BAB II KAJIAN TEORI
A. Pendidikan Toleransi
2. Toleransi
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin dapat hidup sendiri. Setiap orang pasti membutuhkan orang lain, baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan bersama. Untuk kelancaran dan ketenteraman dalam melakukan interaksi antar manusia, Islam memberikan aturan yang lengkap tentang bagaimana seorang muslim harus bersikap dan berperilaku sehari-hari.
Salah satu karakter penting yang harus ditanamkan dalam diri setiap muslim adalah sikap menghormati dan menghargai orang lain. Menghormati dan menghargai orang lain merupakan salah satu upaya untuk menghormati dan menghargai diri sendiri. Islam memberikan aturan umum dalam melakukan penghormatan dan penghargaan kepada orang lain. Menghargai dan menghormati orang lain adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan dalam batas-batas tertentu. 17 Sikap tersebut sering kita sebut sebagai sikap
16 Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2006), h. 8.
17 Marzuki, Pendidikan Karakter Islam, (Jakarta: Imprint Bumi Aksara, 2015), h. 131.
16
toleran atau dalam Islam disebut sebagai sikap tasamuh. Lalu apa yang dimaksud dengan toleransi/tasamuh itu sendiri?
a. Pengertian Toleransi
Dalam bahasa inggris, istilah toleransi dikenal dengan sebutan tolerance yang memiliki arti toleransi, kesabaran, kelapangan dada, tahan terhadap, dan dapat menerima. 18
Adapun dalam bahasa Arab, toleransi biasa disebut sebagai tasamuh yang berarti kelapangan dada, kemurahan hati, memaklumi, membiarkan, mengizinkan dan saling memudahkan. 19 Tasamuh juga mempunyai arti bermurah hati yaitu sikap akhlak terpuji dalam pergaulan, di mana terdapat rasa saling menghargai antara sesama manusia dalam batas-batas yang digariskan oleh ajaran Islam. 20
Sedangkan menurut istilah, toleransi yaitu sifat atau sikap menenggang rasa, menghargai, membiarkan, membolehkan pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dan sebagainya) yang berbeda dan juga yang bertentangan dengan pendiriannya. 21
Menurut UNESCO seperti yang dikutip Zuhairi Miswari dalam bukunya yang berjudul Al-Qur’an Kitab Toleransi, mendefinisikan toleransi sebagai sikap saling menghormati, saling menerima dan saling menghargai di tengah keragaman budaya, kebebasan berekspresi dan karakter manusia. Toleransi juga berarti sebuah sikap positif dengan cara menghargai hak orang lain dalam rangka menggunakan kebebasan asasinya sebagai manusia. 22
18 Achmad Fanani, Kamus Populer: Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris, (Yogyakarta:
Literindo, 2015), h. 411.
19 A. Thoha Husein, Kamus Akbar Bahasa Arab: Indonesia-Arab, (Jakarta: Gema Insani, 2013), h. 1445.
20 Halimatussa’diyah, Nilai-nilai Pendidikan Agama Islam Multikultural, (Surabaya: CV.
Jakad Media Publishing, 2020), h. 70.
21 Dwi Ananta Devi, Toleransi Beragama, (Semarang: Alprin, 2020), h. 2.
22 Zuhairi Miswari, Al-Quran Kitab Toleransi, (Jakarta: Pustaka Oasis, 2017), h. 162.
Dari pengertian di atas, toleransi dapat diartikan sebagai sikap menenggang, membiarkan, dan membolehkan, baik berupa pendirian, kepercayaan, maupun kelakuan yang dimiliki seseorang atas yang lainnya.
Dengan kata lain, toleransi adalah sikap lapang dada terhadap prinsip orang lain. Toleransi tidak berarti seseorang harus mengorbankan kepercayaan atau prinsip yang dianutnya. Sebaliknya, dalam toleransi tercermin sikap yang kuat atau istiqomah untuk memegang keyakinan atau pendapat sendiri.
b. Hakikat Toleransi
Zuhairi Miswari, dalam bukunya “Al-Qur’an Kitab Toleransi”
menyebutkan setidaknya terdapat lima hal yang dimungkinkan menjadi substansi atau hakikat toleransi, yaitu:
1) Menerima perbedaan untuk hidup damai.
