• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRANSKRIP WAWANCARA

Dalam dokumen DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA (Halaman 33-125)

Informan 2

Nama : Marlinna Tjeuw

Jabatan : Manager KPMG Indonesia Waktu Wawancara : 22 Mei 2021

Devina:

Halo, ci Marlinna! Marlinna:

Hi, Dev! Devina:

Pertama-tama, perkenalkan namaku Devina Aprilia, mahasiswa tingkat akhir Universitas Multimedia Nusantara yang sekarang sedang menjalani skripsi. Dan kemudian aku mau berterima kasih juga kepada ci Marlinna yang telah menyempatkan dirinya untuk menjadi informanku. Terima kasih, ci, apalagi di waktu weekend disempetin, thank you banget. E… sore ini kita akan ngobrol-ngobrol aja tentang akun Instagram @lifeattelkomsel. Kita langsung mulai aja, ya, ci. Boleh dikenalin dulu, siapa itu ci Marlinna dan kesibukan apa yang sedang dijalani?

Marlinna:

Oke. Nama gue Marlinna, nama saya Marlinna, e… saat ini I work at KPMG Indonesia sebagai consultant, specifically di risk consulting/forensic. Uhm, ya, apa yang bikin sibuk? Setiap hari sibuk, di KPMG, apalagi consulting, kita gak ada ups and downs, gak ada seasonal, jadi e… saat ini masih pegang beberapa project uhm… project

forensic. Apa itu forensic? Forensic itu sebenernya kita ada e… seperti kalau kamu

lihat KPK kali, ya, tapi ini what we do in specification, we do corruption review, we do

data analytics, compliance review, in terms of corruption, dan sebagainya. Basically, focus kita biasanya kayak ehm… mencari fraud, kalau ada kecurangan, misalnya kamu

liat dalam news, ‘oh ada perusahaan tertentu yang karyawannya ternyata ngambil barangnya atau uangnya senilai sekian sekian sekian. Dan di situ kita biasanya review, gimana, sih, dia ngambilnya? Siapa yang ngambil? Siapa yang suruh ambil? Berapa total yang diambil? Gimana cara dia ambil? Reviewnya lebih ke arah accounting, that’s

my daily job, basically. In my team I have in total ada 19 orang, termasuk gue, gue

manajernya, ehm… di atas gue ada Senior Manager, ada Director, ada Partner, di bawah gue ada Assistant Manager, ya.. selama delapan tahun pekerjaan gue masih sama, jadi ya, gitu aja.

Devina:

Berarti jadi kayak polisi tapi buat duit, gitu, ya, ci? Marlinna:

Hahaha… ehm.. iya, lebih ngeliat ke… apakah ada kecurangan kali ya, yang dilakukan oleh karyawan atau non karyawan juga bisa, gitu. Kita cari tahu, siapa, sih, yang gitu.. ya, motif dia ambil tuh apa? Cara dia ngambil tuh, gimana? Kayak gitu-gitu.

Devina:

Kalo misalnya kayak gitu, ci. Kan cici sudah bekerja delapan tahun, apakah cici udah merasa settled atau mungkin ada niat pindah ke industri lain, yang mungkin secara pekerjaan masih sama, tapi secara industri berbeda. Let’s say cici sekarang di bagian

consultant, consulting company, kalau misal pindah misal ke industri telekomunikasi doing the same thing, apakah cici bersedia? Atau mungkin memang lagi mengarah ke

sana? Marlinna:

