• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji toksisitas subkronis infusa daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz and Pav.) pada tikus : studi terhadap gambaran mikroskopis pankreas dan kadar glukosa darah.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji toksisitas subkronis infusa daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz and Pav.) pada tikus : studi terhadap gambaran mikroskopis pankreas dan kadar glukosa darah."

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

i

UJI TOKSISITASI SUBKRONIS INFUSA DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz & Pav.) PADA TIKUS : STUDI TERHADAP GAMBARAN

MIKROSKOPIS PANKREAS DAN GLUKOSA DARAH

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Thomas Catur Yanuarto

NIM : 098114076

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Kuatkanlah pundak dan

kakiku ya Tuhan, agar kubisa

menjalani kehidupan dengan

segala penuh syukur dan

tanggungjawab atas apa yang

kulakukan disetiap

hembusan nafas ini”

Kehidupan ini kupersembahan kepada

Yesus dan Bunda Maria su mber kekuatan dan pengharapanku

Papiku Fx. Sungkono yang menemaniku dari surga

Ibu, kakak-kakakku serta keluarga besarku atas doa dan dukungan

Sahabat-sahabatku dan semua orang yang kujumpai yang telah berbagi suka dan

duka dan memberikan pelajaran hidup selama perkuliahan

(7)

vii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “UJI TOKSISITASI SUBKRONIS INFUSA DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz & Pav.) PADA TIKUS : STUDI TERHADAP

GAMBARAN MIKROSKOPIS PANKREAS DAN GLUKOSA DARAH

dengan baik. Penyususnan skripsi ini sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Farmasi (S. Farm) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini, tentunya tidak terlepas

dari bantuan dan campur tangan berbagai pihak, baik secara langsung maupun

tidak langsung. Oleh karena itu, penulis hendak mengucapkan terimakasih

kepada:

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah memimpin

dan menyelenggarakan perkuliahan S1.

2. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dosen Penguji skripsi yang telah

banyak memberi masukan dan saran kepada penulis.

3. Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji skripsi yang telah

banyak memberi masukan dan saran kepada penulis.

4. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku selaku Dosen Pembimbing dan

(8)

viii

saran, bantuan, serta motivasi dan masukan kepada penulis dalam

pengerjaaan skripsi ini.

5. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., yang telah memberikan bantuan dalam

determinasi tanaman sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) dan juga

bersedia memberikan sumbangan tanaman daun sirih merah untuk digunakan

dalam penelitian skripsi ini.

6. Ibu Rini Dwiastuti, M.Si., Apt selaku Kepala Penanggungjawab

Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan izin dalam

penggunaan semua fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian skripsi

ini.

7. Bapak Heru, Bapak Parjiman, Bapak Kayat, Bapak Wagiran selaku laboran

laboratorium Fakultas Farmasi yang telah banyak memberikan bantuan

selama proses pelaksanaan penelitian.

8. Rekan kelompok daun sirih merah (Piper crocatum), Ignasius Kuncarli,

Hertarinda, dan Yuningsih Wulan Oei atas segala kerjasama, bantuan dan

dukungan dalam pengerjaan skripsi.

9. Sahabat-sahabatku Herman Gunawan , Katherin Jesisca, Florentina Eky,

Agustina Erni, Yenny Sanmei, Hugo Reza, Yulio, Joseph Singgih, Felix

Pradana, Jati Panantya, Marsela Lotjita, Eny Putu, Rosalia Kony, Christine

Herdiyana, Nanda Chris, Veronika Dita, Evy Fenny, dan teman – teman satu

kontrakan atas saran, kebersamaan dan dukungannya.

10.Fajar Risda Astuti yang memberikan waktu dan semangat dalam pelaksanaan

(9)

ix

11.Seluruh dosen dan teman-teman FSM B 09, FKK B 09 serta seluruh angkatan

2009 Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

12.Semua pihak yang penulis tidak dapat menyebutkan satu-persatu yang telah

ikut membantu selama penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa setiap manusia tidak ada yang sempurna. Oleh

karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang dapat membangun demi hasil

yag lebih baik. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi, serta semua pihak,

baik mahasiswa, lingkungan akademis, maupun masyarakat.

Yogyakarta, 14 Juni 2013

(10)

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... v

HALAMAN PENGESAHAN ... . vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

INTISARI ... xix

ABSTRACT ... xx

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan masalah ... 2

2. Keaslian penelitian ... 3

3. Manfaat penelitian ... 4

B. Tujuan Penelitian ... 4

(11)

xi

2. Tujuan khusus ... 4

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 5

A. Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.)... 5

1. Taksonomi daun sirih merah... 5

2. Penggunaan daun sirih Merah... 6

3. Kandungan kimia dan kegunaannya... 7

B. Infus... 8

C. Toksisitas... 9

D. Asas... 9

a. Kondisi pemberian dan makhluk hidup... 9

b. Mekanisme aksi toksik... 10

c. Wujud dan efek... 10

d. Jenis uji toksisitas... 11

E. Toksisitas Subkronis... 11

F. Glukosa... 13

G. Pankreas... 15

a. Pankreas eksokrin... 16

b. Pankreas endokrin... 17

H. Keterangan Empiris... 20

BAB III. METODE PENELITIAN... 21

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 21

B. Variabel Penelitian ... 21

(12)

xii

b. Variabel Pengacau... 21

C. Definisi operasional ... 22

a. Dosis infusa daun sirih merah... 22

b. Pengertian pankreas... 22

c. Kriteria efek toksisitas subkronis... 22

D. Bahan dan Materi Penelitian ... 23

E. Alat dan Instrumen Penelitian ... 23

F. Tata Cara Penelitian ... 23

1. Determinasi Tanaman ... 23

2. Pengumpulan daun sirih merah ... 24

3. Pembuatan serbuk daun sirih merah ... 24

4. Penetapan kadar air serbuk kering daun sirih merah ... 24

5. Penetapan dosis infusa daun sirih merah ... 25

6. Penetapan dosis aquadest sebagai kontrol negatif ... 25

7. Pembuatan infusa daun sirih merah ... 26

8. Penyiapan hewan uji ... 26

9. Pengelompokan hewan uji ... 26

10.Prosedur pelaksanaan toksisitas subkronis ... 27

11.Prosedur pembedahan ... 27

12.Pengamatan... 28

a. Pengamatan berat badan hewan uji ... 28

b. Pengukuran asupan pakan hewan uji ... 28

(13)

xiii

13.Pemeriksaan Histologi ... 29

14.Histologi ... 30

G. Analisis Data ... 30

1. Pemerikasaan Kadar Glukosa darah... 31

2. Pengamatan berat badan hewan uji... 31

3. Pengukuran asupan pakan hewan uji... 31

4. Pengukuran asupan minum hewan uji... 31

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

A. Determinasi Tanaman ... 32

B. Serbuk dan Penetapan Kadar Air Daun Sirih Merah... ... .. 32

C. Kadar Glukosa Darah Tikus Jantan Akibat Pemberian Infusa Daun Sirih Merah ... 33

D. Kadar Glukosa Darah Tikus Betina Akibat Pemberian Infusa Daun Sirih Merah ... 36

E. Pemeriksaan Histopatologi Pankreas... 39

F. Perubahan Berat Badan Tikus Jantan dan Betina Akibat Pemberian Infusa Daun Sirih Merah... 44

G. Asupan Pakan Tikus Jantan dan Betina Akibat Pemberian Infusa Daun Sirih Merah... 47

H. Rangkuman Hasil... 51

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

A. Kesimpulan ... 53

(14)

xiv

DAFTAR PUSTAKA ... 54

LAMPIRAN ... 57

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Produk Pankreas Islet Peptida... 19

Tabel II. Rerata ± SE kadar glukosa darah pemberian infusa daun sirih merah

pada tikus jantan serta nilai p kadar glukosa tiap kelompok... 35

Tabel III. Rerata ± SE kadar glukosa darah pemberian infusa daun sirih merah

pada tikus betina serta nilai p kadar glukosa tiap kelompok.... 37

Tabel IV. Hasil Pembacaan Histopatologi Pankreas... 40

Tabel V. Purata berat badan ± SE tikus jantan akibat pemberian infusa daun

sirih merah... 45

Tabel VI. Purata berat badan ± SE tikus betina akibat pemberian infusa daun

(16)

xvi

Gambar 4. Gambaran Pulau Langerhans... 18

Gambar 5. Diagram batang pengaruh pemberian infusa daun sirih merah terhadap kadar glukosa darah tikus jantan antar kelompok perlakuan... 36

Gambar 6. Diagram batang pengaruh pemberian infusa daun sirih merah terhadap kadar glukosa darah tikus betina antar kelompok perlakuan... 37

Gambar 7. Hasil pengamatan histopatologi pankreas bagian sel asinar normal 43 Gambar 8. Hasil pengamatan histopatologi pankreas bagian sel asinar mengalami vakuolisasi... 43

Gambar 9. Hasil pengamatan histopatologi pankreas bagian pulau – pulau Langerhans... 44

Gambar 10. Grafik perubahan berat badan tikus jantan selama pemberian infusa daun sirih merah menurut kelompok dosis pada hari ke-1 sampai hari ke-28... 46

