• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji t dan Uji F Rata-rata, SD, dan RSD

4.1 TOTAL SERAT PANGAN (TDF)

Kadar TDF sampel yang dianalisis menggunakan metode AOAC dan Asp dapat dilihat pada Tabel 6. Uji t dilakukan terhadap nilai rata-rata kadar TDF sampel yang diperoleh melalui analisis serat pangan metode AOAC dan Asp untuk melihat apakah terdapat perbedaan yang nyata diantara kedua kadar TDF tersebut. Selanjutnya, nilai kadar TDF yang diperoleh dibandingkan dengan rentang data sekunder yang diperoleh dari publikasi ilmiah (Redondo-Cuenca et al. 2006; Kutoz et al. 2003; Sanchez-Castillo et al. 1999; Englyst dan Hudson 1996; Prosky et al. 1988; AOAC 1995) yang dapat dilihat pada Tabel 7.

23

Tabel 6. Nilai TDF sampel menggunakan metode AOAC dan Asp

Sampel Kacang kedelai Kacang tanah Oat Wortel

AOAC Asp AOAC Asp AOAC Asp AOAC Asp

TDF (%) 59.42 35.22 12.49 12.22 13.64 11.84 23.69 24.30

SD 0.10 0.23 0.07 0.04 0.10 0.10 0.08 0.21

RSD 0.17 0.66 0.58 0.33 0.74 0.81 0.35 0.82

RSDR 1.08 1.17 1.37 1.37 1.35 1.38 1.24 1.24

Keterangan* Berbeda nyata Tidak berbeda Berbeda nyata Tidak berbeda

*Hasil uji t antara rata-rata TDF sampel metode AOAC dan Asp

Tabel 7. Data sekunder serat pangan pada kacang kedelai, kacang tanah, oat, dan wortel

Sampel Data sekunder

TDF (%) IDF (%) SDF (%) Kacang Kedelaia 30.03-49.02 22.52-36.765 7.54-12.31 Kacang Tanahb 8.07-13.74 7.13-12.13 0.94-1.41 Oatc 8.22-14.81 4.85–10.60 2.51–6.20 Worteld 23.25-30.30 9.20-11.72 11.53-21.10 a

Redondo-Cuenca et al. 2006; Kutoz et al. 2003

b

Sanchez-Castillo et al. 1999; Kutoz et al. 2003

cEnglyst dan Hudson 1996; Prosky et al. 1988

d

Englyst dan Hudson 1996; AOAC 1995

Kadar TDF kemudian dirata-ratakan dan ditentukan SD nya. Nilai RSD (Relative

standard deviation) diperoleh dari nilai SD yang dinyatakan sebagai presentase dari rata-rata.

Nilai RSD digunakan untuk menguji apakah analisis memiliki repeatability yang baik dengan

membandingkannya terhadap RSDR (Horwitz). RSD analisis dapat diterima jika nilainya

kurang dari 2/3 RSDR.

Kadar TDF kacang kedelai dengan menggunakan metode AOAC ialah 59.42%, dengan nilai SD sebesar 0.10%. Nilai ini berbeda nyata jika dibandingkan dengan metode Asp, yaitu 35.22% dengan nilai SD sebesar 0.23%. Hal ini dikarenakan metode AOAC tidak dapat menghidrolisis protein dengan sempurna, sehingga pada sampel tinggi protein seperti kacang kedelai, hasil analisis menjadi tidak akurat. Kadar TDF kacang kedelai dengan menggunakan metode AOAC menjadi lebih tinggi karena protein yang tidak terhidrolisis terhitung sebagai serat pangan. Kacang kedelai memiliki kadar protein yang tinggi (47.90%) Menurut Manas et

al. (1994) tingginya kandungan protein pada kacang kedelai dapat menyebabkan kesalahan

24

digunakan pada metode AOAC untuk menghidrolisis protein adalah protease dengan aktivitas enzim sebesar 50 U/ml, sementara pada metode Asp enzim protease yang digunakan adalah pepsin dengan aktivitas enzim sebesar 2755 U/mg. Rendahnya aktivitas enzim yang digunakan pada metode AOAC menyebabkan hidrolisis protein pada sampel tidak sempurna sehingga komponen protein terhitung sebagai serat pangan.

