• Tidak ada hasil yang ditemukan

KORELASI PERGERAKAN GIGI DENGAN PERUBAHAN KADAR TGF-β2 PADA AWAL PEMAKAIAN ELASTOMER SEPARATOR ORTODONTI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KORELASI PERGERAKAN GIGI DENGAN PERUBAHAN KADAR TGF-β2 PADA AWAL PEMAKAIAN ELASTOMER SEPARATOR ORTODONTI"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

KORELASI PERGERAKAN GIGI DENGAN PERUBAHAN KADAR TGF-β2 PADA AWAL

PEMAKAIAN ELASTOMER SEPARATOR ORTODONTI

TESIS

Oleh :

ADIANTI 107060005

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ORTODONTI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

(2)

KORELASI PERGERAKAN GIGI DENGAN PERUBAHAN KADAR TGF-β2 PADA PEMAKAIAN

ELASTOMER SEPARATOR ORTODONTI

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Spesialis Ortodonti (Sp. Ort) Dalam Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ortodonti

Pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Oleh :

ADIANTI 107060005

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ORTODONTI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN TESIS

Judul Tesis : Korelasi Pergerakan Gigi Dengan Perubahan Kadar TGF-β2 Pada Pemakaian Elastomer Separator Ortodonti

Nama Mahasiswa : Adianti Nomor Induk Mahasiswa : 107060005

Program Studi : Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ortodonti

Menyetujui Pembimbing :

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Nurhayati Harahap, drg. Sp. Ort(K)

NIP : - NIP : 1952062219800310001

Prof. H. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort

Sekretaris Program PPDGS-1 Ortodonti Dekan,

Muslim Yusuf, drg. Sp. Ort (K) Prof. H. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 16 Desember 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Amalia Oeripto, drg., MS., Sp. Ort (K) Anggota : 1. Erna Sulistyawati, drg., Sp. Ort (K)

2. Nurhayati Harahap, drg., Sp. Ort (K)

3. Prof. H. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort

(5)

PERNYATAAN

KORELASI PERGERAKAN GIGI DENGAN PERUBAHAN KADAR TGF-β2 PADA PEMAKAIAN

ELASTOMER SEPARATOR ORTODONTI

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak pernah terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 16Desember 2015

Adianti

(6)

ABSTRAK

Pergerakan gigi secara ortodonti tidak terlepas dari peranan faktor pertumbuhan yang mendorong terjadinya remodeling tulang. Salah satu faktor pertumbuhan yang sering dihubungkan dengan remodeling tulang akibat pergerakan gigi secara ortodonti adalah TGF-β, yang memiliki tiga isoform, yaitu TGF-β1, TGF- β2, dan TGF-β3. Ekspresi berlebih TGF-β2 pada tikus memberikan gambaran seperti osteoporosis. Separator merupakan alat sederhana yang dapat memicu respon penanda remodeling tulang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi keceparan pergerakan gigi dengan perubahan kadar TGF-β2 pada awal pergerakan gigi secara ortodonti.

Lima belas sampel penelitian yang akan mendapatkan perawatan ortodonti cekat dipilih sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. Kadar TGF-β2 diambil dari cairan sulkus gingiva sebelum dilakukan pemasangan separator kemudian dilihat perubahannya pada 48 dan 72 jam setelah pemasangan separator. Kecepatan pergerakan gigi diukur dengan cara mengukur besar ruangan yang terjadi antara distal premolar kedua dengan mesial molar pertama atas pada 48 dan 72 jam setelah pemasangan separator.

Kadar TGF-β2 meningkat secara signifikan pada 72 jam setelah pemasangan separator (p=0,003). Pergerakan gigi dan kadar TGF-β2 berkorelasi negatif pada 72 jam (r=0,194; p=0,488). Peningkatan ini mungkin terjadi untuk mengimbangi penurunan kadar sitokin lainnya. Dengan demikian, TGF-β2 juga memiliki peranan dalam pergerakan gigi secara ortodonti.

Kata kunci : pergerakan gigi secara ortodonti, remodeling tulang, TGF-β2

(7)

ABSTRACT

Growth factor play an important role to induce bone remodeling in orthodontic tooth movement. TGF-β, is one of the growth factor that has been associated with bone remodeling in orthodontic tooth movement. It has 3 isoform, TGF-β1, TGF-β2, and TGF-β3. Overexpression of TGF-β2 in transgenic mice results an osteoporosis-like phenotype. Thus, the aim of this study was to determine the correlation of orthodontic tooth movement and changing level of TGF-β2 during early orthodontic tooth movement.

Fifteen samples who will receive orthodontic treatment were selected according to inclusion and exclusion criteria. Level of TGF-β2 was obtained from gingival crevicular fluid at just prior to separator placement, 48 hour, and 72 hour after separator placement. Rate of orthodontic tooth movement was observed by measuring interdental space between distal of upper second premolar and mesial first molar at 48 and 72 hour after separator placement.

Level of TGF-β2 increased significantly at 72 hour (p=0,003). Rate of orthodontic tooth movement and level of TGF-β2 showed negative correlation at 72 hour (r= -0,194; p=0,488). This increase might happen as balancing effect due to the decrease of other cytokine. Thus, it can be concluded that there is a role of TGF-β2 in orthodontic tooth movement.

Key words : bone remodeling, orthodontic tooth movement, TGF-β2

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Dental Science (MDSc) dari Program Studi Magister (S2) Ilmu Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara.

Pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, dukungan dan doa dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof Nazruddin, drg., C.Ort, Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ortodonti sekaligus sebagai pembimbing anggota yang telah meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga sehingga tesis ini dapat selesai dengan baik

2. Nurhayati Harahap, drg., Sp.Ort (K) selaku pembimbing Utama dan staf pengajar ppdgs ortodonti yang telah meluangkan banyak waktu, memberikan bimbingan, arahan dan dukungan kepada penulis sehingga tesis ini dapat selesai dengan baik.

(9)

3. Erna Sulistyawati, drg. Sp.Ort(K), dan Amalia Oeripto, drg., M.S., Sp.Ort (K) selaku staf pengajar ppdgs Ortodonti yang telah memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis selama mengenyam pendidikan spesialis, sekaligus sebagai tim penguji yang telah meluangkan waktu dan pikiran agar tesis ini dapat selesai dengan baik.

4. Seluruh staf pengajar Magister dan Spesialis Ortodonti FKG USU yang telah memberikan bimbingan dan pengajaran selama penulis menjalani pendidikan magister dan dokter gigi spesialis.

5. drg. Endang W Bachtiar, MBiomed., Ph.D sebagai pembimbing penelitian

selama penulis melakukan penelitian di laboratorium Biologi Oral FKG UI

6. Donny Nauphar, B.Sc. (Biotech), M.Si.Med atas bantuan dan masukannya dalam menyempurnakan tesis ini.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta, yaitu Papa Dr. Sony Swasonoprijo, drg., Sp.Ort dan Mama Ir.

Yunila Latif yang telah membesarkan, memberikan kasih sayang yang tak terbalas, doa, dukungan, dan semangat kepada penulis. Terima kasih sebesar-besarnya kepada suami Muhammad Akbar, ST. Terima kasih atas kasih sayang, kesabaran, doa, dukungan dan semangatnya sehingga tesis ini dapat terselesaikan.

Teman-teman terbaik selama penulis menjalani pendidikan dokter gigi spesialis yang selalu memberikan semangat dan dukungan : Kak Sandra, Kak Vania, Bunga,

(10)

Lanna, Kak Hilda, Kak Yusmaini, Steven, Kak Mini, Eva, dan seluruh PPDGS angkatan 2010-2014.

Terima kasih kepada dr Juwita MBiomed, dr Henny MBiomed, Irlia Rozalin SH,. MKn., Jehan dan Keumala yang selalu memberikan dukungan dan bantuan selama penulis menjalani pendidikan.

Penulis menyadari bahwa dalam tesis ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan keilmuan.

(11)

RIWAYAT HIDUP

Keterangan Pribadi

Sekolah Dasar : SD Hang Tuah III Jakarta Pendidikan Formal

Sekolah Menengah : SMPN 41 Jakarta Sekolah Menengah Atas : SMAN 28 Jakarta

Fakultas Kedokteran Gigi : Universitas Trisakti Jakarta

Pasca Sarjana : Magister Kedokteran Gigi FKG USU

Nama : Adianti

Alamat Tempat Tinggal : Jl. Poncol No. 6 Cilandak Jakarta Selatan Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

No. Kontak : 0816715654

Pekerjaan : Dokter Gigi Swasta

Status : Menikah

Nama Ayah : Dr. Sony Swasonoprijo, drg., Sp. Ort

Nama Ibu : Ir. Yunila Latif

Nama Suami : Muhammad Akbar, ST

(12)

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK .………

ABSTRACT ………...

KATA PENGANTAR ………

RIWAYAT HIDUP ………

DAFTAR ISI ………..

DAFTAR GAMBAR ...

DAFTAR TABEL ………..

DAFTAR LAMPIRAN ………..

I ii iii vi vii ix x xi BAB 1. PENDAHULUAN ...

1.1 Latar Belakang ... 1.2 Rumusan Masalah ...

1.3Tujuan Penelitian ...

