• Tidak ada hasil yang ditemukan

1995) hingga dapat menuju target organ. Selain hal tersebut kadmium yang bersifat akumulatif maka diperlukan dosis tertentu untuk dapat menimbulkan suatu efek terhadap target organ. Fase toksikokinetik adalah sebagai berikut (Hartono, 2013):

Polutan Absorpsi Distibusi Biotransformasi

Metabolisme Ekskresi Fisika Kimia Biologi Dermal Ingesti Inhalasi Sirkulasi Penyimpanan Urin Feses Respirasi Keringat Bagan 2.1 Fase Toksikokinetik

7. Toksikodinamik Kadmium

Toksikodinamik adalah ultimate toxicant (molekul yang akan bereaksi dengan molekul sasaran dan menyebabkan perubahan fungsi fisiologis) (C.H.Walker et al., 2001). Fase ini terjadi setelah toksikokinetik. Secara umum toksikodinamik merupakan interaksi antara polutan dengan reseptor pada suatu organ sehingga menimbulkan efek toksik. Kebanyakan efek toksik akan mengalami fase repair dulu (sifat toksik muncul jika repairnya gagal) (Jerrold B. Leikin and Frank P. Paloucek, 2008). Toksikodinamik digunakan untuk mendeteksi berbagai efek kerusakan suatu polutan pada fungsi vital.

Toksikodinamik yang terjadi pada kadmium menuju organ target yaitu ginjal, hati dan sistem reproduksi sehingga menimbulkan efek toksik pada organ target tersebut. Waktu yang dibutuhkan logam kadmium dalam fase toksikodinamik (hingga menimbulkan efek toksik pada organ target) adalah 10-30 tahun (Darmono, 1995).

8. Biomagnifikasi Kadmium

Biomagnifikasi adalah kecenderungan peningkatan kadar bahan kimia seiring peningkatan level trofik pada jaringan atau rantai makanan. Biomagnifikasi melibatkan rantai makanan sebagai penghubungnya. Pada biomagnifikasi, terlihat adanya peningkatan konsentrasi bahan kimia pada tiap tingkatan trofik, jadi semakin tinggi tingkatan trofiknya akan diikuti peningkatan kadar bahan kimia tersebut (Puspitasari, 2007 ).

Tingakatan biota dalam sistem rantai makanan turut menentukan jumlah Cd yang terakumulasi. Dimana pada biota yang lebih tinggi stratanya akan ditemukan akumulasi Cd yang lebih banyak, sedangkan pada biota top level merupakan tempat akumulasi yang paling besar. Bila jumlah Cd yang masuk tersebut telah melebihi nilai ambang maka biota dari satu level atau strata tersebut akan mengalami kematian atau kemusnahan. Keadaan inilah yang menyebabkan kehancuran suatu tatanan sistem lingkungan (ekosistem) (Puspitasari, 2007 ).

Pada biota yang tahan terhadap Cd, logam ini diserap oleh biota laut diserap melalui insang dan saluran pencernaan, tertimbun dalam jaringannya, dan mengalami proses biotransformasi dan bioakumulasi (Palar, 1994). Apabila kerang dengan kadar logam Cd tinggi dikonsumsi manusia, maka dalam tubuh manusia akan terjadi proses biomagnifikasi, dan suatu saat dapat mengganggu fungsi organ tubuh manusia, tergantung pada toleransi masing-masing individu.

Fenomena biomagnifikasi ini berimplikasi pada manusia karena manusia menduduki posisi puncak tingkat trofik pada hampir semua rantai makanan dalam ekosistem. Jadi dengan demikian, manusia adalah makhluk yang menanggung risiko biomagnifikasi paling tinggi.

