BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Pergerakan gigi ortodonti
Gigi yang diberikan suatu daya akan memberikan respons dalam jaringan periodonsium, yang akan menghasilkan remodeling dari ligamen periodontal dan tulang alveolar, sehingga pada akhirnya gigi akan bergerak. Ada berbagai fenomena biologis yang mendasari proses remodeling tulang tersebut.
Penelitian awal mengenai pergerakan gigi menekankan pada efek histologis yang terjadi pada ligamen periodontal dan tulang alveolar pada gigi yang dikenakan daya. Berbagai model eksperimental kemudian dikembangkan secara in vivo dan in vitro untuk mengetahui lebih jelas mengenai efek daya tersebut. Penelitian tersebut
kemudian berkembang dengan penekanan kepada aktivitas seluler yang terjadi akibat stimulus mekanis tersebut.
2.1.1 Teori pergerakan gigi
segera setelah diaplikasikan daya yang ringan, maka sel multinuklear akan meresorpsi tulang. Gambaran skematik yang menunjukkan daerah resorpsi dan aposisi pada teori tekanan-regangan terdapat pada gambar 2.1.22,23
Gambar 2.1. Gambaran skematik teori tekanan-regangan. (a) Sebuah daya diaplikasikan searah tanda panah. (b) pada sisi aposisi, serabut ligamen meregang, dan pada sisi tekanan, serabut ligamen mengalami penekanan. (c) setelah pemberian daya yang panjang, mulai terlihat pembentukan tulang oleh osteoblas pada sisi regangan, dan osteoklas mulai meresorpsi tulang pada sisi tekanan.22
Menurut sudut pandang klinis ortodonti, pergerakan gigi secara ortodonti terbagi menjadi tiga fase, yaitu fase displacement, fase delay, dan fase acceleration and linear. Fase pertama merupakan reaksi awal gigi terhadap daya yang diberikan
dimana reaksi akan terjadi dalam hitungan detik, dan mencerminkan pergerakan gigi yang terjadi di antara pergerakan viskoelastisitas ligamen periodontal. Fase kedua atau fase delay ditandai dengan tidak adanya pergerakan secara klinis. Pada fase kedua ini tidak terdapat pergerakan, namun terjadi remodeling secara luas pada semua jaringan pendukung gigi. Fase ketiga ditandai dengan pergerakan gigi secara cepat. Pergerakan gigi pada fase ini dimulai dengan adaptasi jaringan pendukung ligamen periodontal dan perubahan tulang alveolar.24
2.1.2
Mekanisme Selular Remodeling Tulang dan Jaringan PeriodontalTulang terus mengalami remodeling selama hidup dan ketidakseimbangan proses ini akan menyebabkan suatu kelainan. Siklus remodeling tulang akan memakan waktu sekitar 4 bulan yang ditandai dengan resorpsi yang cepat dan diikuti pembentukan tulang yang lambat. Pada individu yang sehat, resorpsi tulang selalu diikuti dengan pembentukan tulang dalam jumlah yang sama sehingga tidak terdapat kehilangan massa tulang. Hal inilah yang akan menjaga integritas tulang. Integritas dan fungsi tulang dijaga oleh keseimbangan yang baik antara osteoklas dan osteoblas22,26,27. Siklus remodeling tulang secara skematik terdapat pada gambar 2.3.