1.4Manfaat Penelitian ...

BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA ...

2.1Pergerakan gigi ortodonti ...

2.1.1 Teoripergerakan gigi ...

2.1.2Mekanisme Seluler Remodeling Tulang danJaringan Periodontal ...

2.1.3 Kecepatan Pergerakan Gigi…...

2.2 Separator Ortodonti ………..

2.3 Transforming Growth Factor β ...

2.3.1TGF-β2 ...

2.4.2Aktivasi TGF-β...

2.4 ELISA ...

2.5 Kerangka Teori ...

2.6Kerangka Konsep ... 2.7 Hipotesis ...

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ...

3.1Jenis dan Desain Penelitian ...

3.2Tempat dan Waktu Penelitian ...

3.2.1Tempat Penelitian ...

3.2.2Waktu Penelitian ...

3.3Populasi dan Sampel Penelitian ...

3.3.1 Populasi Penelitian ...

3.3.2 Sampel Penelitian ...

1 1 4 5 5

7 7 7

11 14 15 18 20 21

(13)

3.4.1Variabel Bebas ...

3.4.2Variabel Tergantung...

3.4.3Variabel Kendali ...

3.4.4Variabel Tak Terkendali ...

3.5Definisi Operasional ...

3.6Bahan dan Alat Penelitian ...

3.6.1Bahan ...

3.6.2Alat ...

3.7Pelaksanaan Penelitian...

3.7.1Cara Pengambilan CSG ...

3.7.2Pengukuran Kadar TGF-β2 ...

3.7.3 Pengukuran Pergerakan Gigi……….………

3.8Analisis Data ...

BAB 4. HASIL……….

BAB 5. PEMBAHASAN ………..

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN……….

6.1 Kesimpulan ……….

6.2 Saran……….

DAFTAR PUSTAKA ………..

LAMPIRAN …...

29 29 29 30 30 32 32 32 33 34 36 38 39

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar Judul

2.1 Gambaran skematik teori tekanan-regangan ………... 8

2.2 Model teoritis pergerakan gigi ... 10

2.3 Tahapan remodeling tulang ………... 11

2.4 Remodeling tulang secara fisiologis ... 14

2.5 Berbagai jenis separator……….. 17

2.6 Gambaran skematik aktivasi TGF-β melalui jalur SMAD ……… 22

2.7 Gambaran cara kerja ELISA secara skematik ………... 24

3.1 Phosphate Buffer Saline ... 32

3.2 Kit ELISA human TGF-β2 ... 32

3.3 Paper point no.15 ... 32

3.4 Mikropipet dan mikropipet multichannel... 33 3.5

3.6

Leaf Gauge ………

Pemasangan separator pada sisi mesial molar pertama…………..

33 34 3.7

3.8

3.9

Pengambilan CSG pada sisi distal molar pertama atas ………….

Paper point yang dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang berisi PSMF dan PBS………..

Pengukuran besar ruangan dengan menggunakan leaf gauge……

35 36

39

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel Judul

3.1 Definisi Operasional, Skala Ukur, dan Variabel Penelitian………….. 31 4.1 Perubahan rerata kadar TGF-β2 selama waktu pengamatan………… 42 4.2 Perubahan rerata besar ruangan selama waktu pengamatan…………. 42 4.3 Perbedaan perubahan kadar TGF-β2 antar waktu pengamatan……… 42 4.4 Korelasi antara besar ruangan dan perubahan kadar TGF-β2 ………. 43 4.5 Korelasi antara kecepatan pergerakan gigi dan perubahan kadar

TGF-β2 ………

43

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran Judul

1 Hasil Pembacaan Elisa ……….. 57

2 Hasil Uji Statistik………... 59

3 Persetujuan Komite Etik ……… 60

4 Contoh Informed Consent Subyek Penelitian ………... 61

(17)

ABSTRAK

Pergerakan gigi secara ortodonti tidak terlepas dari peranan faktor pertumbuhan yang mendorong terjadinya remodeling tulang. Salah satu faktor pertumbuhan yang sering dihubungkan dengan remodeling tulang akibat pergerakan gigi secara ortodonti adalah TGF-β, yang memiliki tiga isoform, yaitu TGF-β1, TGF- β2, dan TGF-β3. Ekspresi berlebih TGF-β2 pada tikus memberikan gambaran seperti osteoporosis. Separator merupakan alat sederhana yang dapat memicu respon penanda remodeling tulang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi keceparan pergerakan gigi dengan perubahan kadar TGF-β2 pada awal pergerakan gigi secara ortodonti.

Lima belas sampel penelitian yang akan mendapatkan perawatan ortodonti cekat dipilih sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. Kadar TGF-β2 diambil dari cairan sulkus gingiva sebelum dilakukan pemasangan separator kemudian dilihat perubahannya pada 48 dan 72 jam setelah pemasangan separator. Kecepatan pergerakan gigi diukur dengan cara mengukur besar ruangan yang terjadi antara distal premolar kedua dengan mesial molar pertama atas pada 48 dan 72 jam setelah pemasangan separator.

Kadar TGF-β2 meningkat secara signifikan pada 72 jam setelah pemasangan separator (p=0,003). Pergerakan gigi dan kadar TGF-β2 berkorelasi negatif pada 72 jam (r=0,194; p=0,488). Peningkatan ini mungkin terjadi untuk mengimbangi penurunan kadar sitokin lainnya. Dengan demikian, TGF-β2 juga memiliki peranan dalam pergerakan gigi secara ortodonti.

Kata kunci : pergerakan gigi secara ortodonti, remodeling tulang, TGF-β2

(18)

ABSTRACT

Growth factor play an important role to induce bone remodeling in orthodontic tooth movement. TGF-β, is one of the growth factor that has been associated with bone remodeling in orthodontic tooth movement. It has 3 isoform, TGF-β1, TGF-β2, and TGF-β3. Overexpression of TGF-β2 in transgenic mice results an osteoporosis-like phenotype. Thus, the aim of this study was to determine the correlation of orthodontic tooth movement and changing level of TGF-β2 during early orthodontic tooth movement.

Fifteen samples who will receive orthodontic treatment were selected according to inclusion and exclusion criteria. Level of TGF-β2 was obtained from gingival crevicular fluid at just prior to separator placement, 48 hour, and 72 hour after separator placement. Rate of orthodontic tooth movement was observed by measuring interdental space between distal of upper second premolar and mesial first molar at 48 and 72 hour after separator placement.

Level of TGF-β2 increased significantly at 72 hour (p=0,003). Rate of orthodontic tooth movement and level of TGF-β2 showed negative correlation at 72 hour (r= -0,194; p=0,488). This increase might happen as balancing effect due to the decrease of other cytokine. Thus, it can be concluded that there is a role of TGF-β2 in orthodontic tooth movement.

Key words : bone remodeling, orthodontic tooth movement, TGF-β2

(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pergerakan gigi secara ortodonti merupakan hasil dari respons jaringan periodontal terhadap daya ortodonti, yang kemudian akan mendorong terjadinya modeling dan remodeling dari tulang alveolar yang mengelilingi gigi tersebut.

Respons ini terjadi melalui aktivasi dari berbagai jalur signalisasi yang spesifik yang telah diketahui akan bekerja untuk menghasilkan pergerakan gigi. Menurut Boyle dkk (cit.Juhasz-Böss dkk) remodeling tulang diregulasi oleh berbagai hormon, sitokin, dan berbagai faktor pertumbuhan (growth factor/GF).1

Growth factor (GF) atau faktor pertumbuhan adalah salah satu protein yang berperan dalam remodeling tulang. Salah satu jenis faktor pertumbuhan yang diketahui berperan dalam proliferasi, diferensiasi dan apoptosis osteoblas adalah TGF-β.2 TGF-β memiliki tiga isoform, yaitu TGF-β1, TGF-β2, dan TGF-β3. Blobe dkk mengatakan bahwa selama masa perkembangan, TGF-β1 dan TGF-β3 diekspresikan lebih dulu, kemudian TGF-β2 akan diekspresikan kemudian pada epitel yang matang dan terdiferensiasi.3

Perubahan molekuler pada remodeling tulang yang terjadi selama pergerakan gigi secara ortodonti dapat tercermin pada perubahan komposisi cairan sulkus

(20)

gingiva.4 Penggunaan cairan sulkus gingiva (CSG) sebagai media untuk melihat perubahan kadar berbagai sitokin, mediator inflamasi serta berbagai matriks metaloproteinase telah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu.5-9 Cairan ini mudah untuk dikumpulkan, sehingga memungkinkan CSG digunakan dalam berbagai penelitian untuk melihat tingkat pelepasan molekul selama terjadi pergerakan gigi ortodonti pada manusia.9

Penggunaan separator elastik yang bertujuan mendapatkan ruangan untuk pemasangan cincin pada gigi molar merupakan hal yang umum dilakukan di klinik ortodonti. Dalam kondisi normal, gigi yang berdekatan akan menjaga kontak interproksimal yang rapat. Dengan ketebalan rata-rata ligament periodontal sebesar 0,25 mm, maka penempatan cincin molar yang memiliki ketebalan sebesar 0,16 mm mengharuskan klinisi untuk melakukan prosedur separasi sebelumnya. Hal ini dimaksudkan agar pemasangan cincin molar tidak mengenai tulang alveolar sehingga tidak terjadi memicu respons nyeri.10