2) Menjadikan keseragaman menuju perbedaan, artinya membiarkan segala kelompok berbeda dan eksis dalam dunia, tidak perlu adanya penyeragaman.
3) Membangun moral stoisisme, yaitu menerima bahwa orang lain mempunyai hak.
4) Mengekspresikan keterbukaan terhadap orang lain, ingin tahu, menghargai, ingin mendengarkan dan belajar dari orang lain.
5) Dukungan antusias terhadap perbedaan serta menekankan aspek otonomi. 23
Toleransi merupakan ajaran semua agama. Toleransi merupakan kehendak seluruh makhluk Tuhan untuk hidup damai dan saling menghargai. Misalnya dalam agama Kristen, seperti yang disebutkan dalam jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen, di situ dijelaskan bahwa Tuhan mereka Yesus dalam teladan hidup dan pengajarannya mewariskan nilai toleransi yang terdokumentasi dengan baik dalam kitab suci Alkitab, yang merupakan tuntunan wajib bagi orang yang percaya untuk berpikir dan bertindak. Ajaran tentang toleransi begitu tegas, lugas
23 Zuhairi Miswari, Op.cit., h. 162.
18
dan jelas sehingga mudah diterima. Karena itu tanpa ragu gereja seharusnya bebas dari aksi intoleransi apabila standar berpikir dan bertindak sesuai Alkitab. 24
Dalam hal ini harus dipahami dengan baik, bahwa hakikat dari toleransi adalah hidup berdampingan secara damai dan saling menghargai di antara keragaman. Toleransi menjadi hak setiap warga negara untuk diperlakukan setara tanpa memperhitungkan lagi latar belakang agama, etnisitas, ataupun sifat-sifat spesifik yang dimiliki seseorang. Yang memberikan jaminan terwujudnya toleransi bukan lagi orang per orang atau kelompok tertentu terhadap yang lain, melainkan institusi negara.
c. Toleransi dalam Islam
Al-Qur’an sebagai sebuah kitab petunjuk yang universal, memuat ayat-ayat yang berisi pedoman dan pokok-pokok peraturan yang sangat dibutuhkan manusia untuk mengatur kehidupannya. Dari sekian banyak petunjuk yang terdapat dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang berisi pesan-pesan yang seharusnya menjadi pedoman bagi umat manusia terhadap upaya menjaga kerukunan dan kedamaian dalam kehidupan yang multikultural. 25
1) Al-Qur’an menyatakan bahwa manusia diciptakan dari asal yang sama, dan dijadikannya berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling mengenal
24 Rikardo Dayanto Butar-Butar, dkk., “Pengajaran Tuhan Yesus Mengenai Toleransi Dan Implementasinya Di tengah Masyarakat Majemuk”, Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen, Vol. 4, 2019, h. 93.
25 Yaya Suryana dan Rusdiana, Pendidikan Multikultural: Suatu upaya penguatan jati diri Bangsa, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2015), h. 332.
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujurat: 13)
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah Swt. menciptakan manusia dari asal yang sama sebagai keturunan Adam dan Hawa yang tercipta dari tanah. Semua manusia sama di hadapan Allah. Manusia menjadi mulia bukan karena suku, warna kulit, ataupun jenis kelamin, melainkan karena ketakwaannya. Kemudian, manusia dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Tujuan penciptaan semacam itu bukan untuk saling menjatuhkan, menghujat, dan bersombong, melainkan agar saling mengenal untuk menumbuhkan rasa saling menghormati dan semangat saling menolong.