Remodeling tulang diregulasi oleh berbagai hormon sistemik dan faktor lokal yang mempengaruhi osteoblas dan osteoklas. Produk akhir dari remodeling tulang adalah pemeliharaan matriks tulang dan komponen organik terbesar dari matriks ini adalah kolagen tipe 1. Kelompok hormon yang meregulasi tulang yaitu homon polipeptida (hormon paratiroid, hormon pertumbuhan, insulin dan calcitonin), hormon tiroid dan hormon steroid. Faktor lokal yang meregulasi remodeling tulang di antaranya adalah growth factor, sitokin dan prostaglandin.22 Pemberian suplemen hormon pertumbuhan diketahui dapat meningkatkan kecepatan pergerakan gigi pada tikus.28
Pada tahap awal, pergerakan gigi ortodonti selalu melibatkan respons inflamasi akut yang ditandai dengan dilatasi periodontal dan migrasi leukosit keluar dari kapiler. Migrasi sel ini menghasilkan berbagai sitokin, molekul sinyal biokimia, yang berinteraksi secara langsung ataupun tidak langsung dengan sel origin. Sitokin, bersama dengan molekul sinyal lokal atau sistemik lain, menimbulkan sintesis dan sekresi berbagai substan oleh sel target, termasuk prostaglandin, growth factor, dan sitokin.29
berikutnya. Fase inflamasi akut akan kembali terjadi pada saat dilakukan aktivasi piranti, bersamaan dengan fase inflamasi kronis yang sedang berlangsung. Fase inflamasi akut akan dirasakan pasien sebagai periode yang menyakitkan dan penurunan fungsi kunyah. Perubahan molekuler yang terjadi pada saat ini dapat diamati melalui cairan sulkus gingiva (CSG) dari gigi yang sedang bergerak. Peningkatan konsentrasi yang signifikan pada mediator inflamasi akan terjadi untuk sementara waktu.29
Metabolisme tulang merupakan suatu proses kompleks yang bergantung pada
interaksi antara RANK ligand (Receptor activator of nuclear faktor - κβ ligand), RANK (Receptor activator of nuclear faktor-κβ), dan osteoprotegrin (OPG). RANK
Gambar 2.4. Remodeling tulang secara fisiologis.Terlihat interaksi antara osteoklas dan osteoblas dengan OPG, RANK ligand, dan RANK.1 2.1.3 Kecepatan Pergerakan Gigi
Pergerakan gigi merupakan proses biologis yang kompleks. Proses ini sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Remodeling tulang secara signifikan akan mempengaruhi kecepatan pergerakan gigi.30 Dengan demikian, setiap faktor yang mempengaruhi remodeling tulang akan mempengaruhi kecepatan pergerakan gigi.
responsif bila dibandingkan dengan pasien remaja. Selain itu, pasien dewasa memiliki keterbatasan anatomis, misalnya ligamen periodontal akan menyempit seiring dengan peningkatan usia, yang juga menjelaskan mengapa pada pasien dewasa jaringan hialin akan lebih mudah terbentuk bila dibandingkan pasien yang lebih muda.31
Berdasarkan sudut pandang mekanis, kecepatan pergerakan gigi dipengaruhi oleh besar daya yang diberikan dan friksi yang terjadi antara braket dan archwire. Saat daya yang ringan dan terus menerus diaplikasikan pada gigi, maka dalam hitungan detik gigi akan bergerak dalam soketnya. Dalam hitungan jam, akan terjadi perubahan lingkungan kimia yang menghasilkan berbagai aktivitas seluler. Namun, bila daya yang besar diaplikasikan pada gigi, maka daerah nekrosis yang steril akan terbentuk pada sisi yang tertekan. Kemudian akan terbentuk daerah hialinisasi, dan dalam beberapa hari akan terjadi undermining resorption. Sehingga akan terjadi jeda selama beberapa hari sebelum akhirnya gigi bergerak. Bagaimanapun juga, Ren mengatakan bahwa definisi daya yang ringan maupun besar tidak sepenuhnya jelas dan pada prakteknya, klinisi akan tetap menggunakan daya yang besar pada praktek klinis. Dengan demikian, tetap diperlukan uji klinis untuk membuktikan daya ortodonti yang optimum dan hubungannya dengan kecepatan pergerakan gigi.33
2.2 Separator Ortodonti
pemasangan cincin. Separator tersedia dalam berbagai bentuk. Prinsip kerja semua jenis separator tersebut adalah sama, yaitu suatu alat untuk mendorong atau mendesak gigi yang didiamkan untuk beberapa waktu agar terjadi pergerakan awal gigi. Sehingga gigi tersebut sedikit terpisah dari gigi yang berdekatan pada saat janji temu untuk pemasangan cincin.23
Separator bekerja dengan mengaplikasikan tekanan di sekitar titik kontak dan mendorong permukaan proksimal gigi agar terpisah sehingga pemasangan cincin dapat dilakukan tanpa melukai jaringan periodontal dan puncak tulang alveolar. Separasi yang kurang baik akan menyebabkan kedudukan cincin yang tidak tepat. Separator yang baik haruslah mudah dimasukkan, menyebabkan rasa tidak nyaman yang minimal, memisahkan gigi dengan memadai, tidak hilang saat pengunyahan serta tetap berada di antara gigi sampai dilepaskan oleh klinisi, dan memiliki radiopasitas yang baik.33,11,12 Radiopasitas dari separator berguna untuk mendiagnosa secara radiologi apabila pasien datang dengan keadaan separator sudah tidak ada lagi.12
Gambar 2.5. Berbagai jenis separator.(A) Brass wire, (B) Kessling separator, (C) elastomer separator, dan (D) dumbbell separator.