Durasi pemasangan separator yang tepat bervariasi, tergantung dari separator yang digunakan. Separator bentuk dumbbell dapat menghasilkan ruangan yang cukup pada 1 hari setelah dipasangkan.11 Davidovitch dkk mengatakan bahwa separator sebaiknya dipasangkan sehari sebelum pemasangan cincin, karena dalam waktu 12 jam sudah dihasilkan ruangan yang cukup.12 Menurut penulis lain, separator dapat dipasangkan selama 1 minggu sebelum pemasangan cincin.13

(21)

Ruangan yang dihasilkan oleh pemasangan separator merupakan contoh sederhana pergerakan gigi secara ortodonti. Berbagai penelitian mengenai separator yang dihubungkan dengan rasa nyeri menunjukkan bahwa prosedur ini sama tidak nyamannya dengan keseluruhan prosedur ortodonti. Dudic dkk dan Barbieri dkk membuktikan bahwa penggunaan daya ortodonti yang kecil seperti pada pemasangan separator telah cukup untuk memicu keluarnya penanda remodeling tulang seperti IL- 1β, SP, TGF-β1, Osteoprotegrin, Osteopontin, dan RANK.14,15

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui bagaimana peranan TGF-β dan TGF-β1 pada remodeling tulang akibat pemberian daya ortodonti.

Uematsu dkk menemukan bahwa puncak kadar TGF-β1 pada sisi tekanan adalah pada 24 jam pertama setelah aktivasi dan pada 168 jam kemudian menurun dengan cepat.16 Mereka juga mengukur pergerakan rata-rata yang terjadi selama 168 jam adalah 1,1±0,8 mm. Grant dkk mendapatkan bahwa pergerakan gigi yang paling cepat terjadi pada 4 jam setelah aplikasi daya.17

Penulis lainnya mengatakan bahwa TGF-β berperan sebagai inhibitor pelepasan prekursor osteoklas dan merupakan mediator yang menekan aktivitas osteoklas, sementara penulis lain mengatakan bahwa TGF-β memiliki peranan dalam menginduksi resorpsi tulang.15,18

Penelitian yang ada terbatas pada TGF-β dan TGF-β1. Padahal, TGF-β2 juga berperan dalam remodeling tulang. Penelitian sebelumnya pada kelompok usia tumbuh kembang menemukan bahwa kadar TGF-β2 pada 72 jam setelah retraksi

(22)

kaninus cenderung meningkat.19 Erlebacher (1998) menemukan bahwa tikus transgenik dengan ekspresi TGF-β2 yang berlebihan menunjukkan gejala seperti osteoporosis.20 Dong dkk menemukan bahwa penurunan massa tulang terjadi sejalan dengan peningkatan kadar TGF-β2.21

Penelitian mengenai pemasangan separator saat ini lebih banyak dikaitkan dengan nyeri. Padahal durasi pemasangan yang tepat untuk mendapatkan jarak yang memadai juga penting untuk diketahui. Mengingat bahwa TGF-β2 juga berperan dalam remodeling tulang, maka perlu dilakukan penelitian untuk melihat perubahan kadar TGF-β2 pada pergerakan gigi secara ortodonti untuk lebih memahami peranan TGF-β, khususnya TGF-β2 dalam resorpsi tulang sebagai akibat dari daya ortodonti.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah ada perbedaan kadar TGF-β2 sesaat sebelum dilakukan pemasangan separator elastomer, 48 jam, dan 72 jam setelah dilakukan pemasangan separator

2. Bagaimana perubahan kadar TGF-β2 pada 48 jam dan 72 jam setelah dilakukan pemasangan separator elastomer bila dibandingkan dengan sebelum dilakukan pemasangan separator elastomer

(23)

3. Adakah hubungan pergerakan gigi akibat pemasangan separator dengan perubahan kadar TGF-β2 pada 48 jam dan 72 jam bila dibandingkan dengan sebelum dilakukan pemasangan separator elastomer

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengukur kadar TGF-β2 sesaat sebelum dilakukan pemasangan separator, 48 jam dan 72 jam setelah dilakukan pemasangan separator.

2. Mengetahui perubahan kadar TGF-β2 pada 48 jam dan 72 jam setelah dilakukan pemasangan separator bila dibandingkan dengan sebelum dilakukan pemasangan separator.

3. Mengukur besar ruangan yang dihasilkan oleh pemasangan separator pada 48 jam dan 72 jam setelah dilakukan pemasangan separator.

4. Mengetahui pengaruh perubahan kadar TGF-β2 terhadap pergerakan gigi akibat pemasangan separator pada 48 jam dan 72 jam dibandingkan sebelum dilakukan pemasangan separator.

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan mengetahui perubahan kadar TGF-β2 pada saat dilakukan pergerakan gigi ortodonti, diharapkan hasil ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

(24)

1. Memberikan pengetahuan tambahan mengenai peranan TGF-β, khususnya TGF-β2 dalam remodeling tulang yang berhubungan dengan pergerakan gigi secara ortodonti.

2. Merupakan dasar bagi penelitian selanjutnya mengenai growth factor, khususnya TGF-β2.

3. Untuk mengetahui pengaruh kadar TGF-β2 terhadap pergerakan gigi.

4. Mengetahui durasi pemasangan separator yang tepat untuk dapat dilakukan pemasangan cincin tanpa melukai ligamen periodontal.

(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Pergerakan gigi ortodonti

Gigi yang diberikan suatu daya akan memberikan respons dalam jaringan periodonsium, yang akan menghasilkan remodeling dari ligamen periodontal dan tulang alveolar, sehingga pada akhirnya gigi akan bergerak. Ada berbagai fenomena biologis yang mendasari proses remodeling tulang tersebut.

Penelitian awal mengenai pergerakan gigi menekankan pada efek histologis yang terjadi pada ligamen periodontal dan tulang alveolar pada gigi yang dikenakan daya. Berbagai model eksperimental kemudian dikembangkan secara in vivo dan in vitro untuk mengetahui lebih jelas mengenai efek daya tersebut. Penelitian tersebut kemudian berkembang dengan penekanan kepada aktivitas seluler yang terjadi akibat stimulus mekanis tersebut.

2.1.1 Teori pergerakan gigi

Teori mengenai pergerakan gigi telah banyak diajukan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Teori tekanan-regangan merupakan teori klasik yang diajukan oleh Sandstedt dan Oppenheim. Teori ini kemudian menjadi dasar untuk memahami pergerakan gigi secara ortodonti saat ini. Teori ini menyatakan bahwa bila suatu daya diaplikasikan pada gigi, sisi yang mengalami regangan akan membentuk tulang baru, sementara sisi yang mengalami tekanan akan mengalami resorpsi. Pada sisi tekanan,

(26)

segera setelah diaplikasikan daya yang ringan, maka sel multinuklear akan meresorpsi tulang. Gambaran skematik yang menunjukkan daerah resorpsi dan aposisi pada teori tekanan-regangan terdapat pada gambar 2.1.22,23

Gambar 2.1. Gambaran skematik teori tekanan-regangan. (a) Sebuah daya diaplikasikan searah tanda panah. (b) pada sisi aposisi, serabut ligamen meregang, dan pada sisi tekanan, serabut ligamen mengalami penekanan. (c) setelah pemberian daya yang panjang, mulai terlihat pembentukan tulang oleh osteoblas pada sisi regangan, dan osteoklas mulai meresorpsi tulang pada sisi tekanan.22

Teori lain mengenai pergerakan gigi adalah teori piezoelektrik. Teori piezoelektrik mengatakan bahwa bila suatu daya dikenakan pada tulang sehingga menyebabkan tulang melengkung (bending), maka akan terlihat sinyal piezoelektrik.

Teori piezoelektrik tidak dapat menjelaskan lebih dalam mengenai pergerakan gigi, karena jenis daya yang digunakan dalam merangsang pergerakan gigi secara ortodonti tidak menghasilkan tekanan yang menghasilkan sinyal listrik. Sebaliknya, teori tekanan-regangan lebih dapat menerangkan pergerakan gigi secara ortodonti karena teori ini merupakan stimulus bagi diferensiasi seluler berdasarkan pesan

23

(27)

Menurut sudut pandang klinis ortodonti, pergerakan gigi secara ortodonti terbagi menjadi tiga fase, yaitu fase displacement, fase delay, dan fase acceleration and linear. Fase pertama merupakan reaksi awal gigi terhadap daya yang diberikan dimana reaksi akan terjadi dalam hitungan detik, dan mencerminkan pergerakan gigi yang terjadi di antara pergerakan viskoelastisitas ligamen periodontal. Fase kedua atau fase delay ditandai dengan tidak adanya pergerakan secara klinis. Pada fase kedua ini tidak terdapat pergerakan, namun terjadi remodeling secara luas pada semua jaringan pendukung gigi. Fase ketiga ditandai dengan pergerakan gigi secara cepat. Pergerakan gigi pada fase ini dimulai dengan adaptasi jaringan pendukung ligamen periodontal dan perubahan tulang alveolar.24

Henneman dkk mengajukan model teoritis untuk menjelaskan rangkaian kejadian setelah pemberian daya ortodonti pada gigi (gambar 2.2). Model ini terbagi menjadi 4 tahapan, yaitu : (1) regangan dari matriks dan aliran cairan. Segera setelah aplikasi daya eksternal, matriks ligamen periodontal dan tulang alveoar akan meregang dan menghasilkan aliran cairan pada kedua jaringan. (2) regangan sel.

