• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2.2 Kajian Teori

2.2.1 Struktur Karya Sastra

2.2.1.1 Tokoh dan Penokohan

Tokoh cerita (character), menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2007:165), adalah orang(-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Sudjiman (1988:16) dalam bukunya Memahami Cerita Rekaan mengartikan tokoh sebagai individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauan, seorang tokoh dapat saja dikategorikan ke dalam tiga jenis (Nurgiyantoro, 2007:176-183). Pertama, berdasarkan tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita. Kedua, berdasarkan fungsi penampilan tokoh. Ketiga, berdasarkan perwatakannya.

Berdasarkan tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, tokoh dibedakan menjadi:

a. Tokoh Utama

Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Menurut Sudjiman (1988:18) kriteria yang digunakan untuk menentukan tokoh utama bukan frekuensi kemunculan tokoh itu di dalam cerita, melainkan intensitas keterlibatan tokoh dalam peristiwa-peristiwa yang membangun cerita. Sejalan dengan pendapat Sayuti (2000:74) yang mengungkapkan tiga cara untuk menentukan tokoh utama atau sentral. Pertama, tokoh itu yang paling terlibat

dengan makna atau tema. Kedua, tokoh itu yang paling banyak berhubungan dengan tokoh lain. Kedua, tokoh itu yang paling banyak membutuhkan waktu penceritaan.

b. Tokoh Tambahan

Tokoh tambahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk mendukung tokoh utama (Wahyuningtyas & Santoso, 2011:3).

Berdasarkan fungsi penampilan tokoh, tokoh dibedakan menjadi:

a. Tokoh Protagonis

Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi—yang salah satu jenisnya secara popular disebut hero—tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita (Altenbernd& Lewis dalam Nurgiyantoro, 2007:178). Menurut Sudjiman (1988:18), tokoh protagonis selalu menjadi tokoh yang sentral dalam cerita.

b. Tokoh Antagonis

Tokoh antagonis adalah tokoh penyebab terjadinya konflik (Nurgiyantoro, 2007:179). Sudjiman (1988:19) berpendapat bahwa tokoh yang merupakan penentang utama dari tokoh protagonis disebut antagonis atau tokoh lawan. Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan menjadi:

a. Tokoh Sederhana

Tokoh sederhana dalam bentuknya yang asli, adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat-watak yang tertentu saja (Nurgiyantoro, 2007:181-182). Dalam bukunya yang berjudul Memahami

Cerita Rekaan, Sudjiman (1988) menyebut tokoh sederhana sebagai tokoh datar. Tokoh datar menurutnya adalah tokoh yang bersifat statis; di dalam perkembangan lakuan, watak tokoh itu sedikit sekali berubah, bahkan ada kalanya tidak berubah sama sekali.

b. Tokoh Bulat

Tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki dan diungkapkan berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya (Nurgiyantoro, 2007:183). Sejalan dengan pendapat Sudjiman (1988:21), jika tokoh memiliki lebih dari satu ciri segi watak yang ditampilkan atau digarap di dalam cerita sehingga tokoh itu dapat dibeda-bedakan dari tokoh- tokoh yang lain, maka tokoh itu disebut tokoh bulat atau tokoh kompleks. Peneliti akan membahas jenis tokoh berdasarkan tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita dan berdasarkan fungsi penampilan tokoh. Hal tersebut dilakukan karena penelitian ini memfokuskan pada analisis masalah kemiskinan dalam novel 9 Summers 10 Autumns:Dari Kota Apel ke The Big Apple dan kedua jenis tokoh tersebut sudah cukup membantu peneliti untuk menganalisis masalah kemiskinan tersebut.

Dalam sub-bab ini juga akan dibahas mengenai penokohan untuk memberi penjelasan pada jenis tokoh berdasarkan fungsi penampilan tokoh, yaitu tokoh protagonis dan tokoh antagonis dan untuk membantu peneliti menganalisis masalah kemiskinan dalam novel 9 Summers 10 Autumns:Dari Kota Apel ke The Big Apple. Secara garis besar teknik pelukisan tokoh dalam suatu karya—atau pelukisan sifat, sikap, watak, tingkah laku, dan berbagai hal lain yang

berhubungan dengan jati diri tokoh dapat dibedakan ke dalam dua cara atau teknik, yaitu teknik penjelasan, ekspositori dan teknik dramatik atau istilah lainnya pelukisan secara langsung dan pelukisan secara tidak langsung (Nurgiyantoro, 1995). Berikut penjelasan kedua teknik tersebut.

a. Teknik Ekspositori

Teknik pelukisan tokoh ini memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang ke hadapan pembaca secara tidak berbelit-belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi kediriannya, yang mungkin berupa sikap, sifat, watak, tingkah laku, atau bahkan juga ciri fisiknya. Biasanya hal tersebut terungkap dalam tahap perkenalan.

b. Teknik Dramatik

Penampilan tokoh cerita, dalam teknik dramatik, artinya mirip dengan yang ditampilkan pada drama, dilakukan secara tak langsung. Pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan para tokoh cerita untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal lewat kata maupun nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan juga melaui peristiwa yang terjadi. Wujud penggambaran teknik dramatik dapat dilakukan dengan sejumlah teknik. Berbagai teknik yang dimaksud sebagian di antaranya akan dikemukakan berikut.

