i
UJI TOKSISITASI SUBKRONIS INFUSA DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz & Pav.) PADA TIKUS : STUDI TERHADAP GAMBARAN
MIKROSKOPIS PANKREAS DAN GLUKOSA DARAH
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Thomas Catur Yanuarto
NIM : 098114076
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Kuatkanlah pundak dan
kakiku ya Tuhan, agar kubisa
menjalani kehidupan dengan
segala penuh syukur dan
tanggungjawab atas apa yang
kulakukan disetiap
hembusan nafas ini”
Kehidupan ini kupersembahan kepada
Yesus dan Bunda Maria su mber kekuatan dan pengharapanku
Papiku Fx. Sungkono yang menemaniku dari surga
Ibu, kakak-kakakku serta keluarga besarku atas doa dan dukungan
Sahabat-sahabatku dan semua orang yang kujumpai yang telah berbagi suka dan
duka dan memberikan pelajaran hidup selama perkuliahan
vii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “UJI TOKSISITASI SUBKRONIS INFUSA DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz & Pav.) PADA TIKUS : STUDI TERHADAP
GAMBARAN MIKROSKOPIS PANKREAS DAN GLUKOSA DARAH”
dengan baik. Penyususnan skripsi ini sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Farmasi (S. Farm) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini, tentunya tidak terlepas
dari bantuan dan campur tangan berbagai pihak, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Oleh karena itu, penulis hendak mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah memimpin
dan menyelenggarakan perkuliahan S1.
2. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dosen Penguji skripsi yang telah
banyak memberi masukan dan saran kepada penulis.
3. Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji skripsi yang telah
banyak memberi masukan dan saran kepada penulis.
4. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku selaku Dosen Pembimbing dan
viii
saran, bantuan, serta motivasi dan masukan kepada penulis dalam
pengerjaaan skripsi ini.
5. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., yang telah memberikan bantuan dalam
determinasi tanaman sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) dan juga
bersedia memberikan sumbangan tanaman daun sirih merah untuk digunakan
dalam penelitian skripsi ini.
6. Ibu Rini Dwiastuti, M.Si., Apt selaku Kepala Penanggungjawab
Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan izin dalam
penggunaan semua fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian skripsi
ini.
7. Bapak Heru, Bapak Parjiman, Bapak Kayat, Bapak Wagiran selaku laboran
laboratorium Fakultas Farmasi yang telah banyak memberikan bantuan
selama proses pelaksanaan penelitian.
8. Rekan kelompok daun sirih merah (Piper crocatum), Ignasius Kuncarli,
Hertarinda, dan Yuningsih Wulan Oei atas segala kerjasama, bantuan dan
dukungan dalam pengerjaan skripsi.
9. Sahabat-sahabatku Herman Gunawan , Katherin Jesisca, Florentina Eky,
Agustina Erni, Yenny Sanmei, Hugo Reza, Yulio, Joseph Singgih, Felix
Pradana, Jati Panantya, Marsela Lotjita, Eny Putu, Rosalia Kony, Christine
Herdiyana, Nanda Chris, Veronika Dita, Evy Fenny, dan teman – teman satu
kontrakan atas saran, kebersamaan dan dukungannya.
10.Fajar Risda Astuti yang memberikan waktu dan semangat dalam pelaksanaan
ix
11.Seluruh dosen dan teman-teman FSM B 09, FKK B 09 serta seluruh angkatan
2009 Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
12.Semua pihak yang penulis tidak dapat menyebutkan satu-persatu yang telah
ikut membantu selama penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa setiap manusia tidak ada yang sempurna. Oleh
karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang dapat membangun demi hasil
yag lebih baik. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi, serta semua pihak,
baik mahasiswa, lingkungan akademis, maupun masyarakat.
Yogyakarta, 14 Juni 2013
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... v
HALAMAN PENGESAHAN ... . vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
INTISARI ... xix
ABSTRACT ... xx
BAB I. PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Perumusan masalah ... 2
2. Keaslian penelitian ... 3
3. Manfaat penelitian ... 4
B. Tujuan Penelitian ... 4
xi
2. Tujuan khusus ... 4
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 5
A. Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.)... 5
1. Taksonomi daun sirih merah... 5
2. Penggunaan daun sirih Merah... 6
3. Kandungan kimia dan kegunaannya... 7
B. Infus... 8
C. Toksisitas... 9
D. Asas... 9
a. Kondisi pemberian dan makhluk hidup... 9
b. Mekanisme aksi toksik... 10
c. Wujud dan efek... 10
d. Jenis uji toksisitas... 11
E. Toksisitas Subkronis... 11
F. Glukosa... 13
G. Pankreas... 15
a. Pankreas eksokrin... 16
b. Pankreas endokrin... 17
H. Keterangan Empiris... 20
BAB III. METODE PENELITIAN... 21
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 21
B. Variabel Penelitian ... 21
xii
b. Variabel Pengacau... 21
C. Definisi operasional ... 22
a. Dosis infusa daun sirih merah... 22
b. Pengertian pankreas... 22
c. Kriteria efek toksisitas subkronis... 22
D. Bahan dan Materi Penelitian ... 23
E. Alat dan Instrumen Penelitian ... 23
F. Tata Cara Penelitian ... 23
1. Determinasi Tanaman ... 23
2. Pengumpulan daun sirih merah ... 24
3. Pembuatan serbuk daun sirih merah ... 24
4. Penetapan kadar air serbuk kering daun sirih merah ... 24
5. Penetapan dosis infusa daun sirih merah ... 25
6. Penetapan dosis aquadest sebagai kontrol negatif ... 25
7. Pembuatan infusa daun sirih merah ... 26
8. Penyiapan hewan uji ... 26
9. Pengelompokan hewan uji ... 26
10.Prosedur pelaksanaan toksisitas subkronis ... 27
11.Prosedur pembedahan ... 27
12.Pengamatan... 28
a. Pengamatan berat badan hewan uji ... 28
b. Pengukuran asupan pakan hewan uji ... 28
xiii
13.Pemeriksaan Histologi ... 29
14.Histologi ... 30
G. Analisis Data ... 30
1. Pemerikasaan Kadar Glukosa darah... 31
2. Pengamatan berat badan hewan uji... 31
3. Pengukuran asupan pakan hewan uji... 31
4. Pengukuran asupan minum hewan uji... 31
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32
A. Determinasi Tanaman ... 32
B. Serbuk dan Penetapan Kadar Air Daun Sirih Merah... ... .. 32
C. Kadar Glukosa Darah Tikus Jantan Akibat Pemberian Infusa Daun Sirih Merah ... 33
D. Kadar Glukosa Darah Tikus Betina Akibat Pemberian Infusa Daun Sirih Merah ... 36
E. Pemeriksaan Histopatologi Pankreas... 39
F. Perubahan Berat Badan Tikus Jantan dan Betina Akibat Pemberian Infusa Daun Sirih Merah... 44
G. Asupan Pakan Tikus Jantan dan Betina Akibat Pemberian Infusa Daun Sirih Merah... 47
H. Rangkuman Hasil... 51
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 53
A. Kesimpulan ... 53
xiv
DAFTAR PUSTAKA ... 54
LAMPIRAN ... 57
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I. Produk Pankreas Islet Peptida... 19
Tabel II. Rerata ± SE kadar glukosa darah pemberian infusa daun sirih merah
pada tikus jantan serta nilai p kadar glukosa tiap kelompok... 35
Tabel III. Rerata ± SE kadar glukosa darah pemberian infusa daun sirih merah
pada tikus betina serta nilai p kadar glukosa tiap kelompok.... 37
Tabel IV. Hasil Pembacaan Histopatologi Pankreas... 40
Tabel V. Purata berat badan ± SE tikus jantan akibat pemberian infusa daun
sirih merah... 45
Tabel VI. Purata berat badan ± SE tikus betina akibat pemberian infusa daun
xvi
Gambar 4. Gambaran Pulau Langerhans... 18
Gambar 5. Diagram batang pengaruh pemberian infusa daun sirih merah terhadap kadar glukosa darah tikus jantan antar kelompok perlakuan... 36
Gambar 6. Diagram batang pengaruh pemberian infusa daun sirih merah terhadap kadar glukosa darah tikus betina antar kelompok perlakuan... 37
Gambar 7. Hasil pengamatan histopatologi pankreas bagian sel asinar normal 43 Gambar 8. Hasil pengamatan histopatologi pankreas bagian sel asinar mengalami vakuolisasi... 43
Gambar 9. Hasil pengamatan histopatologi pankreas bagian pulau – pulau Langerhans... 44
Gambar 10. Grafik perubahan berat badan tikus jantan selama pemberian infusa daun sirih merah menurut kelompok dosis pada hari ke-1 sampai hari ke-28... 46
Gambar 11. Grafik perubahan berat badan tikus betina selama pemberian infusa daun sirih merah menurut kelompok dosis pada hari ke-1 sampai hari ke-28... 47
xvii
Gamabar 13. Grafik asupan minum tikus betina selama pemberian infusa daun sirih merah menurut kelompok dosis pada hari ke 0 sampai hari ke 28... 48 Gambar 14. Grafik asupan pakan tikus betina selama pemberian infusa daun sirih
merah menurut kelompok dosis pada hari ke 0 sampai hari ke 28... 49 Gambar 15. Grafik asupan minum tikus betina selama pemberian infusa daun
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Foto Simplisia Daun Sirih Merah... 58
Lampiran 2. Foto Serbuk Daun Sirih Merah... 58
Lampiran 3. Foto Infusa Daun Sirih Merah... 58
Lampiran 4. Foto Organ Histopatologi... 59
Lampiran 5. Perhitungan penetapan peringkat dosis infusa daun sirih merah pada kelompok perlakuan... 59
Lampiran 6. Perhitungan rendemen serbuk daun sirih merah dan kadar air... 59
Lampiran 7. Perhitungan konversi dosis infusa daun sirih merah... 60
Lampiran 8. Surat Determinasi tanaman daun sirih merah... 62
Lampiran 9. Hasil Hispatologi Pankreas... 63
Lampiran 10. Surat ethics committee approval... 64
Lampiran 11. Analisis Statistik Kadar Glukosa Darah Pre dan Post pada Tikus Jantan melalui uji Paired T-Test... 65
Lampiran 12. Analisis Statistik Kadar Glukosa Darah Post pada Tikus Jantan... 66
Lampiran 13. Analisis Statistik Kadar Glukosa Darah Pre dan Post pada Tikus betina melalui uji Paired T-Test... 68
Lampiran 14. Analisis Statistik Kadar Glukosa Darah Post pada Tikus Betina... 69
Lampiran 15. Analisis Statistik Berat Badan Tikus Jantan... 71
xix
INTISARI
Sirih merah memiliki beberapa khasiat diantaranya mengobati stroke, batu ginjal, radang prostat, hepatitis, diabetes, asam urat, kolesterol, memiliki sifat antioksidan, antikanker, antiseptik, dan antiinflamasi.