9. Bioakumulasi Kadmium

Bioakumulasi merupakan suatu proses dimana substansi kimia mempengaruhi makhluk hidup dan ditandai dengan peningkatan

konsentrasi bahan kimia di tubuh organisme dibandingkan dengan konsentrasi bahan kimia itu di lingkungan. Karena penyerapan bahan kimia ini lebih cepat daripada proses metabolisme dan ekskresi tubuh organisme, maka bahan-bahan kimia ini akan terakumulasi di dalam tubuh. Konsentrasi polutan yang diikuti perpindahan dari lingkungan ke organisme pertama pada rantai makanan (Jaluis et al., 2008). Proses bioakumulasi melibatkan tahap-tahap antara lain (Puspitasari, 2007 ):

a. Pengambilan (Uptake), yaitu masuknya bahan-bahan kimia (melalui pernafasan, atau adsorbsi melalui kulit, pada ikan biasanya dapat melalui insang)

b. Penyimpanan (Storage), yaitu penyimpanan sementara di jaringan tubuh atau organ. Kadar bahan kimia ini akan terus bertambah di dalam tubuh organisme dan bila kadarnya sampai melebihi kadar bahan tersebut di lingkungan (air atau udara) maka proses bioakumulasi telah terjadi; dan

c. Eliminasi, dapat berupa pemecahan bahan kimia menjadi senyawa yang lebih sederhana, dapat dilakukan dengan proses biologik disebut metabolisme.

C. Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 876 Tahun 2001, analisis risiko kesehatan lingkungan merupakan suatu pendekatan untuk mencermati potensi besarnya risiko yang dimulai dengan mendiskripsikan

masalah lingkungan yang telah dikenal dan melibatkan penetapan risiko pada kesehatan manusia yang berkaitan dengan masalah lingkungan yang bersangkutan (Depkes RI, 2012). Analisis risiko kesehatan biasanya berhubungan dengan masalah lingkungan saat ini atau di masa lalu.

Secara garis besarnya ARKL terdiri dari empat tahap kajian, yaitu identifikasi bahaya, analisis dosis-respon, analisis pemajanan dan karakterisasi risiko (IPCS, 2010). Manajemen risiko merupakan tindak lanjut setelah diketahui suatu populasi memiliki risiko terhadap suatu pajanan (Rahman et al., 2004).

a. Identifikasi Bahaya

Identifikasi bahaya atau hazard identification adalah

tahap awal ARKL untuk mengenali sumber risiko.

Informasinya bisa ditelusuri dari sumber dan penggunaan risk agent memakai pendekatan agent oriented (IPCS, 2010). Identifikasi bahaya juga bisa dilakukan dengan mengamati gejala dan penyakit yang berhubungan dengan tosksitas risk agent di masyarakat yang telah terkumpul dalam studi-studi sebelumnya, baik di wilayah kajian atau di tempat-tempat lain. Penelusuran seperti ini dikenal sebagai pendekatan disease oriented (WHO 1983).

b. Dosis Respon

Analisis dosis-respon disebut juga dose-response assessment atau toxicity assessment yaitu menetapkan nilai-nilai

kuantitatif toksisitas risk agent untuk setiap bentuk spesi kimianya (Rahman et al., 2004). Toksisitas dinyatakan sebagai

dosis referensi (reference dose, RfD) untuk efek

nonkarsinogenik dan Cancer Slope Factor (CSF) atau Cancer Unit Risk (CCR) untuk efek karsinogenik. Analisis dosis-respon merupakan tahap paling menentukan karena ARKL hanya bisa dilakukan untuk risk agent yang sudah ada dosis-responnya.

RfD adalah toksisitas kuantitatif non karsinogenik, menyatakan estimasi dosis pajanan harian yang diperkirakan tidak menimbulkan efek merugikan kesehatan meskipun pajanan berlanjut sepanjang hayat (IPCS 2004).

Dosis referensi dibedakan untuk pajanan oral atau tertelan (ingesi, untuk makanan dan minuman) yang disebut RfD dan untuk pajanan inhalasi (udara) yang disebut reference concentration (RfC).

Dalam analisis dosis-respon, dosis dinyatakan sebagai risk agent yang terhirup (inhaled), tertelan (ingested) atau terserap melaluikulit (absorbed) per kg berat badan per hari (mg/kg/hari) (Rahman et al., 2004). Respon atau efek nonkarsinogenik, yang disebut juga efek sistemik, yang ditimbulkan oleh dosis risk agent tersebut dapat beragam, mulai dari yang tidak teramati yang sifatnya sementara, kerusakan organ yang menetap,

kelainan fungsional yang kronik, sampai kematian (Rachman, 2007).

