• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA

A. Obat Tradisional

aman jika digunakan bertahun-tahun karena dibuat dari bahan alam (Hakim,

2002). Oleh karena itu seorang apoteker sudah selayaknya mengerti tentang obat

tradisional dan pengelompokannya sehingga dapat memberi keterangan kepada

masyrakat mengenai obat tradisional. Untuk itu perlu dilakukan penelitian

mengenai pemahaman mahasiswa farmasi terhadap obat tradisional kelompok

fitofarmaka, obat herbal terstandar, jamu dan obat tradisional non registrasi.

Dalam penelitian ini juga perlu dicari informasi mengenai perbandingan

tentang pemahaman terhadap obat tradisional dan pengelompokkannya antara

mahasiswa farmasi yang belum dan telah menempuh mata kuliah mengenai obat

tradisional. Hal tersebut dikarenakan pemerintah seharusnya telah

mensosialisasikan dan memberikan informasi yang akurat kepada masyarakat

mengenai obat tradisional dan pengelompokkannya. Dengan demikian, mahasiswa

tradisional seharusnya memiliki pemahaman yang sama mengenai obat tradisional

dan pengelompokkannya.

Perumusan Masalah

Secara umum perumusan masalah yang disusun adalah bagaimanakah

pemahaman mahasiswa fakultas farmasi di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

mengenai obat tradisional kelompok fitofarmaka, obat herbal terstandar, jamu dan

obat tradisional non registrasi, yang meliputi :

1. Seberapa jauh pemahaman mahasiswa farmasi mengenai obat tradisional

kelompok fitofarmaka, obat herbal terstandar, jamu dan obat tradisional non

registrasi berdasarkan pengetahuan mahasiswa farmasi mengenai obat

tradisional dan pengelompokkannya?

2. Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan mahasiswa farmasi

terhadap obat tradisional kelompok fitofarmaka, obat herbal terstandar, jamu

dan obat tradisional non registrasi yang menggambarkan pemahaman

mahasiswa farmasi terhadap obat tradisional dan pengelompokkannya?

3. Bagaimanakah proporsi pemahaman obat tradisional dan pengelompokkanya

antara mahasiswa farmasi yang belum dan telah menempuh mata kuliah

mengenai obat tradisional?

Keaslian Penelitian

Penelitian sejenis pernah dilakukan yaitu penelitian program kreativitas

mahasiswa yang berjudul Studi tentang Pemahaman Obat Tradisional Kelompok

Perbedaan dengan penelitian yang telah dilakukan adalah lokasi, jenis responden,

dan waktu pengambilan sampel.

Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang

pemahaman mahasiswa fakultas farmasi terhadap obat tradisional kelompok

fitofarmaka, obat herbal terstandar, jamu, dan obat tradisional non registrasi di

propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan data-data yang diperoleh.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan introspeksi diri bagi

fakultas-fakultas farmasi yang berada di propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta untuk peningkatan mutu dan kualitas pendidikan mengenai obat

tradisional.

B. Tujuan 1. Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pemahaman

mahasiswa fakultas farmasi di Daerah Istimewa Yogyakarta mengenai obat

tradisional kelompok fitofarmaka, obat herbal terstandar, jamu, dan obat

tradisional non registrasi.

2. Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman mahasiswa farmasi

jamu dan obat tradisional non registrasi berdasarkan pengetahuan

mahasiswa farmasi mengenai obat tradisional dan pengelompokkannya.

2. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan

mahasiswa farmasi terhadap obat tradisional kelompok fitofarmaka, obat

herbal terstandar, jamu dan obat tradisional non registrasi yang

menggambarkan pemahaman mahasiswa farmasi terhadap obat tradisional

dan pengelompokkannya.

3. Untuk mengetahui proporsi pemahaman obat tradisional dan

pengelompokkanya antara mahasiswa farmasi yang belum dan telah

6

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Obat Tradisional

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan

tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran

dari bahan-bahan tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan untuk

pengobatan berdasarkan pengalaman (Anonim, 1992a).

Obat tradisional dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam

berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No:

HK.00.05.4.2411, yaitu :

Pasal 1

(1) Yang dimaksud dengan obat alam Indonesia adalah obat bahan alam yang diproduksi di Indonesia;

(2) Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, obat bahan alam di Indonesia dikelompokkan menjadi : a. Jamu

b. Obat Herbal Terstandar c. Fitofarmaka

Pasal 2 (1) Jamu harus memenuhi kriteria :

a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan; b. Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris; c. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

(2) Jenis klaim penggunaan sesuai dengan jenis pembuktian tradisional dan tingkat pembuktiannya yaitu tingkat pembuktian umum dan medium;

(3) Jenis klaim penggunaan harus diawali dengan kata-kata : ” secara tradisional digunakan untuk ...”, atau sesuai dengan yang disetujui pada pendaftaran.

Pasal 3

(1) Obat Herbal Terstandar harus memenuhi krietria : a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan; b. Klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/praklinik;

c. Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi;

d. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

(2) Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian yaitu tingkat pembuktian umum dan medium.

Pasal 4 (1) Fitofarmaka harus memenuhi kriteria :

a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan; b. Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik;

c. Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi;

d. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

(2) Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian medium dan tinggi.