(1) Teknik Cakapan

Percakapan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh cerita biasanya juga dimaksudkan untuk menggambarkan sifat-sifat tokoh yang bersangkutan. Namun tidak semua percakapan mampu mencerminkan kedirian tokoh hanya percakapan yang baik, efektif, dan fungsional yang mampu menunjukkan perkembangan plot dan sekaligus mencerminkan sifat kedirian tokoh.

(2) Teknik Tingkah Laku

Teknik tingkah laku menyaran pada tindakan yang bersifat nonverbal, fisik. Wujud tindakan dan tingkah laku menunjukkan reaksi, tanggapan, sifat, dan sikap yang mencerminkan sifat-sifat kediriannya meskipun tidak semua tingkah laku yang dilakukan tokoh dapat mencerminkan hal tersebut.

(3) Teknik Pikiran dan Perasaan

Keadaan dan jalan pikiran serta perasaan yang melintas di dalam pikiran dan perasaan, serta apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh tokoh, dalam banyak hal akan mencerminkan sifat sifat kedirian tokoh tersebut. Perbuatan dan kata-kata merupakan wujud konkret tingkah laku pikiran dan perasaan. Meskipun tidak semua pikiran dan perasaan diwujudkan secara konret dalam bentuk perbuatan dan kata-kata.

(4) Teknik Arus Kesadaran

Arus kesadaran merupakan sebuah teknik narasi yang berusaha menangkap pandangan dan aliran proses mental tokoh, di mana

tanggapan indera bercampur dengan kesadaran dan ketidaksadaran pikiran, perasaan, ingatan, harapan, dan asosiasi-asosiasi acak (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995:206). Arus kesadaran sering disamakan dengan interior monologue, monolog batin. Monolog batin, percakapan yang hanya terjadi dalam diri sendiri, yang umumnya ditampilan dengan

gaya “aku”, berusaha menangkap kehidupan batin, urutan suasana

kehidupan batin, pikiran, perasaan, emosi, tanggapan, kenangan, nafsu, dan sebagainya.

(5) Teknik Reaksi Tokoh

Teknik reaksi tokoh dimaksudkan sebagai reaksi tokoh terhadap suatu kejadian, masalah, keadaan, kata, dan sikap-tingkah-laku orang lain, dan sebagainya yang berupa “rangsang” dari luar diri tokoh yang bersangkutan.

(6) Teknik Reaksi Tokoh Lain

Reaksi tokoh(-tokoh) lain dimaksudkan sebagai reaksi yang diberikan oleh tokoh lain terhadap tokoh utama, atau tokoh yang dipelajari kediriannya, yang berupa pandangan, pendapat, sikap, komentar, dan lain-lain. Penilaian kedirian tokoh (utama) diceritakan oleh tokoh-tokoh cerita yang lain dalam sebuah karya.

(7) Teknik Pelukisan Latar

Suasana latar (tempat) sekitar tokoh sering dipakai untuk melukiskan kediriannya. Pelukisan suasana latar dapat lebih mengitensifkan sifat kedirian tokoh seperti yang telah diungkapkan dengan berbagai teknik

yang lain. Keadaan latar tertentu dapat menimbulkan kesan yang tertentu di pihak pembaca.

(8) Teknik Pelukisan Fisik

Keadaan fisik seseorang sering berkaitan dengan keadaan kejiwaannya, atau paling tidak, pengarang sengaja mencari dan memperhubungkan adanya keterkaitan itu. Keadaan fisik tokoh perlu dilukiskan, terutama jika ia memiliki bentuk fisik khas sehingga pembaca dapat menggambarkan secara imajinatif.

Adapun pendapat berdasarkan Aminudin dalam Siswanto (2008:145) menyebutkan beberapa cara memahami watak tokoh, yaitu: a) melalui tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya, b) gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupannya maupun caranya berpakaian, c) menunjukkan bagaimana perilakunya, d) melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri, e) memahami jalan pikirannya, f) melihat bagaimanakah tokoh lain berbincang tentangnya, g) melihat tokoh lain berbincang dengannya, h) melihat bagaimanakah tokoh-tokoh yang lain itu member reaksi terhadapnya, dan i) melihat bagaimanakah tokoh itu mereaksi dalam yang lain.

Dokumen terkait