• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 1 Pendahuluan

1.3 Tujuan 3

2.2.1. Toksisitas Parasetamol 7

Overdosis parasetamol dapat terjadi pada penggunaan akut maupun penggunaan berulang. Overdosis parasetamol akut dapat terjadi jika seseorang mengonsumsi parasetamol dalam dosis besar dalam waktu 8 jam atau kurang. Kejadian toksik pada hati (hepatotoksisitas) akan terjadi pada penggunaan 7,5-10 gram dalam waktu 8 jam atau kurang. Kematian bisa terjadi (mencapai 3-4% kasus) jika parasetamol digunakan sampai 15 gram. (Ikawati, 2010)

Kerusakan hati, sering kali belum muncul dalam beberapa hari setelah minum obat, merupakan komplikasi akibat dosis berlebihan yang mengancam jiwa, tetapi untungnya anak umur <10 tahun tahan terhadap efek hepatotoksik. Dapat terjadi muntah, pendarahan gastrointestinal, hiperglikemia atau hipoglikemia, kerusakan tubulus ginjal dan edema serebri. (Insley, 1997)

Hal yang harus diperhatian :

1. Dosis harus tepat, tidak berlebihan, karena dapat menimbulkan gangguan fungsi hati dan ginjal.

2. Hindari penggunaan campuran obat demam karena dapat menimbulkan overdosis.

3. Hindari penggunaan bersama dengan alkohol karena meningkatkan risiko gangguan hati.

4. Minta petunjuk dokter untuk penderita penyakit ginjal. 5. Tidak boleh digunakan pada :

a. Penderita gangguan fungsi hati b. Alergi terhadap obat ini

c. Pecandu berat alkohol (Azis dkk, 2004)

2.2.2 Farmakokinetik

Parasetamol diserap cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu setengah jam, masa paruh dalam plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma terikat 25% oleh protein plasma.

Menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral. Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu parasetamol tidak digunakan sebagai antireumatik. Parasetamol merupakan penghambat biosintesis prostaglandin yang lemah. Efek iritasi dan perdarahan lambung tidak terlihat pada obat ini, demikian juga gangguan pernapasan dan keseimbangan asam basa. (Ganiswarna dkk, 1995)

2.3 Kromatografi 2.3.1 Uraian Umum

Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia Michael Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi kalsium karbonat (CaCO3). Saat ini kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling umum dan paling sering digunakan dalam bidang kimia analis dan dapat dimanfaatkan untuk melakukan analisis, baik analisis kualitatif, kuantitatif, atau preparatif dalam bidang farmasi, lingkungan, industri dan sebagainya. Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase).

Teknik kromatografi telah berkembang dan telah digunakan untuk memisahkan dan mengkuantifikasi berbagai macam komponen yang kompleks, baik komponen organik maupun komponen anorganik.

2.3.2 Pembagian Kromatografi

Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam tergantung pada pengelompokkannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi dibedakan menjadi: (a) kromatografi adsorbs; (b) kromatografi partisi; (c)

kromatografi pasangan ion; (d) kromatografi penukar ion; (e) kromatografi eksklusi ukuran; dan (f) kromatografi afinitas.

Berdasarkan pada alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas: (a) kromatografi kertas; (b) kromatografi lapis tipis; (c) Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT); dan (d) Kromatografi Gas (KG). Bentuk kromatografi yang paling awal adalah kromatografi kolom yang digunakan untuk pemisahan sampel dalam jumlah yang besar.

Kromatografi Gas (KG) dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan teknik kromatografi yang komplementer karena kromatografi gas dapat digunakan untuk memisahkan komponen-komponen yang mudah menguap, sementara KCKT dapat digunakan untuk memisahkan komponen-komponen yang tidak mudah menguap. Alat kedua kromatografi ini dapat dikendalikan dengan computer dengan software yang canggih dan berkemampuan untuk memisahkan sampai 100 komponen dalam campuran yang kompleks.

2.3.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini, KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang, antara lain: farmasi, lingkungan, bioteknologi, polimer, dan industri-industri makanan. Beberapa perkembangan KCKT terbaru antara lain: miniaturisasi sistem KCKT, penggunaan KCKT untuk analisis asam-asam nukleat, analisis protein, analisis karbohidrat, dan analisis senyawa-senyawa kiral.