Oke. E… it’s very common especially untuk consultant ya, kadang kita di tengah-tengah level, gitu, misalnya Assistant Manager atau Manager, atau misalnya udah

mature, levelnya sudah Director, kita pindah ke industri. E… yang tadi Devina bilang,

itu biasanya kita sebut move to industry, karena kita lebih ke consulting world. E… kalau ditanya gua pribadi, uhm… saat ini gua masih belajar, sih. Aku suka bilang kalau aku masih di tahap banyak sekali hal-hal baru yang dipelajari. Kalau di consulting, hidupnya lebih cepet. Project to project, belum tentu satu project itu sama dan industrinya bisa beda-beda. Bisa telekomunikasi, bisa pharmaceutical, bisa insurance, bisa manufacturing, bisa mining. Sedangkan, kalau kamu pindah ke industri, misalnya contoh aku pindah ke Telkomsel, gitu. Aku akan fokus di industri telekomunikasi,

specifically misalnya kalau untuk pekerjaan aku, yang lebih cocok mungkin e… fraud division atau internal audit division atau compliance division. Kalau ditanya aku ada

rencana atau nggak, belum kepikiran sampai sekarang, interested… yes. Karena aku tetep ngelihat, ya, di luar sana seperti apa, sih, e… industrinya berkembang seperti apa, karena e… satu, bisa jadi liat perkembangan di industri lain itu berguna untuk aku outlook sebagai consultant, aku jadi harus ahead of them. Kedua, aku nggak bisa menutup kemungkinan nanti ada yang approach, misalnya. Kalaupun aku nggak

actively seeking, misalnya ada yang approach, ‘tertarik gak, nih, Marlinna?’ bisa aja

kayak gitu, kan. In which kita lihat dulu, seperti apa sih, profil kliennya dan sebagainya. Jadi in short, tertarik apa nggak, ehm… saat ini untuk me-monitor, yes untuk melihat apa aja perkembangannya seperti apa, pergeseran seperti apa di industri secara garis besar. Cuma kalau apply, actively applying, e… mungkin belum ya, saat ini.

Devina:

Oke. Jadi, kalau misalnya nyari, gitu, nggak ya, ci? Tapi kalau ada yang approach, kenapa nggak, perlu diliat dulu, kan apa aja requirements-nya, kalau misal cocok, kenapa nggak, gitu ya, ci?

Marlinna: Iya. Devina:

Kalau misalnya sekarang, ya, ada aja perbedaan, mungkin secara cici yang udah lebih

mature, gitu, punya pengalaman kerja yang lebih banyak dari aku, e… mungkin bisa

jadi ada perbedaan cara kita apply dalam pekerjaan, gitu, ci. Marlinna:

Betul, betul. Pasti ada perbedaannya. Devina:

Cici tadi sempet singgung juga, ‘nggak mau menutup kemungkinan untuk di-approach atau ada yang approach’, gitu. Nah, apakah nantinya cici untuk cari pekerjaan itu e… maksudnya di umur yang sekarang ini atau level yang sekarang sebagai Manager, itu tuh kayak cici yang nyari actively atau memang ada headhunter yang secara spesifik minta cici untuk ke perusahaan lain?

Marlinna:

E…. bisa dua arah, ya, Dev, menurutku saat ini di level aku. I might say level aku bukan yang tinggi banget, bukan sesuatu yang headhunter perlu cari, sih. Tapi, to be honest, kalo dari LinkedIn itu lumayan banyak dari headhunter, ya. Kalau aku sih sebenernya gini, e… in terms of pindah kerjaan, misalnya atau mau melihat pekerjaan lain, sebetulnya buat akua da dua faktor utama: push and pull factor. Ehm… kalau misalnya diliat sekarang dari sisi aku, nih, ya. Aku belum ada push factornya nih, dari kantor aku sekarang. I feel comfortable, I don’t feel any specific issue, jadi lebih ke arah pull

factor nunggunya. Nah pull factor berarti apa yang menarik atau apa yang menarik gua,

gitu, kan. E… bisa jadi dari headhunter. Itu banyak. E…. walaupun level gua kalau menurutku masih belum begitu tinggi, masih di tengah, nih, managerial tapi di tengah. Ehm… cukup ada sih, cukup banyak headhunter yang mencari, untuk level-level yang mencari, tergantung ya industrinya yang cukup tinggi.