Gambar 11. Grafik perubahan berat badan tikus betina selama pemberian infusa daun sirih merah menurut kelompok dosis pada hari ke-1 sampai hari ke-28... 47

(17)

xvii

Gamabar 13. Grafik asupan minum tikus betina selama pemberian infusa daun sirih merah menurut kelompok dosis pada hari ke 0 sampai hari ke 28... 48 Gambar 14. Grafik asupan pakan tikus betina selama pemberian infusa daun sirih

merah menurut kelompok dosis pada hari ke 0 sampai hari ke 28... 49 Gambar 15. Grafik asupan minum tikus betina selama pemberian infusa daun

(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Foto Simplisia Daun Sirih Merah... 58

Lampiran 2. Foto Serbuk Daun Sirih Merah... 58

Lampiran 3. Foto Infusa Daun Sirih Merah... 58

Lampiran 4. Foto Organ Histopatologi... 59

Lampiran 5. Perhitungan penetapan peringkat dosis infusa daun sirih merah pada kelompok perlakuan... 59

Lampiran 6. Perhitungan rendemen serbuk daun sirih merah dan kadar air... 59

Lampiran 7. Perhitungan konversi dosis infusa daun sirih merah... 60

Lampiran 8. Surat Determinasi tanaman daun sirih merah... 62

Lampiran 9. Hasil Hispatologi Pankreas... 63

Lampiran 10. Surat ethics committee approval... 64

Lampiran 11. Analisis Statistik Kadar Glukosa Darah Pre dan Post pada Tikus Jantan melalui uji Paired T-Test... 65

Lampiran 12. Analisis Statistik Kadar Glukosa Darah Post pada Tikus Jantan... 66

Lampiran 13. Analisis Statistik Kadar Glukosa Darah Pre dan Post pada Tikus betina melalui uji Paired T-Test... 68

Lampiran 14. Analisis Statistik Kadar Glukosa Darah Post pada Tikus Betina... 69

Lampiran 15. Analisis Statistik Berat Badan Tikus Jantan... 71

(19)

xix

INTISARI

Sirih merah memiliki beberapa khasiat diantaranya mengobati stroke, batu ginjal, radang prostat, hepatitis, diabetes, asam urat, kolesterol, memiliki sifat antioksidan, antikanker, antiseptik, dan antiinflamasi.

Penelitian tentang pengaruh pemberian infusa daun sirih merah (Piper

crocatum) secara subkronis bertujuan mengungkapkan spektrum efek toksik

infusa daun sirih merah terhadap perubahan struktural yang dilihat berdasarkan gambaran histopatologi pankreas dan kadar glukosa darah untuk mengungkapkan kekerabatan antara dosis infusa daun sirih merah dengan spektrum efek toksik.

Penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov Smirnov untuk melihat distribusi data tiap kelompok. Dilanjutkan dengan analisis pola searah (One Way ANOVA) dengan taraf kepercayaan 95%. Metode yang dilakukan adalah pengukuran kadar glukosa darah tikus jantan dan betina secara subkronis dengan pemberian infusa daun sirih merah selama 28 hari, kekerapan pemberian satu kali sehari. Sebanyak 40 tikus galur Wistar (20 jantan dan 20 betina) berumur 2-3 bulan dibagi secara acak dalam 4 kelompok yaitu kelompok kontrol aquadest 15,525 g/kgBB, kelompok perlakuan yang diberi infusa daun sirih merah dengan dosis berturut-turut yaitu 1,38; 2,07; 3,105 g/kgBB.

Hasil penelitian tidak ditemukan spektrum efek toksik infusa daun sirih merah terhadap kadar glukosa darah dan perubahan struktural pada histopatologi pankreas bagian sel Langerhans, akan tetapi ditemukan perubahan pada vakuola sel asinar pada pankreas. Dapat dikatakan tidak ada kekerabatan antara dosis infusa daun sirih merah dengan spektrum efek toksik

(20)

xx ABSTRACT

Red betel has several benefits such as treating stroke, kidney stones, prostate inflammation, hepatitis, diabetes, uric acid, cholesterol, have antioxidant properties, anticancer, antiseptic, and anti-inflammatory.

Research on the effect of infusion of red betel leaf (Piper crocatum) aims to reveal the spectrum in subchronic toxic effects of red betel leaf infusion on the structural changes seen by histopathological picture of the pancreas and blood glucose levels to reveal the kinship between dose infusion of red betel leaf with a spectrum of toxic effects.

This study uses the Kolmogorov Smirnov to see the distribution of data for each group.Followed by a unidirectional pattern analysis (One Way ANOVA) with 95% confidence level. The method used is the measurement of blood glucose levels in male and female rats with subchronic administration of red betel leaf infusion for 28 days, the frequency of administration once daily. A total of 40 Wistar rats (20 males and 20 females) aged 2-3 months were randomly divided into 4 groups: control group aquadest 15,525 g / kg treatment group were given a red betel leaf infusion with successive doses ie 1,38; 2,07; 3,105 g/KgBW.

The results found no toxic effects spectrum of red betel leaf infusion on blood glucose levels and structural changes in the histopathology of pancreatic Langerhans cell section, but found changes in the pancreatic acinar cell vacuole. It can be said there is no kinship between dose infusion of red betel leaf with a spectrum of toxic effects.

(21)

1

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Tanaman sirih adalah salah satu tanaman yang telah dimanfaatkan

sebagai tanaman obat dan bahan menginang (makan daun sirih, gambir, kapur,

cengkih, dan buah pinang), sirih juga digunakan dalam berbagai ritual adat dan

keagamaan. Kandungan sirih merah yang telah diketahui adalah flavonoid,

alkaloid polifenol, tanin, saponin, dan minyak atsiri. Senyawa flavonoid bersifat

antioksidan, antidiabetik, antikanker, dan, antibakteri. Saponin dapat memacu

pembentukan kolagen, yaitu protein struktur yang berperan dalam proses

penyembuhan luka, dan senyawa alkaloid mempunyai sifat antineoplastik yang

juga ampuh menghambat pertumbuhan sel-sel kanker (Sudewo, 2005).

Telah banyak dilakukan beberapa penelitian mengenai khasiat dari daun

sirih merah diantaranya sebagai antihiperglekimia (Safitri dan Fahma, 2005),

menurunkan kadar glukosa darah (Salim, 2006), memiliki potensi hepatoprotektor

(Windyagiri, 2006), dan memperbaiki pankreas terhadap tikus hiperglikemia

(Permata,2006).

Penelitian penggunaan daun sirih merah dalam jangka waktu yang lama

belum ada, sehingga diperlukan uji toksisitas. Tujuan uji toksisitas adalah untuk

mengetahui spektrum efek toksik serta hubungan dosis dan toksisitas pada

(22)

dilakukan oleh Salim (2006), rebusan daun sirih merah tidak memiliki toksisitas

hingga dosis 20 g/KgBB dapat menurunkan kadar glukosa dan pada uji toksisitas

akut yang dilakukan oleh (Permata, 2006), rebusan daun sirih merah dengan dosis

0,322 g/Kg BB, 3,22 g/Kg BB, dan 20 g/Kg BB yang diinduksi bersama dengan

aloksan dapat memperbaiki pankreas.

Penelitian uji toksisitas subkronis belum pernah dilakukan, maka peneliti

ingin mengetahui pengaruh toksisitas jangka panjang dari penggunaan daun sirih

merah dan efek aktivitas hipoglikemik berlebih jika diberikan berulang. Dalam

hal ini, penelitian subkronis tentang penggunaan infusa daun sirih merah.

Penelitian subkronis ini dilakukan untuk mengetahui hubungan efek dan dosis

terhadap wujud efek toksiksitas subkronis infusa daun sirih merah pada

histopatologi pankreas (struktural) dan kadar glukosa darah tikus galur Wistar.

Sehingga, diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai

potensi ketoksikan akibat pemakaian berulang infusa sirih merah. Pemberian

dilakukan dengan cara mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 900C (BPOM RI, 2010). Infusa dipilih karena merupakan salah satu bentuk sederhana

yang dapat dilakukan masyarakat dengan cara merebus.

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang dapat diuraikan

sebagai berikut :

a. Seberapa besar spektrum efek toksik (perubahan struktural) infusa daun

sirih merah terhadap kerusakan pankreas yang dinilai dari perubahan kadar

(23)

b. Apakah terdapat hubungan kekerabatan antara dosis infusa daun sirih

merah dengan spektrum efek toksik pada histopatologi pankreas dan kadar

glukosa darah? 2. Keaslian penelitian

Penelitian sirih merah yang pernah ada yaitu :

a. “Potensi Rebusan Daun Sirih Merah (Piper crocatum) Sebagai Senyawa

Antihiperglikemia Pada Tikus Putih Galur Sprague-Dawley”, diperoleh

bahwa pada dosis 20g/KgBB dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus

diabetes galur Sprague-Dawley yang diinduksi aloksan tetrahedrat (Salim,

2006).

b. “Potensi rebusan daun sirih merah (Piper crocatum) terhadap Perbaikan

Pankreas Tikus Putih Hiperglikemia”, diperoleh bahwa rebusan daun sirih

merah dosis 0,322 g/KgBB, dosis 3,22g/KgBB, dan dosis 20g/KgBB

diinduksi bersama aloksan mampu membantu memperbaiki kelenjar

eksokrin pankreas (Permata, 2006).

c. “ Uji Aktivitas Fagositosis Makrofag Senyawa Kode Pc-2 dari Daun Sirih

Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) Secara In-Vivo.” Diperoleh bahwa

dosis 10 g/KgBB dapat meningkatkan aktivitas makrofag (Hartini,

Wahyuono, Widyarini, dan Yuswanto, 2013).

