lintah” merupakan tokoh utama dan tokoh protagonis. Maha adalah penyayang binatang, tetapi ia sangat membenci lintah. Lintah adalah nama yang ia berikan kepada pacar dari ibunya. Maha banyak mengalami penceritaan dalam cerpen ini, dan mengalami ketidakpuasan serta penindasan yang dilakukan oleh Ibu dan Lintah. Penggarang menggambarkan tokoh Maha sebagai tokoh yang mau mengalah, ini terlihat dalam kutipan berikut

Bahkan ia sering kedapatan sedang pulas tertidur di atas tempat tidur saya, dan tentunya membuat saya menggurungkan niat untuk beristirahat.

(Lintah, hal. 12) Tapi ibu langsung melompat dari duduknya dan menempeleng muka

saya.

(Lintah, Hal. 14)

Maha juga digambarkan sebagai pribadi yang memiliki sifat ingin tahu atau penasaran. Ia penasaran terhadap apa yang dilakukan oleh Ibunya dan Lintah di kamar, setiap Ibu pulang kerja. Ini terlihat dalam kutipan berikut

Pada suatu hari Minggu, keingintahuan saya mendadak kuat. Saya mengintip dari sela-sela tirai yang sedikit terbuka ke dalam kamar ibu. Dan saya sangat kaget melihat seekor ular yang merah menyala. Lidahnya menjulur keluar dan liurnya menetes ke bawah.

(Lintah, hal. 12)

b. Ibu

Ibu dalam cerpen ini merupakan seorang janda, yang memiliki seorang anak perempuan dan juga memiliki seorang laki-laki simpanan (Lintah). Ibu merupakan seorang penyanyi. Ibu adalah tokoh antagonis, yang memiliki sifat

   

kurang terpuji dan bertentangan dengan tokoh utama. Watak Ibu dalam cerpen ini ialah sebagai seseorang yang tidak pengertian. Ini terlihat dalam kutipan berikut

Tentu saja saya mual dengan pemandangan ini. Namun ibu tidak mau mengarti. Kalau saya tidak kuasa lagi menghabiskan makanan yang masih tersisa, ibu akan memaki dan memaksa saya untuk menuntaskannya.

(Lintah, hal. 13)

Ibu juga digambarkan dengan sosok seorang yang kasar yaitu suka memukul dan selalu membela Lintah. Ini terjadi ketika Maha ingin menciderai Lintah dengan menyemprotkan obat serangga. Saat itu juga Ibu datang dan langsung memukulinya. Ini terlihat dalam kutipan berikut

Saya pernah mencoba pura-pura terganggu nyamuk dan menyemprotkan obat serangga keseluruh ruangan dengan harapan racun serangga itu dapat membunuh lintah. Tapi ibu langsung melompat dari duduknya dan menempeleng muka saya.

(Lintah, hal. 14)

Selain sifat di atas, Ibu juga memiliki sifat sebagai seorang yang pandai merayu. Hal ini dilakukan oleh Ibu agar Maha tidak lagi membanci Lintah dan dapat menerima keberadaan Lintah di rumah mereka. Ini terlihat dalam kutipan berikut

Ibu membelikan saya berbagai macam barang yang tidak ingin saya punyai. Saya hanya ingin ibu berpisah dengan lintah. Mungkin barang-barang yang ibu belikan untuk saya semata-mata rayuan supaya saya tidak lagi membicarakan lintah.

   

c. Lintah

Lintah merupakan pria simpanan ibu. Tetapi keberadaan Lintah di rumah tidak pernah disukai oleh Maha, karena tingkahnya yang buruk dan tidak sopan. Ia merupakan tokoh antagonis, yang memiliki watak kurang baik, dan bertentangan dengan tokoh protagonis. Lintah di dalam cerpen ini digambarkan sebagai tokoh yang memiliki sifat egois, ini terlihat dalam kutipan berikut

Sepulang sekolah, sering saya temui lintah itu duduk di sofa ruang tamu kami. Kadang ia menggangu saya ketika sedang menonton televisi dengan mengganti saluran dengan seenak hati.

(Lintah, hal. 12)

Selain itu, Lintah juga memiliki sifat pandai menarik perhatian, dalam hal ini menarik perhatian Ibu. Dengan demikian, ibu sangat sayang terhadap Lintah dibandingkan dengan Maha anaknya sendiri. Ini terlihat dalam kutipan berikut

Yah…lintah ini memang sangat pandai menarik perhatian ibu. Setiap ibu pulang kerja, lintah duduk manis di dalam rumahnya. Lalu ibu akan mengecup mesra dan membawanya masuk ke dalam kamar.