Penelitian tentang pengaruh pemberian infusa daun sirih merah (Piper
crocatum) secara subkronis bertujuan mengungkapkan spektrum efek toksik
infusa daun sirih merah terhadap perubahan struktural yang dilihat berdasarkan gambaran histopatologi pankreas dan kadar glukosa darah untuk mengungkapkan kekerabatan antara dosis infusa daun sirih merah dengan spektrum efek toksik.
Penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov Smirnov untuk melihat distribusi data tiap kelompok. Dilanjutkan dengan analisis pola searah (One Way ANOVA) dengan taraf kepercayaan 95%. Metode yang dilakukan adalah pengukuran kadar glukosa darah tikus jantan dan betina secara subkronis dengan pemberian infusa daun sirih merah selama 28 hari, kekerapan pemberian satu kali sehari. Sebanyak 40 tikus galur Wistar (20 jantan dan 20 betina) berumur 2-3 bulan dibagi secara acak dalam 4 kelompok yaitu kelompok kontrol aquadest 15,525 g/kgBB, kelompok perlakuan yang diberi infusa daun sirih merah dengan dosis berturut-turut yaitu 1,38; 2,07; 3,105 g/kgBB.
Hasil penelitian tidak ditemukan spektrum efek toksik infusa daun sirih merah terhadap kadar glukosa darah dan perubahan struktural pada histopatologi pankreas bagian sel Langerhans, akan tetapi ditemukan perubahan pada vakuola sel asinar pada pankreas. Dapat dikatakan tidak ada kekerabatan antara dosis infusa daun sirih merah dengan spektrum efek toksik
xx ABSTRACT
Red betel has several benefits such as treating stroke, kidney stones, prostate inflammation, hepatitis, diabetes, uric acid, cholesterol, have antioxidant properties, anticancer, antiseptic, and anti-inflammatory.
Research on the effect of infusion of red betel leaf (Piper crocatum) aims to reveal the spectrum in subchronic toxic effects of red betel leaf infusion on the structural changes seen by histopathological picture of the pancreas and blood glucose levels to reveal the kinship between dose infusion of red betel leaf with a spectrum of toxic effects.
This study uses the Kolmogorov Smirnov to see the distribution of data for each group.Followed by a unidirectional pattern analysis (One Way ANOVA) with 95% confidence level. The method used is the measurement of blood glucose levels in male and female rats with subchronic administration of red betel leaf infusion for 28 days, the frequency of administration once daily. A total of 40 Wistar rats (20 males and 20 females) aged 2-3 months were randomly divided into 4 groups: control group aquadest 15,525 g / kg treatment group were given a red betel leaf infusion with successive doses ie 1,38; 2,07; 3,105 g/KgBW.
The results found no toxic effects spectrum of red betel leaf infusion on blood glucose levels and structural changes in the histopathology of pancreatic Langerhans cell section, but found changes in the pancreatic acinar cell vacuole. It can be said there is no kinship between dose infusion of red betel leaf with a spectrum of toxic effects.
1
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Tanaman sirih adalah salah satu tanaman yang telah dimanfaatkan
sebagai tanaman obat dan bahan menginang (makan daun sirih, gambir, kapur,
cengkih, dan buah pinang), sirih juga digunakan dalam berbagai ritual adat dan
keagamaan. Kandungan sirih merah yang telah diketahui adalah flavonoid,
alkaloid polifenol, tanin, saponin, dan minyak atsiri. Senyawa flavonoid bersifat
antioksidan, antidiabetik, antikanker, dan, antibakteri. Saponin dapat memacu
pembentukan kolagen, yaitu protein struktur yang berperan dalam proses
penyembuhan luka, dan senyawa alkaloid mempunyai sifat antineoplastik yang
juga ampuh menghambat pertumbuhan sel-sel kanker (Sudewo, 2005).
Telah banyak dilakukan beberapa penelitian mengenai khasiat dari daun
sirih merah diantaranya sebagai antihiperglekimia (Safitri dan Fahma, 2005),
menurunkan kadar glukosa darah (Salim, 2006), memiliki potensi hepatoprotektor
(Windyagiri, 2006), dan memperbaiki pankreas terhadap tikus hiperglikemia
(Permata,2006).
Penelitian penggunaan daun sirih merah dalam jangka waktu yang lama
belum ada, sehingga diperlukan uji toksisitas. Tujuan uji toksisitas adalah untuk
mengetahui spektrum efek toksik serta hubungan dosis dan toksisitas pada
dilakukan oleh Salim (2006), rebusan daun sirih merah tidak memiliki toksisitas
hingga dosis 20 g/KgBB dapat menurunkan kadar glukosa dan pada uji toksisitas
akut yang dilakukan oleh (Permata, 2006), rebusan daun sirih merah dengan dosis
0,322 g/Kg BB, 3,22 g/Kg BB, dan 20 g/Kg BB yang diinduksi bersama dengan
aloksan dapat memperbaiki pankreas.
Penelitian uji toksisitas subkronis belum pernah dilakukan, maka peneliti
ingin mengetahui pengaruh toksisitas jangka panjang dari penggunaan daun sirih
merah dan efek aktivitas hipoglikemik berlebih jika diberikan berulang. Dalam
hal ini, penelitian subkronis tentang penggunaan infusa daun sirih merah.
Penelitian subkronis ini dilakukan untuk mengetahui hubungan efek dan dosis
terhadap wujud efek toksiksitas subkronis infusa daun sirih merah pada
histopatologi pankreas (struktural) dan kadar glukosa darah tikus galur Wistar.
Sehingga, diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai
potensi ketoksikan akibat pemakaian berulang infusa sirih merah. Pemberian
dilakukan dengan cara mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 900C (BPOM RI, 2010). Infusa dipilih karena merupakan salah satu bentuk sederhana
yang dapat dilakukan masyarakat dengan cara merebus.
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang dapat diuraikan
sebagai berikut :
a. Seberapa besar spektrum efek toksik (perubahan struktural) infusa daun
sirih merah terhadap kerusakan pankreas yang dinilai dari perubahan kadar
b. Apakah terdapat hubungan kekerabatan antara dosis infusa daun sirih
merah dengan spektrum efek toksik pada histopatologi pankreas dan kadar
glukosa darah? 2. Keaslian penelitian
Penelitian sirih merah yang pernah ada yaitu :
a. “Potensi Rebusan Daun Sirih Merah (Piper crocatum) Sebagai Senyawa
Antihiperglikemia Pada Tikus Putih Galur Sprague-Dawley”, diperoleh
bahwa pada dosis 20g/KgBB dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus
diabetes galur Sprague-Dawley yang diinduksi aloksan tetrahedrat (Salim,
2006).
b. “Potensi rebusan daun sirih merah (Piper crocatum) terhadap Perbaikan
Pankreas Tikus Putih Hiperglikemia”, diperoleh bahwa rebusan daun sirih
merah dosis 0,322 g/KgBB, dosis 3,22g/KgBB, dan dosis 20g/KgBB
diinduksi bersama aloksan mampu membantu memperbaiki kelenjar
eksokrin pankreas (Permata, 2006).
c. “ Uji Aktivitas Fagositosis Makrofag Senyawa Kode Pc-2 dari Daun Sirih
Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) Secara In-Vivo.” Diperoleh bahwa
dosis 10 g/KgBB dapat meningkatkan aktivitas makrofag (Hartini,
Wahyuono, Widyarini, dan Yuswanto, 2013).