Dengan demikian, dapat disimpulkan penelitian mengenai toksisitas

subkronis daun sirih merah (Piper crocatum) terhadap histopatologi pankreas dan

(24)

3. Manfaat penelitian

a.Manfaat teoritis

Memberikan tambahan informasi mengenai kajian toksisitas subkronis

daun sirih merah dalam perkembangan dunia kesehatan.

b.Manfaat praktis

Memberikan tambahan informasi tentang spektrum toksisitas subkronis

infusa daun sirih merah terhadap histopatologi pankreas dan kadar glukosa

darah, hubungan efek dan dosis.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Tujuan dalam penelitian untuk membuktikan ada tidaknya potensi efek

toksik dari infusa daun sirih merah (Piper crocatum) secara subkronis.

2. Tujuan khusus

a. Mengungkapkan spektrum efek toksik (perubahan struktural) infusa daun sirih

merah terhadap kerusakan pankreas yang dinilai dari perubahan kadar glukosa

darah dan histopatologi pankreas.

b. Mengungkapkan kekerabatan antara dosis infusa daun sirih merah dengan

(25)

5

BAB II

PENELAHAAN PUSTAKA

A. Daun Sirih Merah (Piper crocatum) 1. Taksonomi daun sirih merah

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Magnoliidae

Ordo : Piperales

Famili : Piperaceae (suku sirih-sirihan)

Genus : Piper

Spesies : Piper crocatum Ruiz & Pav.

(Plantamor, 2011)

Morfologi tanaman

Tumbuhan merambat atau menjalar, panjangnya dapat mencapai sekitar

5-10m, batang bulat, hijau merah keunguan, beruas dengan panjang ruas 3-8 cm,

pada setiap buku tumbuh satu daun. Permukaan helaian daun bagian atas rata –

agak cembung, mengkilat, permukaan helaian daun bagian bawah mencekung

(26)

4–9,4 cm, warna dasar daun hijau pada kedua permukaannya, bagian atas hijau

dengan garis-garis merah jambu kemerahan, permukaan bagian bawah hijau

merah tua keunguan. Warna daun sirih bervariasi, dari kuning, hijau, sampai hijau

tua. Sirih berbunga majemuk yang berbentuk bulir dan merunduk. Bunga sirih

dilindungi oleh daun pelindung yang berbentuk bulat panjang dengan diameter 1

mm. Bulir jantan panjangnya sekitar 1,5-3 cm dan memiliki dua benang sari yang

pendek. Sementara itu, bulir betina panjangnya sekitar 1,5-6 cm, memiliki dua

kepala putik tiga sampai lima buah yang berwarna putih dan hijau kekuningan

(Rini dan Mulyono, 2003). Gambar daun sirih merah bisa dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Daun Sirih Merah (Plantamor, 2011)

2. Penggunaan daun sirih merah (Piper crocatum)

Menurut Solikhah (2006) senyawa fitokimia yang terkandung dalam

daun sirih merah yakni alkaloid, tanin, saponin, dan flavonoid. Menurut Ivorra,

M.D dalam buku "A Review of Natural Product and Plants as Potensial

Antidiabetic," senyawa aktif alkoloid dan flavonoid memiliki aktivitas

hipoglikemik atau penurun kadar glukosa darah. Kandungan kimia lainnya yang

terdapat di daun sirih merah adalah minyak atsiri, hidroksikavicol, kavicol,

kavibetol, allylprokatekol, karvakrol, eugenol, p-cymene, cineole, caryofelen,

(27)

zat/senyawa kimia bermanfaat inilah, daun sirih merah memiliki manfaat yang

sangat luas sebagai bahan obat. Karvakrol bersifat desinfektan, anti jamur,

sehingga bisa digunakan untuk obat antiseptik pada bau mulut dan keputihan.

Eugenol dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit (Manoi, 2007)

Sebagai tanaman obat (fitofarmaka), sirih merah dapat mengobati

diabetes melitus, hipertensi, leukemia, hepatitis, TBC, maag akut, batu ginjal,

ambeien, serangan jantung, radang prostat, asam urat dan kanker payudara

(Sudewo 2005). Diketahui juga bahwa secara empiris, khasiat kandungan

senyawa dari sirih merah antara lain, flavonoid dan polifenol berfungsi sebagai

antioksidan, antidiabetik, antikanker, antiseptik, dan antiinflamasi. Senyawa

eugenol berfungsi sebagai analgetik, senyawa tanin sebagai penyembuh sakit

perut pada diare dan antiseptik pada luka. (Nurmalina dan Valley, 2012).

3. Kandungan sirih merah (Piper crocatum)

a. Flavonoid

Flavonoid mencakup banyak pigmen yang paling umum dan terdapat

pada seluruh dunia tumbuhan dari Fungus sampai Angiospermae. Pada tumbuhan

tingkat tinggi, flavonoid terdapat baik dalam bagian vegetatif maupun dalam

bunga (Robinson, 1995). Sebagian besar flavonoid alam ditemukan dalam bentuk

glikosida dimana unit flavonoid terikat pada satu gula. Flavonoid dapat ditemukan

sebagai mono, di atau triglikosida (Achmad, 1986). Flavonoid yang berupa

glikosida merupakan senyawa polar sehingga dapat diekstrak dengan etanol,

(28)

berubah bila ditambah basa atau amonia sehingga mudah dideteksi pada

kromatogram.

Flavonoid terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar,

kayu, kulit, bunga, buah dan biji. Flavonoid terdiri dari beberapa golongan utama

antara lain antosianin, flavonol dan flavon yang tersebar luas dalam tumbuhan,

sedangkan khalkon, auron, falvonon, dihidrokhalkon dan isoflavon

penyebarannya hanya terbatas pada golongan tertentu saja (Harborne, 1987).

b. Tanin

Kadar tanin yang tinggi mempunyai arti penting bagi tumbuhan yaitu

untuk pertahanan bagi tumbuhan dan membantu mengusir hewan pemakan

tumbuhan. Beberapa tanin terbukti mempunyai aktivitas antioksidan dan

menghambat pertumbuhan tumor (Harborne, 1987).

c. Alkaloid

Alkaloid merupakan senyawa organik yang terdapat di alam bersifat basa

atau alkali dan sifat basa ini disebabkan karena adanya atom N (Nitrogen) dalam

molekul senyawa tersebut dalam struktur lingkar heterosiklik atau aromatis, dan

dalam dosis kecil dapat memberikan efek farmakologis pada manusia dan hewan.

Sebagai contoh, morfina sebagai pereda rasa sakit, reserpina sebagai obat

penenang, atrofina berfungsi sebagai antispamodia, kokain sebagai anestetik

lokal, dan strisina sebagai stimulan syaraf (Ikan,1969).

B. Infusa

Pembuatan sediaan infusa dilakukan dengan cara mencampur simplisia

(29)

dilakukan pemanasan di atas tangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu

mencapai 900C sambil sekali-sekali diaduk-aduk. Serkai selagi panas melalui kain

flanel, lalu menambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh

volume infus yang dikehendaki (BPOM RI, 2010).

C. Toksikologi

Uji toksikologi dibagi menjadi dua yaitu uji ketoksikan tak khas dan uji

ketoksikan khas. Uji ketoksikan tak khas adalah uji toksikologi yang dirancang

untuk mengevaluasi keseluruhan efek toksik suatu senyawa pada aneka ragam

jenis hewan uji.Yang termasuk dalam uji ketoksikan tak khas yaitu uji ketoksikan

akut, sub kronis dan kronis. Uji ketoksikan khas adalah uji toksikologi yang

dirancang untuk mengevaluasi secara rinci efek toksik yang khas dari suatu

senyawa pada semua hewan uji. Yang termasuk dalam uji ketoksikan khas adalah

uji potensiasi, kekarsinogenetikan, kemutagenetikan, keteratogenetikan,

reproduksi, kulit dan mata, dan perilaku (Donatus, 2001).

