• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. MUTU PRODUK TERPILIH

4. Total Fenol dan Aktivitas Antioksidan

Total fenol merupakan perkiraan kasar jumlah senyawa fenolik yang terdapat dalam suatu bahan. Kebanyakan senyawa fenolik biasanya bersifat antioksidan oleh karena itu pengukuran total fenol dapat digunakan untuk memperkirakan aktivitas antioksidan suatu bahan. Pengukuran total fenol yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode yang mereaksikan ekstrak bahan dengan senyawa folin. Senyawa folin dapat bereaksi dengan gugus kromofor pada isoflavon yang terdapat dalam produk dan dapat diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 725 nm.

Pengukuran total fenol dilakukan dengan membandingkan fenol yang ada dalam produk dengan kurva standar fenol yang dibuat dengan asam galat. Pada penelitian ini kurva standar dapat dilihat pada Lampiran 22. Selain asam galat kurva standar juga dapat mengunakan asam tanat. Pemilihan bahan yang akan dijadikan standar tergantung bentuk mayoritas fenol yang terdapat dalam bahan. Untuk produk ini total fenol mayoritas berupa polimer asam galat. Menurut Shahidi (2004), senyawa fenolik yang terdapat dalam kedelai berupa anthosianin, flavonol, flavon, , isoflavon dan chalcone beserta turunannya dengan asam asetat,

p - hydroksibenzoat, kafeat, kumarat, ferulat, galat, malonat, hidroksinamat, oksalat dan asam sinapat. Variasi kadar total fenol dari beberapa penelitian dapat dilihat pada Tabel 12.

Menurut Maga dan Lorenz (1974) dalam Shahidi (2004), mayoritas asam fenolik yang terdapat dalam kedelai berupa asam ferulat, asam siringat dan asam vanilat. Hasil pengukuran total fenol dari formula terpilih yang dinyatakan dalam jumlah equilvalen asam galat bernilai rata-rata 129.34 mg/100g bahan. Jumlah total fenol yang terdapat dalam produk relatif sedikit karena bahan baku yang digunakan berupa isolat protein kedelai yang merupakan pengolahan lanjut dari kedelai ini diproses dengan metode ekstraksi basa.

Pengukuran total fenol tidak dapat memberikan gambaran pasti mengenai kadar isoflavon. Karena tidak semua isoflavon dapat terukur berupa senyawa fenolik dalam pengukuran total fenol. Berdasarkan Shahidi (2004), bisa saja total fenol dalam kedelai lebih rendah dari total isoflavon karena pada pengukuran total fenol yang terukur hanya konsentrasi bagian fenolik dari molekul produk turunan isoflavon dengan asam fenolik. Menurut Kim et. al (2004), total fenolik berkisar dari 0.67-7.2 mg/100g biji kedelai utuh. Ini tergantung varietas dan kondisi penanaman. Sedangkan total isoflavon pada kedelai yang dikencambahkan dalam kondisi pencahayaan berbeda berkisar antara 55.9 - 279.1 mg/ 100g. Berdasarkan penelitian ini Kim et.al menyarankan bahwa dapat diproduksinya kedelai yang kaya isoflavon dalam keadaan pencahayaan dengan warna tertentu.

Tabel 14 Total fenol dalam protein kedelai pada berbagai hasil penelitian

Penelitian Total fenol (mg/ 100g)

Maga & lorenz (1974)* 25.6

Dabrowski & Sosulski (1984)* 73.6

Naczk et al. (1986)* 455.0

Produk terpilih 129.34

*referensi dari Shahidi (2004)

Menurut Liu (1997) proses ekstraksi dan pencucian yang dilakukan dalam proses pembuatan isolat protein dapat menurunkan kadar isoflavon hingga 53%. Dalam proses ini tahapan pengendapan protein dengan asam, dan proses pencucian melarutkan senyawa yang larut air berupa gula sederhana, mineral dan senyawa lainnya. Isoflavon yang masih terdapat dalam isolat protein kedelai

dikarenakan isoflavon merupakan senyawa terikat cukup kuat pada protein (Liu, 1997). Oleh karena itu kemungkinan total fenol yang terdapat dalam produk terpilih sebagian besar berupa isoflavon karena tidak ikut terbawa saat pencucian sebagaimana senyawa fenol lainnya. Tetapi karena isoflavon larut dengan sangat baik dalam alkohol, total isoflavon pada isolat protein kedelai yang diproses dengan ekstraksi alkohol bisa sangat rendah.