Dengan demikian, dapat disimpulkan penelitian mengenai toksisitas
subkronis daun sirih merah (Piper crocatum) terhadap histopatologi pankreas dan
3. Manfaat penelitian
a.Manfaat teoritis
Memberikan tambahan informasi mengenai kajian toksisitas subkronis
daun sirih merah dalam perkembangan dunia kesehatan.
b.Manfaat praktis
Memberikan tambahan informasi tentang spektrum toksisitas subkronis
infusa daun sirih merah terhadap histopatologi pankreas dan kadar glukosa
darah, hubungan efek dan dosis.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Tujuan dalam penelitian untuk membuktikan ada tidaknya potensi efek
toksik dari infusa daun sirih merah (Piper crocatum) secara subkronis.
2. Tujuan khusus
a. Mengungkapkan spektrum efek toksik (perubahan struktural) infusa daun sirih
merah terhadap kerusakan pankreas yang dinilai dari perubahan kadar glukosa
darah dan histopatologi pankreas.
b. Mengungkapkan kekerabatan antara dosis infusa daun sirih merah dengan
5
BAB II
PENELAHAAN PUSTAKA
A. Daun Sirih Merah (Piper crocatum) 1. Taksonomi daun sirih merah
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Magnoliidae
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae (suku sirih-sirihan)
Genus : Piper
Spesies : Piper crocatum Ruiz & Pav.
(Plantamor, 2011)
Morfologi tanaman
Tumbuhan merambat atau menjalar, panjangnya dapat mencapai sekitar
5-10m, batang bulat, hijau merah keunguan, beruas dengan panjang ruas 3-8 cm,
pada setiap buku tumbuh satu daun. Permukaan helaian daun bagian atas rata –
agak cembung, mengkilat, permukaan helaian daun bagian bawah mencekung
4–9,4 cm, warna dasar daun hijau pada kedua permukaannya, bagian atas hijau
dengan garis-garis merah jambu kemerahan, permukaan bagian bawah hijau
merah tua keunguan. Warna daun sirih bervariasi, dari kuning, hijau, sampai hijau
tua. Sirih berbunga majemuk yang berbentuk bulir dan merunduk. Bunga sirih
dilindungi oleh daun pelindung yang berbentuk bulat panjang dengan diameter 1
mm. Bulir jantan panjangnya sekitar 1,5-3 cm dan memiliki dua benang sari yang
pendek. Sementara itu, bulir betina panjangnya sekitar 1,5-6 cm, memiliki dua
kepala putik tiga sampai lima buah yang berwarna putih dan hijau kekuningan
(Rini dan Mulyono, 2003). Gambar daun sirih merah bisa dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Daun Sirih Merah (Plantamor, 2011)
2. Penggunaan daun sirih merah (Piper crocatum)
Menurut Solikhah (2006) senyawa fitokimia yang terkandung dalam
daun sirih merah yakni alkaloid, tanin, saponin, dan flavonoid. Menurut Ivorra,
M.D dalam buku "A Review of Natural Product and Plants as Potensial
Antidiabetic," senyawa aktif alkoloid dan flavonoid memiliki aktivitas
hipoglikemik atau penurun kadar glukosa darah. Kandungan kimia lainnya yang
terdapat di daun sirih merah adalah minyak atsiri, hidroksikavicol, kavicol,
kavibetol, allylprokatekol, karvakrol, eugenol, p-cymene, cineole, caryofelen,
zat/senyawa kimia bermanfaat inilah, daun sirih merah memiliki manfaat yang
sangat luas sebagai bahan obat. Karvakrol bersifat desinfektan, anti jamur,
sehingga bisa digunakan untuk obat antiseptik pada bau mulut dan keputihan.
Eugenol dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit (Manoi, 2007)
Sebagai tanaman obat (fitofarmaka), sirih merah dapat mengobati
diabetes melitus, hipertensi, leukemia, hepatitis, TBC, maag akut, batu ginjal,
ambeien, serangan jantung, radang prostat, asam urat dan kanker payudara
(Sudewo 2005). Diketahui juga bahwa secara empiris, khasiat kandungan
senyawa dari sirih merah antara lain, flavonoid dan polifenol berfungsi sebagai
antioksidan, antidiabetik, antikanker, antiseptik, dan antiinflamasi. Senyawa
eugenol berfungsi sebagai analgetik, senyawa tanin sebagai penyembuh sakit
perut pada diare dan antiseptik pada luka. (Nurmalina dan Valley, 2012).
3. Kandungan sirih merah (Piper crocatum)
a. Flavonoid
Flavonoid mencakup banyak pigmen yang paling umum dan terdapat
pada seluruh dunia tumbuhan dari Fungus sampai Angiospermae. Pada tumbuhan
tingkat tinggi, flavonoid terdapat baik dalam bagian vegetatif maupun dalam
bunga (Robinson, 1995). Sebagian besar flavonoid alam ditemukan dalam bentuk
glikosida dimana unit flavonoid terikat pada satu gula. Flavonoid dapat ditemukan
sebagai mono, di atau triglikosida (Achmad, 1986). Flavonoid yang berupa
glikosida merupakan senyawa polar sehingga dapat diekstrak dengan etanol,
berubah bila ditambah basa atau amonia sehingga mudah dideteksi pada
kromatogram.
Flavonoid terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar,
kayu, kulit, bunga, buah dan biji. Flavonoid terdiri dari beberapa golongan utama
antara lain antosianin, flavonol dan flavon yang tersebar luas dalam tumbuhan,
sedangkan khalkon, auron, falvonon, dihidrokhalkon dan isoflavon
penyebarannya hanya terbatas pada golongan tertentu saja (Harborne, 1987).
b. Tanin
Kadar tanin yang tinggi mempunyai arti penting bagi tumbuhan yaitu
untuk pertahanan bagi tumbuhan dan membantu mengusir hewan pemakan
tumbuhan. Beberapa tanin terbukti mempunyai aktivitas antioksidan dan
menghambat pertumbuhan tumor (Harborne, 1987).
c. Alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa organik yang terdapat di alam bersifat basa
atau alkali dan sifat basa ini disebabkan karena adanya atom N (Nitrogen) dalam
molekul senyawa tersebut dalam struktur lingkar heterosiklik atau aromatis, dan
dalam dosis kecil dapat memberikan efek farmakologis pada manusia dan hewan.
Sebagai contoh, morfina sebagai pereda rasa sakit, reserpina sebagai obat
penenang, atrofina berfungsi sebagai antispamodia, kokain sebagai anestetik
lokal, dan strisina sebagai stimulan syaraf (Ikan,1969).
B. Infusa
Pembuatan sediaan infusa dilakukan dengan cara mencampur simplisia
dilakukan pemanasan di atas tangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu
mencapai 900C sambil sekali-sekali diaduk-aduk. Serkai selagi panas melalui kain
flanel, lalu menambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh
volume infus yang dikehendaki (BPOM RI, 2010).
C. Toksikologi
Uji toksikologi dibagi menjadi dua yaitu uji ketoksikan tak khas dan uji
ketoksikan khas. Uji ketoksikan tak khas adalah uji toksikologi yang dirancang
untuk mengevaluasi keseluruhan efek toksik suatu senyawa pada aneka ragam
jenis hewan uji.Yang termasuk dalam uji ketoksikan tak khas yaitu uji ketoksikan
akut, sub kronis dan kronis. Uji ketoksikan khas adalah uji toksikologi yang
dirancang untuk mengevaluasi secara rinci efek toksik yang khas dari suatu
senyawa pada semua hewan uji. Yang termasuk dalam uji ketoksikan khas adalah
uji potensiasi, kekarsinogenetikan, kemutagenetikan, keteratogenetikan,
reproduksi, kulit dan mata, dan perilaku (Donatus, 2001).