Regangan sel dan tulang alveolar akan menyebabkan sel mengalami deformasi. (3) sel teraktivasi dan mengalami diferensiasi. Sebagai akibat dari deformasi, fibroblas dan osteoblas yang terdapat pada ligamen periodontal dan juga osteosit yang terdapat pada tulang akan teraktivasi. (4) remodeling. Gabungan dari peristiwa remodeling ligamen periodontal dan aposisi serta resorpsi yang terlokalisir dari tulang alveolar akan menyebabkan gigi bergerak.25

(28)

Gambar 2.2. Model teoritis pergerakan gigi. Model teoritis ini

(29)

2.1.2

Mekanisme Selular Remodeling Tulang dan Jaringan Periodontal

Tulang terus mengalami remodeling selama hidup dan ketidakseimbangan proses ini akan menyebabkan suatu kelainan. Siklus remodeling tulang akan memakan waktu sekitar 4 bulan yang ditandai dengan resorpsi yang cepat dan diikuti pembentukan tulang yang lambat. Pada individu yang sehat, resorpsi tulang selalu diikuti dengan pembentukan tulang dalam jumlah yang sama sehingga tidak terdapat kehilangan massa tulang. Hal inilah yang akan menjaga integritas tulang. Integritas dan fungsi tulang dijaga oleh keseimbangan yang baik antara osteoklas dan osteoblas22,26,27. Siklus remodeling tulang secara skematik terdapat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3. Tahapan remodeling tulang. Fase resorpsi : osteoklas yang berasal dari sumsum tulang mulai meresorpsi bagian dari matriks tulang. Fase reversal : kemudian, sel osteoprogenitor (precursor osteoblas) mulai bermigrasi ke daerah yang teresorpsi. Fase formatif : osteoblas mulai membentuk tulang baru dan mengisi daerah yang kosong. Fase istirahat: osteoblas telah matang dan menjadi osteosit yang terdiferensiasi.

Osteoblas yang berada pada permukaan tulang yang baru terbentuk merupakan lapisan sel yang tidak bergerak hingga

(30)

Remodeling tulang diregulasi oleh berbagai hormon sistemik dan faktor lokal yang mempengaruhi osteoblas dan osteoklas. Produk akhir dari remodeling tulang adalah pemeliharaan matriks tulang dan komponen organik terbesar dari matriks ini adalah kolagen tipe 1. Kelompok hormon yang meregulasi tulang yaitu homon polipeptida (hormon paratiroid, hormon pertumbuhan, insulin dan calcitonin), hormon tiroid dan hormon steroid. Faktor lokal yang meregulasi remodeling tulang di antaranya adalah growth factor, sitokin dan prostaglandin.22 Pemberian suplemen hormon pertumbuhan diketahui dapat meningkatkan kecepatan pergerakan gigi pada tikus.28

Pada tahap awal, pergerakan gigi ortodonti selalu melibatkan respons inflamasi akut yang ditandai dengan dilatasi periodontal dan migrasi leukosit keluar dari kapiler. Migrasi sel ini menghasilkan berbagai sitokin, molekul sinyal biokimia, yang berinteraksi secara langsung ataupun tidak langsung dengan sel origin. Sitokin, bersama dengan molekul sinyal lokal atau sistemik lain, menimbulkan sintesis dan sekresi berbagai substan oleh sel target, termasuk prostaglandin, growth factor, dan sitokin.29

Proses inflamasi akut pada fase awal pergerakan gigi secara ortodonti pada dasarnya adalah peristiwa eksudatif, dimana plasma dan lekosit keluar dari kapiler- kapiler daerah paradental yang mengalami regangan. Beberapa hari kemudian akan

(31)

berikutnya. Fase inflamasi akut akan kembali terjadi pada saat dilakukan aktivasi piranti, bersamaan dengan fase inflamasi kronis yang sedang berlangsung. Fase inflamasi akut akan dirasakan pasien sebagai periode yang menyakitkan dan penurunan fungsi kunyah. Perubahan molekuler yang terjadi pada saat ini dapat diamati melalui cairan sulkus gingiva (CSG) dari gigi yang sedang bergerak.

Peningkatan konsentrasi yang signifikan pada mediator inflamasi akan terjadi untuk sementara waktu.29

Metabolisme tulang merupakan suatu proses kompleks yang bergantung pada interaksi antara RANK ligand (Receptor activator of nuclear faktor - κβ ligand), RANK (Receptor activator of nuclear faktor-κβ), dan osteoprotegrin (OPG). RANK ligand (RANK-L) adalah salah satu mediator resorpsi tulang yang paling penting yang diekspresikan oleh osteoblas, limfosit-T, sel dendritik, dan sel tumor. RANK-L akan berikatan dengan RANK dan berada pada pada sel prekursor osteoklas yang mendorong terjadinya perkembangan dan aktivasi osteoklas (Gambar 2.4).1

(32)

Gambar 2.4. Remodeling tulang secara fisiologis.Terlihat interaksi antara osteoklas dan osteoblas dengan OPG, RANK ligand, dan RANK.1 2.1.3 Kecepatan Pergerakan Gigi

Pergerakan gigi merupakan proses biologis yang kompleks. Proses ini sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Remodeling tulang secara signifikan akan mempengaruhi kecepatan pergerakan gigi.30 Dengan demikian, setiap faktor yang mempengaruhi remodeling tulang akan mempengaruhi kecepatan pergerakan gigi.

Usia juga merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi kecepatan pergerakan gigi. Ren dan Dudic dkk mengatakan bahwa terdapat pergerakan yang lebih besar pada pasien yang lebih muda dibandingkan pasien yang lebih tua.31,32 Ren

(33)

responsif bila dibandingkan dengan pasien remaja. Selain itu, pasien dewasa memiliki keterbatasan anatomis, misalnya ligamen periodontal akan menyempit seiring dengan peningkatan usia, yang juga menjelaskan mengapa pada pasien dewasa jaringan hialin akan lebih mudah terbentuk bila dibandingkan pasien yang lebih muda.31

Berdasarkan sudut pandang mekanis, kecepatan pergerakan gigi dipengaruhi oleh besar daya yang diberikan dan friksi yang terjadi antara braket dan archwire.

Saat daya yang ringan dan terus menerus diaplikasikan pada gigi, maka dalam hitungan detik gigi akan bergerak dalam soketnya. Dalam hitungan jam, akan terjadi perubahan lingkungan kimia yang menghasilkan berbagai aktivitas seluler. Namun, bila daya yang besar diaplikasikan pada gigi, maka daerah nekrosis yang steril akan terbentuk pada sisi yang tertekan. Kemudian akan terbentuk daerah hialinisasi, dan dalam beberapa hari akan terjadi undermining resorption. Sehingga akan terjadi jeda selama beberapa hari sebelum akhirnya gigi bergerak. Bagaimanapun juga, Ren mengatakan bahwa definisi daya yang ringan maupun besar tidak sepenuhnya jelas dan pada prakteknya, klinisi akan tetap menggunakan daya yang besar pada praktek klinis. Dengan demikian, tetap diperlukan uji klinis untuk membuktikan daya ortodonti yang optimum dan hubungannya dengan kecepatan pergerakan gigi.33

2.2 Separator Ortodonti

Gigi yang sehat akan memiliki kontak interproksimal yang rapat. Hal ini akan menyebabkan kesulitan saat klinisi akan menempatkan cincin yang tepat. Dengan demikian, perlu digunakan suatu separator untuk memisahkan gigi sebelum dilakukan

(34)

pemasangan cincin. Separator tersedia dalam berbagai bentuk. Prinsip kerja semua jenis separator tersebut adalah sama, yaitu suatu alat untuk mendorong atau mendesak gigi yang didiamkan untuk beberapa waktu agar terjadi pergerakan awal gigi.

Sehingga gigi tersebut sedikit terpisah dari gigi yang berdekatan pada saat janji temu untuk pemasangan cincin.23

Separator bekerja dengan mengaplikasikan tekanan di sekitar titik kontak dan mendorong permukaan proksimal gigi agar terpisah sehingga pemasangan cincin dapat dilakukan tanpa melukai jaringan periodontal dan puncak tulang alveolar.

Separasi yang kurang baik akan menyebabkan kedudukan cincin yang tidak tepat.

Separator yang baik haruslah mudah dimasukkan, menyebabkan rasa tidak nyaman yang minimal, memisahkan gigi dengan memadai, tidak hilang saat pengunyahan serta tetap berada di antara gigi sampai dilepaskan oleh klinisi, dan memiliki radiopasitas yang baik.33,11,12 Radiopasitas dari separator berguna untuk mendiagnosa secara radiologi apabila pasien datang dengan keadaan separator sudah tidak ada lagi.12

Ada berbagai tipe separator yang digunakan dalam praktek ortodonti. Di antaranya adalah brass wire, Kessling separator, elastomer, dan dumbbell (Gambar 2.5). Dari semua tipe, elastomer merupakan tipe yang paling umum digunakan.

