• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN

P- total dalam Tanah

Nilai P-total dalam tanah setelah dilakukan perlakuan mengalami peningkatan. Masa inkubasi antara 10 hari dan 20 hari tidak terdapat perbedaan yang nyata tetapi berbeda nyata jika dibandingkan dengan masa inkubasi 30 hari. P-total dalam tanah pada awal penelitian (tanpa melalui masa inkubasi) berbeda nyata jika dibandingkan dengan pemberian jerami dengan terlebih dahulu diinkubasi, lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 9 halaman 34. Peningkatan P-total yang paling tinggi terjadi pada masa inkubasi 30 hari . Terjadinya peningkatan nilai P-total dalam tanah setelah penambahan bahan organik melalui masa inkubasi diduga berasal dari proses mineralisasi dari bahan organik sehingga meningkatkan kandungan P-total tanah.

Pemberian dosis jerami 2,5 t/ha, 5,0 t/ha dan 7,5 t/ha jerami tidak terdapat perbedaan yang nyata hal ini diduga karena P yang berasal dari perombakan bahan organik sebagian besar P yang mudah larut diambil oleh mikroorganisme untuk

pertumbuhannya yang kemudian fosfor ini akhirnya diubah menjadi humus (Novizan, 2005). Ketersediaan fosfor dalam tanah dipengaruhi juga oleh pH tanah. Pada tanah yang mempunyai pH rendah (masam), fosfor akan bereaksi dengan ion besi dan aluminium. Reaksi ini membentuk besi fosfat atau aluminium fosfat yang sukar larut di dalam air sehingga tidak dapat digunakan oleh tanaman dan menyebabkan P-total di dalam tanah menjadi tinggi. Naiknya pH dapat meningkatkan ketersediaan P (Hardjowigeno dan Rayes, 2001)

Interaksi antara masa inkubasi dengan dosis jerami terdapat perbedaan yang nyata. Pada dosis 2,5 t/ha jerami dengan masa inkubasi berpengaruh nyata terhadap jerami tanpa diinkubasi. Sedangkan antara masa inkubasi 10, 20 dan 30 hari tidak terdapat perbedaan yang nyata. Begitu juga dengan pemberian dosis jerami 5,0 t/ha dan 7,5 t/ha. Diduga yang menyebabkan terjadi seperti ini karena pertambahan P ke dalam tanah yang berasal dari bahan organik kecil dari hasil analisis laboratorium yang dilakukan yaitu 0,01%, juga proses pelapukan mineral yang mengandung P juga dalam waktu yang relatif lama (Nyakpa., 1998).

K-total dalam Tanah

Nilai K-total dalam tanah terjadi peningkatan setelah perlakuan jika dibandingkan dengan hasil analisis awal. Pada perlakuan interaksi antara perlakuan masa inkubasi dengan dosis jerami terdapat perbedaan yang nyata. Pada dosis 2,5

berpengaruh nyata jika dibandingkan dengan tanpa diinkubasi. Dosis 5,0 t/ha pada perlakuan inkubasi 10 dan 20 hari berpengaruh nyata terhadap perlakuan jerami diinkubasi 30 hari. Hasil lengkap dapat dilihat pada Tabel 10 halaman 35. Terjadinya peningkatan nilai K-total dalam tanah dengan pemberian jerami salah satunya adalah disebabkan karena unsur yang paling tinggi yang terdapat dalam jerami selain Si adalah K yaitu Si (4-7%), kalium (1,90%) hasil yang dilakukan di laboratorium tanah dan tanaman (BPTP) Sumatera Utara.

Menurut Adiningsih, (1984) pemberian jerami 5 t/ha selama 4 musim dapat menyumbang hara K sebanyak 170 kg, karena hampir 80% kalium yang diserap tanaman berada dalam jerami. Disamping itu dengan adanya inkubasi terhadap bahan organik maka proses dekomposisi dari bahan organik tersebut sudah berlangsung. Pelapukan mineral akan membebaskan kalium ke dalam bentuk yang dapat dipertukarkan. Semakin intensif proses pelapukan maka semakin banyak kalium yang dibebaskan. Keberadaan kalium di dalam tanah juga sangat dipengaruhi oleh tipe koloid tanah, suhu, pembasaan , pH dan pelapukan (Nyakpa dkk, 1988).

pH tanah

Nilai pH yang diperoleh setelah perlakuan masa inkubasi terjadi peningkatan jika dibandingkan dengan nilai pH awal sebelum dilakukan perlakuan. Pada awal penelitian nilai pH sangat masam (<4) pada saat itu keadaan tanah adalah kering. Setelah diberikan jerami dengan masa inkubasi yang berbeda dan kondisi tanah

adalah dalam keadaan tergenang sehingga dapat meningkatkan nilai pH tanah, dari awalnya dalam kategori sangat masam setelah diinkubasi selama 10 hari terjadi peningkatan nilai pH yaitu menjadi dengan kategori agak masam (4 – 5). Inkubasi 20 hari dan 30 hari terjadi peningkatan yaitu kategori agak masam (nilai pH 5 – 6).