D. Asas Toksikologi
a. Kondisi pemberian dan makhluk hidup
Kondisi pemberian ialah semua faktor yang menentukan keberadaan racun
di tempat aksinya. Jalur pemberian seperti intravena, inhalasi, intraperitonial,
subkutan, intramuskular, dermal, dan oral akan menentukan ketersediaan senyawa
induk atau metabolit di tempat aksi. Saat pemberian, serta besarnya takaran racun
akan mempengaruhi besarnya ketersediaan zat racun di tempat aksi tertentu dan
kerentanan makhluk hidup terhadap racun. Kondisi makhluk hidup adalah
(penyakit) makhluk hidup dapat mempengaruhi ketersediaan racun di sel sasaran
dan keefektifan antaraksi antara kedua ubahan ini (Donatus, 2001).
b. Mekanisme aksi toksik
Mekanisme aksi toksik racun digolongkan menjadi tiga, yakni mekanisme
berdasarkan sifat dan tempat kejadian, berdasarkan sifat antar aksi antara racun
dan tempat aksinya, dan berdasarkan risiko penumpukan racun dalam gudang
penyimpanan tubuh. Berdasarkan sifat dan tempat kejadian mekanisme aksi toksik
digolongkan menjadi dua yaitu mekanisme luka intrasel dan mekanisme luka
ekstrasel. Mekanisme luka intrasel diawali oleh racun pada tempat aksinya di
dalam sel sasaran. Racun akan berinteraksi dengan sasaran molekuler yang khas
atau tak khas, melalui mekanisme reaksi kimia. Tubuh akan memberi respon
berupa perbaikan atau adaptasi sebelum terjadi efek yang tidak diinginkan, tetapi
apabila mekanisme pertahanan tubuh tidak lagi mampu memperbaiki akan timbul
respon toksik berupa perubahan biokimia, fungsional, atau struktural (Donatus,
2001).
c. Wujud dan sifat efek toksik
Wujud efek toksik sesuatu racun dapat berupa perubahan biokimia,
fungsional, dan struktural. Berbagai perubahan ini memiliki ciri yang khas, yakni
terbalikkan atau tak terbalikkan. Jenis wujud perubahan biokimia tidak
menunjukkan bukti secara langsung terhadap patologi organ, apabila mekanisme
homeostatis normal makhluk hidup masih dapat bekerja maka perubahan biokimia
d. Jenis uji toksisitas
a. Uji ketoksikan tak khas, dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan atau
spektrum efek toksik suatu senyawa pada berbagai jenis hewan uji. Pada
uji ketoksikan tak khas dikenal uji ketoksikan akut, subkronis, dan
kronis.
b. Uji ketoksikan khas, dirancang untuk mengevaluasi secara rinci efek
khas suatu senyawa pada berbagai jenis hewan uji. Pada uji ketoksikan
khas terdapat beberapa uji yaitu uji potensiasi, kekarsinogenikan,
kemutagenikan, keteratogenikan, reproduksi, kulit dan mata, dan perilaku
(Donatus, 2001).
E. Toksisitas Subkronis
Toksisitas subkronis merupakan salah satu jenis uji toksikologi yang
diberikan dengan dosis berulang pada hewan uji tertentu, selama kurang dari tiga
bulan. Uji ini ditujukan untuk mengungkapkan spektrum efek toksik senyawa uji,
serta untuk memperlihatkan apakah spektrum efek toksik tersebut berkaitan
dengan takaran dosis (Donatus, 2001). Uji toksisitas subkronis untuk
mengeksplorasi secara luas keseluruhan efek biologis yang ditimbulkan pada
tempat aksi yang diberikan pada rentang dosis tertentu. Uji toksisitas subkronis
dapat menentukan toksisitas secara kualitatif (organ target dan efek yang
ditimbulkan) dan kuantitatif (pengaruh atau efek yang ditimbulkan terhadap
jaringan dan plasma darah) dari pemberian dosis berulang pada hewan uji (Gad,
Hewan uji yang disarankan paling tidak satu jenis hewan dewasa sehat,
baik jantan maupun betina. Hewan uji dipilih yang peka dan memiliki pola
metabolisme terhadap senyawa uji yang semirip mungkin dengan manusia
(Donatus, 2001). Spesies hewan rodent menggunakan tikus. Hewan dimasukkan
dalam dua kategori kelompok yaitu kelompok kontrol dan perlakuan yang
dilakukan secara acak (Gad, 2002). Jumlah kelompok hewan uji paling tidak
sebanyak empat kelompok yaitu satu kelompok kontrol dan tiga kelompok
peringkat dosis. Jumlah hewan uji untuk jangka waktu penelitian selama empat
minggu, paling tidak terdapat lima jantan dan lima betina dalam satu kelompok
(Derelanko and Mannfred, 2002). Jalur pemberian sesuai dengan jalur yang
digunakan manusia dan peringkat dosis. Pengamatan dan pemeriksaan yang
dilakukan dalam uji ketoksikan subkronis, meliputi:
1 Perubahan berat badan yang diperiksa paling tidak 7 hari sekali,
2 asupan makanan untuk masing-masing hewan atau kelompok hewan,
diukur paling tidak 7 hari sekali,
3 gejala-gejala klinis umum yang diamati setiap hari,
4 pemeriksaan terhadap hematologi, paling tidak diperiksa dua kali, pada
awal akhir uji coba,
5 pemeriksaaan kimia darah, paling tidak diperiksa dua kali, pada awal akhir
uji coba,
6 analisis urin, paling tidak sekali,
7 pemeriksaan histopatologi organ pada akhir uji coba
Ada dua basis yang berbeda untuk jenis farmakologi, fisiologi, dan efek
biokimiawi, basis ini dibedakan menjadi farmakokinetika dan farmakodinamika.
Farmakokinetika berbasis pada efek toksik yang disebabkan oleh meningkatnya
konsentrasi senyawa atau metabolik aktif di sisi target. Hal ini dikarenakan,
peningkatan dosis, perubahan metabolisme, atau kejenuhan proses eliminasi.
Basis efek toksik farmakodinamika terdapat respon yang berubah pada sisi target,
kemungkinan karena adanya variasi reseptor (Timbrell, 2008).
Salah satu parameter biokimia yang dapat diukur adalah glukosa darah.
Perubahan konsentrasi glukosa darah dapat disebabkan oleh senyawa asing dan
kemungkinan melibatkan berbagai mekanisme (Timbrell, 2008). Sedangkan
jaringan yang diperiksa adalah histopatologi pankreas,dilihat kerusakan pada sel β pankreas (Robertson, R., Harmon, J., Tran, P., Tanaka, Y., and Takashi, H.,
2003).
F. Glukosa Darah
1. Definisi glukosa
Glukosa, suatu gula monosakarida, adalah salah satu karbohidrat
terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga utama dalam tubuh. Glukosa
merupakan prekursor untuk sintesis semua karbohidrat lain di dalam tubuh seperti
glikogen, ribose dan deoxiribose dalam asam nukleat, galaktosa dalam laktosa
susu, dalam glikolipid, dan dalam glikoprotein dan proteoglikan (Murray,
2. Kadar glukosa darah
Kadar glukosa darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa
di dalam darah. Konsentrasi gula darah, atau tingkat glukosa serum, diatur dengan
ketat di dalam tubuh. Umumnya tingkat gula darah bertahan pada batas-batas
yang sempit sepanjang hari (70-150 mg/dl). Tingkat ini meningkat setelah makan
dan biasanya berada pada level terendah pada pagi hari, sebelum orang makan
(Henrikson dan Bech-Nielsen, 2009).
Ada beberapa tipe pemeriksaan glukosa darah. Pemeriksaan gula darah
puasa mengukur kadar glukosa darah selepas tidak makan setidaknya 8 jam.
Pemeriksaan gula darah postprandial 2 jam mengukur kadar glukosa darah tepat
selepas 2 jam makan. Pemeriksaan gula darah ad random mengukur kadar glukosa
darah tanpa mengambil kira waktu makan terakhir (Henrikson dan Bech-Nielsen,
2009).
Konsentrasi glukosa darah juga perlu dijaga agar tidak meningkat terlalu
tinggi karena empat alasan berikut :
1. Glukosa dapat menimbulkan sejumlah besar tekanan osmotik dalam cairan
ekstrasel, dan bila konsentrasi glukosa meningkat secara berlebihan, akan
dapat mengakibatkan timbulnya dehidrasi sel.
2. Tingginya konsentrasi glukosa dalam darah menyebabkan keluarnya
glukosa dalam air seni.
3. Hilangnya glukosa melalui urin juga menimbulkan diuresis osmotik oleh
4. Peningkatan jangka panjang glukosa darah dapat menyebabkan kerusakan
pada banyak jaringan, terutama pembuluh darah. Kerusakan vaskular,
akibat diabetes melitus yang tidak terkontrol, akan berakibat pada
peningkatan risiko terkena serangan jantung, stroke, penyakit ginjal
stadium akhir, dan kebutaan.
(Guyton and Hall, 2006).