2.3.4 Kegunaan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kegunaan umum KCKT adalah untuk: pemisahan sejumlah senyawa organik anorganik, maupun senyawa biologis; analisis ketidakmurnian (impurities); analisis senyawa-senyawa tidak mudah menguap (non-volatil); penentuan molekul-molekul netral, ionik, maupun zwitter ion; isolasi dan pemurnian senyawa; pemisahan senyawa-senyawa yang strukturnya hampir sama; pemisahan senyawa-senyawa dalam jumlah sekelumit (trace elements), dalam jumlah banyak, dan dalam skala proses industri. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif.

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi paling sering digunakan untuk: menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat, dan protein-protein dalam cairan fisiologis; menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat, produk hasil samping proses sintetis, atau produk-produk degradasi dalam sediaan farmasi; memonitor sampel-sampel yang berasal dari lingkungan; memurnikan senyawa dalam suatu campuran; memisahkan polimer dan menentukan distribusi berat molekulnya dalam suatu campuran; control kualitas; dan mengikuti jalannya reaksi sintetis. Keterbatasan metode KCKT adalah untuk identifikasi senyawa kecuali jika KCKT dihubungkan dalam Spektrometer Massa (MS). Keterbatasan lainnya adalah jika sampelnya sangat kompleks, maka resolusi yang baik sulit diperoleh.

Kromatografi merupakan teknik yang mana solute atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solute-solut ini melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi solut dalam fase gerak dan fase diam. Penggunaan kromatografi cair secara sukses terhadap suatu masalah yang dihadapi membutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel. Untuk tujuan memilih kombinasi kondisi kromatografi yang terbaik, maka dibutuhkan pemahaman yang mendasar tentang berbagai macam faktor yang mempengaruhi pemisahan pada kromatografi cair.

Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas delapan komponen pokok yaitu: (1) wadah fase gerak, (2) sistem penghantaran fase gerak, (3) alat untuk memasukkan sampel, (4) kolom, (5) detektor, (6) wadah penampung buangan fase gerak, (7) tabung penghubung, (8) suatu komputer atau integrator atau perekam.

Gambar 2.2 Alat KCKT secara umum

2.3.5 Sistem Peralatan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah pelarut kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak sebelum digunakan harus dilakukan degassing (penghilangan gas) yang ada pada fase gerak, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis. Pada saat membuat pelarut untuk fase gerak, maka sangat dianjurkan untuk menggunakan pelarut, buffer, dan reagen dengan kemurnian yang sangat tinggi, dan lebih terpilih lagi jika pelarut-pelarut yang akan digunakan untuk KCKT berderajat KCKT (HPLC grade). Adanya pengotor dalam reagen dapat menyebabkan gangguan pada sistem kromatografi. Adanya partikel yang kecil dapat terkumpul dalam kolom atau dalam tabung yang sempit, sehingga dapat mengakibatkan suatu kekosongan pada kolom atau tabung tersebut. Karenanya, fase gerak seblum digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk menghindari partikel-partikel kecil ini.

2. Fase Gerak pada Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel. Untuk fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak), kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Sementara untuk fase

terbalik (fase diam kurang polar daripada fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut.

Elusi dapat dilakukan dengan cara isokratik (komposisi fase gerak tetap selama elusi) atau dengan cara bergradien digunakan (komposisi fase gerak berubah-ubah selama elusi). Elusi bergradien digunakan untuk meningkatkan resolusi campuran yang kompleks terutama jika sampel mempunyai kisaran polaritas yang luas.

Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase terbalik adalah campuran larutan bufer dengan methanol atau campuran air dengan asetonitril. Untuk pemisahan dengan fase normal, fase gerak yang paling sering digunakan adalah campuran pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut yang terklorisasi atau menggunakan pelarut-pelarut jenis alkohol. Pemisahan dengan fase normal ini kurang umum dibanding dengan fase terbalik.

3. Pompa pada Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni: pompa harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa addalah gelas, baja tahan karat, Teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 ml/menit. Untuk tujuan preparatif, pompa yang digunakan harus mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 20 mL/menit.

Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas dari gangguan. Ada 2 jenis pompa dalam KCKT yaitu: pompa dengan tekanan konstan, dan pompa dengan aliran fasse gerak yang konstan. Tipe pompa dengan aliran fase gerak yang konstan sejauh ini lebih umum dibandingkan dengan tipe pompa dengan tekanan konstan.