Terjadinya peningkatan nilai pH ini disebabkan karena : 1) Proses penggenangan yang dilakukan pada tanah yang mempunyai pH rendah (masam) dapat meningkatkan nilai pH. Naiknya pH tanah akibat digenangi adalah karena reduksi Fe3+ menjadi Fe2+ dimana terjadi pembebasan OH- dan konsumsi H+. Selain itu juga ditentukan oleh nisbah konsumsi H+/konsumsi elektron yaitu sebagai akibat dari reduksi Fe3+ menjadi Fe2+. 2) Proses dekomposisi dari bahan organik yang dilakukan oleh mikroorganisme yang menghasilkan CO2 yang bereaksi dengan air membentuk H2CO3 yang selanjutnya yang selanjutnya terdisosiasi menjadi ion H+ dan HCO3. Akibat dari masa inkubasi yang diberikan maka proses ini dapat berlangsung (Hardjowigeno dan Rayes, 2001).

Sifat Biologi Tanah

Pengamatan Total Mikroba dalam Tanah

Sifat biologi tanah yang diamati adalah total mikroba yang terdapat di dalam tanah. Sekedar mengetahui total mikroba di dalam tanah sebelum penelitian dimulai dilakukan analisis tanah awal. Diperoleh bahwa total mikroba yang terdapat di lokasi

penelitian sangat rendah. Setelah dilakukan perlakuan dengan menambahkan jerami ke dalam tanah terjadi peningkatan ini diduga disebabkan oleh aktivitas mikrobia di dalam tanah meningkat seiiring dengan pemberian bahan jerami. Pada perlakuan dosis jerami 2,5 t/ha total mikroba tertinggi terdapat pada perlakuan dengan masa inkubasi 10 kemudian pada perlakuan dengan masa inkubasi 30 hari dan terakhir pada perlakuan 20 hari. Perlakuan dengan dosis jerami sebanyak 5,0 t/ha total mikroba tertinggi terdapat pada perlakuan dengan masa inkubasi 30 hari, kemudian masa inkubasi 20 dan 10 hari. Dosis jerami yang diberikan sebanyak 7,5 t/ha total mikroba tertinggi terdapat pada perlakuan dengan masa inkubasi 30 dan 20 hari, kemudian disusul perlakuan dengan masa inkubasi 10 hari. Lebih jelasnya dapat di lihat pada Tabel 12 halaman 37.

Menurut Buckman dan Brady, (1982) bahan organik berpengaruh bagi kesuburan biologi tanah untuk membentuk jaringan tubuh mikroorganisme dan sumber energi baginya dengan demikian populasi mikroorganisme di dalam tanah meningkat dan ketersediaan unsur hara juga meningkat, karena salah satu dari manfaat bahan organik diberikan ke dalam tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme dalam tanah. Menurut Novizan (2005), pada tahap ini karbohidrat, protein dengan nilai C/N yang tinggi akan diurai menjadi senyawa sederhana, seperti NH3, CO2, H2 dan H2O. Mikroorganisme pada tahap ini menyerap unsur hara dari lingkungan sekitarnya untuk perkembangannya. Hal ini diduga yang terjadi pada

lokasi penelitian dengan pemberian jerami sebagai bahan organik dapat meningkatkan total mikroba di dalam tanah.

Sifat Fisika Tanah

Kerapatan Lindak/Bulk Density (BD)

Kerapatan lindak/bulk density (BD) pada lokasi penelitian sebelum dilakukan perlakuan (0,97), setelah dilakukan perlakuan terjadi penurunan bulk density. Perlakuan dengan masa inkubasi 10 hari, 20 hari dan 30 hari terdapat perbedaan yang nyata sedangkan antara ketiga taraf masa inkubasi tidak terdapat perbedaan. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 13 halaman 38. Terjadinya penurunan BD pada perlakuan masa inkubasi 10 hari, 20 hari dan 30 hari ini disebabkan karena peranan bahan organik sebagai hasil akhir dekomposisi berupa humus yang dapat memperbaiki sifat tanah secara kimia yaitu dengan terbentuknya humus maka kemampuan tanah untuk mengikat air lebih tinggi dan dapat meningkatkan granulasi (pembutiran) agregat sehingga agregat tanah lebih mantap dengan agregasi tanah yang baik secara tidak langsung dapat memperbaiki ketersediaan unsur hara dan tata udara dan air akan baik pula sehingga aktivitas mikroorganisme dapat berlangsung dengan baik. (Buckman dan Brady, 1982).