G. Pankreas
Gambar 2. Pankreas (Minoti, Jeremy, and Mark, 1997)
Pankreas merupakan organ yang panjang dan besar kira – kira 15 cm
terletak di belakang lambung dan sebagian di belakang hati. Organ ini terdiri dari
98 % sel-sel dengan sekresi ekstern, yang memproduksi enzim – enzim cerna
(pankreatin) yang disalurkan ke duodenum. Sisanya terdiri dari kelompok sel
(pulau Langerhans) dengan sekresi intern yaitu hormon-hormon insulin dan
Pankreas merupakan sebuah kelenjar yang memiliki fungsi eksokrin dan
endokrin. Pankreas eksokrin mengandung banyak sel asinus yang mengeluarkan
getah pankreas ke dalam duodenum melalui duktus pankreatikus. Pankreas
endokrin terdiri atas banyak pulau – pulau Langerhans yang mengandung
beberapa sel penghasil hormon (Stephen dan Ganong, 2010).
a. Pankreas Eksokrin
Pankreas endokrin terdiri atas kelompok – kelompok asinus. Sel asinus
merupakan sel epitel yang berbentuk piramid, dengan granula zymogen yang
terletak di central. Setiap asinus pankreas terdiri atas beberapa sel asinus yang
mengelilingi lumen (lihat gambar 5).
Gambar 3. Gambaran sel asinus (Abraham dan Laura, 2011)
Dalam sel asinus terdapat granula zimogen yang mengandung enzim
pencernaan. Jumlah granula zimogen didalam sel bervariasi; lebih banyak
sewaktu puasa dan berkurang setelah makan. Getah pankreas merupakan
kombinasi dari sel asinar dan sekresi sel duktus. Sifat getah pankreas ini basa
yang berperan penting dalam menetralkan asam lambung yang memasuki
Getah pankreas memiliki tiga enzim pencernaan yang bekerja atas tiga
jenis makan, yaitu :
a. Amilase mencerna hidrat karbon yang sifatnya lebih kuat dari ptialin;
bekerja atas zat tepung mentah ataupun yang telah dimasak dan
mengubahnya menjadi disakarida
b. Lipase merupakan enzim pemecah lemak menjadi gliserin dan asam
lemak dan paling kuat jika bekerja bersama dengan empedu.
c. Tripsin mencerna protein. Tripsin dihasilkan enzim tripsinogen yang
terdapat pada getah pankreas dan diubah menjadi enzim pencerna.
Kerja tripsin lebih kuat dibandingkan dengan pepsin yang dihasilkan
oleh getah lambung. Tripsin menurunkan protein dan pepton menjadi
golongan polipeptida (Pearce, 2009)
b. Endokrin pankreas
Ada hampir 1 juta pulau Langerhans di pankreas dewasa normal yang
tersebar diseluruh pankreas eksokrin. Memiliki ukuran bervariansi yaitu 40-900
m. Pulau yang lebih besar yang terletak lebih dekat ke arteriol utama dan pulau
kecil yang tertanam lebih dalam di parenkim pankreas. Pulau Langerhans adalah
massa sel endokrin berbentuk bulat dengan berbagai ukuran, yang dipisahkan dari
jaringan asini eksokrin disekelilingnya oleh selapis serat retikilar halus. Pulau
Langerhan biasanya lebih besar dari asini dan tampak sebagai kelompok padat
sel-sel epitelial yang ditembus oleh banyak kapilar (lihat gambar 6) (William dkk,
Gambar 4. Gambaran pulau Langerhans (Abraham dan Laura, 2011)
Sebagian besar pulau Langerhans mengandung 3000-4000 sel. Sel – sel
islet ini memproduksi empat jenis sel utama yang memproduksi hormon, yaitu :
a. sel alfa yang menghasilkan hormon glukagon
b. β-sel yang menghasilkan hormon insulin
c. sel delta yang menghasilkan hormon somatostatin
d. sel PP yang menghasilkan hormon PP (pancreatic polypeptide)
Selain empat jenis sel utama yang terdapat pada pulau Langerhans, sel
islet memproduksi seperti sel epsilon, dapat dilihat pada tabel 1 hormon – hormon
Tabel 1. Produk pankreas islet peptida (William dkk, 2009)
β-sel yang mensekresi insulin dipengaruhi oleh kadar plasma asam amino
seperti arginin, lisin, leusin dan asam lemak. Fungsi dari insulin adalah untuk
menghambat hasil produksi hati yaitu glukosa ke dalam sel, sehingga menurunkan
kadar glukosa plasma. Insulin juga menghambat glikogenolisis dan merangsang
sintesis protein. Glukagon merupakan rantai tunggal peptida yang berfungsi
meningkatkan kadar glukosa darah kembali ke nilai normalnya yang bekerja
berlawanan dengan fungsi insulin. Somatostatin merupakan peptida yang dapat
menghambat sekresi endokrin dan eksokrin dan mempengaruhi neurotransmisi,
GI dan empedu.
PP merupakan peptida rantai lurus yang memiliki peran dalam regulasi
hormone secretagogue, GHS) adalah hormon stimulator GH. GHS diproduksi
paling banyak oleh kelenjar oksintik yang berada di dalam lambung, selain itu
juga oleh sel epsilon dalam pankreas. Ghrelin bergungsi sebagai pengatur
penumpukan lemak kedalam jaringan adiposa dan meningkatkan nafsu makan
(William dkk, 2009).
H. Keterangan Empiris
Pada penelitian ini bersifat eksploratif untuk mendapatkan bukti adanya
efek toksisitas subkronis dari infusa daun sirih merah terhadap kadar glukosa dan
21
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis dan rancangan pada penelitian toksisitas subkronis infusa daun sirih
merah pada tikus jantan dan betina galur Wistar termasuk eksperimental murni
acak pola satu arah. Rancangan acak ini merupakan cara dalam menetapkan
sampel yang digunakan penelitian dengan pengacakan agar setiap sampel
memperoleh kesempatan yang sama untuk dapat masuk ke dalam kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol. Pola searah ditunjukkan dengan diberikannya
perlakuan yang sama pada kelompok perlakuan, yaitu pemberian infusa daun sirih
merah secara per oral dengan dosis yang berbeda.
B. Variabel Penelitian 1. Variabel utama
a. Variabel bebas
Varibel bebas dari penelitian ini adalah dosis infusa daun sirih merah
perberat badan tikus (g/KgBB).
b. Variabel tergantung
Variabel tergantung dari penelitian ini adalah kadar glukosa dan
histopatologi pankreas setelah pemberian infusa daun sirih merah.
2. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali
a) Galur Wistar.
b) Jantan dan betina.
c) Umur 2 – 3 bulan.
d) Berat badan 100 – 200 g.
e) Keadaan fisik berstatus sehat.
2) Bahan uji berupa daun daun sirih merah yang masih muda, diperoleh dari
Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si pada bulan Maret.
b. Variabel pengacau tak terkendali
Variabel pengacau tak terkendali dari penelitian ini adalah kondisi
patologis dan fisiologis hewan uji dan waktu panen dari daun sirih merah (Piper
crocatum).
C. Defenisi Operasional
1. Pembuatan infusa daun sirih merah (Piper crocatum) sejumlah 20g
dalam 100 ml pada suhu 900C didapatkan tiga peringkat dosis sebesar
1,38 ; 2,07 ; 3,105 g/kgBB
2. Pankreas merupakan sebuah kelenjar yang memiliki fungsi eksokrin dan
endokrin.
3. Kriteria efek toksisitas subkronis meliputi histopatologi pankreas dan
kadar glukosa dilihat dari pengaruh pemberian infusa daun sirih merah
D. Bahan atau Materi Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebanyak empat puluh
tikus putih galur Wistar terdiri dari 20 jantan dan 20 betina berumur 2-3 bulan,
dengan berat kisaran badan 100 – 200 gram. Daun sirih merah (Piper crocatum)
diambil yang masih muda dan waktu pengambilannya pagi hari. Asupan minum
dan pelarut dalam pembuatan infusa digunakan aquadest sedangkan asupan
makan berupa pelet tipe BR-2.
E. Alat dan Instrumen Penelitian
Alat – alat yang digunakan adalah
1. Alat-alat pembuatan serbuk kering daun sirih merah (Piper crocatum)
antara lain : mesin penyerbuk (blender), timbangan, oven.
2. Alat-alat pembuatan infusa daun sirih merah (Piper crocatum) antara lain :
Bekker glass, timbangan, batang pengaduk, gelas ukur, panci infusa,
heater, stopwatch, kain flanel.
3. Alat-alat uji toksisitas antara lain : kandang tikus (metabolic cage),
timbangan, Bekker glass, jarum suntik per oral, spuit injeksi, Ependorf,
pipa kapiler (haematokrit).
F. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman
Determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium Farmakognosi
Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta hingga ke
2. Pengumpulan bahan uji
Daun sirih merah (Piper crocatum) untuk bahan uji dipilih dalam kondisi
segar dan berwarna hijau pada bagian tengah antara pucuk dan pangkal daun.
Daun sirih merah yang diperoleh berasal dari hasil kebun yang dilakukan oleh
Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si. yang diberikan pada bulan Maret 2013.
3. Pembuatan serbuk daun sirih merah
Petikan daun sirih merah (Piper crocatum) dicuci dan dikeringkan,
kemudian dimasukan dalam oven dengan suhu ± 50oC selama 24 jam. Daun yang sudah kering diserbuk dan diayak dengan menggunakan ayakan no. 30 dan
dilakukan perhitungan rendemen menggunakan
rumus :�����������
�����������x 100 % (Sharief, 2006).
4. Penetapan kadar air serbuk kering daun sirih merah
Penetapan kadar air menggunakan metode gravimetri dengan bantuan
alat Moisture Balance. Dimasukkan ±5 g serbuk daun sirih merah ke dalam alat,
kemudian diratakan. Timbang bobot zat sebagai bobot sebelum pemanasan
(bobot a) panaskan pada suhu 1100C selama 30 menit. Setelah itu, ditimbang bobot zat setelah pemanasan (bobot b). Selisih bobot a dan bobot b merupakan
kadar air yang diselidiki.
Dari 1 Kg daun sirih merah basah didapatkan 230,18g daun sirih merah
kering. Maka, diperoleh rendemen sebesar :
230,18 �
Untuk perhitungan kadar air menggunakan metode gravimetri, maka
digunakan rumus :���������−�������ℎ��
��������� × 100%
5. Penetapan dosis infusa daun sirih merah
Dosis terapi infusa daun sirih merah (Piper crocatum) adalah 23 g/70 Kg
BB untuk manusia 70 Kg. Konversi manusia (70 kg ke tikus 200 g) = 0,018
(Laurence and Bacharach, 1964).
Dosis untuk 200g tikus = 0,018 x 23g
= 0,414g/200g BB
= 2,07x10-3g/g BB
= 2,07 g/Kg BB
Dalam penelitian ini dibuat 3 peringkat dosis, dengan cara menggunakan
kelipatannya. Angka kelipatan yang digunakan sebesar satu setengah kalinya,
sehingga diperoleh tiga peringkat dosis yaitu 1,38 ; 2,07 ; 3,105 g/kgBB.
6. Penetapan dosis aquadest sebagai kontrol negatif
Untuk penentuan dosis aquadest digunakan dosis tertinggi untuk
mengetahui jumlah volume maksimum yang diberikan kepada hewan uji. Dosis
tertinggi 3,105 g/kgBB, berdasarkan rumus didapatkan volume maksimum yaitu :
D x BB =C x V
3,105g/Kg BB x 200g = 20% x V
V = 3,105 ml/200g BB
Maka dosis aquadest adalah :
V = 0,015525 g/g BB (karena 1ml aquadest sama dengan 1g)
V = 15,525 g/Kg BB
7. Pembutan infusa daun sirih merah
Dalam pembuatan infusa, sebanyak 20 g serbuk kering daun sirih merah
(Piper crocatum) ditimbang dan dicampur dengan 100 ml aquadest. Campuran ini
dipanaskan selama 15 menit dengan suhu 900C pada heater (waktu terhitung dari suhu campuran telah mencapai 900C). Air yang diperoleh kemudian disaring menggunakan kain flanel dan ditambahkan aquadest hingga 100 ml. Konsentrasi
infusa yang didapat adalah 20%.
8. Penyiapan hewan uji
Hewan uji yang digunakan berjumlah 40 ekor, terdiri dari tikus jantan
dan betina, galur Wistar, umur 2- 3 bulan, berat badan 100 – 200 g. Ditempatkan
dalam metabolic cage. Pada setiap metabolic cage berisi satu tikus. Sebelum
dilakukan perlakuan hewan uji diadaptasikan pada metabolic cage selama 3 hari.
9. Pengelompokan hewan uji
Tikus sebanyak empat puluh ekor yang digunakan dalam penelitian,
dibagi menjadi empat kelompok secara acak, yaitu tiga sebagai kelompok
perlakuan dan satu kelompok perlakuan yang masing – masing kelompok terdiri
dari sepuluh ekor tikus (lima jantan dan lima betina). Pada kelompok satu
merupakan kelompok kontrol negatif dengan pemberian aquadest dengan dosis
15,252 g/KgBB sedangkan kelompok II hingga IV diberikan perlakuan infusa
daun sirih merah (Piper crocatum) dengan peringkat dosis berturut – turut, yaitu
10. Prosedur pelaksanaan toksisitas subkronis
Infusa daun sirih merah (Piper crocatum) yang merupakan sediaan uji
diberikan pada hewan uji sesuai dosis pemberian dengan kekerapan pemberian
satu kali sehari selama 28 hari pada tikus jantan dan betina dengan tetap diberi
makan dan minum. Pada awal masa uji yaitu pada hari I, darah semua tikus
diambil melalui sinus orbital mata, Pengambilan darah tersebut dilakukan dengan
menusukkan pipa kapiler langsung ke sinus orbital mata. Sampel darah yang
diambil kemudian ditampung pada Ependorf berisi heparin untuk diambil serum
darah, diberi kode kemudian dikirim ke Parahita Medical Lab untuk dilakukan
pengukuran kadar glukosa darah tikus. Pemberian infusa daun sirih merah
dilakukan selama 28 hari pada setiap kelompok perlakuan sesuai dengan peringkat
dosis. Pada hari ke-29 darah semua tikus diambil kembali melalui vena orbital
mata ditampung pada Ependorf berisi heparin untuk diambil serum darah
kemudian dilakukan kembali pengukuran kadar glukosa darah tikus. Pada hari
ke-29 juga dilakukan pembedahan setengah dari hewan uji baik jantan maupun betina
untuk dilakukan pemeriksaan histopatologi. Kemudian pada hari ke-42 (14 hari
setelah hari ke-28) dilakukan pembedahan hewan uji yang tersisa untuk melihat
reversibilitas.
11. Prosedur Pembedahan
Pertama-tama disiapkan pot organ yang yag telah diberi label dan yang
sesuai dengan nomor tikus yang akan dibedah dan telah diisi dengan formalin
10% untuk menyimpan organ. Kemudian, menyiapkan alat-alat bedah yang akan
digunakan untuk menampung NaCl 0,9% mencuci organ setelah dibedah. Setelah
itu, tikus yang akan dibedah di dislokasi leher terlebih dahulu kemudian posisikan
tikus pada papan bedah menggunakan pins. Bedah dimulai dari bagian perut
sampai bagian leher menggunakan gunting bedah. Kemudian, ambil dan pisahkan
masing-masing organ menggunakan gunting bedah dengan bantuan pinset,
pastikan tiap-tiap organ tidak tercampur, kemudian organ tersebut dicuci dengan
NaCl 0,9% kemudian dimasukkan ke dalam pot organ yang sesuai antara label
tikus yang dibedah dengan label yang ada di pot organ. Sisa organ tikus yang
tidak terpakai dimasukkan ke dalam kantong plastik dan ditutup rapat agar tidak
ada bau yang keluar, kemudian di kubur.
12. Pengamatan
a. Pengamatan berat badan hewan uji
Pengamatan berat badan terhadap hewan uji dilakukan dengan cara
menimbang hewan uji dengan timbangan. Penimbangan berat badan hewan uji
dilakukan setiap hari. Perhitungan purata berat badan tikus dilakukan dengan cara
menambahkan berat badan tikus kemudian dibagi dengan jumlah tikus ditiap
kelompok dilakukan pada hari 0, 7, 14, 21, 28. Kemudian data yang diperoleh
dianalisis secara statistik.
b. Pengukuran asupan pakan hewan uji
Hewan uji diberikan asupan pakan setiap hari sebanyak 20 g dan
dilakukan penggantian pakan setiap harinya. Cara mengukur besarnya asupan
pakan tikus yaitu dengan menghitung selisih berat pakan hari kedua dikurangi
pada hari pertama, kemudian pada hari kedua pakan yang masih tertinggal pada
wadah ditimbang. Selisih penimbangan antara berat pakan hari kedua dengan
berat badan hari pertama inilah yang dihitung sebagai asupan makanan pada hari
pertama.
c. Pengukuran asupan minun hewan uji
Hewan uji diberikan minum berupa aquadest sebanyak 150 ml. Minuman
diberikan dalam wadah botol kaca yang diberi pipa seperti tabung reaksi yang
diberi lubang pada ujungnya. Pengukuran asupan minum hewan uji dilakukan
dengan cara memasukkan 150 ml air pada wadah dihari pertama, kemudian pada
hari kedua jumlah sisa air yang masih terdapat dalam botol dihitung. Air minum
yang dihabiskan tikus pada hari pertama dihitung dengan cara mengurangkan
jumlah air minum yang diberikan pada hari pertama dengan jumlah air minum
sisa pada hari kedua.
