BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA
E. Toksisitas Subkronis
Toksisitas subkronis merupakan salah satu jenis uji toksikologi yang
diberikan dengan dosis berulang pada hewan uji tertentu, selama kurang dari tiga
bulan. Uji ini ditujukan untuk mengungkapkan spektrum efek toksik senyawa uji,
serta untuk memperlihatkan apakah spektrum efek toksik tersebut berkaitan
dengan takaran dosis (Donatus, 2001). Uji toksisitas subkronis untuk
mengeksplorasi secara luas keseluruhan efek biologis yang ditimbulkan pada
tempat aksi yang diberikan pada rentang dosis tertentu. Uji toksisitas subkronis
dapat menentukan toksisitas secara kualitatif (organ target dan efek yang
ditimbulkan) dan kuantitatif (pengaruh atau efek yang ditimbulkan terhadap
jaringan dan plasma darah) dari pemberian dosis berulang pada hewan uji (Gad,
Hewan uji yang disarankan paling tidak satu jenis hewan dewasa sehat,
baik jantan maupun betina. Hewan uji dipilih yang peka dan memiliki pola
metabolisme terhadap senyawa uji yang semirip mungkin dengan manusia
(Donatus, 2001). Spesies hewan rodent menggunakan tikus. Hewan dimasukkan dalam dua kategori kelompok yaitu kelompok kontrol dan perlakuan yang
dilakukan secara acak (Gad, 2002). Jumlah kelompok hewan uji paling tidak
sebanyak empat kelompok yaitu satu kelompok kontrol dan tiga kelompok
peringkat dosis. Jumlah hewan uji untuk jangka waktu penelitian selama empat
minggu, paling tidak terdapat lima jantan dan lima betina dalam satu kelompok
(Derelanko and Mannfred, 2002). Jalur pemberian sesuai dengan jalur yang digunakan manusia dan peringkat dosis. Pengamatan dan pemeriksaan yang
dilakukan dalam uji ketoksikan subkronis, meliputi:
1 Perubahan berat badan yang diperiksa paling tidak 7 hari sekali,
2 asupan makanan untuk masing-masing hewan atau kelompok hewan,
diukur paling tidak 7 hari sekali,
3 gejala-gejala klinis umum yang diamati setiap hari,
4 pemeriksaan terhadap hematologi, paling tidak diperiksa dua kali, pada
awal akhir uji coba,
5 pemeriksaaan kimia darah, paling tidak diperiksa dua kali, pada awal akhir
uji coba,
6 analisis urin, paling tidak sekali,
7 pemeriksaan histopatologi organ pada akhir uji coba
Ada dua basis yang berbeda untuk jenis farmakologi, fisiologi, dan efek
biokimiawi, basis ini dibedakan menjadi farmakokinetika dan farmakodinamika.
Farmakokinetika berbasis pada efek toksik yang disebabkan oleh meningkatnya
konsentrasi senyawa atau metabolik aktif di sisi target. Hal ini dikarenakan,
peningkatan dosis, perubahan metabolisme, atau kejenuhan proses eliminasi.
Basis efek toksik farmakodinamika terdapat respon yang berubah pada sisi target,
kemungkinan karena adanya variasi reseptor (Timbrell, 2008).
Salah satu parameter biokimia yang dapat diukur adalah glukosa darah.
Perubahan konsentrasi glukosa darah dapat disebabkan oleh senyawa asing dan
kemungkinan melibatkan berbagai mekanisme (Timbrell, 2008). Sedangkan
jaringan yang diperiksa adalah histopatologi pankreas,dilihat kerusakan pada sel β pankreas (Robertson, R., Harmon, J., Tran, P., Tanaka, Y., and Takashi, H.,
2003).