(35)

Gambar 2.5. Berbagai jenis separator.(A) Brass wire, (B) Kessling separator, (C) elastomer separator, dan (D) dumbbell separator.

Lama pemasangan separator bervariasi menurut beberapa penulis. Mitchell mengatakan bahwa separator dipasangkan dan dibiarkan selama 2-7 hari sebelum pemasangan cincin.34 Separator Kessling akan menghasilkan tempat yang memadai untuk pemasangan cincin dalam waktu 24 jam, sementara dengan menggunakan elastomer, separasi memerlukan waktu hingga 7 hari.35 Separator elastomer dalam waktu 12 jam, sudah menghasilkan ruangan yang sebesar 0,184±0,023 mm, yang berarti sudah cukup besar untuk dapat dilakukan pemasangan cincin karena ketebalan rata-rata cincin adalah 0,16mm.13 Malagan dkk mengatakan bahwa dumbbell separator merupakan yang paling cepat menghasilkan ruangan. Ruangan yang cukup untuk pemasangan cincin didapat 24 jam setelah separator dipasangkan. Sedangkan

A B

C D

(36)

elastomer separator memerlukan waktu 48 jam untuk mendapatkan ruangan yang cukup untuk memasang cincin. Ruangan yang dihasilkan melalui pemasangan separator dapat diukur dengan menggunakan leaf gauge.11

2.3. Transforming Growth Factorβ (TGF-β)

Transforming growth factor β (TGF-β) pertama kali diidentifikasi sebagai protein yang disekresikan oleh sel sarkoma yang mendorong sel ginjal tikus untuk bertumbuh. Protein ini dinamakan demikian karena kemampuannya untuk mendorong karakteristik sel transform atau sel tumor pada sel normal. Kemudian, TGF-β ditemukan menghambat pertumbuhan sel epitel dan meregulasi berbagai fungsi seluler yang berkaitan dengan transformasi seluler.36

TGF-β superfamilia meliputi tiga isoform TGF-β, activin dan inhibin, Growth and differentiation factors (GDF), dan Bone Morphogenetic Proteins (BMP).TGF-β mengontrol sebagian besar proses seluler, termasuk proliferasi, diferensiasi, produksi matriks ekstra seluler, motalitas, dan kelangsungan hidup sel. Fungsi ini diterjemahkan melalui fungsi jaringan seperti embryogenesis. Pada manusia dewasa, proses ini dicapai melalui keseimbangan antara proliferasi dan diferensiasi. Bila keseimbangan ini terganggu, maka jalur TGF-β akan mengalami malfungsi sehingga terjadi gangguan sistem imun, fibrosis, dan metastasis kanker. 37

Quinn dkk mengatakan bahwa ada dua cara kerja TGF-β pada pembentukan

(37)

mempengaruhi respons osteoklastogenik dari populasi prekursor hematopoetik itu sendiri.38 Hormon pertumbuhan diketahui meningkatkan jumlah TGF-β1 baik pada jalur direk ataupun indirek. Pada individu penderita akromegali dengan kadar hormon pertumbuhan yang lebih tinggi akibat tumor pituitari, kadar TGF-β1 ditemukan lebih tinggi dibanding kelompok kontrol. Efek eksogen hormon pertumbuhan pada percobaan in vitro menunjukkan terjadi peningkatan ekspresi pada mRNA dan protein TGF-β1. Pada hewan coba, suplemen hormon pertumbuhan meningkatkan kecepatan pergerakan gigi secara ortodonti dibandingkan kelompok kontrol.28

Penelitian in vivo pertama mengenai kadar growth factor dalam pergerakan gigi secara ortodonti dilakukan oleh Uematsu dkk yang melihat kadar TGF-β1 pada sisi yang tertekan saat dilakukan retraksi kaninus ke distal. Hasilnya adalah bahwa kadar TGF-β1 paling tinggi pada 24 jam pertama, kemudian menurun dengan cepat pada 168 jam setelah pemberian tekanan mekanis.16

Hasil penelitian Uematsu dkk ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Barbieri dkk.15,16 Penelitian Barbieri dkk juga mendapati kadar TGF-β1 pada sisi yang tertekan meningkat dibandingkan dengan kelompok kontrol.15 Dengan demikian, Uematsu dkk dan Barbieri dkk menyimpulkan bahwa TGF-β1 menginduksi proses resorpsi tulang.15,16 Percobaan Tang dkk secara in vitro dan in vivo menunjukkan bahwa TGF-β1 yang aktif akan dilepaskan selama resorpsi tulang untuk mengatur pembentukan tulang. Hal ini dilakukan dengan cara mendorong

39

(38)

2.4.1TGF-β2

TGF-β memiliki tiga isoform, yaitu TGF-β1, TGF-β2, dan TGF-β3 yang dihasilkan oleh proses splicing yang berbeda. TGF-β1 merupakan bentuk yang paling banyak terdapat dalam tulang, dan paling banyak diteliti menyangkut remodeling dan perkembangan tulang. TGF-β1 memiliki peran spesifik dalam meregulasi remodeling tulang dengan menghubungkan resorpsi dan aposisi tulang. Selama masa perkembangan, TGF-β1 dan TGF-β3 lebih dulu terlihat selama terjadinya morfogenesis, sedangkan TGF-β2 terlihat setelahnya, yaitu pada saat terjadinya diferensiasi epitel.3

TGF-β2 merupakan growth factor multifungsi yang berperan dalam mengontrol berbagai fungsi biologis. Li dkk menyatakan bahwa TGF-β2 mungkin berperan dalam tahap inisiasi gigi, morfogenesis epitel, pembentukan matriks dentin, dan diferensiasi ameloblas.40 Sementara menurut Buss dkk, TGF-β2 akan membantu proses perbaikan sel yang mengalami luka.41 Kapetanakis dkk menemukan bahwa kadar TGF-β2 meningkat pada pasien dengan osteoarthritis. Peningkatan kadar TGF- β2 juga berhubungan dengan tingkat keparahan osteoarthritis.42

Pada tikus transgenik yang menunjukkan ekspresi berlebih dari TGF-β, terjadi perubahan pada keseimbangan antara pembentukan dan resorpsi tulang dan akan menyebabkan terjadinya perubahan pada tulang trabekular. Selain itu, ekspresi

(39)

lebih disebabkan karena respons homeostatis terhadap peningkatan resorpsi tulang yang disebabkan oleh TGF-β.20 Selain itu, Erlebacher dkk menemukan bahwa ekspresi berlebih dari TGF-β2 pada tikus transgenik akan mengakibatkan kehilangan massa tulang yang berlebihan seperti pada keadaan osteoporosis.43

Filvaroff dkk pada percobaannya terhadap tikus transgenik menemukan hasil yang berbeda dengan Erlebacher dkk yaitu bahwa bila terdapat hambatan reseptor TGF-β2 pada osteoblas, akan mendorong terjadinya penurunan remodeling tulang dan peningkatan kekuatan dan massa tulang trabekular.44,20

Dong dkk menemukan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara konsentrasi TGF-β2 dengan karakteristik mekanis dari tulang cancellous yang menunjukkan bahwa TGF-β2 merupakan faktor penting yang mempengaruhi massa dan kekuatan tulang. Hasil yang cukup penting dari penelitian ini adalah bahwa massa tulang dan kandungan TGF-β2 memiliki korelasi negatif, sehingga pada tikus dengan konsentrasi TGF-β2 yang lebih tinggi akan diikuti dengan kehilangan massa tulang secara progresif.21

Peranan TGF-β, khususnya TGF-β2 dalam regulasi tulang belum sepenuhnya jelas. Menurut Nishimura masih tetap belum diketahui apakah TGF-β2 juga menunjukkan aktivitas yang sama dengan TGF-β1 pada stem sel sumsum tulang.45 2.4.2 Aktivasi TGF-β

Signalisasi TGF-β dimulai saat ligand berikatan dengan reseptornya. Ada

(40)

TGF-β dan famili Bone Morphogenetic Protein (BMP). Proses untuk berikatan dengan ligan akan menginduksi pembentukan kompleks quartener dari reseptor transmembran serin threinin kinase. Reseptor ini terbagi menjadi tipe I (ALK1-7) dan tipe II (ACVR-IIA, ACVR-IIB, BMPR-II, AMHR-II dan TGF-βR-II). Transducer intraseluler pada jalur aktivasi ini adalah protein SMAD. SMAD terbagi menjadi subgrup spesifik : reseptor-regulasi (R-SMADs), co-SMAD, dan SMADs Inhibitor.

Pada saat berikatan dengan ligand, reseptor tipe II akan memfosforilasi dan mengaktivasi reseptor tipe I. Reseptor tipe I yang telah teraktivasi akan memfosforilasi R-SMADs pada terminal-C. Reseptor tipe I yang telah teraktivasi akan memfosforilasi pembentukan kompleks R-SMAD dengan SMAD4 dan translokasi nukleus, yang kemudian bersama dengan kofaktor nukleus akan mengikat DNA dan meregulasi transkripsi. Secara umum, reseptor TGF-β akan diaktivasi melalui SMAD 2 dan 3, sementara BMP akan diaktivasi melalui SMAD 1, 5, dan 8.37 Gambaran skematik mengenai aktivasi TGF-β terdapat pada Gambar 2.6.