Dosis yang digunakan untuk menetapkan RfD adalah yang menyebabkan efek paling rendah yang disebut NOAEL (No Observed Adverse Effect Level) atau LOAEL (Lowest Observed Adverse Effect Level). NOAEL adalah dosis tertinggi suatu zat pada studi toksisitas kronik atau subkronik yang secara statistik atau biologis tidak menunjukkan efek merugikan pada hewan uji atau pada manusia sedangkan LOAEL berarti dosis terendah yang (masih) menimbulkan efek. Secara numerik NOAEL selalu lebih rendah daripada LOAEL (enHelath, 1992)

c. Analisis Pemajanan

Analisis pemajanan (exposure assessment) yang disebut juga penilaian kontak, bertujuan untuk mengenali jalur-jalur pajanan risk agent agar jumlah asupan yang diterima individu dalam populasi berisiko bisa dihitung. Risk agent bisa berada di dalam tanah, di udara, air, atau pangan seperti ikan, daging, telur, susu, sayur dan buah-buahan. Karakteristik individu (pola konsumsi, berat badan, dan usia) dan pola aktifitas (durasi pajanan dan frekuensi pajanan) merupakan bagian dari analisis pemajanan. Data dan informasi yang dibutuhkan untuk menghitung asupan adalah semua variabel (IPCS, 2010). Adapun rumus perhitungan yang digunakan adalah sebagai berikut:

Keterangan : I = intake (mg/kgxhari) C = konsentrasi (mg/kgxhari) R = laju ingesti (mg/kg)

fE = frekuensi pajanan (hari/tahun)

Dt = durasi pajanan (lifetime exposure) (tahun) Wb = berat badan (kg)

tavg = periode waktu rata-rata (30 x 365 hari/tahun untuk non-karsinogen, 70 tahun x 365 hari/tahun untuk karsinogen) d. Karakteristik Risiko

Karakteristik risiko kesehatan dinyatakan sebagai Risk Quotient (RQ, Tingkat Risiko) untuk efek-efek nonkarsinogenik (IPCS, 2010) dan Excess Cancer Risk (ECR) untuk efek-efek karsinogenik (enHelath, 1992). RQ dihitung dengan membagi asupan nonkarsinogenik (Intake) risk agent dengan RfD atau RfC nya menurut persamaan:

RQ = Risk Qoutient

I = intake (mg/kgxhari)

Baik intake maupun RfD atau RfC harus spesifik untuk bentuk spesi kimia risk agent dan jalur pajanannya. Risiko kesehatan dinyatakan ada dan perlu dikendalikan jika RQ>1. Namun apabila RQ≤1, risiko tidak perlu dikendalikan tetapi perlu dipertahankan agar nilai numerik RQ tidak lebih dari 1 (Rahman et al., 2004).

D. Kerangka Teori

Polutan dapat masuk ke suatu lingkungan dengan berbagai cara. Misalnya unsur logam yang dapat masuk secara alami karena sudah berada di bumi, batuan dan tanah secara alamiah kemudian masuk ke lingkungan laut melalui hujan dan erosi. Sumber lainnya adalah melalui buangan industri, limbah rumah tangga, pertanian, pertambangan dan lainnya. Laut sering dijadikan sebagai lokasi pembuangan akhir dari berbagai sisa aktivitas manusia di daratan. Banyak sumber polutan pencemar lingkungan akuatik, salah satunya adalah logam, yang kini banyak dipakai dalam proses industri dan dipakai oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari seperti kosmetik, bahan bakar dan lainnya. Berdasarkan teori tersebut maka kerangka teori dalam penelitian ini adalah:

Sungai dan laut Limbah Domestik Aktifitas pertambangan Aktifitas Pertanian Limbah Industri Sedimen Fitoplankton zooplankton

Ikan dan kerang

Manusia (ingesti) Penurunan kondisi lingkungan

Bio-magnifikasi Intake Bioakumulasi Tingkat risiko Pola Aktifitas: Lama pajanan (Dt) Frekuensi pajanan (fe) Laju asupan (R) Antropometri (Wb) Umur Bagan 2.2 Kerangka Teori Efek kesehatan: Gangguan Reproduksi Penurunan fungsi ginjal Penurunan fungsi hati Manajemen Risiko Karakteristik Individu: Jenis Kelamin Status Pernikahan Pekerjaan Cara Memasak Keterangan:

Garis putus putus ( ): variabel yang tidak diteliti Garis tegas ( ): variabel yang diteliti

Kerangka teori diatas memperlihatkan pengaruh masuknya suatu polutan ke dalam ekosistem laut. Polutan dapat masuk ke air dan sedimen dan dapat mempengaruhi rantai makanan (biomagnifikasi). Sehingga terjadi bioakumulasi pada rantai makanan dan berpengaruh terhadap penurunan kualitas lingkungan. Semakin tinggi tingakatan dalam trofik makanan maka semakin tinggi juga polutan yang berada dalam tubuhnya (bioakumulasi).

Manusia merupakan tingkat trofik tertinggi dalam rantai makanan. Jalur masuk polutan melalui biota perairan yang dikonsumsi langsung oleh manusia dalam konsentrasi dan pada waktu tertentu (intake). Intake pada suatu individu dipengaruhi oleh pola aktivitas dan karakteristik dari individu tersebut. Berdasarkan perhitungan intake konsumsi individu, selanjutnya dapat dilakukan perhitungan prediksi risiko efek non karsinogenik dalam waktu tertentu. Apabila tingkat risiko didapatkan nilai lebih dari 1 maka dinyatakan berisiko terhadap efek kesehatan seperti gangguan sistem reproduksi, gangguan fungi hati dan gangguan terhadap fungsi ginjal. Sehingga akhirnya dilakukan manajemen risiko untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan akibat pola konsumsi tersebut.

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori, untuk mengetahui tingkat efek kesehatan lingkungan akibat pajanan logam berat Cd dalam kerang hijau yang dikonsumsi masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara, maka diperlukan data konsesntrasi Cd dalam kerang hijau (C), karakteristik individu, dan karakteristik risiko. Penelitian ini bersifat prediktif tingkat risiko logam berat Cd pada sampel kerang hijau yang dikonsumsi oleh masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara dalam waktu tertentu.

Intake konsumsi kerang hijau didapatkan dengan perhitungan formulasi konsentrasi Cd dalam kerang hijau, karakteristik individu, dan pola aktifitas individu. Setalah diketahui intake konsumsi kerang hijau maka dilakukan perhitungan formulasi tingkatan risiko dengan intake dan RfD (refference dose). Apabila didapatkan nilai RQ>1 maka dinyatakan bahwa masyarakat berisiko terhadap gangguan kesehatan akibat keracunan Cd. Setelah didapatkan nilai RQ maka dilakukan uji hubungan antara variabel konsentrasi Cd dalam kerang hijau, karakteristik individu (laju asupan dan berat badan), pola aktifitas (frekuensi dan durasi pajanan), dan intake.

Variabel karakteristik individu (usia, status pernikahan, jenis kelamin, pekerjaan, dan cara memasak) hanya dilakukan analisis univariat, karena variabel ini hanya untuk mengetahui proporsi, jumlah, dan perentase

berdasarkan status sosial demografi masyarakat setempat. Sedangkan variabel konsentrasi Cd dalam kerang hijau, karakteristik individu (berat badan dan laju asupan), pola aktivitas (durasi pajanan dan frekuensi pajanan) dan intake dilakukan analisis bivariat, karena untuk mengetahui hubungan tingkat risiko dengan variabel tersebut. Efek kesehatan akibat paparan kadmium tidak diteliti karena efek tersebut dapat muncul setelah paparan dalam jangka waktu yang lama (kronik). Variabel manajemen risiko juga tidak diteliti, karena manajemen risiko bukanlah tahapan dari ARKL melainkan tindak lanjut dari ARKL.