D. Asas Toksikologi

a. Kondisi pemberian dan makhluk hidup

Kondisi pemberian ialah semua faktor yang menentukan keberadaan racun

di tempat aksinya. Jalur pemberian seperti intravena, inhalasi, intraperitonial,

subkutan, intramuskular, dermal, dan oral akan menentukan ketersediaan senyawa

induk atau metabolit di tempat aksi. Saat pemberian, serta besarnya takaran racun

akan mempengaruhi besarnya ketersediaan zat racun di tempat aksi tertentu dan

kerentanan makhluk hidup terhadap racun. Kondisi makhluk hidup adalah

(30)

(penyakit) makhluk hidup dapat mempengaruhi ketersediaan racun di sel sasaran

dan keefektifan antaraksi antara kedua ubahan ini (Donatus, 2001).

b. Mekanisme aksi toksik

Mekanisme aksi toksik racun digolongkan menjadi tiga, yakni mekanisme

berdasarkan sifat dan tempat kejadian, berdasarkan sifat antar aksi antara racun

dan tempat aksinya, dan berdasarkan risiko penumpukan racun dalam gudang

penyimpanan tubuh. Berdasarkan sifat dan tempat kejadian mekanisme aksi toksik

digolongkan menjadi dua yaitu mekanisme luka intrasel dan mekanisme luka

ekstrasel. Mekanisme luka intrasel diawali oleh racun pada tempat aksinya di

dalam sel sasaran. Racun akan berinteraksi dengan sasaran molekuler yang khas

atau tak khas, melalui mekanisme reaksi kimia. Tubuh akan memberi respon

berupa perbaikan atau adaptasi sebelum terjadi efek yang tidak diinginkan, tetapi

apabila mekanisme pertahanan tubuh tidak lagi mampu memperbaiki akan timbul

respon toksik berupa perubahan biokimia, fungsional, atau struktural (Donatus,

2001).

c. Wujud dan sifat efek toksik

Wujud efek toksik sesuatu racun dapat berupa perubahan biokimia,

fungsional, dan struktural. Berbagai perubahan ini memiliki ciri yang khas, yakni

terbalikkan atau tak terbalikkan. Jenis wujud perubahan biokimia tidak

menunjukkan bukti secara langsung terhadap patologi organ, apabila mekanisme

homeostatis normal makhluk hidup masih dapat bekerja maka perubahan biokimia

(31)

d. Jenis uji toksisitas

a. Uji ketoksikan tak khas, dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan atau

spektrum efek toksik suatu senyawa pada berbagai jenis hewan uji. Pada

uji ketoksikan tak khas dikenal uji ketoksikan akut, subkronis, dan

kronis.

b. Uji ketoksikan khas, dirancang untuk mengevaluasi secara rinci efek

khas suatu senyawa pada berbagai jenis hewan uji. Pada uji ketoksikan

khas terdapat beberapa uji yaitu uji potensiasi, kekarsinogenikan,

kemutagenikan, keteratogenikan, reproduksi, kulit dan mata, dan perilaku

(Donatus, 2001).

E. Toksisitas Subkronis

Toksisitas subkronis merupakan salah satu jenis uji toksikologi yang

diberikan dengan dosis berulang pada hewan uji tertentu, selama kurang dari tiga

bulan. Uji ini ditujukan untuk mengungkapkan spektrum efek toksik senyawa uji,

serta untuk memperlihatkan apakah spektrum efek toksik tersebut berkaitan

dengan takaran dosis (Donatus, 2001). Uji toksisitas subkronis untuk

mengeksplorasi secara luas keseluruhan efek biologis yang ditimbulkan pada

tempat aksi yang diberikan pada rentang dosis tertentu. Uji toksisitas subkronis

dapat menentukan toksisitas secara kualitatif (organ target dan efek yang

ditimbulkan) dan kuantitatif (pengaruh atau efek yang ditimbulkan terhadap

jaringan dan plasma darah) dari pemberian dosis berulang pada hewan uji (Gad,

(32)

Hewan uji yang disarankan paling tidak satu jenis hewan dewasa sehat,

baik jantan maupun betina. Hewan uji dipilih yang peka dan memiliki pola

metabolisme terhadap senyawa uji yang semirip mungkin dengan manusia

(Donatus, 2001). Spesies hewan rodent menggunakan tikus. Hewan dimasukkan

dalam dua kategori kelompok yaitu kelompok kontrol dan perlakuan yang

dilakukan secara acak (Gad, 2002). Jumlah kelompok hewan uji paling tidak

sebanyak empat kelompok yaitu satu kelompok kontrol dan tiga kelompok

peringkat dosis. Jumlah hewan uji untuk jangka waktu penelitian selama empat

minggu, paling tidak terdapat lima jantan dan lima betina dalam satu kelompok

(Derelanko and Mannfred, 2002). Jalur pemberian sesuai dengan jalur yang

digunakan manusia dan peringkat dosis. Pengamatan dan pemeriksaan yang

dilakukan dalam uji ketoksikan subkronis, meliputi:

1 Perubahan berat badan yang diperiksa paling tidak 7 hari sekali,

2 asupan makanan untuk masing-masing hewan atau kelompok hewan,

diukur paling tidak 7 hari sekali,

3 gejala-gejala klinis umum yang diamati setiap hari,

4 pemeriksaan terhadap hematologi, paling tidak diperiksa dua kali, pada

awal akhir uji coba,

5 pemeriksaaan kimia darah, paling tidak diperiksa dua kali, pada awal akhir

uji coba,

6 analisis urin, paling tidak sekali,

7 pemeriksaan histopatologi organ pada akhir uji coba

(33)

Ada dua basis yang berbeda untuk jenis farmakologi, fisiologi, dan efek

biokimiawi, basis ini dibedakan menjadi farmakokinetika dan farmakodinamika.

Farmakokinetika berbasis pada efek toksik yang disebabkan oleh meningkatnya

konsentrasi senyawa atau metabolik aktif di sisi target. Hal ini dikarenakan,

peningkatan dosis, perubahan metabolisme, atau kejenuhan proses eliminasi.

Basis efek toksik farmakodinamika terdapat respon yang berubah pada sisi target,

kemungkinan karena adanya variasi reseptor (Timbrell, 2008).

Salah satu parameter biokimia yang dapat diukur adalah glukosa darah.

Perubahan konsentrasi glukosa darah dapat disebabkan oleh senyawa asing dan

kemungkinan melibatkan berbagai mekanisme (Timbrell, 2008). Sedangkan

jaringan yang diperiksa adalah histopatologi pankreas,dilihat kerusakan pada sel β pankreas (Robertson, R., Harmon, J., Tran, P., Tanaka, Y., and Takashi, H.,

2003).

F. Glukosa Darah

1. Definisi glukosa

Glukosa, suatu gula monosakarida, adalah salah satu karbohidrat

terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga utama dalam tubuh. Glukosa

merupakan prekursor untuk sintesis semua karbohidrat lain di dalam tubuh seperti

glikogen, ribose dan deoxiribose dalam asam nukleat, galaktosa dalam laktosa

susu, dalam glikolipid, dan dalam glikoprotein dan proteoglikan (Murray,

(34)

2. Kadar glukosa darah

Kadar glukosa darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa

di dalam darah. Konsentrasi gula darah, atau tingkat glukosa serum, diatur dengan

ketat di dalam tubuh. Umumnya tingkat gula darah bertahan pada batas-batas

yang sempit sepanjang hari (70-150 mg/dl). Tingkat ini meningkat setelah makan

dan biasanya berada pada level terendah pada pagi hari, sebelum orang makan

(Henrikson dan Bech-Nielsen, 2009).

Ada beberapa tipe pemeriksaan glukosa darah. Pemeriksaan gula darah

puasa mengukur kadar glukosa darah selepas tidak makan setidaknya 8 jam.

Pemeriksaan gula darah postprandial 2 jam mengukur kadar glukosa darah tepat

selepas 2 jam makan. Pemeriksaan gula darah ad random mengukur kadar glukosa

darah tanpa mengambil kira waktu makan terakhir (Henrikson dan Bech-Nielsen,

2009).

Konsentrasi glukosa darah juga perlu dijaga agar tidak meningkat terlalu

tinggi karena empat alasan berikut :

1. Glukosa dapat menimbulkan sejumlah besar tekanan osmotik dalam cairan

ekstrasel, dan bila konsentrasi glukosa meningkat secara berlebihan, akan

dapat mengakibatkan timbulnya dehidrasi sel.

2. Tingginya konsentrasi glukosa dalam darah menyebabkan keluarnya

glukosa dalam air seni.

3. Hilangnya glukosa melalui urin juga menimbulkan diuresis osmotik oleh

(35)

4. Peningkatan jangka panjang glukosa darah dapat menyebabkan kerusakan

pada banyak jaringan, terutama pembuluh darah. Kerusakan vaskular,

akibat diabetes melitus yang tidak terkontrol, akan berakibat pada

peningkatan risiko terkena serangan jantung, stroke, penyakit ginjal

stadium akhir, dan kebutaan.

(Guyton and Hall, 2006).