(41)

2.5 ELISA47

ELISA atau enzym-linked immunosorbent assay adalah metode yang paling sering digunakan untuk mengukur konsentrasi molekul tertentu seperti misalnya hormon di dalam suatu cairan seperti serum atau urin. ELISA adalah uji serologis yang umum digunakan diberbagai laboratorium imunologi karena memiliki beberapa keunggulan seperti teknik pengerjaan yang relatif sederhana, ekonomis, dan memiliki sensitivitas tinggi.

Prinsip dasar ELISA adalah menggunakan enzim untuk berikatan dengan antigen dan antibodi. Enzim akan mengubah substrat yang tidak berwarna menjadi produk berwarna, yang menandakan adanya ikatan antigen:antibodi. Jumlah antibodi yang berikatan dengan antigen sebanding dengan antigen yang terlihat dan ditetapkan melalui spektrofotometri (Gambar 2.7).

Secara sederhana, uji ELISA terbagi atas 3 metode dasar, yaitu direct ELISA, indirect ELISA, dan terakhir sandwich ELISA, yang kesemuanya disebut uji kompetitif atau inhibitor.

(42)

Gambar 2.7. Gambaran cara kerja ELISA secara skematik. (i) Antigen ditambahkan pada fasa padat dan akan berikatan dengan antibodi yang melapisi sumur secara pasif selama inkubasi. (ii) Setelah inkubasi, antigen lain yang tidak berikatan akan terbuang melalui proses pembilasan. (iii) Antibodi spesifik yang telah berikatan dengan antigen kemudian akan ditambahkan konjugat dan diinkubasi. (iv) Konjugat akan berikatan dengan ikatan antigen dan antibodi. Konjugat yang tidak berikatan akan dibuang melalui proses pembilasan. (v) Ditambahkan larutan substrat dan enzim akan mempercepat reaksi untuk memberikan warna pada produk. Rekasi kemudian dihentikan dengan menggunakan stop solution dan warna dilihat dengan menggunakan spektrofotometer.45

i ii iii iv v

(43)

2.5 Kerangka Teori

Daya yang diaplikasikan pada gigi

Ligamen periodontal mengalami tekanan dan tarikan

Proses remodeling yang diawali oleh proses inflamasi Regulator remodeling tulang : PTH,

hormon tiroid, estrogen, vitamin D

Perubahan seluler

OPG Growth Factor RANKL

osteoblas osteoklas

Perubahan molekuler

Resorpsi

Formasi PDGF, TGF, IGF, CTGF, FGF

Pergerakan gigi

(44)

2.6 Kerangka Konsep

2.7 Hipotesis

1. Terdapat perbedaan kadar TGF-β2 setelah dilakukan pemberian daya ortodonti dibandingkan sebelum dilakukan pemberian daya.

2. Kadar TGF-β2 setelah dilakukan pemberian daya lebih tinggi bila dibandingkan sebelum dilakukan pemberian daya.

3. Peningkatan kadar TGF-β2 tidak berhubungan dengan pergerakan gigi Daya ortodonti dari karet separator yang dipasangkan pada kontak

proksimal premolar kedua dan molar pertama

Ligamen periodontal mengalami tekanan dan tarikan

Proses inflamasi yang dimediasi oleh mediator inflamasi

0, 48 jam, dan 72 jam

Perubahan molekuler Perubahan seluler

osteoblas osteoklas TGF-β2

Pergerakan gigi

Leaf gauge Besar ruangan yang dihasilkan antara premolar

kedua dan molar pertama pada 48 dan 72 jam

(45)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan jenis eksperimental kuasi yang dilakukan pada pasien yang akan mendapatkan perawatan ortodonti menggunakan piranti ortodonti cekat untuk melihat perubahan kadar TGF-β2 saat dilakukan pemasangan separator pada sisi tekanan.

3.2 Tempat dan waktu penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Pemasangan separator, pengambilan CSG, dan pengukuran besar ruangan dilakukan di praktek dokter gigi swasta di Bogor. Pemeriksaan kadar TGF-β2 dengan menggunakan uji ELISA akan dilakukan di Laboratorium Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi UI.

3.2.2Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2015 hingga September 2015.

3.3 Populasi dan Sampel penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian

(46)

Populasi penelitian adalah semua pasien yang akan dirawat menggunakan piranti ortodonti cekat selama periode penelitian yang disesuaikan dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini adalah cairan sulkus gingiva molar pertama atas yang akan dipasangkan separator. Jumlah sampel yang diperiksa ditentukan dengan rumus beda mean pada satu populasi :

N1 = N2 = 2

Keterangan :

n1 = n2 = jumlah sampel pada masing-masing kelompok Zα = deviat baku normal untuk α = 5%  Zα = 1,645 Zβ = deviat baku normal untuk β = 20%  Zβ= 0,842 S = simpangan baku

X1 = rata-rata kadar TGF-β2 pada kontrol

X2 = rata-rata kadar TGF-β2 setelah pemberian daya

Berdasarkan perhitungan rumus besar sampel maka sampel yang diperlukan sebanyak minimal 12 sampel.

Sampel yang dipilih pada penelitian ini ditentukan oleh kriteria sebagai berikut : Kriteria Inklusi:

(𝑍𝑍𝑍𝑍 + 𝑍𝑍𝑍𝑍)𝑆𝑆 𝑋𝑋1 − 𝑋𝑋2 �

(47)

2. Kebersihan mulut baik dan jaringan periodontal dalam keadaan sehat dengan kedalaman probing tidak lebih dari 3mm

3. Molar pertama dalam keadaan baik, tidak rotasi, tidak terdapat karies interproksimal pada molar pertama dan premolar kedua, terdapat kontak proksimal yang baik, dan dapat dipasangkan separator pada sisi mesial

4. Keadaan umum baik

5. Bersedia ikut serta dalam penelitian sampai selesai Kriteria eksklusi:

1. Menderita penyakit sistemik kelainan metabolisme tulang 2. Sedang dalam pengobatan menggunakan obat anti-inflamasi 3. Sedang mengkonsumsi suplemen kalsium dan vitamin D 3.4 Variabel Penelitian

3.4.1 Variabel bebas

:

Variabel bebas pada penelitian ini adalah tekanan mekanis yang dihasilkan olehelastomer separator.

3.4.2 Variabel tergantung:

Variabel tergantung pada penelitian ini adalah kadar TGF-β2 CSG pada sisi tertekan atau sisi distal molar pertama atas yang akan diukur dengan menggunakan ELISA dan pergerakan gigi yang dilihat dari besar ruangan yang terbentuk diantara mesial molar pertama dengan distal premolar kedua akibat pemasangan separator.

(48)

3.4.3 Variabel kendali:

Variabel yang dikendalikan pada penelitian ini adalah : 1. Usia pasien 20-30 tahun.

2. Daya yang dihasilkan oleh elastomerseparator 3. Kesehatan jaringan periodontal

4. Waktu pengambilan cairan sulkus gingiva adalah sebelum dilakukan aktivasi, 48 jam, dan 72 jam setelah pemasangan elastomer separator.

5. Waktu pengukuran besar ruangan yang terbentuk antara mesial molar pertama dan distal premolar kedua akibat pemasangan elastomer separator adalah pada 48 jam dan 72 jam setelah pemasangan.

3.4.4 Variabel tak terkendali:

Variabel tak terkendali pada penelitian ini adalah kepadatan tulang alveolar, kekuatan daya kunyah subyek penelitian, dan kerapatan interproksimal awal.

3.5 Definisi Operasional

Definisi operasional, cara ukur, hasil ukur, dan alat ukur dari masing- masing variabel penelitian dijelaskan pada tabel 3.1

(49)

Tabel 3.1 Definisi Operasional, Alat Ukur, dan Skala Ukur dari Variabel Bebas dan Tergantung dari Penelitian

Definisi Alat ukur

Satuan Ukur

Skala Ukur Tekanan

mekanik

Respon yang diberikan

olehseparator yang diregangkan sejauh 14mm untuk

menghasilkan pergerakan.

Kadar TGF-

β2 Kadar TGF-β2

yang diambil dari cairan sulkus gingiva pada bagian distal molar yang akan

digerakkan pada subyek penelitian, diukur pada 0, 48 dan 72 jam.

ELISA pg/mL Numerik

Besar ruangan yang terbentuk antara molar pertama dengan premolar kedua

Ruangan yang terjadi diantara molar pertama dengan premolar kedua akibat pemasangan separator, diukur pada 48 dan 72 jam

Leaf gauge

mm Numerik

Pergerakan gigi

Besar ruangan yang terbentuk dibagi waktu pengamatan

Leaf gauge

mm/hari Numerik

(50)

3.6Bahan dan Alat Penelitian 3.6.1 Bahan:

1. Cairan sulkus gingiva pada sisi tekanan dari subyek penelitian 2. Phosphate buffer saline (PBS) pH 7,4 (Gibco) (Gambar 3.1) 3. Kapas (cotton roll)

4. Kit ELISA (Gambar 3.2)

5. Paper point no. 15 (Gambar 3.3)

Gambar 3.1. Phosphate Buffer Saline(PBS) Gambar 3.2. Kit ELISA human TGF-β2

Gambar 3.3 Paper point no. 15 3.6.2 Alat

1. Kaca mulut untuk menyingkap pipi dan bibir

(51)

3. Separator (American Ortho catalog no. 854-250)

4. Tabung Eppendorf 1,5mL sebagai media penyimpanan CSG yang telah diambil dengan paper point

5.