4. Penyuntikan Sampel pada Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup Teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop) internal atau eksternal. 5. Kolom pada Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Ada 2 jenis kolom pada KCKT yaitu kolom konvensional dan kolom mikrobor.

Kolom mikrobor mempunyai 3 keuntungan yang utama dibandingkan dengan kolom konvensional, yakni:

a. Konsumsi fase gerak kolom mikrobor hanya 80% atau lebih kecil dibanding dengan kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alur fase gerak leboh lambat (10-100µm/menit)

b. Adanya aliran fase gerak yang lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih ideal jika digabung dengan spektrometer massa

c. Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solute lebih pekat, karenanya jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas misal sampel klinis

Meskipun demikian, dalam prakteknya, kolom mikrobor ini tidak setahan kolom konvensional dan kurang bermanfaat untuk analisis rutin.

6. Fase Diam pada Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Kebanyakan fase diam pada KCKT berupa silika yang dimodofikasi secara kimiawi, silika yang tidak dimodifikasi, atau polimer-polimer stiren dan divinil benzene. Permukaan silika adalah polar dan sedikit asam karena adanya residu gugus silanol (Si-OH).

7. Detektor UV-Vis

Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu: detektor universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif) seperti detektor indeks bias dan detektor spektrofotometri massa; golongan detektor yang spesisfik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesisfik dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan elekrokimia. Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:

a. Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel b. Mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut

pada kadar yang sangat kecil c. Stabil dalam pengoperasiannya

d. Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita. Untuk kolom konvensional, selnya bervolume 8 µl

atau lebih kecil, sementara kolom mikrobor selnya bervolume 1 µl atau lebih kecil lagi

e. Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran yang luas (kisaran dinamis linier)

f. Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak Detektor jenis ini merupakan detektor yang paling banyak digunakan dan sangat berguna untuk analisis di bidang farmasi karena kebanyakan senyawa obat mempunyai struktur yang dapat menyerap sinar UV-Vis. Detektor ini didasarkan pada adanya penyerapan radiasi ultraviolet (UV) dan sinar tampak (Vis) pada kisaran panjang gelombang 190-800 nm oleh spesies solut yang mempunyai struktur-struktur atau gugus-gugus kromoforik. Sel detektor umumnya berupa tabung dengan diameter 1 mm dan panjang celah optiknya 10 mm, serta diatur sedemikian rupa sehingga mampu menghilangkan pengaruh indeks bias yang dapat mengubah absorbansi yang terukur.

Detektor UV-Vis dapat berupa detektor dengan panjang gelombang tetap ( merupakan detektor yang paling sederhana) serta detektor dengan panjang gelombang bervariasi. Detektor panjang gelombang tetap menggunakan lampu uap merkuri sebagai sumber energinya dan suatu filter optis yang akan memilih sejumlah panjang gelombang, misal 254, 280, 334, dan 436 nm. Panjang gelombang yang dipilih biasanya 254 nm karena kebanyakan senyawa obat menyerap di 254 nm sehingga panjang gelombang ini sangat berguna.

Detektor dengan panjang gelombang yang bervariasi lebih berguna dibanding dengan detektor pada panjang gelombang yang tetap karena seorang analis dapat memilih panjang gelombang yang memberikan sensitifitas yang paling tinggi.

8. Komputer, Integrator, atau Rekorder

Alat pengumpul data seperti komputer, integrator, atau rekorder, dihubungkan dengan detektor. Alat ini akan mengukur sinyal elektronik yang dihasilkan oleh detektor lalu mem-plotkannya sebagai suatu kromatogram yang selanjutnya dapat dievaluasi oleh seorang analis (pengguna). Rekorder saat ini jarang digunakan karena rekorder tidak dapat mengintegrasikan data, sementara itu baik integrator maupun komputer mampu mengintegrasikan puncak-puncak dalam kromatogram. Komputer mempunyai keuntungan lebih karena ksomputer secara elektronik mampu menyimpan kromatogram untuk evaluasi dikemudian hari. (Gandjar & Rohman, 2007)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam adalah kondisi saat suhu tubuh di atas 38oC. Meski bisa merupakan gejala penyakit tertentu, pada umumnya demam menunjukkan bahwa tubuh sedang melawan infeksi. Saat melawan infeksi, ada zat dalam tubuh yang meningkatkan produksi panas sekaligus menahan pelepasan panas sehingga menyebabkan demam. Seseorang dikatakan demam jika ia merasa gejala-gejala berikut: menggigil, panas dan dingin bergantian, lemas, berkeringat, dan wajah kelihatan memerah.(Sugani & Priandarini, 2010)