G. Pankreas

Gambar 2. Pankreas (Minoti, Jeremy, and Mark, 1997)

Pankreas merupakan organ yang panjang dan besar kira – kira 15 cm

terletak di belakang lambung dan sebagian di belakang hati. Organ ini terdiri dari

98 % sel-sel dengan sekresi ekstern, yang memproduksi enzim – enzim cerna

(pankreatin) yang disalurkan ke duodenum. Sisanya terdiri dari kelompok sel

(pulau Langerhans) dengan sekresi intern yaitu hormon-hormon insulin dan

(36)

Pankreas merupakan sebuah kelenjar yang memiliki fungsi eksokrin dan

endokrin. Pankreas eksokrin mengandung banyak sel asinus yang mengeluarkan

getah pankreas ke dalam duodenum melalui duktus pankreatikus. Pankreas

endokrin terdiri atas banyak pulau – pulau Langerhans yang mengandung

beberapa sel penghasil hormon (Stephen dan Ganong, 2010).

a. Pankreas Eksokrin

Pankreas endokrin terdiri atas kelompok – kelompok asinus. Sel asinus

merupakan sel epitel yang berbentuk piramid, dengan granula zymogen yang

terletak di central. Setiap asinus pankreas terdiri atas beberapa sel asinus yang

mengelilingi lumen (lihat gambar 5).

Gambar 3. Gambaran sel asinus (Abraham dan Laura, 2011)

Dalam sel asinus terdapat granula zimogen yang mengandung enzim

pencernaan. Jumlah granula zimogen didalam sel bervariasi; lebih banyak

sewaktu puasa dan berkurang setelah makan. Getah pankreas merupakan

kombinasi dari sel asinar dan sekresi sel duktus. Sifat getah pankreas ini basa

yang berperan penting dalam menetralkan asam lambung yang memasuki

(37)

Getah pankreas memiliki tiga enzim pencernaan yang bekerja atas tiga

jenis makan, yaitu :

a. Amilase mencerna hidrat karbon yang sifatnya lebih kuat dari ptialin;

bekerja atas zat tepung mentah ataupun yang telah dimasak dan

mengubahnya menjadi disakarida

b. Lipase merupakan enzim pemecah lemak menjadi gliserin dan asam

lemak dan paling kuat jika bekerja bersama dengan empedu.

c. Tripsin mencerna protein. Tripsin dihasilkan enzim tripsinogen yang

terdapat pada getah pankreas dan diubah menjadi enzim pencerna.

Kerja tripsin lebih kuat dibandingkan dengan pepsin yang dihasilkan

oleh getah lambung. Tripsin menurunkan protein dan pepton menjadi

golongan polipeptida (Pearce, 2009)

b. Endokrin pankreas

Ada hampir 1 juta pulau Langerhans di pankreas dewasa normal yang

tersebar diseluruh pankreas eksokrin. Memiliki ukuran bervariansi yaitu 40-900

m. Pulau yang lebih besar yang terletak lebih dekat ke arteriol utama dan pulau

kecil yang tertanam lebih dalam di parenkim pankreas. Pulau Langerhans adalah

massa sel endokrin berbentuk bulat dengan berbagai ukuran, yang dipisahkan dari

jaringan asini eksokrin disekelilingnya oleh selapis serat retikilar halus. Pulau

Langerhan biasanya lebih besar dari asini dan tampak sebagai kelompok padat

sel-sel epitelial yang ditembus oleh banyak kapilar (lihat gambar 6) (William dkk,

(38)

Gambar 4. Gambaran pulau Langerhans (Abraham dan Laura, 2011)

Sebagian besar pulau Langerhans mengandung 3000-4000 sel. Sel – sel

islet ini memproduksi empat jenis sel utama yang memproduksi hormon, yaitu :

a. sel alfa yang menghasilkan hormon glukagon

b. β-sel yang menghasilkan hormon insulin

c. sel delta yang menghasilkan hormon somatostatin

d. sel PP yang menghasilkan hormon PP (pancreatic polypeptide)

Selain empat jenis sel utama yang terdapat pada pulau Langerhans, sel

islet memproduksi seperti sel epsilon, dapat dilihat pada tabel 1 hormon – hormon

(39)

Tabel 1. Produk pankreas islet peptida (William dkk, 2009)

β-sel yang mensekresi insulin dipengaruhi oleh kadar plasma asam amino

seperti arginin, lisin, leusin dan asam lemak. Fungsi dari insulin adalah untuk

menghambat hasil produksi hati yaitu glukosa ke dalam sel, sehingga menurunkan

kadar glukosa plasma. Insulin juga menghambat glikogenolisis dan merangsang

sintesis protein. Glukagon merupakan rantai tunggal peptida yang berfungsi

meningkatkan kadar glukosa darah kembali ke nilai normalnya yang bekerja

berlawanan dengan fungsi insulin. Somatostatin merupakan peptida yang dapat

menghambat sekresi endokrin dan eksokrin dan mempengaruhi neurotransmisi,

GI dan empedu.

PP merupakan peptida rantai lurus yang memiliki peran dalam regulasi

(40)

hormone secretagogue, GHS) adalah hormon stimulator GH. GHS diproduksi

paling banyak oleh kelenjar oksintik yang berada di dalam lambung, selain itu

juga oleh sel epsilon dalam pankreas. Ghrelin bergungsi sebagai pengatur

penumpukan lemak kedalam jaringan adiposa dan meningkatkan nafsu makan

(William dkk, 2009).

H. Keterangan Empiris

Pada penelitian ini bersifat eksploratif untuk mendapatkan bukti adanya

efek toksisitas subkronis dari infusa daun sirih merah terhadap kadar glukosa dan

(41)

21

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis dan rancangan pada penelitian toksisitas subkronis infusa daun sirih

merah pada tikus jantan dan betina galur Wistar termasuk eksperimental murni

acak pola satu arah. Rancangan acak ini merupakan cara dalam menetapkan

sampel yang digunakan penelitian dengan pengacakan agar setiap sampel

memperoleh kesempatan yang sama untuk dapat masuk ke dalam kelompok

perlakuan dan kelompok kontrol. Pola searah ditunjukkan dengan diberikannya

perlakuan yang sama pada kelompok perlakuan, yaitu pemberian infusa daun sirih

merah secara per oral dengan dosis yang berbeda.

B. Variabel Penelitian 1. Variabel utama

a. Variabel bebas

Varibel bebas dari penelitian ini adalah dosis infusa daun sirih merah

perberat badan tikus (g/KgBB).

b. Variabel tergantung

Variabel tergantung dari penelitian ini adalah kadar glukosa dan

histopatologi pankreas setelah pemberian infusa daun sirih merah.

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali

(42)

a) Galur Wistar.

b) Jantan dan betina.

c) Umur 2 – 3 bulan.

d) Berat badan 100 – 200 g.

e) Keadaan fisik berstatus sehat.

2) Bahan uji berupa daun daun sirih merah yang masih muda, diperoleh dari

Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si pada bulan Maret.

b. Variabel pengacau tak terkendali

Variabel pengacau tak terkendali dari penelitian ini adalah kondisi

patologis dan fisiologis hewan uji dan waktu panen dari daun sirih merah (Piper

crocatum).

C. Defenisi Operasional

1. Pembuatan infusa daun sirih merah (Piper crocatum) sejumlah 20g

dalam 100 ml pada suhu 900C didapatkan tiga peringkat dosis sebesar

1,38 ; 2,07 ; 3,105 g/kgBB

2. Pankreas merupakan sebuah kelenjar yang memiliki fungsi eksokrin dan

endokrin.

3. Kriteria efek toksisitas subkronis meliputi histopatologi pankreas dan

kadar glukosa dilihat dari pengaruh pemberian infusa daun sirih merah

(43)

D. Bahan atau Materi Penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebanyak empat puluh

tikus putih galur Wistar terdiri dari 20 jantan dan 20 betina berumur 2-3 bulan,

dengan berat kisaran badan 100 – 200 gram. Daun sirih merah (Piper crocatum)

diambil yang masih muda dan waktu pengambilannya pagi hari. Asupan minum

dan pelarut dalam pembuatan infusa digunakan aquadest sedangkan asupan

makan berupa pelet tipe BR-2.

E. Alat dan Instrumen Penelitian

Alat – alat yang digunakan adalah

1. Alat-alat pembuatan serbuk kering daun sirih merah (Piper crocatum)

antara lain : mesin penyerbuk (blender), timbangan, oven.

2. Alat-alat pembuatan infusa daun sirih merah (Piper crocatum) antara lain :

Bekker glass, timbangan, batang pengaduk, gelas ukur, panci infusa,

heater, stopwatch, kain flanel.

3. Alat-alat uji toksisitas antara lain : kandang tikus (metabolic cage),

timbangan, Bekker glass, jarum suntik per oral, spuit injeksi, Ependorf,

pipa kapiler (haematokrit).

F. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman

Determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium Farmakognosi

Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta hingga ke

(44)

2. Pengumpulan bahan uji

Daun sirih merah (Piper crocatum) untuk bahan uji dipilih dalam kondisi

segar dan berwarna hijau pada bagian tengah antara pucuk dan pangkal daun.

Daun sirih merah yang diperoleh berasal dari hasil kebun yang dilakukan oleh

Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si. yang diberikan pada bulan Maret 2013.

3. Pembuatan serbuk daun sirih merah

Petikan daun sirih merah (Piper crocatum) dicuci dan dikeringkan,

kemudian dimasukan dalam oven dengan suhu ± 50oC selama 24 jam. Daun yang sudah kering diserbuk dan diayak dengan menggunakan ayakan no. 30 dan

dilakukan perhitungan rendemen menggunakan

rumus :�����������

�����������x 100 % (Sharief, 2006).