(Anonim, 1992a)

Logo kelompok obat tradisional

Keputusan Kepala Badan Pengawas obat dan makanan tentang ketentuan

pokok pengelompokan dan penandaan obat bahan alam Indonesia menyatakan

bahwa :

Pasal 5

(1) Kelompok jamu sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 butir a untuk pendaftaran baru harus mencantumkan logo dan tulisan “JAMU” sebagaimana contoh terlampir;

(2) Logo sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) berupa “RANTING DAUN TERLETAK DALAM LINGKARAN”, dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah / pembungkus / brosur;

(3) Logo (ranting daun dalam lingkaran) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicetak dengan warna hijau di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo;

(4) Tulisan “JAMU” sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan “JAMU”

Logo Jamu :

Pasal 7

(1)Obat herbal terstandar sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 butir b harus mencantumkan logo dan tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR” sebagaimana contoh terlampir;

(2)Logo sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) berupa “JARI-JARI DAUN (3 PASANG) TERLETAK DALAM LINGKARAN”, dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah / pembungkus / brosur.

(3)Logo (jari-jari daun dalam lingkaran) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicetak dengan warna hijau di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo.

(4)Tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR” sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR”.

Logo Obat Herbal Terstandar :

Pasal 8

(1) Kelompok Fitofarmaka sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 butir c harus mencantumkan logo dan tulisan “FITOFARMAKA” sebagaimana contoh terlampir;

(2) Logo sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) berupa “JARI-JARI DAUN

(YANG KEMUDIAN MEMBENTUK BINTANG) TERLETAK

DALAM LINGKARAN”, dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah / pembungkus / brosur;

(3) Logo (jari-jari daun dalam lingkaran) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicetak dengan warna hijau di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo;

(4) Tulisan “FITOFARMAKA” sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan “FITOFARMAKA”.

Logo Fitofarmaka :

Peraturan perundang-undangan mengenai obat tradisional

Berdasarkan peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor:

246/Menkes/Per/V/1990 tentang izin usaha industri obat tradisional dan

pendaftaran obat tradisional menteri kesehatan republik Indonesia menimbang

bahwa untuk melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang dapat mengganggu

dan merugikan kesehatan perlu dicegah beredarnya obat tradisional yang tidak

memenuhi persyaratan keamanan, kegunaan dan mutu antara lain dengan

pengaturan, perizinan dan pendaftaran (Anonim,1990).

Berikut merupakan peraturan perundang-undangan mengenai obat

tradisional:

• Berdasarkan Penjelasan UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

Pasal 40

(2) Standar untuk obat tradisional adalah buku Materia Medika estándar untuk kosmetika adalah buku Kodeks Kosmetika Indonesia Standar untuk alat kesehatan ditetapkan berdasarkan persyaratan yang berlaku. Standardisasi obat tradisional hanya diberlakukan bagi Industri obat tardisional yang diproduksi dalam skala besar. Bagi Industri rumah tangga seperti jamu racik dan jamu gendong masih dalam tahap pembinaan dan belum diberlakukan ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

Pasal 41

(1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang dapat diberi izin edar dalam bentuk persetujuan pendaftaran harus memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan, obat dan bahan obat tradisional yang dibuat secara sederhana oleh industri rumah tangga seperti jamu racik dan jamu gendong tidak diwajibkan memiliki izin edar dan belum dikenakan sanksi pidana sebagaimana ditentukan dalam undang-undang ini.

(Anonim, 1992)

• Berdasarkan peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor:

246/Menkes/Per/V/1990 tentang izin usaha industri obat tradisional dan

BAB I Pasal 3

(1)Obat tradisional yang diproduksi, diedarkan di wilayah Indonesia maupun diekspor terlebih dahulu harus didaftarkan sebagai persetujuan menteri; (2)Dikecualikan dari ketentuan ayat (1) adalah obat tradisional hasil produksi:

a. Industri Kecil Obat Tradisional dalam bentuk rajangan, pilis, tapel, dan parem;

b. Usaha jamu racikan; c. Usaha jamu gendong

(3)Obat Tradisional hasil produksi Industri Kecil Obat Tradisional di luar yang dimaksud dalam ayat (2) huruf a dikenakan ketentuan ayat (1).

BAB V Pasal 23

Untuk pendaftaran Obat Tradisional dimaksud dalam Pasal 3 obat tradisional harus memenuhi persyaratan :

a. Secara empirik terbukti aman dan bermanfaat untuk digunakan manusia; b. Bahan obat tradisional dan proses produksi yang digunakan memenuhi

persyaratan yang ditetapkan;

c. Tidak mengandung bahan kimia sintetik atau hasil isolasi yang berkhasiat sebagai obat;

d. Tidak mengandung bahan yang tergolong obat keras atau narkotika. Pasal 28

(1) Obat tradisional yang telah disetujui permohonan pendaftarannya diberi nomor pendaftaran.

(2) Nomor pendaftaran yang dimaksud dalam ayat (1) harus dicantumkan dengan cara dicetak pada wadah etiket, pembungkus dan brosur.