(Lintah, hal. 12)

4.2.3Tokoh dan Penokohan dalam cerpen “Melukis Jendela”

Tokoh-tokoh dalam novel ini ialah Mayra, Ayah Mayra, Anton, Ibu, wanita simpanan ayah, dan Bi Inah. Penjabaran tokoh-tokoh dijelaskan sebagai berikut

a. Mayra

Mayra dalam cerpen ini merupakan tokoh utama, yang diutamakan penceritaannya dalam cerpen. Ia mengambil bagian terbesar dalam peristiwa dari

   

awal hingga akhir cerita. Kehidupannya dihabiskan dengan melukis, karena lewat lukisan ia mendapatkan imajinasi tentang sosok ayah dan ibunya, serta kebebasannya.

Oleh pengarang, ia gambarkan sebagai seorang gadis kecil yang tidak mau ditindas oleh teman laki-lakinya di sekolah. Ini terlihat dalam kutipan berikut

“Kalian tidak akan bisa menyentuh saya hari ini” teriak Mayra. “Kenapa manis…kenapa kami tidak bisa menyentuhmu hari ini?” “Karena Ibu saya mengatakan begitu!”.

(Melukis Jendela, hal.32)

Sebagai anak kecil, ia juga senang menyendiri. Karena sejak kecil ia sudah kehilangan ibunya, sedangkan ayahnya pun sangat sibuk dengan urusan pekerjaan. Keadaanlah yang membuatnya demikian. Sikapnya yang lain yaitu tidak terbuka terhadap ayahnya tentang masalah-masalah yang ia hadapi baik di rumah maupun di sekolah. Ini terlihat dalam kutipan berikut

Sebagai anak tunggal, ia menghabiskan banyak waktu hanya dengan melamun tanpa seorang pun untuk diajak bicara.

(Melukis Jendela, hal. 31)

Ayahnya marah besar dan memindahkan Mayra ke sekolah lain dengan alasan malu. Mayra tidak pernah menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.

   

b. Ayah Mayra

Ayah merupakan tokoh tambahan. Ia terlalu sibuk dengan pekerjaan, waktunya dihabiskan dengan urusan kantor, sehingga jarang berada di rumah. Ini menyebabkan Mayra kurang mendapat perhatian serta kasih sayang dari sang ayah.

Kamar ayah tidak tertutup. Kembali rasa lega menyelinap didalam dada. Ia mengintip ke dalam. Ranjang ayah teratur rapi, namun tidak ada ayah. Tidak ada wanita muda itu lagi. Lampu kamar mandi ayah bersinar terang, suara air mengucur terdengar dari dalam. Mayra membuka pintu kamar mandi Ayah perlahan dan hanya menemuka Bi Inah yang sedang membersihkan kamar mandi.

(Melukis Jendela, hal. 37)

c. Anton dan kawan-kawan

Mereka merupakan tokoh antagonis, yang selalu bertentangan dengan tokoh utama yaitu Mayra. Mereka adalah teman sekolah Mayra yang selalu mengejek dan melakukan pelecehan terhadap dirinya, sehingga menyebabkan teror dalam dirinya setiap berangkat ke sekolah.

Ia berkeluh kesah tentang teman-teman prianya di sekolah yang kerap meraba-raba panyudara dan kemaluannya sehingga menyebabkan teror dalam dirinya setiap berangkat ke sekolah.

(Melukis Jendela, hal.31-32) Aku mau liat ibu mu, pasti ibumu yang menurunkan kecantikan kepadamu. Biar kami garap sekalian!” mereka kembali tertawa sambil memegangi perut.

   

d. Ibu, Wanita simpanan ayah dan Bi Inah

Ibu merupakan tokoh tambahan, karena sebenarnya Ibu sudah tidak ada. Tetapi, Mayra merasakan sosok seorang Ibu, lewat lukisan Ibu yang dibuat berdasarkan imajinasinya.

Bi Inah adalah pembantu di rumah Mayra. ia juga merupakan tokoh tambahan karena intensitas kemunculannya dalam cerpen relatif sedikit dan penggambaran wataknya pun tidak ada.

Wanita simpanan ayah juga merupakan tokoh tambahan, karena sedikit sekali diceritakan dalam cerpen ini, dan wataknya pun tidak dipaparkan dalam cerpen.

4.3. Latar

Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan ( Abrams via Nurgiyantoro, 2007: 216). Sedangkan menurut Menurut Sudjiman (1991: 46), latar secara sederhana adalah segala keterangan, petunjuk, pengacauan, yang berkaitan dengan waktu, ruang dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra. Latar dalam kumpulan cerpen Mereka, Bilang, Saya Monyet! karya Djenar Maesa Ayu, meliputi tiga unsur, yaitu tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial.

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.

   

Sedangkan latar sosial, menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan prilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.

Dokumen terkait