Lama pemasangan separator bervariasi menurut beberapa penulis. Mitchell mengatakan bahwa separator dipasangkan dan dibiarkan selama 2-7 hari sebelum pemasangan cincin.34 Separator Kessling akan menghasilkan tempat yang memadai untuk pemasangan cincin dalam waktu 24 jam, sementara dengan menggunakan elastomer, separasi memerlukan waktu hingga 7 hari.35 Separator elastomer dalam waktu 12 jam, sudah menghasilkan ruangan yang sebesar 0,184±0,023 mm, yang berarti sudah cukup besar untuk dapat dilakukan pemasangan cincin karena ketebalan rata-rata cincin adalah 0,16mm.13 Malagan dkk mengatakan bahwa dumbbell separator merupakan yang paling cepat menghasilkan ruangan. Ruangan yang cukup untuk pemasangan cincin didapat 24 jam setelah separator dipasangkan. Sedangkan
A B
elastomer separator memerlukan waktu 48 jam untuk mendapatkan ruangan yang cukup untuk memasang cincin. Ruangan yang dihasilkan melalui pemasangan separator dapat diukur dengan menggunakan leaf gauge.11
2.3. Transforming Growth Factorβ (TGF-β)
Transforming growth factor β (TGF-β) pertama kali diidentifikasi sebagai protein yang disekresikan oleh sel sarkoma yang mendorong sel ginjal tikus untuk bertumbuh. Protein ini dinamakan demikian karena kemampuannya untuk mendorong karakteristik sel transform atau sel tumor pada sel normal. Kemudian, TGF-β ditemukan menghambat pertumbuhan sel epitel dan meregulasi berbagai fungsi seluler yang berkaitan dengan transformasi seluler.36
TGF-β superfamilia meliputi tiga isoform TGF-β, activin dan inhibin, Growth and differentiation factors (GDF), dan Bone Morphogenetic Proteins (BMP).TGF-β
mengontrol sebagian besar proses seluler, termasuk proliferasi, diferensiasi, produksi matriks ekstra seluler, motalitas, dan kelangsungan hidup sel. Fungsi ini diterjemahkan melalui fungsi jaringan seperti embryogenesis. Pada manusia dewasa, proses ini dicapai melalui keseimbangan antara proliferasi dan diferensiasi. Bila keseimbangan ini terganggu, maka jalur TGF-β akan mengalami malfungsi sehingga
terjadi gangguan sistem imun, fibrosis, dan metastasis kanker. 37
Quinn dkk mengatakan bahwa ada dua cara kerja TGF-β pada pembentukan
mempengaruhi respons osteoklastogenik dari populasi prekursor hematopoetik itu
sendiri.38 Hormon pertumbuhan diketahui meningkatkan jumlah TGF-β1 baik pada
jalur direk ataupun indirek. Pada individu penderita akromegali dengan kadar hormon pertumbuhan yang lebih tinggi akibat tumor pituitari, kadar TGF-β1 ditemukan lebih
tinggi dibanding kelompok kontrol. Efek eksogen hormon pertumbuhan pada percobaan in vitro menunjukkan terjadi peningkatan ekspresi pada mRNA dan protein TGF-β1. Pada hewan coba, suplemen hormon pertumbuhan meningkatkan
kecepatan pergerakan gigi secara ortodonti dibandingkan kelompok kontrol.28
Penelitian in vivo pertama mengenai kadar growth factor dalam pergerakan gigi secara ortodonti dilakukan oleh Uematsu dkk yang melihat kadar TGF-β1 pada
sisi yang tertekan saat dilakukan retraksi kaninus ke distal. Hasilnya adalah bahwa kadar TGF-β1 paling tinggi pada 24 jam pertama, kemudian menurun dengan cepat
pada 168 jam setelah pemberian tekanan mekanis.16
Hasil penelitian Uematsu dkk ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Barbieri dkk.15,16 Penelitian Barbieri dkk juga mendapati kadar TGF-β1 pada sisi
yang tertekan meningkat dibandingkan dengan kelompok kontrol.15 Dengan demikian, Uematsu dkk dan Barbieri dkk menyimpulkan bahwa TGF-β1
menginduksi proses resorpsi tulang.15,16 Percobaan Tang dkk secara in vitro dan in vivo menunjukkan bahwa TGF-β1 yang aktif akan dilepaskan selama resorpsi tulang
2.4.1TGF-β2
TGF-β memiliki tiga isoform, yaitu TGF-β1, TGF-β2, dan TGF-β3 yang