Pasal 32

(1) Dalam persetujuan pendaftaran ditetapkan penandaan yang disetujui. (2) Dalam pembungkus, wadah, etiket dan brosur obat tradisional wajib

dicantumkan penandaan.

Pasal 34

Penandaan yang tercantum pada pembungkus, wadah, etiket dan atau brosur harus berisi informasi tentang:

a. Nama obat tradisional atau nama dagang; b. Komposisi;

c. Bobot, isi atau jumlah obat tiap wadah; d. Dosis pemakaian;

e. Khasiat atau kegunaan; f. Kontra indikasi (bila ada); g. Kadaluarsa;

h. Nomor pendaftaran; i. Nomor kode produksi;

j. Nama industri atau alamat sekurang-kurangnya nama kota dan kata “INDONESIA”;

k. Untuk Obat Tradisional Lisensi harus dicantumkan juga nama dan alamat industri pemberi lisensi;

Sesuai yang disetujui pada pendaftaran. BAB VIII Pasal 39 poin 1a

Industri Obat Tradisional atau Industri kecil obat tradisional dilarang memproduksi segala jenis obat tradisional yang mengandung bahan kimia hasil isolasi atau sintetik yang berkhasiat obat.

Pasal 40

Obat tradisional tidak boleh mengandung bahan lain yang tidak tercantum dalam komposisi sebagaimana yang dilaporkan dalam permohonan pendaftaran.

(Anonim, 1990)

• Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor:

760/MENKES/PER/IX/1992 tentang fitofarmaka:

BAB II BAHAN BAKU

Pasal 2

(1)Bahan baku Fitofarmaka dapat berupa simplisia atau sediaan galenik. (2)Bahan baku Fitofarmaka harus memenuhi persyaratan yang tertera dalam

Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia, Materia Medika Indonesia, ketentuan atau persyaratan lain yang berlaku.

(3)Penggunaan ketentuan atau persyaratan lain diluar yang disebutkan dalam ayat (2) pasal ini harus mendapatkan peresetujuan pada waktu pendaftaran fitofarmaka

Bab III SEDIAAN

Pasal 4

Bentuk sediaan harus dipilih sesuai dengan sifat bahan baku dan tujuan penggunaan, sehingga bentuk sediaan tersebut dapat memberikan keamanan, khasiat, dan mutu yang paling tinggi.

Pasal 5

(1)Komposisi fitofarmaka tidak boleh lebih dari 5 (lima) bahan baku.

(5)Keamanan dan kebenaran khasiat ramuan harus telah dibuktikan dengan uji klinik.

(Anonim, 1992)

• Lampiran keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor:

Ramuan Fitofarmaka :

Ramuan (komposisi) hendaknya terdiri dari 1 (satu) simplisia/sediaan galenik. Bila hal tersebut tidak mungkin, ramuan dapat terdiri dari beberapa simplisia/sediaan galenik dengan syarat tidak melebihi 5 (lima) simplisia/sediaan galenik. Simplisia tersebut masing-masing sekurang-kurangnya telah diketahui khasiat dan keamanannya berdasar pengalaman.

Standar bahan baku :

Bahan baku Fitofarmaka harus memenuhi persyaratan yang tertera dalam Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia, Materia Medika Indonesia. Bila pada ketiga buku persyaratan tersebut tidak tertera paparannya, boleh menggunakan ketentuan dalam buku persyaratan mutu negara lain atau pedoman lain. Penggunaan ketentuan atau persyaratan lain diluar Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia, Materia Medika Indonesia harus mendapat persetujuan pada waktu pendaftaran fitofarmaka.

Zat kimia berkhasiat :

Penggunaan zat kimia berkhasiat (tunggal murni) dalam Fitofarmaka dilarang.

(Anonim, 1992)

• Peraturan Kepala Badan Pengawas obat dan makanan Republik Indonesia

Nomor: HK.00.05.43.1384 tentang kriteria dan tata laksana pendaftaran obat

tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

2. Jamu adalah obat tradisional Indonesia

3. Obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah distandarisasi.

4. Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah distandarisasi.

10.Izin edar adalah bentuk persetujuan pendaftaran obat tradisional, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka yang diberikan oleh Kepala Badan untuk dapat diedarkan di wilayah Indonesia

BAB II

PERSYARATAN DAN KRITERIA Bagian pertama

Persyaratan Pasal 2

(1) Obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka yang dibuat dan atau diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki izin edar dari Kepala Badan.

Pasal 3 Dikecualikan dari ketentuan Pasal 2 terhadap:

d. obat tradisional tanpa penandaan yang dibuat oleh usaha jamu racikan dan jamu gendong.

Bagian kedua Kriteria

Pasal 4

Untuk dapat memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. menggunakan bahan berkhasiat dan bahan tambahan yang memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan / khasiat;

b. dibuat sesuai dengan ketentuan tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik atau Cara Pembuatan Obat yang Baik yang berlaku; c. penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat menjamin penggunaan obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka secara tepat, rasional dan amansesuai dengan hasil evaluasi dalam rangka pendaftaran.

(Anonim, 2005)

Dokumen terkait