• Tidak ada hasil yang ditemukan

ambar 5. Struktur maltodekstrin (Anonim, 2010)

D. STABILITAS KAROTEN PADA MIKROENKAPSULAT MINYAK SAWIT MERAH TERHADAP SINAR UV

1. Total Karoten

Kadar total karoten semakin lama akan semakin berkurang karena mengalami degradasi. Karotenoid dapat menyerap secara spesifik cahaya dari ultraviolet (UV) dan spektrum cahaya tampak– cahaya lain dipantulkan–, maka karoten terlihat berwarna. Bagian dari struktur karoten yang bertanggung jawab dalam penyerapan cahaya adalah chromophore, yang merupakan ikatan ganda terkonjugasi. Akibat adanya ikatan ganda terkonjugasi inilah yang membuat karoten mudah rusak oleh degradasi oksidatif (Gross, 1991).

Oksidasi karoten dapat terjadi akibat hadirnya oksigen yang menyebabkan terjadinya proses berantai radikal bebas. Beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya oksidasi karoten adalah panas, cahaya, dan komponen kimia (Gross, 1991). Stabilitas karoten pada penelitian ini diukur sebagai pengaruh dari sinar UV maka oksidasi karoten yang terjadi disebut dengan fotooksidasi atau fotodegradasi.

Menurut Gross (1991), fotooksidasi β-karoten, baik dengan ada atau tidak adanya sensitizer, menghasilkan terbentuknya isomers cis- dari β-karoten dan 5,6- serta 5,8-epoksidanya seperti aurochrome dan mutatochrome. Namun produk-produk oksidasi ini memiliki aktivitas provitamin A yang lebih rendah dibanding trans-β-karoten. Selain produk-produk tersebut, fotooksidasi β-karoten juga

52 menghasilkan produk nonkarotenoid yang bersifat volatil, yaitu β-ionon, dan 5,6-epoksi-β-ionon sebagai produk utamanya. Besarnya konsentrasi dari produk volatil nonkarotenoid yang dihasilkan bergantung pada sisi spesifik dari rantai β-karoten yang lebih mudah terputus akibat faktor pemicu oksidasi (Gloria et al., 1993). Gambar 17 menunjukkan hubungan total karoten (ppm) dengan waktu papar (jam) pada MSM dan mikroenkapsulat MSM setelah penyinaran UV.

Gambar 17. Kurva hubungan antara total karoten (ppm) dengan waktu papar (jam) pada MSM dan mikroenkapsulat MSM setelah penyinaran UV

Pada Gambar 19 terlihat bahwa penurunan total karoten pada sampel MSM yang dipapar sinar UV memiliki kurva yang paling curam dibanding semua sampel mikroenkapsulat MSM, artinya laju penurunan karoten dari sampel MSM lebih cepat dibanding sampel mikroenkapsulat MSM. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya matriks pelindung yang melindungi karoten dari MSM itu sendiri sehingga karoten dalam MSM dapat dengan cepat terdegradasi. Laju penurunan karoten dari MSM dan mikroenkapsulat MSM disajikan dalam Tabel 10. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Novia (2009) tentang stabilitas mikroenkapsulat minyak sawit merah hasil pengeringan lapis tipis selama penyimpanan, dimana sampel MSM mengalami penurunan total karoten yang lebih cepat dibanding sampel mikroenkapsulat MSM setelah dipapar dengan UV selama waktu yang sama.

0 50 100 150 200 250 300 350 0 1 2 3 4 5 T ot al k ar ot en ( p p m )

Waktu papar (jam)

5:1(100) 4:1(100) 3:1(100) 2:1(100) 2:1(200) MSM

53 Tabel 10. Laju penurunan karoten MSM dan mikroenkapsulat MSM berbagai

formula

Sampel/ MD:NaCas (MSM) Laju penurunan karoten (ppm/jam) R2

5:1 (100) 11.1253 0.9408 4:1 (100) 11.9829 0.9619 3:1 (100) 11.3028 0.9482 2:1 (100) 11.0635 0.9787 2:1 (200) 22.5017 0.9341 MSM 56.7487 0.9924