Mikropipet dan mikropipet multichannel (Gambar 3.4)

6.

Leaf Gauge dengan akurasi 0,1 mm (Dentsply) (Gambar 3.5)

Gambar 3.4. Mikropipet dan mikropipet multichannel

Gambar 3.5 Leaf gauge (Dentsply)

3.7 Pelaksanaan Penelitian

Molar pertama atas dilakukan pemasangan elastomer separator pada sisi mesial (Gambar 3.6). Separator dimasukkan pada titik kontak interproksimal antara

(52)

plier. Setiap separator dilakukan perenggangan yang sama yaitu sejauh 14 mm. Kadar TGF-β2 diperiksa dengan mengukur peningkatan kadar TGF-β2 pada cairan sulkus gingiva yang diambil menggunakan paper point pada sisi distal yang mengalami tekanan. CSG diambil sebelum pemberian daya, setelah itu dilakukan pengambilan sampel di tempat yang sama 48 jam setelahnya dan diulang 72 jam kemudian. Paper point dimasukkan pada sulkus gingiva sebelah distal molar, dengan menggunakan metode intracrevicular superficial. Cairan sulkus gingiva ini kemudian diuji dengan menggunakan metode ELISA.

Gambar 3.6. Pemasangan separator pada sisi mesial molar pertama 3.7.1Cara Pengambilan CSG

Pengambilan CSG dilakukan dengan menggunakan modifikasi dari metode Barbieri dkk15. Caranya adalah sebagai berikut :

1. Sebelum dilakukan pengambilan CSG, subyek penelitian diminta untuk berkumur.

(53)

2. Permukaan gigi yang akan diambil cairannya dibersihkan dari plak, kemudian dikeringkan dengan udara dan dijaga agar tetap kering dengan pemasangan cotton roll.

3. Paper point dimasukkan ke dalam sulkus gingiva sebelah distal molar pertama sedalam 1 mm dan didiamkan selama 5 menit (Gambar 3.7) . Paper point dikeluarkan dari celah gusi dan dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf yang telah berisi phosphate buffer saline (PBS) yang berisi 1M PSMF sebanyak 350 μl (Gambar 3.8) dan kemudian langsung disimpan pada suhu -80°C.

4. Paper point yang terkontaminasi darah sewaktu pengambilan cairan sulkus gingiva tidak digunakan sebagai sampel.

Gambar 3.7. Pengambilan CSG pada sisi distal molar pertama atas

(54)

Gambar 3.8. Paper point yang dimasukkan kedalam tabung Eppendorf berisi PMSF dan PBS

3.7.2 Pengukuran Kadar TGF-β2

Cairan sulkus gingiva yang telah terkumpul pada paper point disimpan pada suhu -80° sampai pada waktu pemeriksaan. Pemeriksaan menggunakan metode Enzyme Linked Immunoabsorbent Assay (ELISA). Antibodi yang terikat pada microplate yang digunakan pada penelitian ini adalah antibodi monoklonal.

Urutan pengerjaan ELISA adalah sebagai berikut :

a. Siapkan semua reagen yang diperlukan sesuai dengan standar kerja b. Sampel disentrifugasi 12000x9 rpm selama 10 menit

(55)

d. Sampel dalam bentuk serum kemudian divortex, dilakukan preparasi sesuai dengan petunjuk yang terdapat pada kit ELISA, dan kemudian disimpan pada suhu -80° C

e. Pada hari pengerjaannya, sampel dikeluarkan dari lemari pendingin dan dicairkan pada suhu ruang tanpa alat bantu dan kemudian divortex selama 10 detik setiap sampel

f. Masukkan 10 µl dari setiap larutan sampel dan larutan standar ke dalam sumur microplate dan dilakukan duplikasi

g. Tutup dengan lapisan adhesif dan diinkubasi pada suhu ruang selama 3 jam, letakkan pada microplate shaker dengan kecepatan 100 rpm

h. Buka lapisan adhesif, kosongkan setiap sumur, bilas dengan wash buffer volume 250 µl sebanyak 3 kali pembilasan. Setelah selesai pembilasan, ketukkan microplate ke atas handuk untuk membuang sisa bahan

i. Tambahkan biotin conjugate sebanyak 100 µl ke dalam setiap sumur

j. Tutup kembali dengan lapisan adhesif, inkubasi pada suhu ruang selama 2 jam k. Kosongkan sumur dan cuci dengan wash buffer sebanyak 3 kali

l. Tambahkan 100 µl streptavidin-HRP pada setiap sumur

m. Tutup dengan lapisan adhesif dan diinkubasi selama 20 menit pada suhu ruang

n. Kosongkan dan bilas dengan wash buffer

o. Tambahkan 100 µl substrate solution pada setiap sumur

(56)

p. Inkubasi pada suhu ruang selama 15 menit

q. Tambahkan 50 µl stop solution pada setiap sumur

r. Perubahan warna menandakan TGF-β2 sudah melekat pada dasar sumur

s. Lakukan pembacaan hasil TGF-β2 dengan ELISA reader pada panjang gelombang utama 490 ηm dan 620 ηm sebagai panjang gelombang referensi.

3.7.3 Pengukuran Pergerakan Gigi

Pergerakan gigi diukur dengan cara mengukur besar ruangan yang terjadi antara premolar kedua dan molar pertama pada 48 jam dan 72 jam. Pengukuran besar ruangan dilakukan menurut metode Malagan dkk 11. Besar ruangan yang terjadi antara premolar kedua dengan molar pertama dicatat pada 48 jam dan 72 jam setelah pemasangan separator. Subyek dipanggil setelah 48 jam, kemudian separator dilepaskan secara hati-hati dengan menggunakan sonde. Dilakukan pengeringan pada area interproksimal premolar kedua dengan molar pertama, kemudian besarnya ruangan diukur dengan menggunakan leaf gauge(Gambar 3.9). Setelah dilakukan pengukuran besar ruangan, separator yang sama dimasukkan kembali pada tempat sebelumnya. Keseluruhan prosedur ini kemudian diulang kembali pada 24 jam berikutnya. Subyek diminta untuk tidak memakan makanan yang keras selama periode penelitian untuk mencegah terlepasnya separator.

(57)

Gambar 3.9. Pengukuran besar ruangan dengan menggunakan leaf gauge

3.8 Analisis Data

Data akan dianalisa secara deskriptif untuk mendapatkan nilai rata-rata dan simpangan baku. Kemudian akan dilakukan dengan uji normalitas data menggunakan Saphiro-Wilk test. Perbedaan perubahan kadar TGF-β2 diuji dengan menggunakan uji Wilcoxon signed rank. Hubungan pergerakan gigi dengan perubahan kadar TGF-β diuji dengan menggunakan uji korelasi Spearman.

(58)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Subyek pada penelitian ini adalah pasien ortodonti yang akan dilakukan separasi pada gigi molar pertama dengan menggunakan elastomer separator.

Sedangkan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah cairan sulkus gingiva.

Cairan sulkus gingiva diambil dari sisi distal gigi molar pertama yang akan dipasangkan separator.

Kadar TGF-β2 (pg/μL) pada cairan sulkus gingiva diukur dengan menggunakan metode ELISA. Pembacaan Optical Density (OD)yang dihasilkan dari perubahan warna dilakukan dengan menggunakan ELISA reader pada 450 ηm sebagai panjang gelombang utama dan 490 ηm sebagai panjang gelombang referensi.

Gambar 4.1 menunjukkan grafik perubahan rerata kadar TGF-β2 selama waktu pengamatan.

Gambar 4.1. Grafik perubahan rerata kadar TGF-β2 selama waktu pengamatan.

Kadar TGF- β2 (pg/μ L)

Waktu pengamatan (jam)

(59)

Berdasarkan Gambar 4.1, terlihat bahwa kadar TGF-β2 pada 48 jam setelah pemasangan separator mengalami sedikit peningkatan dan kemudian meningkat tajam pada 72 jam setelah pemasangan separator. Peningkatan besar ruangan yang dihasilkan oleh elastomer separator pada setiap waktu pengamatan terdapat pada Gambar 4.2 Pada jam ke 48, rerata besar ruangan yang dihasilkan adalah 0,19 mm, sedangkan pada jam ke 72, rerata besar ruangan yang dihasilkan oleh elastomer separator adalah sebesar 0,283 mm.

Gambar 4.2. Besar ruangan yang dihasilkan oleh separator.

Seluruh data diuji normalitas dengan menggunakan uji Saphiro-Wilk, dan didapat bahwa data tidak terdistribusi normal. Karena data tidak terdistribusi normal, maka untuk mengetahui perbedaan perubahan kadar dan besar ruangan antar waktu pengamatan dilakukan dengan uji Friedman, dengan derajat kemaknaan 0,05. Tabel 4.1 menunjukkan perubahan rerata kadar TGF-β2 selama waktu pengamatan.

