• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Transforming Growth Factorβ (TGF-β)

Transforming growth factor β (TGF-β) pertama kali diidentifikasi sebagai protein yang disekresikan oleh sel sarkoma yang mendorong sel ginjal tikus untuk bertumbuh. Protein ini dinamakan demikian karena kemampuannya untuk mendorong karakteristik sel transform atau sel tumor pada sel normal. Kemudian, TGF-β ditemukan menghambat pertumbuhan sel epitel dan meregulasi berbagai fungsi seluler yang berkaitan dengan transformasi seluler.36

TGF-β superfamilia meliputi tiga isoform TGF-β, activin dan inhibin, Growth and differentiation factors (GDF), dan Bone Morphogenetic Proteins (BMP).TGF-β mengontrol sebagian besar proses seluler, termasuk proliferasi, diferensiasi, produksi matriks ekstra seluler, motalitas, dan kelangsungan hidup sel. Fungsi ini diterjemahkan melalui fungsi jaringan seperti embryogenesis. Pada manusia dewasa, proses ini dicapai melalui keseimbangan antara proliferasi dan diferensiasi. Bila keseimbangan ini terganggu, maka jalur TGF-β akan mengalami malfungsi sehingga terjadi gangguan sistem imun, fibrosis, dan metastasis kanker. 37

Quinn dkk mengatakan bahwa ada dua cara kerja TGF-β pada pembentukan

mempengaruhi respons osteoklastogenik dari populasi prekursor hematopoetik itu sendiri.38 Hormon pertumbuhan diketahui meningkatkan jumlah TGF-β1 baik pada jalur direk ataupun indirek. Pada individu penderita akromegali dengan kadar hormon pertumbuhan yang lebih tinggi akibat tumor pituitari, kadar TGF-β1 ditemukan lebih tinggi dibanding kelompok kontrol. Efek eksogen hormon pertumbuhan pada percobaan in vitro menunjukkan terjadi peningkatan ekspresi pada mRNA dan protein TGF-β1. Pada hewan coba, suplemen hormon pertumbuhan meningkatkan kecepatan pergerakan gigi secara ortodonti dibandingkan kelompok kontrol.28

Penelitian in vivo pertama mengenai kadar growth factor dalam pergerakan gigi secara ortodonti dilakukan oleh Uematsu dkk yang melihat kadar TGF-β1 pada sisi yang tertekan saat dilakukan retraksi kaninus ke distal. Hasilnya adalah bahwa kadar TGF-β1 paling tinggi pada 24 jam pertama, kemudian menurun dengan cepat pada 168 jam setelah pemberian tekanan mekanis.16

Hasil penelitian Uematsu dkk ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Barbieri dkk.15,16 Penelitian Barbieri dkk juga mendapati kadar TGF-β1 pada sisi yang tertekan meningkat dibandingkan dengan kelompok kontrol.15 Dengan demikian, Uematsu dkk dan Barbieri dkk menyimpulkan bahwa TGF-β1 menginduksi proses resorpsi tulang.15,16 Percobaan Tang dkk secara in vitro dan in vivo menunjukkan bahwa TGF-β1 yang aktif akan dilepaskan selama resorpsi tulang untuk mengatur pembentukan tulang. Hal ini dilakukan dengan cara mendorong

39

2.4.1TGF-β2

TGF-β memiliki tiga isoform, yaitu TGF-β1, TGF-β2, dan TGF-β3 yang dihasilkan oleh proses splicing yang berbeda. TGF-β1 merupakan bentuk yang paling banyak terdapat dalam tulang, dan paling banyak diteliti menyangkut remodeling dan perkembangan tulang. TGF-β1 memiliki peran spesifik dalam meregulasi remodeling tulang dengan menghubungkan resorpsi dan aposisi tulang. Selama masa perkembangan, TGF-β1 dan TGF-β3 lebih dulu terlihat selama terjadinya morfogenesis, sedangkan TGF-β2 terlihat setelahnya, yaitu pada saat terjadinya diferensiasi epitel.3

TGF-β2 merupakan growth factor multifungsi yang berperan dalam mengontrol berbagai fungsi biologis. Li dkk menyatakan bahwa TGF-β2 mungkin berperan dalam tahap inisiasi gigi, morfogenesis epitel, pembentukan matriks dentin, dan diferensiasi ameloblas.40 Sementara menurut Buss dkk, TGF-β2 akan membantu proses perbaikan sel yang mengalami luka.41 Kapetanakis dkk menemukan bahwa kadar β2 meningkat pada pasien dengan osteoarthritis. Peningkatan kadar TGF-β2 juga berhubungan dengan tingkat keparahan osteoarthritis.42

Pada tikus transgenik yang menunjukkan ekspresi berlebih dari TGF-β, terjadi perubahan pada keseimbangan antara pembentukan dan resorpsi tulang dan akan menyebabkan terjadinya perubahan pada tulang trabekular. Selain itu, ekspresi

lebih disebabkan karena respons homeostatis terhadap peningkatan resorpsi tulang yang disebabkan oleh TGF-β.20 Selain itu, Erlebacher dkk menemukan bahwa ekspresi berlebih dari TGF-β2 pada tikus transgenik akan mengakibatkan kehilangan massa tulang yang berlebihan seperti pada keadaan osteoporosis.43