Kadar TDF oat metode AOAC ialah 13.64% dengan SD 0.10%. Sementara dengan

metode Asp menghasilkan nilai 11.84% dengan SD 0.10%. Kadar TDF oat metode AOAC lebih tinggi dibandingkan metode Asp dan nilai keduanya berbeda secara signifikan setelah diuji menggunakan uji t.

Oat mengandung kadar lemak sebesar 7% (Tabel 4). Kadar lemak yang terdapat di dalam

sampel oat tidak diekstrak terlebih dahulu menggunakan petroleum eter karena kadar lemak yang terdapat di dalam oat kurang dari 10%. Kadar TDF oat dengan menggunakan metode AOAC lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan metode Asp. Hal ini diduga karena pada metode AOAC masih terdapat lemak yang terikat pada matriks sampel. Lemak yang masih tersisa dikarenakan proses penghilangan lemak pada sampel hanya dilakukan dengan proses pencucian residu menggunakan aseton, sementara pada metode Asp penghilangan lemak dilakukan baik dengan proses pencucian maupun proses hidrolisis dengan menggunakan enzim pankreatin. Prosedur hidrolisis lemak ini tidak terdapat pada metode AOAC. Meskipun demikian, kadar TDF oat metode AOAC masih berada di dalam rentang data sekunder (8.22-14.81%), begitu pula dengan metode Asp.

Data sekunder diperoleh dari publikasi ilmiah mengenai kadar serat pangan pada sampel yang digunakan pada penelitian ini, yaitu kacang kedelai, kacang tanah, oat dan wortel. Data sekunder berupa rentang nilai karena berasal dari beberapa referensi ilmiah. Kadar serat pangan yang diperoleh dari referensi menggunakan baik metode enzimatik-kimia maupun enzimatik-gravimetri. Metode enzimatik-kimia yang digunakan ialah metode Englyst (Redondo-Cuenca et al. 2006; Sanchez-Castillo et al. 1999; Englyst dan Hudson 1996). Enzim yang digunakan pada tahap isolasi serat pangan ialah α-amilase tahan panas, pankreatin, dan pullulanase untuk hidrolisis pati dan protein. Residu yang diperoleh berupa

polisakarida dan oligosakarida selanjutnya ditambahkan HCL 5 M dan H2SO4 12 M untuk

menghasilkan monosakarida-monosakarida. Monosakarida yang telah terpisah kemudian diidentifikasi menggunakan HPLC. Penjumlahan monosakarida yang teridentifikasi merupakan kadar TDF. Metode enzimatik-gravimetri yang digunakan ialah metode Prosky (Kutoz et al. 2003; Prosky et al. 1988) dan metode AOAC (AOAC 1995). Metode Prosky menggunakan enzim yang sama dengan metode Asp, yaitu pepsin dan pankreatin, sementara metode AOAC menggunakan enzim protease dan amiloglukosidase.

Kecenderungan nilai serat pangan yang diperoleh menggunakan metode enzimatik-gravimetri lebih kecil dibandingkan metode enzimatik-kimia pada semua sampel. Hal ini diduga karena pada metode enzimatik-gravimetri terdapat serat pangan yang ikut terlarut ke dalam filtrat pada proses filtrasi sehingga hasilnya lebih kecil dibandingkan metode enzimatik-kimia.

25

4.2 SERAT PANGAN TIDAK LARUT (IDF) DAN SERAT PANGAN

LARUT (SDF)

Uji t terhadap kadar IDF memiliki kecenderungan yang sama seperti yang terjadi pada analisis TDF terhadap semua sampel. Sampel yang memiliki nilai yang berbeda secara signifikan antara metode AOAC dan Asp ialah kacang kedelai dan oat. Sementara sampel kacang tanah dan wortel memiliki nilai yang tidak berbeda nyata. Uji t terhadap kadar SDF menghasilkan nilai yang berbeda nyata hanya pada sampel kacang kedelai, sementara kadar SDF sampel kacang tanah, oat, dan wortel tidak berbeda nyata.