dihasilkan oleh proses splicing yang berbeda. TGF-β1 merupakan bentuk yang paling
banyak terdapat dalam tulang, dan paling banyak diteliti menyangkut remodeling dan perkembangan tulang. TGF-β1 memiliki peran spesifik dalam meregulasi remodeling
tulang dengan menghubungkan resorpsi dan aposisi tulang. Selama masa perkembangan, TGF-β1 dan TGF-β3 lebih dulu terlihat selama terjadinya
morfogenesis, sedangkan TGF-β2 terlihat setelahnya, yaitu pada saat terjadinya
diferensiasi epitel.3
TGF-β2 merupakan growth factor multifungsi yang berperan dalam
mengontrol berbagai fungsi biologis. Li dkk menyatakan bahwa TGF-β2 mungkin
berperan dalam tahap inisiasi gigi, morfogenesis epitel, pembentukan matriks dentin,
dan diferensiasi ameloblas.40 Sementara menurut Buss dkk, TGF-β2 akan membantu
proses perbaikan sel yang mengalami luka.41 Kapetanakis dkk menemukan bahwa kadar β2 meningkat pada pasien dengan osteoarthritis. Peningkatan kadar
TGF-β2 juga berhubungan dengan tingkat keparahan osteoarthritis.42
Pada tikus transgenik yang menunjukkan ekspresi berlebih dari TGF-β, terjadi
perubahan pada keseimbangan antara pembentukan dan resorpsi tulang dan akan menyebabkan terjadinya perubahan pada tulang trabekular. Selain itu, ekspresi berlebih dari TGF-β2 ditemukan menyebabkan peningkatan pembentukan matriks
lebih disebabkan karena respons homeostatis terhadap peningkatan resorpsi tulang yang disebabkan oleh TGF-β.20
Selain itu, Erlebacher dkk menemukan bahwa ekspresi berlebih dari TGF-β2 pada tikus transgenik akan mengakibatkan kehilangan
massa tulang yang berlebihan seperti pada keadaan osteoporosis.43
Filvaroff dkk pada percobaannya terhadap tikus transgenik menemukan hasil yang berbeda dengan Erlebacher dkk yaitu bahwa bila terdapat hambatan reseptor TGF-β2 pada osteoblas, akan mendorong terjadinya penurunan remodeling tulang
dan peningkatan kekuatan dan massa tulang trabekular.44,20
Dong dkk menemukan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara konsentrasi TGF-β2 dengan karakteristik mekanis dari tulang cancellous yang
menunjukkan bahwa TGF-β2 merupakan faktor penting yang mempengaruhi massa
dan kekuatan tulang. Hasil yang cukup penting dari penelitian ini adalah bahwa massa tulang dan kandungan TGF-β2 memiliki korelasi negatif, sehingga pada tikus
dengan konsentrasi TGF-β2 yang lebih tinggi akan diikuti dengan kehilangan massa
tulang secara progresif.21
Peranan TGF-β, khususnya TGF-β2 dalam regulasi tulang belum sepenuhnya
jelas. Menurut Nishimura masih tetap belum diketahui apakah TGF-β2 juga
menunjukkan aktivitas yang sama dengan TGF-β1 pada stem sel sumsum tulang.45
2.4.2 Aktivasi TGF-β
TGF-β dan famili Bone Morphogenetic Protein (BMP). Proses untuk berikatan dengan ligan akan menginduksi pembentukan kompleks quartener dari reseptor transmembran serin threinin kinase. Reseptor ini terbagi menjadi tipe I (ALK1-7) dan tipe II (ACVR-IIA, ACVR-IIB, BMPR-II, AMHR-II dan TGF-βR-II). Transducer intraseluler pada jalur aktivasi ini adalah protein SMAD. SMAD terbagi menjadi subgrup spesifik : reseptor-regulasi (R-SMADs), co-SMAD, dan SMADs Inhibitor. Pada saat berikatan dengan ligand, reseptor tipe II akan memfosforilasi dan mengaktivasi reseptor tipe I. Reseptor tipe I yang telah teraktivasi akan memfosforilasi R-SMADs pada terminal-C. Reseptor tipe I yang telah teraktivasi akan memfosforilasi pembentukan kompleks R-SMAD dengan SMAD4 dan translokasi nukleus, yang kemudian bersama dengan kofaktor nukleus akan mengikat DNA dan meregulasi transkripsi. Secara umum, reseptor TGF-β akan diaktivasi melalui SMAD 2 dan 3, sementara BMP akan diaktivasi melalui SMAD 1, 5, dan 8.37 Gambaran skematik mengenai aktivasi TGF-β terdapat pada Gambar 2.6.