4. Penetapan kadar air serbuk kering daun sirih merah

Penetapan kadar air menggunakan metode gravimetri dengan bantuan

alat Moisture Balance. Dimasukkan ±5 g serbuk daun sirih merah ke dalam alat,

kemudian diratakan. Timbang bobot zat sebagai bobot sebelum pemanasan

(bobot a) panaskan pada suhu 1100C selama 30 menit. Setelah itu, ditimbang bobot zat setelah pemanasan (bobot b). Selisih bobot a dan bobot b merupakan

kadar air yang diselidiki.

Dari 1 Kg daun sirih merah basah didapatkan 230,18g daun sirih merah

kering. Maka, diperoleh rendemen sebesar :

230,18 �

(45)

Untuk perhitungan kadar air menggunakan metode gravimetri, maka

digunakan rumus :���������−�������ℎ��

��������� × 100%

5. Penetapan dosis infusa daun sirih merah

Dosis terapi infusa daun sirih merah (Piper crocatum) adalah 23 g/70 Kg

BB untuk manusia 70 Kg. Konversi manusia (70 kg ke tikus 200 g) = 0,018

(Laurence and Bacharach, 1964).

Dosis untuk 200g tikus = 0,018 x 23g

= 0,414g/200g BB

= 2,07x10-3g/g BB

= 2,07 g/Kg BB

Dalam penelitian ini dibuat 3 peringkat dosis, dengan cara menggunakan

kelipatannya. Angka kelipatan yang digunakan sebesar satu setengah kalinya,

sehingga diperoleh tiga peringkat dosis yaitu 1,38 ; 2,07 ; 3,105 g/kgBB.

6. Penetapan dosis aquadest sebagai kontrol negatif

Untuk penentuan dosis aquadest digunakan dosis tertinggi untuk

mengetahui jumlah volume maksimum yang diberikan kepada hewan uji. Dosis

tertinggi 3,105 g/kgBB, berdasarkan rumus didapatkan volume maksimum yaitu :

D x BB =C x V

3,105g/Kg BB x 200g = 20% x V

V = 3,105 ml/200g BB

Maka dosis aquadest adalah :

(46)

V = 0,015525 g/g BB (karena 1ml aquadest sama dengan 1g)

V = 15,525 g/Kg BB

7. Pembutan infusa daun sirih merah

Dalam pembuatan infusa, sebanyak 20 g serbuk kering daun sirih merah

(Piper crocatum) ditimbang dan dicampur dengan 100 ml aquadest. Campuran ini

dipanaskan selama 15 menit dengan suhu 900C pada heater (waktu terhitung dari suhu campuran telah mencapai 900C). Air yang diperoleh kemudian disaring menggunakan kain flanel dan ditambahkan aquadest hingga 100 ml. Konsentrasi

infusa yang didapat adalah 20%.

8. Penyiapan hewan uji

Hewan uji yang digunakan berjumlah 40 ekor, terdiri dari tikus jantan

dan betina, galur Wistar, umur 2- 3 bulan, berat badan 100 – 200 g. Ditempatkan

dalam metabolic cage. Pada setiap metabolic cage berisi satu tikus. Sebelum

dilakukan perlakuan hewan uji diadaptasikan pada metabolic cage selama 3 hari.

9. Pengelompokan hewan uji

Tikus sebanyak empat puluh ekor yang digunakan dalam penelitian,

dibagi menjadi empat kelompok secara acak, yaitu tiga sebagai kelompok

perlakuan dan satu kelompok perlakuan yang masing – masing kelompok terdiri

dari sepuluh ekor tikus (lima jantan dan lima betina). Pada kelompok satu

merupakan kelompok kontrol negatif dengan pemberian aquadest dengan dosis

15,252 g/KgBB sedangkan kelompok II hingga IV diberikan perlakuan infusa

daun sirih merah (Piper crocatum) dengan peringkat dosis berturut – turut, yaitu

(47)

10. Prosedur pelaksanaan toksisitas subkronis

Infusa daun sirih merah (Piper crocatum) yang merupakan sediaan uji

diberikan pada hewan uji sesuai dosis pemberian dengan kekerapan pemberian

satu kali sehari selama 28 hari pada tikus jantan dan betina dengan tetap diberi

makan dan minum. Pada awal masa uji yaitu pada hari I, darah semua tikus

diambil melalui sinus orbital mata, Pengambilan darah tersebut dilakukan dengan

menusukkan pipa kapiler langsung ke sinus orbital mata. Sampel darah yang

diambil kemudian ditampung pada Ependorf berisi heparin untuk diambil serum

darah, diberi kode kemudian dikirim ke Parahita Medical Lab untuk dilakukan

pengukuran kadar glukosa darah tikus. Pemberian infusa daun sirih merah

dilakukan selama 28 hari pada setiap kelompok perlakuan sesuai dengan peringkat

dosis. Pada hari ke-29 darah semua tikus diambil kembali melalui vena orbital

mata ditampung pada Ependorf berisi heparin untuk diambil serum darah

kemudian dilakukan kembali pengukuran kadar glukosa darah tikus. Pada hari

ke-29 juga dilakukan pembedahan setengah dari hewan uji baik jantan maupun betina

untuk dilakukan pemeriksaan histopatologi. Kemudian pada hari ke-42 (14 hari

setelah hari ke-28) dilakukan pembedahan hewan uji yang tersisa untuk melihat

reversibilitas.

11. Prosedur Pembedahan

Pertama-tama disiapkan pot organ yang yag telah diberi label dan yang

sesuai dengan nomor tikus yang akan dibedah dan telah diisi dengan formalin

10% untuk menyimpan organ. Kemudian, menyiapkan alat-alat bedah yang akan

(48)

digunakan untuk menampung NaCl 0,9% mencuci organ setelah dibedah. Setelah

itu, tikus yang akan dibedah di dislokasi leher terlebih dahulu kemudian posisikan

tikus pada papan bedah menggunakan pins. Bedah dimulai dari bagian perut

sampai bagian leher menggunakan gunting bedah. Kemudian, ambil dan pisahkan

masing-masing organ menggunakan gunting bedah dengan bantuan pinset,

pastikan tiap-tiap organ tidak tercampur, kemudian organ tersebut dicuci dengan

NaCl 0,9% kemudian dimasukkan ke dalam pot organ yang sesuai antara label

tikus yang dibedah dengan label yang ada di pot organ. Sisa organ tikus yang

tidak terpakai dimasukkan ke dalam kantong plastik dan ditutup rapat agar tidak

ada bau yang keluar, kemudian di kubur.

12. Pengamatan

a. Pengamatan berat badan hewan uji

Pengamatan berat badan terhadap hewan uji dilakukan dengan cara

menimbang hewan uji dengan timbangan. Penimbangan berat badan hewan uji

dilakukan setiap hari. Perhitungan purata berat badan tikus dilakukan dengan cara

menambahkan berat badan tikus kemudian dibagi dengan jumlah tikus ditiap

kelompok dilakukan pada hari 0, 7, 14, 21, 28. Kemudian data yang diperoleh

dianalisis secara statistik.

b. Pengukuran asupan pakan hewan uji

Hewan uji diberikan asupan pakan setiap hari sebanyak 20 g dan

dilakukan penggantian pakan setiap harinya. Cara mengukur besarnya asupan

pakan tikus yaitu dengan menghitung selisih berat pakan hari kedua dikurangi

(49)

pada hari pertama, kemudian pada hari kedua pakan yang masih tertinggal pada

wadah ditimbang. Selisih penimbangan antara berat pakan hari kedua dengan

berat badan hari pertama inilah yang dihitung sebagai asupan makanan pada hari

pertama.

c. Pengukuran asupan minun hewan uji

Hewan uji diberikan minum berupa aquadest sebanyak 150 ml. Minuman

diberikan dalam wadah botol kaca yang diberi pipa seperti tabung reaksi yang

diberi lubang pada ujungnya. Pengukuran asupan minum hewan uji dilakukan

dengan cara memasukkan 150 ml air pada wadah dihari pertama, kemudian pada

hari kedua jumlah sisa air yang masih terdapat dalam botol dihitung. Air minum

yang dihabiskan tikus pada hari pertama dihitung dengan cara mengurangkan

jumlah air minum yang diberikan pada hari pertama dengan jumlah air minum

sisa pada hari kedua.

13. Pemeriksaan histopatologis

Pemeriksaan hispatologis dilakukan dengan cara pembedahan untuk

diambil organ pankreas. Sebelum melakukan pembedahan, tikus dikorbankan

dengan cara diskolasi leher yaitu mematikan hewan uji dengan cara menarik leher

dan ekor secara bersamaan sehingga tulang leher patah. Kemudian dilakukan

pembedahan terhadap tikus. Tikus diletakkan secara terlentang diatas papan

pembedahan (gabus/steroform) dan dibedah caesar dengan membuat irisan digaris

tengah ventral tubuh mulai dari area bukaan genitalia hingga ke leher. Rongga

(50)

dilakukan pemeriksaan histopatologis. Organ kemudian dicuci bersih dengan

aquadest kemudian difiksasi, diletakkan didalam pot yang berisi formalin 10%.