Kadar IDF kacang kedelai dengan metode AOAC ialah 57.65%, dengan nilai SD sebesar 0.23%. Nilai ini berbeda nyata jika dibandingkan dengan metode Asp, yaitu 30.43% dengan nilai SD sebesar 0.25%. Kadar SDF kacang kedelai metode AOAC ialah 1.31% dengan SD 0.02%. Nilai ini juga berbeda nyata jika dibandingkan dengan metode Asp, yaitu 4.36% dengan SD sebesar 0.04%. Seperti yang telah dijelaskan pada sub-bab sebelumnya bahwa kadar protein tidak dapat dihidrolisis dengan sempurna pada metode AOAC, terutama pada sampel tinggi protein seperti kacang kedelai. Perbedaan aktivitas enzim protease yang digunakan pada metode AOAC dan Asp menghasilkan kadar IDF dan SDF yang berbeda.

Tabel 8. Nilai IDF dan SDF sampel menggunakan metode AOAC dan Asp

Sampel

AOAC Asp Uji t*

IDF (%) SDF (%) IDF (%) SDF (%) IDF SDF Kacang Kedelai x̅ 57.65 1.31 30.43 4.36 Berbeda nyata Berbeda nyata SD 0.23 0.02 0.25 0.04 RSD 0.39 1.55 0.84 0.92 RSDR 1.09 1.92 1.20 1.60 Kacang Tanah x̅ 11.48 0.92 11.29 0.94 Tidak berbeda nyata Tidak berbeda nyata SD 0.02 0.02 0.03 0.01 RSD 0.18 1.97 0.22 1.14 RSDR 1.39 2.04 1.39 2.02 Oat x̅ 8.46 2.60 7.28 2.02 Berbeda nyata Tidak berbeda nyata SD 0.03 0.01 0.07 0.01 RSD 0.34 0.50 0.93 0.60 RSDR 1.45 1.73 1.48 1.80 Wortel x̅ 9.19 13.87 9.50 14.61 Tidak berbeda nyata Tidak berbeda nyata SD 0.10 0.05 0.13 0.16 RSD 0.91 0.39 0.90 1.09 RSDR 1.43 1.35 1.43 1.34

*Uji t antara rata-rata serat pangan sampel metode AOAC dan Asp x̅ = Rata-rata

26

Sampel lain yang memiliki kadar IDF yang berbeda nyata antara metode AOAC (8.46%) dan Asp (7.28%) ialah oat. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada sub-bab TDF, kadar IDF menggunakan metode AOAC dan Asp berbeda secara signifikan karena masih terdapat lemak pada sampel yang terhitung sebagai serat pangan. Lemak yang terhitung sebagai serat pangan terdapat pada residu serat yang tidak larut air (IDF). Oleh karena itu, kadar SDF oat tidak berbeda nyata antara metode AOAC dan Asp karena tidak terdapat lemak pada residu serat larut (SDF). Proses pelarutan lemak pada tahap pencucian menggunakan aseton pada metode AOAC lebih baik dilakukan dengan volume yang lebih besar, misalnya 4 x 10 ml.

Tabel 9 dan 10 menunjukkan data serat pangan sampel yang diperoleh melalui metode AOAC dan Asp. Data serat pangan pada tabel menunjukkan adanya selisih antara nilai TDF dan penjumlahan antara SDF dan IDF. Nilai serat pangan yang diperoleh dari penjumlahan antara SDF dan IDF selalu lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai TDF, baik pada metode AOAC maupun metode Asp. Hal ini diduga karena analisis SDF baik menggunakan metode AOAC maupun Asp menghasilkan data yang lebih rendah. Adapun faktor yang menyebabkan perbedaan hasil tersebut terjadi pada tahap pemisahan IDF dan SDF melalui proses penyaringan. Hal ini diduga karena pada analisis kadar TDF hanya dilakukan satu kali penyaringan, dan residu dianggap sebagai kadar serat pangan total. Akan tetapi, pada analisis IDF dan SDF dilakukan dengan menggunakan dua kali penyaringan, sehingga terdapat kemungkinan kesalahan pada proses. Kemungkinan terdapat SDF yang terikat pada IDF sehingga tidak terhitung sebagai SDF setelah tahap pemisahan. Selain itu, jika dilihat dari

repeatability analisis SDF menggunakan baik metode AOAC maupun Asp, keduanya

menunjukkan repeatability yang jelek sementara repeatability analisis TDF dan IDF cukup baik. Pembahasan mengenai repeatability secara lebih detail terdapat di sub-bab selanjutnya.