F. Glukosa Darah
1. Definisi glukosa
Glukosa, suatu gula monosakarida, adalah salah satu karbohidrat
terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga utama dalam tubuh. Glukosa
merupakan prekursor untuk sintesis semua karbohidrat lain di dalam tubuh seperti
glikogen, ribose dan deoxiribose dalam asam nukleat, galaktosa dalam laktosa
susu, dalam glikolipid, dan dalam glikoprotein dan proteoglikan (Murray,
2. Kadar glukosa darah
Kadar glukosa darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa
di dalam darah. Konsentrasi gula darah, atau tingkat glukosa serum, diatur dengan
ketat di dalam tubuh. Umumnya tingkat gula darah bertahan pada batas-batas
yang sempit sepanjang hari (70-150 mg/dl). Tingkat ini meningkat setelah makan
dan biasanya berada pada level terendah pada pagi hari, sebelum orang makan
(Henrikson dan Bech-Nielsen, 2009).
Ada beberapa tipe pemeriksaan glukosa darah. Pemeriksaan gula darah
puasa mengukur kadar glukosa darah selepas tidak makan setidaknya 8 jam.
Pemeriksaan gula darah postprandial 2 jam mengukur kadar glukosa darah tepat
selepas 2 jam makan. Pemeriksaan gula darah ad random mengukur kadar glukosa
darah tanpa mengambil kira waktu makan terakhir (Henrikson dan Bech-Nielsen,
2009).
Konsentrasi glukosa darah juga perlu dijaga agar tidak meningkat terlalu
tinggi karena empat alasan berikut :
1. Glukosa dapat menimbulkan sejumlah besar tekanan osmotik dalam cairan
ekstrasel, dan bila konsentrasi glukosa meningkat secara berlebihan, akan
dapat mengakibatkan timbulnya dehidrasi sel.
2. Tingginya konsentrasi glukosa dalam darah menyebabkan keluarnya
glukosa dalam air seni.
3. Hilangnya glukosa melalui urin juga menimbulkan diuresis osmotik oleh
4. Peningkatan jangka panjang glukosa darah dapat menyebabkan kerusakan
pada banyak jaringan, terutama pembuluh darah. Kerusakan vaskular,
akibat diabetes melitus yang tidak terkontrol, akan berakibat pada
peningkatan risiko terkena serangan jantung, stroke, penyakit ginjal
stadium akhir, dan kebutaan.
(Guyton and Hall, 2006).
G. Pankreas
Gambar 2. Pankreas (Minoti, Jeremy, and Mark, 1997)
Pankreas merupakan organ yang panjang dan besar kira – kira 15 cm
terletak di belakang lambung dan sebagian di belakang hati. Organ ini terdiri dari
98 % sel-sel dengan sekresi ekstern, yang memproduksi enzim – enzim cerna
(pankreatin) yang disalurkan ke duodenum. Sisanya terdiri dari kelompok sel
(pulau Langerhans) dengan sekresi intern yaitu hormon-hormon insulin dan
Pankreas merupakan sebuah kelenjar yang memiliki fungsi eksokrin dan
endokrin. Pankreas eksokrin mengandung banyak sel asinus yang mengeluarkan
getah pankreas ke dalam duodenum melalui duktus pankreatikus. Pankreas
endokrin terdiri atas banyak pulau – pulau Langerhans yang mengandung
beberapa sel penghasil hormon (Stephen dan Ganong, 2010).
a. Pankreas Eksokrin
Pankreas endokrin terdiri atas kelompok – kelompok asinus. Sel asinus
merupakan sel epitel yang berbentuk piramid, dengan granula zymogen yang
terletak di central. Setiap asinus pankreas terdiri atas beberapa sel asinus yang
mengelilingi lumen (lihat gambar 5).