Ayat ini dapat dipahami bahwa agama Islam secara normatif telah menguraikan tentang kesetaraan dalam bermasyarakat yang tidak mendiskriminasikan kelompok lain. 26
2) Al-Qur’an mengajarkan untuk tidak memaksakan kehendak kepada orang lain
ۖ ۖ
ۖ
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 256)
26 Ibid., h. 333.
20
Pada ayat ini dijelaskan bahwa untuk memasuki agama Islam tidak boleh ada paksaan dari manapun, karena apabila seseorang masuk Islam karena suatu paksaan, maka akan terjadi ketidak nyamanan dalam jiwanya. Maka yang dikehendaki adalah iman yang tulus tanpa adanya paksaan. Apabila seseorang mau untuk mempelajari dan mengetahui tentang Islam maka akan mengetahui mana jalan yang lurus dan mana jalan yang salah.
Nabi Muhammad Saw. memberikan contoh nyata bagaimana sikap toleran itu dipraktikkan. Beliau sangat toleran dengan siapapun, termasuk dengan orang-orang yang tidak seiman, kecuali jika mereka memusuhi Islam. 27
1) Hadis Nabi Muhammad Saw. menyatakan semua hamba Allah Swt. bersaudara.
Dari Abu Hurairah dari Nabi Saw. beliau bersabda: “Jauhilah prasangka buruk, karena prasangka buruk adalah ucapan yang paling dusta, janganlah kalian saling mendiamkan, janganlah suka mencari-cari isu, saling mendengki, saling membelakangi, serta saling membenci, tetapi, jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Bukhari)
Pada hadis ini Nabi Saw. memerintahkan umatnya agar menjadi hamba-hamba Allah yang bersaudara. Tidak boleh di antara hamba-hambanya saling mendengki, saling membenci satu sama lain.
27 Marzuki, Op.cit., h. 148.
2) Hadis Nabi Muhammad Saw. menyatakan bahwa agama yang dicintai Allah Swt. adalah agama yang lurus dan toleran.
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah ditanya: “Agama manakah yang paling dicintai Allah?” Rasulullah menjawab: “yang lurus lagi toleran.”
(HR. Bukhari)
Jadi dari hadis ini dapat diketahui bahwa Rasulullah sangat menyukai muslim yang toleran. Dan secara tidak langsung Rasulullah telah mengajarkan kepada umatnya agar selalu senantiasa bersikap toleran terhadap suatu perbedaan. Karena agama yang dicintai Allah adalah agama yang lurus dan juga toleran.
3. Pendidikan Toleransi
Sikap toleran harus dimiliki oleh setiap muslim sebagai modal untuk bisa menjalin harmoni dalam keberagaman. Sikap toleran itu merupakan hasil yang diakibatkan oleh sikap moderat dalam beragama. Moderasi adalah proses, toleransi adalah hasilnya. Seorang yang moderat bisa jadi tidak setuju atas suatu tafsir ajaran agama, tapi ia tidak akan menyalah-nyalahkan orang lain yang berbeda pendapat dengannya. Begitu juga seorang yang moderat niscaya punya keberpihakan atas suatu tafsir agama, tapi ia tidak akan memaksakannya berlaku untuk orang lain. 28
Jadi sikap toleran itu sangat penting, tanpa sikap toleran akan sulit dicapai ketentraman dalam kehidupan bersama yang diwarnai oleh berbagai macam keberagaman. Sikap toleran itu harus ditanamkan kepada anak sejak ia mulai eksis dalam keluarganya. Orang tua harus menjadi teladan bagi anak-anaknya dalam penerapan sikap toleran di tengah-tengah keluarga. Demikian
28 Kementerian Agama RI, Tanya Jawab Moderasi Beragama, (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2019), h. 17.
22
pula, sekolah harus memperhatikan semua peserta didiknya untuk selalu bersikap toleran agar dapat hidup secara damai dan terbebas dari benih-benih permusuhan di sekolah khususnya dan di masyarakat pada umumnya. 29
Satu hal yang sangat penting bagi anak didik di sekolah agar memiliki sikap saling menghormati dan menghargai adalah dengan ditanamkannya pendidikan toleransi. Apa itu pendidikan toleransi?
a. Hakikat Pendidikan Toleransi
Masalah toleransi sebaiknya sudah ditanamkan sejak pendidikan dasar. Anak-anak jangan terjebak dalam pendidikan yang eksklusif yang menutup mata akan kenyataan dunia luar. Anak-anak justru harus segera mengetahui bahwa di luar agama yang dianutnya, ada juga kebenaran.