Laju penurunan karoten dari sampel MSM mencapai 56.7487 ppm/jam. Sedangkan kisaran laju penurunan karoten dari sampel mikroenkapsulat MSM adalah 11.0635-22.5017 ppm/jam. Sampel mikroenkapsulat MSM dengan formula rasio MD:NaCas sebesar 2:1 dengan penambahan minyak sebesar 200% dari total bahan penyalut menghasilkan laju penurunan karoten tertinggi dibanding sampel mikroenkapsulat lain. Hal ini mungkin terjadi karena semakin banyak minyak yang ditambahkan ke dalam formula, maka makin banyak pula bahan inti yang harus diemulsikan. Namun akibat adanya batasan kemampuan emulsifikasi dari natrium kaseinat yang berbasis protein menyebabkan permukaan minyak tidak mampu terjangkau seluruhnya oleh emulsifier sehingga kadar minyak tak terkapsulkan sampel menjadi tinggi. Oleh karena itu, degradasi karoten dari formula tersebut menjadi lebih cepat akibat kondisi pengkapsulannya kurang baik. Data penurunan karoten pada masing-masing sampel setelah penyinaran dengan UV dapat dilihat pada Lampiran 8.

2. Warna

Warna merupakan karakter fisik suatu bahan pangan yang mudah untuk diamati. Warna bahan pangan ditentukan oleh pigmen-pigmen yang terkandung di dalamnya. Warna kuning, jingga, dan merah dari karotenoid disebabkan oleh ikatan ganda terkonjugasi didalam struktur. Minimal terdapat tujuh ikatan ganda terkonjugasi yang diperlukan untuk menimbulkan warna tersebut. Penambahan ikatan ganda terkonjugasi memberikan warna yang lebih pekat (Kidmose et al., 2002). Makin panjang rantai berikatan ganda terkonjugasi dari karotenoid, maka

54 warnanya semakin merah, sedangkan makin pendek rantai, maka warnanya semakin kuning (Reineccius, 1994).

Karoten sebagai zat warna dapat berubah atau rusak karena pengaruh faktor-faktor eksternal, seperti panas, cahaya, atau senyawa-senyawa kimia (Gross, 1991). Reaksi oksidasi menyebabkan pemucatan komponen karoten sebagai hasil dari perubahan warna atau pembentukkan produk akhir yang tak berwarna (Kidmose et al., 2002). Pengukuran terhadap warna MSM dan mikroenkapsulat MSM juga dapat memberikan gambaran pengaruh proses pemaparan sinar UV terhadap stabilitas karoten.

Pengamatan warna MSM dan mikroenkapsulat MSM menggunakan

chromameter dengan metode Hunter (L, a, dan b), ditambah pengamatan nilai ⁰Hue dan ∆E dilakukan pada uji stabilitas karoten. Hal ini dilakukan agar diketahui hubungan antara penurunan kadar total karoten dalam sampel dengan pergeseran warna dari sampel tiap selang waktu tertentu setelah dipapar sinar UV karena kadar total karoten mempengaruhi penampakan warna dari sampel. Data pergeseran warna dari MSM tak terkapsulkan dan mikroenkapsulat MSM setelah penyinaran dengan UV dapat dilihat pada Lampiran 9. Gambar 18 menunjukkan hubungan antara nilai L (lightness) dengan waktu papar (jam).

Gambar 18. Kurva hubungan antara nilai L (lightness) dengan waktu papar (jam) pada MSM dan mikroenkapsulat MSM setelah penyinaran UV

Berdasarkan Gambar 18, nilai L (lightness) pada MSM semakin lama penyinaran UV semakin meningkat sedangkan untuk mikroenkapsulat MSM nilai

0 20 40 60 80 0 1 2 3 4 5 N il ai L

Waktu papar (jam)

5:1(100) 4:1(100) 3:1(100) 2:1(100) 2:1(200) MSM

55 L relatif stabil. Hal ini menunjukkan peningkatan kecerahan pada MSM lebih cepat dibandingkan dengan mikroenkapsulat MSM setelah penyinaran dengan sinar UV. Kenaikan nilai L membuktikan adanya degradasi karoten yang dipercepat oleh adanya cahaya. Nilai L untuk sampel MSM mengalami peningkatan yang sangat cepat dari 50.71 menjadi 71.82. Untuk produk mikroenkapsulat MSM, peningkatan nilai L tercepat terjadi pada formula 2:1(200), yaitu antara 56.69 menjadi 59.42.