13. Pemeriksaan histopatologis
Pemeriksaan hispatologis dilakukan dengan cara pembedahan untuk
diambil organ pankreas. Sebelum melakukan pembedahan, tikus dikorbankan
dengan cara diskolasi leher yaitu mematikan hewan uji dengan cara menarik leher
dan ekor secara bersamaan sehingga tulang leher patah. Kemudian dilakukan
pembedahan terhadap tikus. Tikus diletakkan secara terlentang diatas papan
pembedahan (gabus/steroform) dan dibedah caesar dengan membuat irisan digaris
tengah ventral tubuh mulai dari area bukaan genitalia hingga ke leher. Rongga
dilakukan pemeriksaan histopatologis. Organ kemudian dicuci bersih dengan
aquadest kemudian difiksasi, diletakkan didalam pot yang berisi formalin 10%.
14. Histopatologi pankreas
Pembacaannya preparat dilakukan di Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Gadjah Mada. Perubahan pankreas yang diamati meliputi bagian
endokrin dan bagian eksokrin yang meliputi pulau Langerhans dan sel - sel asinar.
Pengamatan dilakukan di bawahmikroskop cahaya pembesaran 400x dengan
bantuan video mikrometer.
Pengambilan organ pankreas dengan cara nekropsi setelah tikus mati,
selanjutnya dibuat preparat agar mudah diamati dibawah mikroskop. Pembuatan
preparat histopatologi tersebut secara berurutan difiksasi di dalam larutan buffer
netral formalin, trimming, dehidrasi, infiltrasi dengan parafin, diiris dengan
mikrotom dan diwarnai dengan hematosilin-eosin (HE). Pewarnaan dilakukan
dengan cara menginkubasi preparat otot dengan larutan Mayer’s hematoxilyn,
kemudian diinkubasi dalam larutan Eosin 0,5% yang sudah ditambah asam asetat
(100 : 1) selama 5 menit.
G. Analisis Data
1 Pemeriksaan kadar glukosa darah
Dilakukan uji paired-T test tiap kelompok untuk mengetahui ada
tidaknya perbedaan bermakna sebelum dan sesudah perlakuan. Analisa data kadar
glukosa darah dilakukan dengan uji Kolmogorov Smirnov untuk melihat distribusi
data tiap kelompok. Apabila distribusi data normal maka analisis dilanjutkan
kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk mengetahui perbedaan
masing-masing kelompok. Apabila hasil data menunjukkan distribusi yang tidak normal
dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov maka analisis dilanjutkan dengan
analisis non parametrik, yaitu Kruskal Walis untuk mlihat perbedaan kadar
glukosa darah antar kelompok, dilanjutkan dengan uji Mann Whitney untuk
mengetahui perbedaan uji tiap kelompok.
2 Pengamatan berat badan hewan uji
Dengan menggunakan analisis General Linier Model (metode
multivariate) maka didapatkan data pendukung yaitu data perubahan berat badan
dengan dihitung purata kenaikan berat badan pada hari ke 0, 7, 14, 21, dan pada
hari ke 28.
3 Pengukuran asupan pakan hewan uji
Data pengukuran asupan pakan hewan uji dilakukan dengan menghitung
purata harian asupan pakan hewan uji. Setelah 28 hari, profil pola makan dibuat
dengan menggunakan grafik.
4 Pengukuran asupan minum hewan uji
Data pengukuran asupan minum hewan uji dilakukan dengan menghitung
purata harian asupan minum hewan. Setelah 28 hari, profil pola minum dibuat
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya efek
toksik (perubahan struktural) infusa daun sirih merah (Piper crocatum) terhadap
perubahan histopatologi pankreas dan kadar glukosa darah yang dinilai dari
spektrum kadar glukosa darah dan perubahan histopatologi pankreas dengan tiga
peringkat dosis yaitu 1,38; 2,07; 3,105 g/kgBB pada tikus jantan dan betina galur
wistar.
A. Determinasi Tanaman
Tanaman memiliki berbagai jenis varietas, maka dilakukan determinasi
tanaman dengan tujuan menentukan nama atau jenis tanaman dengan spesifik agar
dalam pemanfaatan tanaman tidak menimbulkan permasalahan. Determinasi
dilakukan dengan mencocokkan tanaman pada determinasi tanaman sirih merah
yang sudah dilakukan oleh Martinus Supriyadi Krisanto. Hasil determinasi
tanaman sirih merah (Piper crocatum) dan dapat dilihat pada lampiran 10.
Hasil determinasi menyimpulkan bahwa tanaman sirih merah yang
digunakan dalam penelitian ini adalah benar tanaman sirih merah (Piper
crocatum) dengan nama ilmiah Piper crocatum Ruiz & Pav yang telah disahkan
oleh Yohanes Dwiatmaka, M.Si.
B. Serbuk dan Kadar Air Daun Sirih Merah
Pengelolaan pembuatan serbuk sirih merah (Piper crocatum) dilakukan
oven pada suhu ± 50oC selama 24 jam. Setelah kering daun sirih merah (Piper crocatum) dibuat serbuk menggunakan mesin penyerbuk merk Retsch bv. Serbuk
kering yang didapat dilakukan pengayakan dengan nomor 30 yang bertujuan
untuk menyeragamkan ukuran dari serbuk daun sirih merah (Piper crocatum) dan
diklarifikasiakan sebagai serbuk setengah kasar (Direktorat Jendral Pangawasan
Obat dan Makanan, 1994). Dari penyerbukan dan pengayakan tersebut didapatkan
sejumlah 230,18 g serbuk sirih merah. Dari 230,18 g serbuk daun sirih merah
dilakukan penghitungan rendemen dan diperoleh 23,018%.
C. Kadar Glukosa Darah Tikus Jantan Akibat Pemberian Infusa Daun Sirih Merah
Penelitian ini memiliki tujuan untuk menentukan spektrum efek toksik
infusa daun sirih merah (Piper crocatum) terhadap kadar glukosa darah, maka
dilakukan pemeriksaan terhadap kadar glukosa darah untuk mengungkapkan
spektrum efek toksik tersebut. Pemeriksaan kadar glukosa darah dilakukan pre
(sebelum) pemberian infusa daun sirih merah (Piper crocatum) dan post (setelah)
pemberian daun sirih merah (Piper crocatum) selama 28 hari. Tujuan
pemeriksaan sebelum pemberian infusa daun sirih merah (Piper crocatum) adalah
untuk mengetahui kadar glukosa sebelum perlakuan dan kemungkinan adanya
kondisi patologi yang terkait dengan fungsi pankreas. Hal ini ditujukan untuk
melihat kebermaknaan perbedaan kadar glukosa darah diantara keduanya.
ARCHITECT ci 8200 dengan metode heksokinase/G-6-PDH merupakan
alat untuk mengukur kadar glukosa darah. Prinsip metode heksokinase/G-6-PD
untuk menghasilkan glukosa-6-fosfat (G-6-P) dan adenosin difosfat (ADP).
Glukosa-fosfat dehidrogenase akan mengoksidasi G-P menjadi
6-phosphoglukonat dengan bersamaan terjadi reduksi nikotinamid adenin
dinukleotida (NAD) menjadi nikotinamid adenin dinukleotida tereduksi (NADH).
Satu µml NADH diproduksi untuk setiap µmol konsumsi glukosa. NADH yang
dihasilkan akan menyerap cahaya pada panjang gelombang 340 nm dan dideteksi
secara spektrofotometri. Pengukuran kadar glukosa drah pada penelitian ini
dilakukan di Parahita Medical Lab.
Terdapat empat kelompok perlakuan dalam penelitian ini, yaitu
kelompok kontrol aquadest dengan dosis 15,525 g/KgBB dan kelompok
perlakuan infusa daun sirih merah (Piper crocatum) dengan dosis 1,38; 2,07;
3,105 g/kgBB. Pelarut yang digunakan pada infusa daun sirih merah (Piper
crocatum) adalah aquadest. Kelompok kontrol digunakan aquadest bertujuan
untuk melihat apakah aquadest sebagai pelarut infusa daun sirsih merah dapat
memberikan pengaruh terhadap kadar glukosa darah.
Pada setiap kelompok diukur kadar glukosa darah saat pre (sebelum) dan
post (setelah) pemberian infusa daun sirih merah (Piper crocatum) selama 28 hari.