Konsentrasi Kadmium dalam Kerang Hijau (C)

Intake

konsumsi kerang hijau Karaktrisitk Individu:

Pola Konsumsi / Laju Asupan Kerang Hijau (R) Berat Badan (Wb) Usia Status Pernikahan Jenis Kelamin Pekerjaan Cara Memasak Tingkat Risiko (RQ) Pola Aktifitas: Durasi Pajanan (Dt) Frekuensi Pajanan (fe) Keterangan:

Huruf dicetak tebal: dilakukan analisis bivariat Huruf tidak dicetak tebal: hanya dilakukan analisis univariat

Bagan 3.1 Kerangka konsep

B. Definisi Operasional

Definisi operasional dari penelitian ini yaitu:

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala ukur

1. Konsentrasi (Cd)

Kadmium dalam kerang hijau (Cd 2+) (C)

Konsentrasi kadmium (Cd) yang terdapat dalam kerang hijau yang dikonsumsi oleh masyarakat Kaliadem, Muara Angke Jakarta Utara. Pengukuran dilakukan di Laboratorium Kesehatan

Lingkungan dan Terpadu

Pengukuran dengan alat laboratorium Atomic Absroption Spektrophoto meter (AAS) mg/gram Rasio 2. Berat Badan (Wb)

Satuan massa berat badan pada saat penelitian (Kemenkes, 2012)

Observasi Timbangan

digital

kg Rasio

3. Usia Lamanya waktu hidup yaitu

terhitung sejak lahir sampai dengan sekarang.

4. Laju Asupan (R) Jumlah berat kerang yang dikonsumsi per hari.

(Direktorat Jendral PP dan PL, Kementrian Kesehatan, 2012)

Wawancara Kuesioner gram/hari Rasio

5. Jenis Kelamin Jenis kelamin responden yang menjadi sampel dalam penelitian

Wawancara Kuesioner 1. Laki-laki

2. Perempuan

Ordinal

6. Status Pernikahan

Status pernikahan responden pada saat dilakukan pengambilan data

Wawancara Kuesioner 1. Menikah

2. Belum Menikah

Ordinal

7. Pekerjaan Suatu kegiatan yang dilakukan

secara rutin terus menerus

berdasarkan keahlian yang dimiliki.

Wawancara Kuesioner 1. Buruh

2. Nelayan 3. Pedagang 4. Wiraswasta 5. Swasta 6. Ibu Rumah Tangga 7. Lainnya Ordinal

8. Cara Memasak Penggunaan cangkang saat memasak

kerang

Wanwancara Kuesinoner 1. Dengan

Cangkang

2. Tanpa Cangkang 9. Frekuensi

Pajanan (fE)

Jumlah hari dalam satu tahun dalam mengkonsumsi kerang hijau yang berasal dari Teluk Jakarta

Wawancara Kuesinoer hari/tahun Rasio

10. Durasi Pajanan (Dt)

Lamanya waktu atau jumlah tahun kontak responden dengan pajanan (Direktorat Jendral PP dan PL, Kementrian Kesehatan, 2012)

Wawancara Kuesioner Tahun Rasio

11. Intake (I) Jumlah asupan harian risk agent

yang diterima individu secara ingesti per kg berat badan per hari. (Direktorat Jendral PP dan PL, Kementrian Kesehatan, 2012)

Hitungan Rumus Microsoft excel dan SPSS

12. Tingkat risiko terjadinya toksisitas Kadmium (RQ)

Tingkat risiko yang dinyatakan dalam angka tanpa satuan yang merupakan perbandingan antara intake dengan dosis/konsentrasi. (Direktorat Jendral PP dan PL, Kementrian Kesehatan, 2012) Melalukan perhitungsn dengan tingkat risiko berdasarkan intake dan dosis

acuan dengan rumus: Microsoft Excel dan SPSS RQ > 1: (ada risiko) RQ < 1: (risiko belum terjadi) Ordinal

C. Uji Hipotesis

Hasil penelitian yang akan diharapkan oleh peneliti adalah :

Ada hubungan antara konsentrasi Cd dalam kerang hijau, laju asupan responden, frekuensi pajanan responden, durasi pajanan responden, berat badan responden, dan intake dengan tingkat risiko kandungan Cd dalam kerang hijau yang dikonsumsi masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara tahun 2015