14. Histopatologi pankreas

Pembacaannya preparat dilakukan di Fakultas Kedokteran Hewan

Universitas Gadjah Mada. Perubahan pankreas yang diamati meliputi bagian

endokrin dan bagian eksokrin yang meliputi pulau Langerhans dan sel - sel asinar.

Pengamatan dilakukan di bawahmikroskop cahaya pembesaran 400x dengan

bantuan video mikrometer.

Pengambilan organ pankreas dengan cara nekropsi setelah tikus mati,

selanjutnya dibuat preparat agar mudah diamati dibawah mikroskop. Pembuatan

preparat histopatologi tersebut secara berurutan difiksasi di dalam larutan buffer

netral formalin, trimming, dehidrasi, infiltrasi dengan parafin, diiris dengan

mikrotom dan diwarnai dengan hematosilin-eosin (HE). Pewarnaan dilakukan

dengan cara menginkubasi preparat otot dengan larutan Mayer’s hematoxilyn,

kemudian diinkubasi dalam larutan Eosin 0,5% yang sudah ditambah asam asetat

(100 : 1) selama 5 menit.

G. Analisis Data

1 Pemeriksaan kadar glukosa darah

Dilakukan uji paired-T test tiap kelompok untuk mengetahui ada

tidaknya perbedaan bermakna sebelum dan sesudah perlakuan. Analisa data kadar

glukosa darah dilakukan dengan uji Kolmogorov Smirnov untuk melihat distribusi

data tiap kelompok. Apabila distribusi data normal maka analisis dilanjutkan

(51)

kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk mengetahui perbedaan

masing-masing kelompok. Apabila hasil data menunjukkan distribusi yang tidak normal

dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov maka analisis dilanjutkan dengan

analisis non parametrik, yaitu Kruskal Walis untuk mlihat perbedaan kadar

glukosa darah antar kelompok, dilanjutkan dengan uji Mann Whitney untuk

mengetahui perbedaan uji tiap kelompok.

2 Pengamatan berat badan hewan uji

Dengan menggunakan analisis General Linier Model (metode

multivariate) maka didapatkan data pendukung yaitu data perubahan berat badan

dengan dihitung purata kenaikan berat badan pada hari ke 0, 7, 14, 21, dan pada

hari ke 28.

3 Pengukuran asupan pakan hewan uji

Data pengukuran asupan pakan hewan uji dilakukan dengan menghitung

purata harian asupan pakan hewan uji. Setelah 28 hari, profil pola makan dibuat

dengan menggunakan grafik.

4 Pengukuran asupan minum hewan uji

Data pengukuran asupan minum hewan uji dilakukan dengan menghitung

purata harian asupan minum hewan. Setelah 28 hari, profil pola minum dibuat

(52)

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya efek

toksik (perubahan struktural) infusa daun sirih merah (Piper crocatum) terhadap

perubahan histopatologi pankreas dan kadar glukosa darah yang dinilai dari

spektrum kadar glukosa darah dan perubahan histopatologi pankreas dengan tiga

peringkat dosis yaitu 1,38; 2,07; 3,105 g/kgBB pada tikus jantan dan betina galur

wistar.

A. Determinasi Tanaman

Tanaman memiliki berbagai jenis varietas, maka dilakukan determinasi

tanaman dengan tujuan menentukan nama atau jenis tanaman dengan spesifik agar

dalam pemanfaatan tanaman tidak menimbulkan permasalahan. Determinasi

dilakukan dengan mencocokkan tanaman pada determinasi tanaman sirih merah

yang sudah dilakukan oleh Martinus Supriyadi Krisanto. Hasil determinasi

tanaman sirih merah (Piper crocatum) dan dapat dilihat pada lampiran 10.

Hasil determinasi menyimpulkan bahwa tanaman sirih merah yang

digunakan dalam penelitian ini adalah benar tanaman sirih merah (Piper

crocatum) dengan nama ilmiah Piper crocatum Ruiz & Pav yang telah disahkan

oleh Yohanes Dwiatmaka, M.Si.

B. Serbuk dan Kadar Air Daun Sirih Merah

Pengelolaan pembuatan serbuk sirih merah (Piper crocatum) dilakukan

(53)

oven pada suhu ± 50oC selama 24 jam. Setelah kering daun sirih merah (Piper crocatum) dibuat serbuk menggunakan mesin penyerbuk merk Retsch bv. Serbuk

kering yang didapat dilakukan pengayakan dengan nomor 30 yang bertujuan

untuk menyeragamkan ukuran dari serbuk daun sirih merah (Piper crocatum) dan

diklarifikasiakan sebagai serbuk setengah kasar (Direktorat Jendral Pangawasan

Obat dan Makanan, 1994). Dari penyerbukan dan pengayakan tersebut didapatkan

sejumlah 230,18 g serbuk sirih merah. Dari 230,18 g serbuk daun sirih merah

dilakukan penghitungan rendemen dan diperoleh 23,018%.

C. Kadar Glukosa Darah Tikus Jantan Akibat Pemberian Infusa Daun Sirih Merah

Penelitian ini memiliki tujuan untuk menentukan spektrum efek toksik

infusa daun sirih merah (Piper crocatum) terhadap kadar glukosa darah, maka

dilakukan pemeriksaan terhadap kadar glukosa darah untuk mengungkapkan

spektrum efek toksik tersebut. Pemeriksaan kadar glukosa darah dilakukan pre

(sebelum) pemberian infusa daun sirih merah (Piper crocatum) dan post (setelah)

pemberian daun sirih merah (Piper crocatum) selama 28 hari. Tujuan

pemeriksaan sebelum pemberian infusa daun sirih merah (Piper crocatum) adalah

untuk mengetahui kadar glukosa sebelum perlakuan dan kemungkinan adanya

kondisi patologi yang terkait dengan fungsi pankreas. Hal ini ditujukan untuk

melihat kebermaknaan perbedaan kadar glukosa darah diantara keduanya.

ARCHITECT ci 8200 dengan metode heksokinase/G-6-PDH merupakan

alat untuk mengukur kadar glukosa darah. Prinsip metode heksokinase/G-6-PD

(54)

untuk menghasilkan glukosa-6-fosfat (G-6-P) dan adenosin difosfat (ADP).

Glukosa-fosfat dehidrogenase akan mengoksidasi G-P menjadi

6-phosphoglukonat dengan bersamaan terjadi reduksi nikotinamid adenin

dinukleotida (NAD) menjadi nikotinamid adenin dinukleotida tereduksi (NADH).

Satu µml NADH diproduksi untuk setiap µmol konsumsi glukosa. NADH yang

dihasilkan akan menyerap cahaya pada panjang gelombang 340 nm dan dideteksi

secara spektrofotometri. Pengukuran kadar glukosa drah pada penelitian ini

dilakukan di Parahita Medical Lab.

Terdapat empat kelompok perlakuan dalam penelitian ini, yaitu

kelompok kontrol aquadest dengan dosis 15,525 g/KgBB dan kelompok

perlakuan infusa daun sirih merah (Piper crocatum) dengan dosis 1,38; 2,07;

3,105 g/kgBB. Pelarut yang digunakan pada infusa daun sirih merah (Piper

crocatum) adalah aquadest. Kelompok kontrol digunakan aquadest bertujuan

untuk melihat apakah aquadest sebagai pelarut infusa daun sirsih merah dapat

memberikan pengaruh terhadap kadar glukosa darah.

Pada setiap kelompok diukur kadar glukosa darah saat pre (sebelum) dan

post (setelah) pemberian infusa daun sirih merah (Piper crocatum) selama 28 hari.

Dilakukan analisis pada tiap kelompok menggunakan uji Paired T-test.Pengujian

ini dilakukan karena subjek uji yang digunakan sama namun memiliki perlakuan

yang berbeda dan untuk melihat apakah terdapat pengaruh pemberian infusa daun

(55)

Tabel II. Rerata ± SE kadar glukosa darah pemberian infusa daun sirih merah pada tikus jantan serta nilai p kadar glukosa tiap kelompok

Kelompok

Pre = sebelum pemberian infusa daun sirih merah Post = setelah pemberian infusa daun sirih merah SE = Standar Error of Mean

IDSM = Infusa Daun Sirih Merah

Gambar 5. Diagram batang rata-rata pengaruh pemberian infusa daun sirih merah terhadap kadar glukosa darah tikus jantan antar kelompok perlakuan

Uji Paired T-test sebagai uji perbedaan bermakna yang dilakukan

terhadap kadar glukosa darah pre dan post pemberian infusa daun sirih merah

pada kelompok kontrol aquadest dan kelompok perlakuan infusa daun sirih merah

(56)

tabel II, menunjukkan bahwa nilai probabilitas > 0,05, artinya rerata kadar

glukosa darah semua kelompok perlakuan yang diuji saat pre dan post perlakuan

adalah sama (berbeda tidak bermakna). Selain itu, pada hasil dari uji dengan

One-Way Anova juga didapatkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara

kelompok perlakuan dengan kontrol negatif ini dilihat dari tidak adanya nilai

p<0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa pemberian infusa daun sirih merah

selama 28 hari tidak mempengaruhi kadar glukosa darah tikus jantan.