Dilakukan analisis pada tiap kelompok menggunakan uji Paired T-test.Pengujian
ini dilakukan karena subjek uji yang digunakan sama namun memiliki perlakuan
yang berbeda dan untuk melihat apakah terdapat pengaruh pemberian infusa daun
Tabel II. Rerata ± SE kadar glukosa darah pemberian infusa daun sirih merah pada tikus jantan serta nilai p kadar glukosa tiap kelompok
Kelompok
Pre = sebelum pemberian infusa daun sirih merah Post = setelah pemberian infusa daun sirih merah SE = Standar Error of Mean
IDSM = Infusa Daun Sirih Merah
Gambar 5. Diagram batang rata-rata pengaruh pemberian infusa daun sirih merah terhadap kadar glukosa darah tikus jantan antar kelompok perlakuan
Uji Paired T-test sebagai uji perbedaan bermakna yang dilakukan
terhadap kadar glukosa darah pre dan post pemberian infusa daun sirih merah
pada kelompok kontrol aquadest dan kelompok perlakuan infusa daun sirih merah
tabel II, menunjukkan bahwa nilai probabilitas > 0,05, artinya rerata kadar
glukosa darah semua kelompok perlakuan yang diuji saat pre dan post perlakuan
adalah sama (berbeda tidak bermakna). Selain itu, pada hasil dari uji dengan
One-Way Anova juga didapatkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara
kelompok perlakuan dengan kontrol negatif ini dilihat dari tidak adanya nilai
p<0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa pemberian infusa daun sirih merah
selama 28 hari tidak mempengaruhi kadar glukosa darah tikus jantan.
Gambar 5. pada diagram batang, juga menunjukan hasil bahwa tidak
terdapat kekerabatan antara spektrum efek toksik dengan dosis infusa daun sirih
merah. Namun, untuk lebih melihat spektrum efek toksik dengan lebih jelas dapat
dilakukan uji subkronis infusa daun sirih merah terhadap tikus jantan dan betina
selama 90 hari serta dilakukan skrining fitokimia untuk mengetahui kandungan
metabolit sekunder yang terdapat pada infusa daun sirih merah.
D. Kadar Glukosa Darah Tikus Betina Akibat Pemberian Infusa Daun Sirih Merah (Piper crocatum)
Penelitian ini memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui kekerabatan antara
spektrum efek toksik dengan dosis infusa daun sirih merah terhadap kadar glukosa
darah selama 28 hari. Pemeriksaan kadar glukosa darah tikus betina dilakukan
sama halnya dengan tikus jantan, yaitu dilakukan sebelum (pre) dan setelah (post)
28 hari pemberian infusa daun sirih merah dan dianalisis dengan menggunakan uji
Paired T-test. Pemeriksaan dilanjutkan dengan melakukan analisis varian satu
arah (One Way Anova) pada data kadar glukosa darah post pemberian infusa daun
Tabel III.Rerata ± SE kadar glukosa darah pemberian infusa daun sirih merah pada tikus betina serta nilai p kadar glukosa tiap kelompok
Kelompok
Perlakuan
(g/KgBB)
Kadar Glukosa Darah (mg/dl)
Nilai p
Pre = sebelum pemberian infusa daun sirih merah Post = setelah pemberian infusa daun sirih merah SE = Standar Error of Mean
IDSM = Infusa Daun Sirih Merah
Gambar 6. Diagram batang rata-rata pengaruh pemberian infusa daun sirih merah terhadap kadar glukosa darah tikus betina antar kelompok
Berbeda dengan tikus jantan, kadar glukosa darah pada tikus betina
terdapat perbedaan pada pemberiaan kontrol aquadest sesudah dan sebelum
perlakuan, akan tetapi setelah dilakukan uji One-Way Anova tidak terjadi
perbedaan yang bermakna. Dapat dikatakan perbedaan yang terjadi masih di
dalam batas normal. Pada tabel III didapatkan kelompok kontrol aquadest dan
perlakuan infusa daun sirih merah 2,07 g/kgBB, antara kadar glukosa darah pre
dan post pemberian infusa daun sirih merah menunjukkan hasil berbeda bermakna
(p<0,05). Kebermaknaan perbedaan kelompok perlakuan infusa daun sirih merah
2,07 g/kgBB disebabkan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah yang
melonjak, dilihat dari nilai rerata ± SE yaitu data sebelum perlakuan sebesar
107,00 ± 3,162 mg/dl dan data setelah perlakuan sebesar 115,40 ± 3,310 mg/dl.
Peningkatan ini masih dalam batas normal atau dapat pula disebabkan dari kondisi
individu tikus, karena hasil dari uji One-Way Anova baik kontrol aquadest dan dosis 2,07 g/Kg BB didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p>0,05), nilai probabilitas 0,052 ( pada halaman71, lampiran 14). Maka perubahan biokimia yang ada dapat dikatakan tidak bermakna sehingga tidak mempengaruhi fungsi
dari organ pankreas dan kadar glukosa darah.
Pada gambar 6. diagram batang juga menunjukkan bahwa tidak terdapat
kekerabatan antara spektrum efek toksik dengan dosis infusa daun sirih merah.
Namun, untuk lebih melihat spektrum efek toksik dengan lebih jelas dapat
dilakukan uji subkronis infusa daun sirih merah terhadap tikus jantan dan betina
dilakukan skrining fitokimia untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder
yang terdapat pada infusa daun sirih merah.
E. Pemeriksaan Histologis Pankreas
Pada penelitian ini histopatologi pankreas tikus di lihat melalui preparat
yang dibuat dengan metode blok paraffin dengan pewarnaan Hemotoxylen-Eosin.
Pada hasil dari pembacaan preparat di ketahui bahwa tidak ada perubahan
struktural pada pankreas bagian endokrin yaitu bagian pulau Langerhans tetapi
ada perubahan struktural pada pankreas bagian eksokrin.
Pada hasil pembacaan preparat histologi pankreas didapatkan bahwa
pada masa pemberian perlakuan infusa daun sirih merah selama 28 hari baik tikus
jantan betina maupun tikus jantan mengalami adanya perubahan struktural pada
pankreas bagian eksokrin. Perubahan struktural ini mengalami vakuolisasi sel
asinar, dengan adanya tanda vakuola – vakuola yang berbatas jelas dalam
sitoplasma dan inti terdesak ke tepi. Namun perubahan struktural ini bersifat
reversibel karena selama 14 hari setelah perlakuan pemberian infusa daun sirih
merah, sel – sel asinar ini normal kembali. Dapat dilihat dilihat data informasi
Tabel IV. Hasil Pembacaan Histopatologi
Kelompok Perlakuan (g/KgBB)
Hasil Pembacaan Histopatologi Pankreas Tikus Jantan
Hari 28 Hari 42
Kontrol aquadest 15,525
Pada ketiga tikus, ditemukan dua tikus yang mengalami vakuolisasi sel asinar yang ditandai dengan adanya vakuola – vakuola berbatas jelas dalam sitoplasma dan
inti terdesak ke tepi
Dari kedua tikus tidak ditemukan perubahan
Pada ketiga tikus, ditemukan dua tikus yang mengalami vakuolisasi sel asinar yang ditandai dengan adanya vakuola – vakuola berbatas jelas dalam sitoplasma dan
inti terdesak ke tepi
Dari kedua tikus tidak ditemukan perubahan
Pada ketiga tikus, ditemukan dua tikus yang mengalami vakuolisasi sel asinar yang ditandai dengan adanya vakuola – vakuola berbatas jelas dalam sitoplasma dan
inti terdesak ke tepi
Kedua tikus ditemukan
sitoplasma dan inti terdesak ke tepi
IDSM 3,105
Dari ketiga tikus tidak ditemukan perubahan yang
spesifik dalam susunan sel dan jaringan asinar tampak
normal
Dari kedua tikus tidak ditemukan perubahan
Hari 28 : masa perlakuan pemberian IDSM
Hasil Pembacaan Histopatologi
Kelompok Perlakuan (g/KgBB)
Hasil Pembacaan Histopatologi Pankreas Tikus Betina
Hari 28 Hari 42 dalam sitoplasma dan inti terdesak ke tepi
Dari kedua tikus tidak ditemukan perubahan dalam sitoplasma dan inti terdesak ke tepi
Dari kedua tikus tidak ditemukan perubahan
Pada ketiga tikus, tidak ditemukan perubahan jelas dalam sitoplasma
dan inti terdesak ke tepi
IDSM 3,105
Dari ketiga tikus tidak ditemukan perubahan
yang spesifik dalam susunan sel dan jaringan asinar tampak
normal
Satu dari dua tikus ditemukan vakuolisasi sel asinar yang ditandai dengan adanya vakuola
– vakuola berbatas jelas dalam sitoplasma
dan inti terdesak ke tepi
Keterangan :
IDSM : Infusa Daun Sirih Merah
Hari 28 : masa perlakuan pemberian IDSM
Hari 42 : masa reversibilitas
Dari tabel VI didapat hasil bahwa pemberian infusa sirih merah selama
28 hari menyebabkan vakuolisasi asinar baik pada jantan dan betina. Sifat