Menurut Bhatena et. al. yang diacu oleh Handayani (2005) kadar isoflavon pada isolat protein kedelai dapat mencapai 987 µg /g isolat protein kedelai atau 98.7 mg/100g bahan. Hasil pengukuran pada formula terpilih menjadi lebih rendah juga dapat disebabkan karena penambahan bahan lain yang memperkecil proporsi isolat protein kedelai sehingga kadar isoflavonnya juga menurun. Fitoestrogen adalah semua zat yang memiliki efek estrogenik dan bukan hanya isoflavon saja tapi dapat juga berupa turunan flavonoid lainnya. Tabel 15 memperlihatkan kandungan fitoestrogen yang terdapat dalam berbagai produk biji-bijian.

Tabel 15 Kadar fitoestrogen dari berbagai produk biji-bijian

Jenis sampel Kadar fitoestrogen (mg/100 g)

Biji bunga Flax 379.38* Kedelai utuh 103.92*

Tahu 27.15* Isolat protein kedelai 14.5**

Yogurt kedelai 10.27*

Wijen 8.01* Roti flax 7.54*

Susu kedelai 2.95* Kecambah kacang mug (kacang merah) 0.49* Kecambah rumput alfalfa 0.44* Kacang hijau 0.11* Biji bunga matahari 0.21*

*Nilai referensi menurut Anonimf ** nilai referensi menurut Liu (1997)

Penentuan aktivitas antioksidan dengan metode DPPH berprinsip mengukur kemampuan bahan untuk mereduksi DPPH. Antioksidan yang dapat terukur dengan metode ini adalah antioksidan primer yaitu antioksidan yang langsung bereaksi dan menghambat proses propagasi radikal bebas. DPPH (2,2-diphenyl-1- picrylhydrazil) merupakan molekul radikal bebas yang memiliki pasangan

elektron bebas (Gambar 10). Elektron bebas ini dapat distabilkan oleh molekul antioksidan dengan menyumbangkan satu molekul hidrogen dan DPPH menjadi molekul yang tereduksi. Setelah tereduksi molekul DPPH kehilangan warnanya. Banyaknya DPPH yang direduksi dapat diamati dengan mengukur absorbansi sampel pada panjang gelombang 517 nm yang merupakan panjang gelombang absorbansi maksimum untuk DPPH. Semakin kuat aktivitas antioksidan semakin banyak DPPH yang tereduksi dan semakin pudar warna ungu yang teramati, dengan kata lain semakin kuat aktivitas antioksidan bahan maka semakin kecil absorbansi sampel.

Gambar 10 Elektron bebas pada molekul DPPH distabilkan oleh antioksidan Antioksidan pembanding sampel yang biasa digunakan antaralain: asam askorbat, tocoferol, BHA, BHT dan trolox. Jika yang digunakan standar asam askorbat maka aktivitas antioksidan-nya biasanya dinyatakan sebagai AEAC (Ascorbic acid Equivalen Antioxidant Capacity). Karena pembanding antioksidan yang dilakukan dalam penelititan ini menggunakan asam askorbat maka dinyatakan dalam AEAC.

Kurva standar AEAC yang dihasilkan dari penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 23. Hasil pengukuran aktivitas antioksidan formula terpilih adalah 20.11 AEAC. Kapasitas antioksidan merupakan suatu perhitungan yang memperkirakan kemampuan bahan/sampel hingga mereduksi seluruh DPPH. Hasil pengukuran kapasitas antioksidan sampel adalah 4.5%. Berat sampel yang digunakan adalah 1.0009 g dalam 10 ml air. DPPH relatif tidak dapat mendeteksi seluruh antioksidan, tapi terbatas pada senyawa yang bersifat antioksidan primer

karena yang diukur hanya perubahan warna yang diakibatkan perubahan molekul DPPH dari radikal menjadi netral. Adanya aktivitas antioksidan pada produk terpilih ini dapat disimpulkan berasal komponen isolat protein kedelai. Aktivitas antioksidan ini dapat digunakan dalam penetapan klaim produk ini. namun perlu dilakukannnya uji lanjut.