Perubahan rerata besar ruangan selama waktu pengamatan terdapat pada Tabel 4.2.

Besa r ruan gan (mm

) 0

0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3

0 48 72

0,3 0,2 0,1 0

Waktu pengamatan (jam)

(60)

Tabel 4.1. Perubahan rerata kadar TGF-β2 selama waktu pengamatan.

Mean ± SD p

TGF-β2 pada 0 jam 47,30 ±16,42

0,001*

TGF-β2 pada 48 jam 49,47±18,67 TGF-β2 pada 72 jam 77,03 ± 13,31

*p<0,05. Uji Friedman

Tabel 4.2. Perubahan rerata besar ruangan selama waktu pengamatan.

Mean ± SD p

Ruangan pada 0 jam 0

Ruangan pada 48 jam 0,19±0,06 0,001*

Ruangan pada 72 jam 0,28±0,07 *p<0,05. Uji Friedman

Hasil uji Friedman pada keseluruhan data menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna yaitu p=0,001 (p<0,05). Dengan demikian, maka untuk melihat perbedaan perubahan kadar TGF-β2 antar waktu pengamatan dilakukan uji Wilcoxon signed rank. Hasil uji terdapat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Perbedaan perubahan kadar TGF-β2 antar waktu pengamatan Perbedaan antar waktu (Jam) p

0 - 48 0,71

0 - 72 0,003*

48 – 72 0,002*

*p<0,05

Berdasarkan uji Wilcoxon signed rank (Tabel 4.3) terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,03; p<0,05) pada saat 72 jam dibandingkan dengan 0 jam dan pada 48

(61)

dengan besar ruangan yang dihasilkan oleh separator dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Spearman dan hasilnya terdapat pada Tabel 4.4. Korelasi antara pergerakan gigi dengan perubahan kadar TGF-β2 juga dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Spearman (Tabel 4.5).

Tabel 4.4. Korelasi antara besar ruangan dan perubahan kadar TGF-β2.

r p

TGF-β2 pada 48 jam dan ruangan pada 48 jam

-0,194 0,488 TGF-β2 pada 72 jam dan ruangan

pada 72 jam

0,382 0,160

Tabel 4.5. Korelasi antara pergerakan gigi dan perubahan kadar TGF-β2.

r p

TGF-β2 pada 48 jam dan pergerakan pada 48 jam

0,006 0,983 TGF-β2 pada 72 jam dan

pergerakan pada 72 jam

-0,194 0,488

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat korelasi antara perubahan kadar dengan besar ruangan yang dihasilkan. Nilai negatif menunjukkan perbandingan terbalik. Namun, karena nilai p>0,05, maka secara statistik menunjukkan tidak terdapat korelasi antara perubahan kadar dengan besar ruangan.

Sementara pada korelasi pergerakan gigi dengan perubahan kadar TGF-β2 menunjukkan tidak terdapat hubungan antara pergerakan gigi dengan perubahan kadar TGF-β2 pada 48 jam, maupun pada 72 jam setelah pemasangan separator.

(62)

BAB 5 PEMBAHASAN

Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan jenis eksperimental kuasi yang dilakukan pada pasien yang akan mendapatkan perawatan ortodonti cekat untuk melihat perubahan kadar TGF-β2 saat dilakukan pemasangan separator pada sisi tekanan dan besar ruangan yang dihasilkan oleh separator. Perubahan kadar TGF-β2 dan besar ruangan yang dihasilkan oleh separator diamati pada 0 jam, 48 jam, dan 72 jam.

Perubahan kadar TGF-β2 diukur dengan menggunakan cairan sulkus gingiva (CSG) sebagai media analisa. CSG dipilih sebagai media untuk mengukur kadar TGF-β2 karena perubahan kandungannya merupakan cerminan keadaan klinis.

Metode untuk mengumpulkan CSG yang digunakan pada penelitian ini adalah metode intrakrevikular superfisial karena metode ini tidak invasif dan mudah terserap.

Kekurangan CSG sebagai media analisa protein adalah jumlahnya yang sedikit saat dilakukan pengambilan, hal ini akan membatasi analit yang dapat diperiksa. Karena itu, pada penelitian ini, paper point yang digunakan untuk menyerap CSG didiamkan pada sulkus gingiva selama 5 menit. Dengan demikian, diharapkan terdapat CSG yang cukup untuk dianalisa. CSG juga mudah

(63)

Karena itu, sebaiknya metode pengambilan yang dipilih adalah intrakrevikular superfisial yang tidak invasif.

Subyek penelitian yang dipilih pada penelitian ini berjenis kelamin laki-laki.

Hal ini dilakukan untuk mengurangi pengaruh hormon estrogen terhadap sintesis TGF-β2. Penelitian Avdagic dkk dan Nieves dkk mendapatkan hasil bahwa kepadatan tulang pada laki-laki lebih besar dibandingkan perempuan.48,49 Namun Chisari mengatakan bahwa tidak terdapat perbedaan kecepatan pergerakan gigi yang bermakna antara laki-laki dan perempuan.50 Penelitian Chisari mendapatkan hasil korelasi negatif antara usia dan kecepatan pergerakan gigi pada laki-laki.50 Dudic dkk juga mengatakan bahwa bukanlah jenis kelamin yang memperngaruhi pergerakan gigi, melainkan usia.32

Perubahan kadar TGF-β2 diukur dengan membandingkan kadar pada 48 jam dan 72 jam dengan sebelum dilakukan pemasangan separator. Pemilihan waktu ini diharapkan dapat mewakili fase pertama dalam pergerakan gigi menurut Burstone yang mengatakan bahwa pada fase pertama gigi akan bergerak dengan cepat didalam soketnya. Selain itu, pada kelompok usia tumbuh kembang, ditemukan bahwa kadar TGF-β2 mengalami sedikit penurunan pada 24 jam pertama. Inilah yang menjadi alasan pemilihan waktu pengamatan pada 48 jam.

Grant dkk mendapati peningkatan yang signifikan pada kadar IL-1β dan IL-8 pada 4 jam pertama setelah aplikasi daya pada saat retraksi kaninus.17 Sementara pada penelitian ini, peningkatan kadar TGF-β2 pada 48 jam tidak bermakna bila

(64)

dibandingkan dengan sebelum pemasangan separator (p=0,71). Peningkatan yang bermakna terjadi pada 72 jam setelah pemasangan separator bila dibandingkan dengan 48 jam dan sebelum pemasangan (p=0,002 dan p=0,003). Namun, karena keterbatasan waktu pengamatan, maka belum dapat disimpulkan apakah 72 jam merupakan puncak peningkatan kadar TGF-β2 akibat pemberian daya ortodonti.

Peningkatan kadar pada jam ke 72 kemungkinan terjadi untuk mengimbangi penurunan kadar sitokin dan growth factor lainnya karena Uematsu dkk mendapatkan bahwa puncak kadar TGF-β1 adalah pada 24 jam pertama setelah aplikasi daya.16 Penelitian lain juga menemukan bahwa setelah 48 jam, kadar TGF-β1 mulai mengalami penurunan.51 Peningkatan kadar yang terjadi bergantian ini diperlukan agar remodeling tulang terus terjadi sehingga gigi dapat bergerak hingga mencapai posisi yang seharusnya.

TGF-β2 adalah protein yang multifungsi yang berperan pada berbagai fungsi sel. Terjadinya peningkatan kadar TGF-β2 pada penelitian ini membuktikan bahwa TGF-β2 juga berperan dalam remodeling tulang akibat pemberian daya ortodonti.

Selain itu, pengamatan dilakukan pada bagian distal molar yang mencerminkan sisi tekanan. Dengan terjadinya peningkatan kadar, maka hal ini membuktikan bahwa TGF-β2 juga merupakan salah satu regulator lokal yang penting dalam meregulasi osteoklas.

Pemasangan separator untuk mendapatkan ruangan agar dapat dilakukan

Gambar

Gambar 2.1. Gambaran skematik teori tekanan-regangan. (a) Sebuah daya  diaplikasikan searah tanda panah
Gambar 2.2. Model teoritis pergerakan gigi. Model teoritis ini
Gambar 2.3. Tahapan remodeling tulang. Fase resorpsi : osteoklas yang  berasal dari sumsum tulang mulai meresorpsi bagian dari  matriks tulang
Gambar 2.4. Remodeling  tulang secara  fisiologis.Terlihat  interaksi antara  osteoklas  dan  osteoblas dengan  OPG, RANK ligand, dan RANK
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pemakaian piranti ortodonti cekat dengan kondisi periodontal pada pasien namun

Pada penelitian ini akan menilai perbedaan kadar TGF- β hanya pada pasien rinitis alergi dan pasien infeksi gigi rahang atas pada rinosinusitis kronik, sedangkan paparan asap

Berdasarkan hasil penelitian untuk mengetahui korelasi perubahan kadar HSP-70 dan besar ruang separasi gigi, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan kadar

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pemakaian piranti ortodonti cekat dengan kondisi periodontal pada pasien namun

Peneliti berasumsi bahwa sampel penelitian harus merupakan pasien atau seseorang yang akan/baru memulai perawatan ortodonti cekat (behel), karena peneliti ingin melihat