Nilai a positif menunjukkan sampel memilki derajat kemerahan, sedangkan nilai a negatif menunjukkan sampel memiliki derajat kehijauan. Secara umum, Gambar 19 menunjukkan bahwa semakin lama waktu penyinaran UV mengakibatkan nilai a atau derajat kemerahan dari MSM menurun sedangkan untuk mikroenkapsulat MSM nilai a relatif stabil. Artinya penurunan derajat kemerahan dari MSM juga lebih cepat dibandingkan dengan mikroenkapsulat MSM setelah penyinaran UV.

Gambar 19. Kurva hubungan antara nilai a (derajat warna merah) dengan waktu papar (jam) pada MSM dam mikroenkapsulat MSM setelah penyinaran UV

Nilai a pada sampel MSM berangsur-angsur terus mengalami penurunan, yaitu dari nilai 30.98 hingga -6.59. Pada sampel mikroenkapsulat MSM, nilai +a cenderung turun hingga jam ke-2 kemudian kembali naik tetapi tidak melebihi besar nilai awalnya. Hal inilah yang menyebabkan nilai a dari mikroenkapsulat MSM tampak lebih stabil. Seperti pada pengukuran nilai L, sampel yang mengalami penurunan nilai a tercepat adalah sampel mikroenkapsulat formula 2:1(200), yaitu dari 1.91 menjadi -0.24.

-10 0 10 20 30 40 0 1 2 3 4 5 N il ai a

Waktu papar (jam)

5:1(100) 4:1(100) 3:1(100) 2:1(100) 2:1(200) MSM

56 Nilai b merupakan atribut nilai yang menunjukkan derajat kekuningan atau kebiruan suatu sampel. Semakin positif nilai b menunjukkan sampel memiliki derajat warna kuning yang tinggi dan semakin negatif nilai b artinya sampel memiliki derajat warna biru. Kurva hubungan antara nilai b dengan waktu papar pada MSM dan mikroenkapsulat MSM disajikan pada Gambar 20.

Gambar 20. Kurva hubungan antara nilai b (derajat warna kuning) dengan waktu papar (jam) pada MSM dan mikroenkapsulat MSM setelah penyinaran UV

Berdasarkan Gambar 20, terlihat semakin lama waktu penyinaran UV, warna sampel mikroenkapsulat MSM makin bergeser ke intensitas warna kuning yang lebih rendah, sedangkan intensitas warna kuning sampel MSM meningkat. Hal ini disebabkan oleh warna awal dari masing-masing sampel yang berbeda. Sebelum dipapar sinar UV, MSM terlihat lebih mengarah pada warna merah kekuningan, sedangkan sampel mikroenkapsulat MSM berwarna kuning kemerahan. Sehingga setelah dipapar sinar UV, warna merah dari MSM akan memudar lalu menjadi lebih berwarna kuning, sedangkan warna kuning sampel mikroenkapsulat MSM yang juga ikut memudar akan terlihat lebih pucat (intensitasnya berkurang). Oleh karena itu, kedua sampel menghasilkan pola yang berbeda. Nilai b MSM meningkat dari 45.79 menjadi 69.05, sedangkan mikroenkapsulat MSM mengalami penurunan nilai b dari 31.16-34.87 menjadi 14.54-18.80.

Perubahan nilai ºHue dapat dilihat pada Gambar 21. Selama masa penyinaran UV, terlihat bahwa nilai ºHue sampel MSM mengalami kenaikan sedangkan nilai ºHue mikroenkapsulat MSM relatif stabil. Namun keduanya tetap

0 20 40 60 80 0 1 2 3 4 5 N il ai b

Waktu papar (jam)

5:1(100) 4:1(100) 3:1(100) 2:1(100) 2:1(200) MSM

57 menunjukkan adanya pergeseran warna visual dari yellow red menjadi yellow. Nilai ºHue sampel MSM meningkat dari 56.0 menjadi 95.7. Nilai ºHue sampel mikroenkapsulat MSM setelah penyinaran selama 5 jam mengalami peningkatan dari kisaran 86.9-89.4 menjadi kisaran 88.4-90.8.