Filvaroff dkk pada percobaannya terhadap tikus transgenik menemukan hasil yang berbeda dengan Erlebacher dkk yaitu bahwa bila terdapat hambatan reseptor TGF-β2 pada osteoblas, akan mendorong terjadinya penurunan remodeling tulang dan peningkatan kekuatan dan massa tulang trabekular.44,20

Dong dkk menemukan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara konsentrasi TGF-β2 dengan karakteristik mekanis dari tulang cancellous yang menunjukkan bahwa TGF-β2 merupakan faktor penting yang mempengaruhi massa dan kekuatan tulang. Hasil yang cukup penting dari penelitian ini adalah bahwa massa tulang dan kandungan TGF-β2 memiliki korelasi negatif, sehingga pada tikus dengan konsentrasi TGF-β2 yang lebih tinggi akan diikuti dengan kehilangan massa tulang secara progresif.21

Peranan TGF-β, khususnya TGF-β2 dalam regulasi tulang belum sepenuhnya jelas. Menurut Nishimura masih tetap belum diketahui apakah TGF-β2 juga menunjukkan aktivitas yang sama dengan TGF-β1 pada stem sel sumsum tulang.45 2.4.2 Aktivasi TGF-β

Signalisasi TGF-β dimulai saat ligand berikatan dengan reseptornya. Ada

TGF-β dan famili Bone Morphogenetic Protein (BMP). Proses untuk berikatan dengan ligan akan menginduksi pembentukan kompleks quartener dari reseptor transmembran serin threinin kinase. Reseptor ini terbagi menjadi tipe I (ALK1-7) dan tipe II (ACVR-IIA, ACVR-IIB, BMPR-II, AMHR-II dan TGF-βR-II). Transducer intraseluler pada jalur aktivasi ini adalah protein SMAD. SMAD terbagi menjadi subgrup spesifik : reseptor-regulasi (R-SMADs), co-SMAD, dan SMADs Inhibitor.

Pada saat berikatan dengan ligand, reseptor tipe II akan memfosforilasi dan mengaktivasi reseptor tipe I. Reseptor tipe I yang telah teraktivasi akan memfosforilasi R-SMADs pada terminal-C. Reseptor tipe I yang telah teraktivasi akan memfosforilasi pembentukan kompleks R-SMAD dengan SMAD4 dan translokasi nukleus, yang kemudian bersama dengan kofaktor nukleus akan mengikat DNA dan meregulasi transkripsi. Secara umum, reseptor TGF-β akan diaktivasi melalui SMAD 2 dan 3, sementara BMP akan diaktivasi melalui SMAD 1, 5, dan 8.37 Gambaran skematik mengenai aktivasi TGF-β terdapat pada Gambar 2.6.

2.5 ELISA47

ELISA atau enzym-linked immunosorbent assay adalah metode yang paling sering digunakan untuk mengukur konsentrasi molekul tertentu seperti misalnya hormon di dalam suatu cairan seperti serum atau urin. ELISA adalah uji serologis yang umum digunakan diberbagai laboratorium imunologi karena memiliki beberapa keunggulan seperti teknik pengerjaan yang relatif sederhana, ekonomis, dan memiliki sensitivitas tinggi.

Prinsip dasar ELISA adalah menggunakan enzim untuk berikatan dengan antigen dan antibodi. Enzim akan mengubah substrat yang tidak berwarna menjadi produk berwarna, yang menandakan adanya ikatan antigen:antibodi. Jumlah antibodi yang berikatan dengan antigen sebanding dengan antigen yang terlihat dan ditetapkan melalui spektrofotometri (Gambar 2.7).

Secara sederhana, uji ELISA terbagi atas 3 metode dasar, yaitu direct ELISA, indirect ELISA, dan terakhir sandwich ELISA, yang kesemuanya disebut uji kompetitif atau inhibitor.

Gambar 2.7. Gambaran cara kerja ELISA secara skematik. (i) Antigen ditambahkan pada fasa padat dan akan berikatan dengan antibodi yang melapisi sumur secara pasif selama inkubasi. (ii) Setelah inkubasi, antigen lain yang tidak berikatan akan terbuang melalui proses pembilasan. (iii) Antibodi spesifik yang telah berikatan dengan antigen kemudian akan ditambahkan konjugat dan diinkubasi. (iv) Konjugat akan berikatan dengan ikatan antigen dan antibodi. Konjugat yang tidak berikatan akan dibuang melalui proses pembilasan. (v) Ditambahkan larutan substrat dan enzim akan mempercepat reaksi untuk memberikan warna pada produk. Rekasi kemudian dihentikan dengan menggunakan stop solution dan warna dilihat dengan menggunakan spektrofotometer.45

i ii iii iv v

Dokumen terkait