Gambar 3. Gambaran sel asinus (Abraham dan Laura, 2011)
Dalam sel asinus terdapat granula zimogen yang mengandung enzim
pencernaan. Jumlah granula zimogen didalam sel bervariasi; lebih banyak
sewaktu puasa dan berkurang setelah makan. Getah pankreas merupakan
kombinasi dari sel asinar dan sekresi sel duktus. Sifat getah pankreas ini basa
yang berperan penting dalam menetralkan asam lambung yang memasuki
Getah pankreas memiliki tiga enzim pencernaan yang bekerja atas tiga
jenis makan, yaitu :
a. Amilase mencerna hidrat karbon yang sifatnya lebih kuat dari ptialin;
bekerja atas zat tepung mentah ataupun yang telah dimasak dan
mengubahnya menjadi disakarida
b. Lipase merupakan enzim pemecah lemak menjadi gliserin dan asam
lemak dan paling kuat jika bekerja bersama dengan empedu.
c. Tripsin mencerna protein. Tripsin dihasilkan enzim tripsinogen yang
terdapat pada getah pankreas dan diubah menjadi enzim pencerna.
Kerja tripsin lebih kuat dibandingkan dengan pepsin yang dihasilkan
oleh getah lambung. Tripsin menurunkan protein dan pepton menjadi
golongan polipeptida (Pearce, 2009)
b. Endokrin pankreas
Ada hampir 1 juta pulau Langerhans di pankreas dewasa normal yang
tersebar diseluruh pankreas eksokrin. Memiliki ukuran bervariansi yaitu 40-900
m. Pulau yang lebih besar yang terletak lebih dekat ke arteriol utama dan pulau
kecil yang tertanam lebih dalam di parenkim pankreas. Pulau Langerhans adalah
massa sel endokrin berbentuk bulat dengan berbagai ukuran, yang dipisahkan dari
jaringan asini eksokrin disekelilingnya oleh selapis serat retikilar halus. Pulau
Langerhan biasanya lebih besar dari asini dan tampak sebagai kelompok padat
sel-sel epitelial yang ditembus oleh banyak kapilar (lihat gambar 6) (William dkk,
Gambar 4. Gambaran pulau Langerhans (Abraham dan Laura, 2011)
Sebagian besar pulau Langerhans mengandung 3000-4000 sel. Sel – sel
islet ini memproduksi empat jenis sel utama yang memproduksi hormon, yaitu :
a. sel alfa yang menghasilkan hormon glukagon
b. β-sel yang menghasilkan hormon insulin
c. sel delta yang menghasilkan hormon somatostatin
d. sel PP yang menghasilkan hormon PP (pancreatic polypeptide)
Selain empat jenis sel utama yang terdapat pada pulau Langerhans, sel
islet memproduksi seperti sel epsilon, dapat dilihat pada tabel 1 hormon – hormon
Tabel 1. Produk pankreas islet peptida (William dkk, 2009)
β-sel yang mensekresi insulin dipengaruhi oleh kadar plasma asam amino seperti arginin, lisin, leusin dan asam lemak. Fungsi dari insulin adalah untuk
menghambat hasil produksi hati yaitu glukosa ke dalam sel, sehingga menurunkan
kadar glukosa plasma. Insulin juga menghambat glikogenolisis dan merangsang
sintesis protein. Glukagon merupakan rantai tunggal peptida yang berfungsi
meningkatkan kadar glukosa darah kembali ke nilai normalnya yang bekerja
berlawanan dengan fungsi insulin. Somatostatin merupakan peptida yang dapat menghambat sekresi endokrin dan eksokrin dan mempengaruhi neurotransmisi,
GI dan empedu.
PP merupakan peptida rantai lurus yang memiliki peran dalam regulasi
hormone secretagogue, GHS) adalah hormon stimulator GH. GHS diproduksi paling banyak oleh kelenjar oksintik yang berada di dalam lambung, selain itu
juga oleh sel epsilon dalam pankreas. Ghrelin bergungsi sebagai pengatur
penumpukan lemak kedalam jaringan adiposa dan meningkatkan nafsu makan
(William dkk, 2009).
H. Keterangan Empiris
Pada penelitian ini bersifat eksploratif untuk mendapatkan bukti adanya
efek toksisitas subkronis dari infusa daun sirih merah terhadap kadar glukosa dan
21