2.5 ELISA47
ELISA atau enzym-linked immunosorbent assay adalah metode yang paling sering digunakan untuk mengukur konsentrasi molekul tertentu seperti misalnya hormon di dalam suatu cairan seperti serum atau urin. ELISA adalah uji serologis yang umum digunakan diberbagai laboratorium imunologi karena memiliki beberapa keunggulan seperti teknik pengerjaan yang relatif sederhana, ekonomis, dan memiliki sensitivitas tinggi.
Prinsip dasar ELISA adalah menggunakan enzim untuk berikatan dengan antigen dan antibodi. Enzim akan mengubah substrat yang tidak berwarna menjadi produk berwarna, yang menandakan adanya ikatan antigen:antibodi. Jumlah antibodi yang berikatan dengan antigen sebanding dengan antigen yang terlihat dan ditetapkan melalui spektrofotometri (Gambar 2.7).
Secara sederhana, uji ELISA terbagi atas 3 metode dasar, yaitu direct ELISA, indirect ELISA, dan terakhir sandwich ELISA, yang kesemuanya disebut uji
Gambar 2.7. Gambaran cara kerja ELISA secara skematik. (i) Antigen ditambahkan pada fasa padat dan akan berikatan dengan antibodi yang melapisi sumur secara pasif selama inkubasi. (ii) Setelah inkubasi, antigen lain yang tidak berikatan akan terbuang melalui proses pembilasan. (iii) Antibodi spesifik yang telah berikatan dengan antigen kemudian akan ditambahkan konjugat dan diinkubasi. (iv) Konjugat akan berikatan dengan ikatan antigen dan antibodi. Konjugat yang tidak berikatan akan dibuang melalui proses pembilasan. (v) Ditambahkan larutan substrat dan enzim akan mempercepat reaksi untuk memberikan warna pada produk. Rekasi kemudian dihentikan dengan menggunakan stop solution dan warna dilihat dengan menggunakan spektrofotometer.45
2.5 Kerangka Teori
Daya yang diaplikasikan pada gigi
Ligamen periodontal mengalami tekanan dan tarikan
Proses remodeling yang diawali oleh proses inflamasi Regulator remodeling tulang : PTH,
hormon tiroid, estrogen, vitamin D
Perubahan seluler
OPG Growth Factor RANKL
osteoblas osteoklas
Perubahan molekuler
Resorpsi
Formasi PDGF, TGF, IGF, CTGF, FGF
2.6 Kerangka Konsep
2.7 Hipotesis
1. Terdapat perbedaan kadar TGF-β2 setelah dilakukan pemberian daya ortodonti dibandingkan sebelum dilakukan pemberian daya.
2. Kadar TGF-β2 setelah dilakukan pemberian daya lebih tinggi bila dibandingkan sebelum dilakukan pemberian daya.
3. Peningkatan kadar TGF-β2 tidak berhubungan dengan pergerakan gigi akibat pemasangan separator.
Daya ortodonti dari karet separator yang dipasangkan pada kontak proksimal premolar kedua dan molar pertama
Ligamen periodontal mengalami tekanan dan tarikan
Proses inflamasi yang dimediasi oleh mediator inflamasi
0, 48 jam, dan 72 jam
Perubahan molekuler Perubahan seluler
osteoblas osteoklas TGF-β2
Pergerakan gigi
Leaf gauge Besar ruangan yang dihasilkan antara premolar