Demam ringan tidak selalu berbahaya, sebaliknya mampu meningkatkan denyut nadi yang bisa menurunkan stamina. Dalam keadaan tertentu, demam merupakan tanda adanya infeksi dan menunjukkan perlunya diadakan pemeriksaan spesifik atau pemberian obat-obat antibiotik. Jika suhu tubuh naik hingga melebihi 40oC, tindakan-tindakan harus dilakukan untuk mencegah seizure (serangan penyakit tiba-tiba) atau dehidrasi. Pencegahannya antara lain dengan aspirin dan ibuprofen atau parasetamol secara bergantian setiap 2 jam. (Wallace, 2007)

Obat antinyeri dan antiradang meliputi obat antidemam (antiperetik) dan antinyeri (analgesik). Keduannya bekerja dengan mengurangi gejala demam., rasa nyeri dan radang. Asetosal dan parasetamol efek terapi antidemamnya lebih tinggi dibandingkan efek antinyeri dan antiradangnya. (Aziz dkk, 2004)

Demam akan meletihkan/melemahkan penderita, maka harus ditekan/dikurangi dengan obat penurun panas (antipiretika). Yang perlu diperhatikan pada pemberian obat antipiretika pada penderita jangan sampai pemberian obat analgetik tersebut menutupi gejala-gejala penyakit penderita. (Widjajanti,1991)

Parasetamol merupakan analgesik bebas (“over the counter”) untuk orang dewasa dan anak-anak yang paling popular di Inggris dan benar-benar aman jika digunakan sesuai dengan dosis yang direkomendasikan (untuk orang dewasa, biasanya tidak lebih dari delapan tablet 500 mg dalam waktu 24 jam ). (Cairns, 2004)

Parasetamol termasuk obat lama yang bertahan lama sebagai analgesik, karena relatif aman terhadap lambung, juga merupakan analgesik pilihan untuk anak-anak maupun ibu hamil/menyusui. Ada sedikit perbedaan mekanisme aksi parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik.

Tapi bukan berarti parasetamol tidak punya efek samping. Efek samping parasetamol larinya ke liver/hati. Ia bersifat toksik di hati jika digunakan dalam dosis besar. Karena itu dosis maksimal penggunaan parasetamol adalah 4 gram/sehari atau 8 tablet 500 mg/hari. Melebihi itu, akan berisiko terhadap hati. (Ikawati, 2010)

Untuk parasetamol, dosis 12 g (24 tablet) merupakan dosis yang berpotensi menjadi fatal bagi sebagian besar pasien, sedangkat 7,5 g bisa mematikan pada individu yang berisiko tinggi. Gejalanya baru timbul 3 hari setelah overdosis, dimana dapat terjadi fulminant lanjut. Parasetamol dimetabolisme melalui proses

konjugasi di hati: bila jalur ini menjadi jenuh akan terbentuk metabolit toksik, biasanya diinaktivasi oleh glutation. Dosis yang lebih rendah menjadi toksik bagi orang yang menggunakan obat penginduksi enzim (seperti fenitoin, karbamazepin, rifampisin) dan orang dengan gizi buruk (anoreksia, alkoholisme, kelaparan). (Davey, 2006)

Atas dasar inilah penulis ingin membuat tugas akhir berjudul “Penetapan Kadar Zat Aktif pada Tablet Parasetamol 500 mg Di PT Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan”, untuk mengetahui apakah kadar zat aktif dalam tablet parasetamol 500 mg sesuai dengan penetapan kadar dalam Farmakope Indonesia Edisi IV.

1.2 Permasalahan

Permasalahannya adalah apakah kadar zat aktif dalam tablet parasetamol 500 mg yang diproduksi oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan telah memenuhi syarat sesuai dengan Farmakope Indonesia (FI) Edisi IV yang tidak kurang dari 90% tidak lebih dari 110,0%.