Tabel 9. Data serat pangan sampel dengan metode AOAC

Sampel

AOAC

TDF (%) SDF + IDF (%) Selisih Keterangan*

Kacang Kedelai 59.42 58.95 0.47 Tidak berbeda nyata

Kacang Tanah 12.49 12.36 0.13 Tidak berbeda nyata

Oat 13.64 11.05 2.59 Berbeda nyata

Wortel 23.69 23.06 0.63 Tidak berbeda nyata

*

Hasil Uji t antaranilai TDF (%) dan SDF+IDF (%)

Selain alasan yang bersifat teknis, alasan ketidakakuratan analisis SDF lainnya terkait dengan kesimpulan yang dikemukakan oleh Manas dan Saura-Calixto (1993) bahwa presipitasi SDF menggunakan etanol masih kurang akurat. Ketidakakuratan analisis SDF tersebut disebabkan oleh dua hal, yaitu adanya komponen non-serat (mineral) yang juga mengalami presipitasi, dan adanya komponen SDF yang tidak mengalami presipitasi secara

27

sempurna seperti pektin. Senyawa pektin hanya mampu mengendap sebanyak 84-89 %, tergantung pada pH larutan. Selain itu, inulin atau senyawa turunannya seperti

fructooligosaccharida (FOS) tidak dapat terendapkan oleh etanol karena memiliki bobot

molekul yang rendah. Hal ini menjadikan komponen tersebut tidak terhitung sebagai serat pangan (BeMiller 2010).

Kesalahan yang terjadi pada analisis SDF dapat menyebabkan ketidakakuratan analisis. Salah satu cara untuk meminimalisir kesalahan tersebut yaitu dengan meningkatkan kualitas proses presipitasi. Proses presipitasi komponen SDF dapat ditingkatkan dengan beberapa cara antara lain memperpanjang waktu presipitasi serta mengatur pH larutan sesuai dengan komposisi dan karakter fisiko-kimia sampel (Manas dan Saura-Calixto 1993).

Uji t dilakukan untuk melihat apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara antara nilai TDF dan penjumlahan IDF dan SDF. Perbedaan yang signifikan hanya terjadi pada sampel oat, baik yang dianalisis menggunakan metode AOAC maupun Asp. Perbedaan tersebut terjadi karena sebagian besar SDF yang terkandung dalam oat merupakan jenis β-glukan yang diduga tidak dapat dipresipitasi dengan sempurna oleh larutan alkohol 95%.

Tabel 10. Data serat pangan sampel dengan metode Asp

Sampel

Asp

TDF (%) SDF + IDF (%) Selisih Keterangan*

Kacang Kedelai 35.22 34.79 0.43 Tidak berbeda nyata

Kacang Tanah 12.22 12.12 0.10 Tidak berbeda nyata

Oat 11.84 9.31 2.53 Berbeda nyata

Wortel 24.30 24.11 0.19 Tidak berbeda nyata

*

Hasil Uji t antaranilai TDF (%) dan SDF+IDF (%)

Apabila sebuah laboratorium hanya ingin mengetahui kadar serat total dalam bahan

pangan, maka analisis yang dilakukan ialah analisis TDF. Akan tetapi apabila suatu sampel ingin diketahui kadar SDF dan IDFnya, maka analisis yang dilakukan terhadap sampel tersebut ialah analisis SDF dan IDF secara terpisah. Nilai TDF dapat diperoleh melalui penjumlahan antara kadar IDF dan SDF. Metode tersebut dapat dilihat di lampiran 3.

Dokumen terkait