Gambar 5. pada diagram batang, juga menunjukan hasil bahwa tidak

terdapat kekerabatan antara spektrum efek toksik dengan dosis infusa daun sirih

merah. Namun, untuk lebih melihat spektrum efek toksik dengan lebih jelas dapat

dilakukan uji subkronis infusa daun sirih merah terhadap tikus jantan dan betina

selama 90 hari serta dilakukan skrining fitokimia untuk mengetahui kandungan

metabolit sekunder yang terdapat pada infusa daun sirih merah.

D. Kadar Glukosa Darah Tikus Betina Akibat Pemberian Infusa Daun Sirih Merah (Piper crocatum)

Penelitian ini memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui kekerabatan antara

spektrum efek toksik dengan dosis infusa daun sirih merah terhadap kadar glukosa

darah selama 28 hari. Pemeriksaan kadar glukosa darah tikus betina dilakukan

sama halnya dengan tikus jantan, yaitu dilakukan sebelum (pre) dan setelah (post)

28 hari pemberian infusa daun sirih merah dan dianalisis dengan menggunakan uji

Paired T-test. Pemeriksaan dilanjutkan dengan melakukan analisis varian satu

arah (One Way Anova) pada data kadar glukosa darah post pemberian infusa daun

(57)

Tabel III.Rerata ± SE kadar glukosa darah pemberian infusa daun sirih merah pada tikus betina serta nilai p kadar glukosa tiap kelompok

Kelompok

Perlakuan

(g/KgBB)

Kadar Glukosa Darah (mg/dl)

Nilai p

Pre = sebelum pemberian infusa daun sirih merah Post = setelah pemberian infusa daun sirih merah SE = Standar Error of Mean

IDSM = Infusa Daun Sirih Merah

Gambar 6. Diagram batang rata-rata pengaruh pemberian infusa daun sirih merah terhadap kadar glukosa darah tikus betina antar kelompok

(58)

Berbeda dengan tikus jantan, kadar glukosa darah pada tikus betina

terdapat perbedaan pada pemberiaan kontrol aquadest sesudah dan sebelum

perlakuan, akan tetapi setelah dilakukan uji One-Way Anova tidak terjadi

perbedaan yang bermakna. Dapat dikatakan perbedaan yang terjadi masih di

dalam batas normal. Pada tabel III didapatkan kelompok kontrol aquadest dan

perlakuan infusa daun sirih merah 2,07 g/kgBB, antara kadar glukosa darah pre

dan post pemberian infusa daun sirih merah menunjukkan hasil berbeda bermakna

(p<0,05). Kebermaknaan perbedaan kelompok perlakuan infusa daun sirih merah

2,07 g/kgBB disebabkan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah yang

melonjak, dilihat dari nilai rerata ± SE yaitu data sebelum perlakuan sebesar

107,00 ± 3,162 mg/dl dan data setelah perlakuan sebesar 115,40 ± 3,310 mg/dl.

Peningkatan ini masih dalam batas normal atau dapat pula disebabkan dari kondisi

individu tikus, karena hasil dari uji One-Way Anova baik kontrol aquadest dan dosis 2,07 g/Kg BB didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p>0,05), nilai probabilitas 0,052 ( pada halaman71, lampiran 14). Maka perubahan biokimia yang ada dapat dikatakan tidak bermakna sehingga tidak mempengaruhi fungsi

dari organ pankreas dan kadar glukosa darah.

Pada gambar 6. diagram batang juga menunjukkan bahwa tidak terdapat

kekerabatan antara spektrum efek toksik dengan dosis infusa daun sirih merah.

Namun, untuk lebih melihat spektrum efek toksik dengan lebih jelas dapat

dilakukan uji subkronis infusa daun sirih merah terhadap tikus jantan dan betina

(59)

dilakukan skrining fitokimia untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder

yang terdapat pada infusa daun sirih merah.

E. Pemeriksaan Histologis Pankreas

Pada penelitian ini histopatologi pankreas tikus di lihat melalui preparat

yang dibuat dengan metode blok paraffin dengan pewarnaan Hemotoxylen-Eosin.

Pada hasil dari pembacaan preparat di ketahui bahwa tidak ada perubahan

struktural pada pankreas bagian endokrin yaitu bagian pulau Langerhans tetapi

ada perubahan struktural pada pankreas bagian eksokrin.

Pada hasil pembacaan preparat histologi pankreas didapatkan bahwa

pada masa pemberian perlakuan infusa daun sirih merah selama 28 hari baik tikus

jantan betina maupun tikus jantan mengalami adanya perubahan struktural pada

pankreas bagian eksokrin. Perubahan struktural ini mengalami vakuolisasi sel

asinar, dengan adanya tanda vakuola – vakuola yang berbatas jelas dalam

sitoplasma dan inti terdesak ke tepi. Namun perubahan struktural ini bersifat

reversibel karena selama 14 hari setelah perlakuan pemberian infusa daun sirih

merah, sel – sel asinar ini normal kembali. Dapat dilihat dilihat data informasi

(60)

Tabel IV. Hasil Pembacaan Histopatologi

Kelompok Perlakuan (g/KgBB)

Hasil Pembacaan Histopatologi Pankreas Tikus Jantan

Hari 28 Hari 42

Kontrol aquadest 15,525

Pada ketiga tikus, ditemukan dua tikus yang mengalami vakuolisasi sel asinar yang ditandai dengan adanya vakuola – vakuola berbatas jelas dalam sitoplasma dan

inti terdesak ke tepi

Dari kedua tikus tidak ditemukan perubahan

Pada ketiga tikus, ditemukan dua tikus yang mengalami vakuolisasi sel asinar yang ditandai dengan adanya vakuola – vakuola berbatas jelas dalam sitoplasma dan

inti terdesak ke tepi

Dari kedua tikus tidak ditemukan perubahan

Pada ketiga tikus, ditemukan dua tikus yang mengalami vakuolisasi sel asinar yang ditandai dengan adanya vakuola – vakuola berbatas jelas dalam sitoplasma dan

inti terdesak ke tepi

Kedua tikus ditemukan

sitoplasma dan inti terdesak ke tepi

IDSM 3,105

Dari ketiga tikus tidak ditemukan perubahan yang

spesifik dalam susunan sel dan jaringan asinar tampak

normal

Dari kedua tikus tidak ditemukan perubahan

Hari 28 : masa perlakuan pemberian IDSM

(61)

Hasil Pembacaan Histopatologi

Kelompok Perlakuan (g/KgBB)

Hasil Pembacaan Histopatologi Pankreas Tikus Betina

Hari 28 Hari 42 dalam sitoplasma dan inti terdesak ke tepi

Dari kedua tikus tidak ditemukan perubahan dalam sitoplasma dan inti terdesak ke tepi

Dari kedua tikus tidak ditemukan perubahan

Pada ketiga tikus, tidak ditemukan perubahan jelas dalam sitoplasma

dan inti terdesak ke tepi

IDSM 3,105

Dari ketiga tikus tidak ditemukan perubahan

yang spesifik dalam susunan sel dan jaringan asinar tampak

normal

Satu dari dua tikus ditemukan vakuolisasi sel asinar yang ditandai dengan adanya vakuola

– vakuola berbatas jelas dalam sitoplasma

dan inti terdesak ke tepi

Keterangan :

IDSM : Infusa Daun Sirih Merah

Hari 28 : masa perlakuan pemberian IDSM

Hari 42 : masa reversibilitas

Dari tabel VI didapat hasil bahwa pemberian infusa sirih merah selama

28 hari menyebabkan vakuolisasi asinar baik pada jantan dan betina. Sifat

Gambar

Tabel I. Produk Pankreas Islet Peptida................................................
Gambar 15.  Grafik asupan minum tikus betina selama pemberian infusa daun
Gambar 1. Daun Sirih Merah (Plantamor, 2011)
Gambar 2. Pankreas (Minoti, Jeremy, and Mark, 1997)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara variabel upah, insentif, dan lingkungan kerja terhadap produktivitas kerja karyawan pada PT.. Ada pengaruh

Untuk itu diminta agar Saudara membawa semua asli dokumen persyaratan kualifikasi. Demikian surat ini disampaikan untuk menjadi perhatian dan kami ucapkan

Örgütlerin yaşayabilmesi etkili ve yeterli olmalarına bağlıdır (Chester I Barnard, 1938, akt. Bir örgütün amacını gerçekleştirebilmesi için etkililik ve yeterlilik

M atriks transformasi adalah matriks yang memetakan sebuah vektor atau posisi pada satu sistem koordinat ke sistem koordinat yang lain dengan memperhatikan rotasi,

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan di atas, maka tujuan penelitian umum penelitian ini adalah untuk mengetahui profil pertanyaan siswa berdasarkan tingkat

Proses yang terjadi adalah penilaian yang dilakukan oleh siswa, kepala sekolah dan umum, dimana semua kriteria telah diinputkan pada gambar 2c yang

[r]

[r]