Data Pertumbuhan Tanaman

Pengamatan Pertumbuhan Tanaman (tinggi tanaman, jumlah anakan dan serapan hara K) pada umur 25 hst diperoleh hasil bahwa pada perlakuan pemberian jerami padi dengan masa inkubasi 10 hari, 20 hari dan 30 hari berbeda nyata dengan pemberian jerami tanpa diinkubasi. Antara perlakuan masa inkubasi 10 hari, 20 hari dan 30 hari tidak terdapat perbedaan yang nyata, meskipun demikian jika dilihat dari rata-rata nilai masih ada terdapat perbedaan, lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 14 halaman 39, Tabel 15 halaman 40 dan Tabel 16 halaman 41. Terjadinya perbedaan ini diduga disebabkan karena bahan organik yang diberikan sudah mulai terdekomposisi dengan adanya masa inkubasi. Sebagian unsur hara yang terkandung di dalam bahan organik sudah mulai tersedia bagi tanaman. Jika dilihat dari rata-rata nilai serapan hara K pada umur 25 hst terlihat bahwa nilai serapannya juga lebih rendah pada perlakuan tanpa diinkubasi. Serapan hara K cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya masa inkubasi pada jerami, begitu juga dengan komponen jumlah anakan dan tinggi tanaman. Selain itu pemberian bahan organik dengan mempunyai C/N yang cukup tinggi menyebabkan aktivitas mikroorganisme meningkat dan mengambil unsur hara untuk perkembangan dirinya sendiri. Kemungkinan bahan organik yang diberikan tanpa terlebih dahulu diinkubasi belum tersedia bagi tanaman.

Parameter jumlah anakan, serapan hara pada pertumbuhan vegetatif maksimum (45 HST), jumlah anakan produktif dan jumlah malai produktif terdapat perbedaan

yang nyata antara ketiga taraf inkubasi dengan perlakuan tanpa diinkubasi. Serapan hara K umur 45 HST terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan tanpa diinkubasi dengan perlakuan diinkubasi. Pada umur 45 HST serapan hara K tertinggi terdapat pada perlakuan jerami yang tanpa diinkubasi, sebaliknya pada perlakuan dengan masa inkubasi lebih rendah (data lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 17 halaman 42, Tabel 18 halaman 43, Tabel 20 halaman 45, Tabel 21 halaman 46 Tabel 22 halaman 47, Tabel 23 halaman 48. Hal ini terjadi diduga karena jerami yang diberikan tanpa diinkubasi baru mengalami proses dekomposisi setelah tanaman berumur 45 hari. Mengingat nilai C/N dari jerami tersebut yang cukup tinggi (36,88) sehingga membutuhkan waktu untuk proses terjadinya dekomposisi. Seperti yang dikemukakan oleh Sirappa (2002) bahwa jerami yang diberikan kedalam tanah sawah sebaiknya mempunyai nilai C/N <20 dan baru akan tersedia bagi tanaman setelah tanaman berumur lebih dari 30 hari. Tersedianya unsur hara K bagi tanaman yang berasal dari jerami yang diinkubasi karena unsur hara yang terikat dalam bahan organik akan dilepaskan melalui proses mineralisasi sehingga dapat digunakan oleh tanaman. Seperti yang disebutkan oleh Wihardjaka, dkk. (2002) bahwa serapan K pada perlakuan yang diberi jerami segar pada pertumbuhan vegetatif maksimum relatif lebih tinggi dari pada yang diberi jerami lapuk.

Pengamatan Panen

Pengamatan setelah panen (berat 1000 biji, kadar air gabah, produksi t/ha dan persen ganah isi) terjadi perbedaan yang nyata antara perlakuan tanpa diinkubasi dengan diinkubasi 30 hari, 20 hari dan 10 hari. Dosis jerami yang diberikan 2,5 t/ha , 5,0 t/ha dan 7,5 t/ha pada parameter berat 1000 biji terdapat perbedaan yang nyata lebih lengkap dapat dililah pada Tabel 25 halaman 50, Tabel 26 halaman 51, Tabel 27 halaman 52 dan Tabel 28 halaman 53. Terjadinya hal seperti ini diduga terjadi karena pada masa pertumbuhan vegetatif sampai masa pertumbuhan generatif perlakuan yang diberi bahan organik dengan masa inkubasi lebih cepat pertumbuhannya dan memasuki masa keluar primordia juga lebih cepat. Karena bahan organik yang diberikan sudah mengalami dekomposisi sehingga unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman tersedia bagi tanaman.

Kadar air gabah saat panen terdapat perbedaan yang nyata antara interaksi pemberian dosis jerami dengan masa inkubasi . Hal ini dapat dilihat pada perlakuan tanpa diinkubasi lebih lambat menguning jika dibandingkan dengan perlakuan jerami yang diinkubasi. Produksi tertinggi terdapat pada perlakuan masa inkubasi 30 hari dengan dosis 7,5 t/ha (7,21 t/ha) berbeda nyata dengan perlakuan yang tanpa diinkubasi (4,69 t/ha).

Dokumen terkait