BAB IV

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Pada dasarnya efek kesehatan lingkungan dibagi menjadi dua yaitu epidemiologi kesehatan lingkungan (EKL) dan analisis risiko kesehatan lingkungan (ARKL). Pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat efek kesehatan lingkungan pada masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara akibat mengkonsumsi kerang hijau hasil budidaya yang dilakukan di Perairan Teluk Jakarta. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggabungkan antara studi EKL dengan studi ARKL. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional menggunakan metode ARKL. ARKL digunakan untuk menghitung tingkat risiko kesehatan pada suatu populasi tertentu karena pajanan lingkungan dalam waktu tertentu pada suatu populasi. Pada penelitian ini studi EKL digunakan untuk mengetahui hubungan antara tingkat risiko dengan konsentrasi Cd dalam kerang hijau, karakteristik responden (berat badan dan laju asupan), pola aktifitas (durasi pajanan dan frekuensi pajanan), dan intake.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara. Lokasi pengambilan sampel kerang hijau bertempat pada budidaya kerang hijau Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara. Pengujian konsentrasi Cd dalam kerang hijau yang dilakukan di Laboratorium Kesehatan Lingkungan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) dan Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pemilihan tempat penelitian tersebut, dikarenakan Kaliadem merupakan pusat budidaya kerang hijau yang dilakukan di pesisir Teluk Jakarta, sehingga tingkat konsumsi masyarakat terhadap kerang hijau cukup tinggi. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April - Juni 2015.

C. Populasi dan Responden Penelitian

1. Populasi dan Responden Penelitian a. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang tinggal di Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara. Terdapat perbedaan pada sistem kependudukan di Kaliadem Muara Angke Jakarta, di tempat ini tidak ada RT dan RW pada sistem kependudukan. RT dan RW diwilayah setempat digantikan dengan sistem kelompok, sehingga setiap kelompok dipimpin oleh ketua kelompok. Terdapat 10 kelompok nelayan yang tinggal di Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara.

Penentuan kelompok yang akan diteliti dipilih berdasarkan lokasi. Lokasi yang diambil adalah pusat budidaya kerang hijau dan yang tidak berada di pusat budidaya kerang hijau. Kelompok yang berada di pusat budidaya kerang hijau adalah kelompok 6 dan 7, sedangkan sebagai pembandingnya (yang tidak berada di pusat budidaya kerang hijau) adalah kelompok 2 dan 9. Penentuan kelompok pembanding

dilakukan dengan sistem random (acak). Sistem ini dipilih dengan tujuan agar sampel tidak homogen dan mampu mewakili populasi. Tujuan dari penentuan kelompok tersebut adalah untuk mengetahui proporsi dan jumlah responden yang berisiko tiap kelompok, sehingga akan diketahui kelompok mana yang lebih berisiko mengalami keracunan Cd. Sehingga kelompok yang menjadi tempat penelitian pada penelitian ini adalah kelompok 2, 6, 7, dan 9 dengan total populasi yang masuk dalam penelitian ini adalah 415 KK.

b. Responden

Responden dalam penelitian ini adalah:

Laki-laki dan perempuan yang bertempat tinggal di Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara yaitu pada kelompok 2, 6, 7 dan 9, dengan kriteria sebagai berikut:

 Orang yang mengkonsumsi kerang hijau.

 Tercatat dalam kelompok 2, 6, 7, dan 9.

 Berusia ≥10 tahun.

Pemilihan responden dewasa (≥10 tahun) karena efek kesehatan akibat pajanan kadmium secara kronis terjadi pada manusia yang telah terpajan selama 10-30 tahun (biological half life pajanan Cd pada manusia).

c. Teknik Pengambilan Responden

Teknik pengambilan responden pada penelitian ini adalah simple random sampling yaitu responden diambil secara acak berdasarkan KK. Hal ini dilakukan karena frame sampling yang didapatkan dari penelitian ini hanya berdasarkan KK (hanya ada nama kepala keluarga). Namun unit penelitian ini bukanlah keluarga akan tetapi tetap individu. Sehingga, jumlah responden adalah jumlah anggota rumah tangga dalam satu KK yang berusia ≥10 tahun.

Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara

KEL. 1 KEL. 2 KEL. 3 KEL. 4 KEL. 5 KEL. 6 KEL. 7 KEL. 8 KEL. 9 KEL. 10

100 KK 110 KK

415 KK

191 KK

Pengambilan responden dengan metode simple random sampling

85 KK 120 KK

Jumlah KK

Hasil perhitungan besar sampel responden

Dokumen terkait