Biasanya yang kita expect dari consulting ke industri agak ada kenaikan level, tuh, disitu. Kalo aku liat dari beberapa temen aku, lingkungan aku, kalau misalnya ada push factor itu, misalnya kayak capek lah, nggak cocok lah sama kerjaan yang sekarang, nggak suka, nggak suka lingkungannya, ada problem di tempat kerjanya, pasti yang kedua tadi, yaitu cari-cari sendiri itu pasti e… berperan lebih banyak daripada dicari. Jadi dia bakal mungkin biasanya e…. kalo yang terus nyari udah pasti biasanya dari koneksi ya, cari dari temen-temen, dari e…. kedua dari social media, sih, zaman

sekarang. E… si LinkedIn atau ada platform-platform lainnya yang mungkin bisa mendukung itu. Mungkin kalau social media like Instagram, at this point of time e… mungkin bukan apa ya, bukan sesuatu yang kayak…. karena kan kalau di social media kayak Instagram itu nggak terlalu nulisin ya ‘I am seeking for this kind of job’, nggak kayak gitu, kan. Tapi kalau di Instagram lebih ke arah dia e…. awareness. Raising

awareness, e…. ini gua menarik loh. Menambah pull factor company gua, di company

gua ada banyak anak-anak yang keren, banyak pekerjaan yang keren, work and life

balance, lalala… that kind of apa ya… window dressing. Oh oke, mungkin bukan window dressing, lah, ya. Kayak seperti me..,me…promote tempat kerja mereka, company mereka, company culture mereka seperti apa, yang mungkin fun gitu ya jadi

keliatannya, tergantung e… point of view company-nya mau ke arah mana. Jadi, untuk menjawab pertanyaan Devina, yes. E… lebih dicari headhunter selama ini, kalau ga ada push factor.

Devina:

Oke, oke, oke. Berarti kayak Instagram, social media, udah mulai menambah sisi kita untuk nyari, ya, kalau misalnya ada push factornya, gitu, ya, ci. Kalau misalnya untuk

pull factor, Instagram belum tentu, gitu, ya.

Marlinna:

Uh-huh. Jadi, kayak mungkin nambah apa sih… e… misalnya ‘eh kayaknya seru ya kerja di Google!’ gitu. ‘Soalnya nyantai banget, kayaknya company culturenya nyantai’ gitu. ‘Oh mereka tuh kasih PS, punya gaming room’, misalnya begitu. E… itu kan sesuatu yang kita tau dari social media, Instagram, not really much on LinkedIn,

right? In LinkedIn you want to see Google say ‘I am looking for your technician

tadadada…’ di bawahnya benefit gua ada gaming room. Lu liat itu lebih liat itu di social

media, maybe like Instagram. People like bragging, ‘This is Google. This is Google’s office, tadada…’ gitu sih, lebih nambah kayak…e… paham. ‘Gua sebenernya mau

kerja di lingkungan yang seperti apa?’ ada orang yang pengen kerja di Google yang nyantai, pake jeans, sneakers, doesn’t matter. Ada juga orang yang fancy kerja di tempat yang rapi, formal keren banget, kayak orang ke kantor gimana, sih, pake suit, tadada, mainly you want to look at that, rather than Google.

Jadi, secara applicant, jadi tau nih, aku pengen kerjanya kayak gimana sih? Aku tuh sukanya kayak gimana sih? Aku sukanya back end atau front end? Tapi kan kalau misalnya LinkedIn atau headhunter sekalipun, jelasin ke lu gamungkin jelasin about

the culture, lo harus cari sendiri. Cari-cari sendiri itu kan dari social media, gitu. Nah,

misalnya accountant. Oh, accountant. Mungkin di Instagram suka ada cerita-ceritanya, dia akan ceritain ‘oh gua kerjanya sama ini, ini, ini. Kerjaan gue setiap hari seperti A, B, C.’ jadi kelihatan, nih, is this client facing job, or is it back-office job? Kayak ada beberapa orang yang ade gua, misalnya, anaknya lebih diem, gitu. Dia gak suka client

facing, gamungkin suka. Nah, dia tau darimana pekerjaan itu client facing atau nggak?

memberikan ideas, apalagi untuk anak-anak baru lulus, gitu. Sebenernya pekerjaannya seperti apa, client facing kah atau back office kah? Apakah gue tipikal yang suka ngobrol sama orang? Kalau gue sudah jelas suka ngobrol sama orang, I like client

facing job. Kayaknya gue ga akan mau apply nih untuk pekerjaan yang bener-bener accountant, yang bener-bener di kantor, nggak ketemu klien, kerjaan quite the same,

stabil, repeating, itu aku nggak bisa. Nah, yang kayak gitu-gitu biasanya lo tau

research, dari Instagram, sekarang lebih mudah, ya.