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui apakah kadar parasetamol pada sediaan tablet parasetamol 500 mg yang terkandung di dalam tablet memenuhi syarat seperti yang tertera pada Farmakope Indonesia Edisi IV.

1.4 Manfaat

Dapat mengetahui apakah kadar parasetamol pada sediaan tablet parasetamol 500 mg yang terkandung di dalam tablet memenuhi syarat seperti yang tertera pada Farmakope Indonesia Edisi IV.

PENETAPAN KADAR ZAT AKTIF PADA TABLET PARASETAMOL 500 mg DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk. PLANT MEDAN

ABSTRAK

Parasetamol (C8H9NO2) memiliki karakteristik yaitu berbentuk serbuk hablur, putih, tidak berbau dan rasa sedikit pahit. Parasetamol secara umum memiliki efektivitas dalam meredakan nyeri, namun parasetamol tidak terlalu mengiritasi lambung dan parasetamol efek terapi antidemamnya lebih tinggi. Tapi bukan berarti parasetamol tidak memiliki efek samping. Ia bersifat toksik di hati jika digunakan dalam dosis besar. Telah dilakukan penetapan kadar zat aktif pada tablet parasetamol 500 mg dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan menggunakan detektor UV-Vis dengan panjang gelombang 243 nm. Dari data diperoleh kadar zat aktif parasetamol sebesar 101,004% dan 101,029%, ini berarti bahwa kadar zat aktif pada tablet parasetamol tersebut memenuhi syarat sesuai dengan Farmakope Indonesia Edisi IV yaitu tidak kurang dari 90,00% dan tidak lebih dari 110,00%.

DETERMINATION OF ACTIVE MATTER IN PARACETAMOL TABLETS 500 mg IN PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk. PLANT MEDAN

ABSTRACT

Paracetamol (C8H9NO2) has characteristics that crystalline powder form, white, odorless and taste slightly bitter. Paracetamol generally have effectiveness in relieving pain, but paracetamol was not overly irritate the stomach and therapeutic effects of anti-fever paracetamol higher. But it does not mean that paracetamol has no side effect. There was toxic in the liver if use in large doses. Determination of active matter in paracetamol tablets 500 mg using High Performance Liquid Chromatography (HPLC) method by using detector UV-Vis with wave length 243 nm was done. From data was obtained the content of active matter paracetamol that was 101,004% and 101,029%, it means that active matter in paracetamol tablets to comply requirement according to Farmakope Indonesia Edition IV that was not less than 90,00% and not more than 110,00%.

PENETAPAN KADAR ZAT AKTIF PADA TABLET

PARASETAMOL 500 mg DI PT KIMIA FARMA

(PERSERO) Tbk. PLANT MEDAN

TUGAS AKHIR

JAUHARIA

122401015

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015

PENETAPAN KADAR ZAT AKTIF PADA TABLET

PARASETAMOL 500 mg DI PT KIMIA FARMA

(PERSERO) Tbk. PLANT MEDAN

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh gelar Ahli Madya

JAUHARIA

122401015

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015

PERSETUJUAN

Judul : Penetapan Kadar Zat Aktif Pada Tablet Parasetamol 500 mg Di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan

Kategori : Tugas Akhir

Nama : Jauharia

Nomor Induk Mahasiswa : 122401015

Program studi : Diploma Tiga (D-3) Kimia

Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Juni 2015

Program Studi D-3 Kimia FMIPA USU Pembimbing, Ketua,

Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si Prof. Dr. Zul Alfian, M.Sc NIP : 195509181987012001 NIP : 195504051983011002

Disetujui Oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS NIP : 195408301985032001

PERNYATAAN

PENETAPAN KADAR ZAT AKTIF PADA TABLET PARASETAMOL 500 mg DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk. PLANT MEDAN

TUGAS AKHIR

Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil karya saya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2015

JAUHARIA 122401015

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini tepat pada waktunya. Tugas Akhir ini disusun sebagai persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi D-3 Kimia Analis Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara dengan judul ”Penetapan Kadar Zat Aktif Pada Tablet Parasetamol 500 mg Di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan”

. Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis banyak menemukan kendala. Namun berkat bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat mengatasi berbagai kendala tersebut dengan baik. Atas bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak maka pada kesempatan ini dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Syahrul D. dan Ibunda Ismawarni serta

Dokumen terkait