Semua agama mengajarkan budi baik, toleransi, perdamaian, dan hal-hal positif lainnya. Semua itu disebut nilai-nilai bersama. Jadi yang ditonjolkan adalah persamaannya, bukan perbedaannya. Pola didik seperti ini akan sangat berbekas pada jiwa anak, dan pada gilirannya akan membentuk pribadi anak untuk bisa menghargai perbedaan dan menjunjung tinggi hak-hak orang atas pihak lain, termasuk dari agama yang berbeda. Toleransi dapat muncul apabila pengetahuan agamanya semakin berkualitas.
Peningkatan kualitas pendidikan agama itu penting untuk meredam semangat fanatisme agama yang berlebihan. Karena tanpa pengetahuan agama yang memadai, orang cenderung curiga terhadap agama-agama lain, takut berkomunikasi, sehingga bersikap eksklusif, dan mudah menyulut konflik. 30
Dengan demikian, sekolah perlu adanya pendidikan yang dapat mendidik siswa untuk menjadi manusia yang toleran saling menghargai
29 Marzuki, Op.cit., h. 152.
30 Choirul Fuad Yusuf, Pendidikan Agama berwawasan Kerukunan, (Jakarta: PT Pena Citasatria, 2008), h. 31.
dan menghormati. Konsep pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan toleransi.
Pendidikan toleransi merupakan bagian dari konsep pendidikan multikultural. Apa itu pendidikan toleransi/ pendidikan multikultural?
Pendidikan toleransi/pendidikan multikultural menurut Azra seperti yang dikutip Yaya Suryana dan Rusdiana dalam bukunya Pendidikan Multikultural: Suatu upaya penguatan jati diri Bangsa, dikatakan bahwa pendidikan toleransi merupakan bentuk pendidikan yang bertujuan untuk menumbuhkan sikap peduli, mau mengerti dan adanya politik pengakuan terhadap kebudayaan kelompok manusia, seperti toleransi, perbedaan etno-kultural dan agama, diskriminasi, HAM, demokrasi dan pluralitas, kemanusiaan universal serta subjek lain yang relevan. 31
b. Langkah mendidik toleransi pada anak
Ada tiga langkah penting dalam pendidikan yang dapat ditempuh untuk menumbuhkan sikap toleransi. Berikut ini adalah tiga langkah yang penulis kutip dari buku karya Marzuki, yaitu:
1) Mencontohkan dan menumbuhkan toleransi. Ada enam cara mendidik anak menjadi toleran, yaitu a) Perangi prasangka buruk Anda, b) tekadkan untuk mendidik anak yang toleran, c) jangan dengarkan komentar bernada diskriminasi, d) beri kesan positif tentang semua suku, e) doronglah anak agar banyak terlibat dengan keragaman, dan f) contohkan toleransi dalam kehidupan sehari-hari.
2) Menumbuhkan apresiasi terhadap perbedaan. a) menerima perbedaan sejak dini, b) kenalkan anak terhadap keragaman, c) beri jawaban tegas dan sederhana terhadap pertanyaan tentang perbedaan, dan d) bantu anak melihat persamaan.
3) Menantang stereotip dan tidak berprasangka. a) tunjukkan prasangka dan stereotip, b) lakukan “cek percakapan” untuk menghentikan ungkapan percakapan bermuatan stereotip, c)
31 Yaya Suryana dan Rusdiana, Op.cit., h. 197.
24
jangan biarkan anak terbiasa mendiskriminasikan, dan d) tetapkan aturan. 32
c. Karakteristik Pendidikan Toleransi
Menurut Halimatussa’diyah pendidikan toleransi memiliki beberapa karakteristik, yaitu sebagai berikut:
1) Pendidikan toleransi berprinsip pada demokrasi, kesetaraan, dan keadilan.
2) Pendidikan toleransi berorientasi pada kemanusiaan, kebersamaan, dan kedamaian.
3) Pendidikan toleransi mengembangkan sikap mengakui, menerima, dan menghargai keragaman. 33