Gambar 21. Kurva hubungan antara nilai ºHue dengan waktu papar (jam) pada MSM dan mikroenkapsulat MSM setelah penyinaran UV

Total perubahan warna sampel MSM dan mikroenkapsulat MSM selama penyinaran UV dapat dilihat melalui nilai ∆E. Nilai ∆E merupakan atribut nilai yang menjadi parameter terjadinya perubahan warna secara keseluruhan. Semakin tinggi nilai ∆E menunjukkan lebih besarnya total perubahan warna sampel selama penyinaran, sedangkan semakin kecil nilai ∆E menunjukkan perubahan warna sampel selama penyinaran relatif kecil (Hutching, 1999). Kurva hubungan antara nilai ∆E dengan waktu papar sampel selama penyinaran UV disajikan pada Gambar 22.

Menurut Kidmose et al. (2002), intensitas warna dan ºHue produk bergantung pada jenis pigmen, konsentrasi pigmen, dan aspek fisik produk. Menurut Joshi (2000), aspek fisik tersebut dapat berupa ukuran partikel, distribusi ukuran, dan komponen pengemas yang dapat mempengaruhi penampakan sampel. Oleh sebab itu aspek fisik juga dapat mempengaruhi pengukuran warna. Aspek fisik yang paling berperan dalam hasil penelitian ini adalah komponen pengemas, yaitu adanya bahan penyalut.

0 20 40 60 80 100 120 0 1 2 3 4 5 °H u e

Waktu papar (jam)

5:1(100) 4:1(100) 3:1(100) 2:1(100) 2:1(200) MSM

58 Gambar 22. Kurva hubungan antara nilai ∆E dengan waktu papar (jam) pada

MSM dan mikroenkapsulat MSM setelah penyinaran UV

Pada uji stabilitas karoten dengan pengukuran warna, terdapat dua jenis sampel yang diukur, yaitu cairan (MSM tak terkapsulkan) dan padatan (mikroenkapsulat MSM). Dengan begitu MSM yang tak terkapsulkan akan mengalami total perubahan warna yang lebih besar dibanding semua formula mikroenkaspulat MSM akibat tidak adanya komponen pengemas (matriks pelindung) pada MSM tak terkapsulkan yang dapat mencegah atau memperlambat terjadinya perubahan warna pada sampel yang memang sensitif terhadap cahaya. Untuk masing-masing produk mikroenkapsulat MSM terjadi perubahan warna sampel yang lebih lambat dengan semakin besarnya proporsi natrium kaseinat dalam fomula. Pola hasil perubahan warna ini terlihat mengikuti pola penurunan kadar minyak tak terkapsulkan. Makin tinggi kadar minyak tak terkapsulkan dari sampel maka nilai ∆E semakin besar seiring lamanya waktu penyinaran. Hal ini dapat terjadi karena minyak yang berada di permukaan mengalami degradasi lebih cepat akibat penyinaran dengan UV, sehingga perubahan warna produk pun terjadi lebih cepat.

Berdasarkan hasil analisis kimia (total karoten) stabilitas karoten sebelumnya, semua sampel mikroenkapsulat MSM memiliki kecepatan penurunan karoten yang jauh lebih kecil dibanding dengan kecepatan penurunan karoten dari MSM. Total perubahan warna (nilai ∆E) dari sampel juga memberikan hasil yang serupa dengan hasil analisis penurunan total karoten, dimana total perubahan warna yang terjadi pada sampel MSM yang tidak terkapsulkan lebih tinggi dibanding semua sampel mikroenkapsulat MSM. Dengan begitu dapat dikatakan

0 10 20 30 40 50 60 0 1 2 3 4 5 E

Waktu papar (jam)

5:1(100) 4:1(100) 3:1(100) 2:1(100) 2:1(200) MSM

59 bahwa kemungkinan besar terdapat kolerasi positif antara pengukuran karoten secara kimia (analisis total karoten) dengan pengukuran secara fisik (analisis warna). Semakin cepat laju penurunan karoten maka makin besar pula nilai ∆E.

E. PEMILIHAN FORMULA OPTIMUM MIKROENKAPSULAT MSM