Devina:

Bener, sih. Ci Lina tadi udah sempet mention juga, kalau misalnya akun-akun ‘life at’ ini biar keliatan seberapa… bagaimana perusahaan ingin dilihat sama orang lain, gitu, ya, ci. Kalau tadi cici bilang, kasih idea untuk anak-anak baru lulus, gimana buat orang-orang buat yang udah selevel sama cici, gitu? Apakah ini menjadi suatu hal yang dipertimbangkan juga sama mereka, atau mereka suka melihat, gitu, kalau misalnya mereka ingin berniat pindah, atau sekadar ya mungkin lewat aja gitu di Instagram? Marlina:

Kalau mereka ingin pindah, mungkin mereka akan kepo-kepo, ya. Maksudnya, kayak bakal ngeliatin, siapa sih, company-nya? Karena kan kalau misalnya aku dari

consulting, mungkin ada lebih benefit, ya, Dev. Jadi, karena aku memang exposed into different kind of industry, different kind of companies, jadi, kira-kira kita udah tau…

misalnya aku udah pernah pegang klien BUMN, swasta, e… pernah pegang bank, tapi pernah juga pegang mining, pernah tapi juga telco kebetulan, ya, pharmaceutical,

jeans, perusahaan retail, itu aku juga pernah. Jadi waktu aku ketemu klien, aku sudah

bisa profiling nih. Oh, iya, company-nya seperti ini, company-nya orang-orangnya seperti ini. Ada yang misalnya retail companies, mereka orangnya santai banget, orangnya seru-seru, lebih…. E… walaupun nggak muda-muda banget, misalnya kan level Head, gamungkin muda, ya. Tapi mereka maksudnya lebih santai, casual work, kantornya lebih open space tadada, tapi kalau misalnya kita ke company-nya kayak

insurance atau bank, orang-orangnya kebayang kan ya bedanya sama orang kayak baju

gitu, pasti beda. Lebih formal, lebih berwibawa, lebih kayak rapi, vibesnya beda. Tapi kan yang dapet benefit untuk exposure seperti ini ga bayak. Misalnya, teman-teman aku yang kerjanya bukan di consulting, belum tentu mereka tau. Apa sih kerjanya di startup tech companies, atau kerjanya di bank seperti apa? Yang dia tau ya pekerjaannya dia, karena dia kan mungkin yang tadi aku bilang, nggak client facing. Sekalipun client facing, belum tentu dapat exposure yang banyak. Then, tau dari mana aku cocok atau nggak? Karena kan misalnya di tempat lama sudah nyaman, let’s say. Ini kita assume nggak ada push factor. Tempat kerja lama udah enak, kenapa aku harus pindah? Apakah sebenernya increment gaji worth it dengan culture-nya? Kalau dia nggak paham, misalnya orangnya sangat introvert, anaknya e… suka yang introvert, keren, rapi, terus pindahnya ke company yang kayak misalnya start-up tech, Gojek, gitu deh, ya misalnya yang udah major, bahkan bukan start-up lagi, yang santai, atau Google yang lebih santai, bisa jadi sikap. Nanti pas pindah sana malah kaget dan tidak terbiasa, karena tipenya beda banget.

Jenis pekerjaannya beda, ya, nggak kebayang. Sekarang kan titel pekerjaan itu aneh-aneh. Bukan jelek, ya, kadang namanya itu nggak spesifik atau terlalu fancy. Ini apa, sih, sebenernya, pekerjaannya? Job desc harus ngapain aja? Mungkin hal-hal seperti itu yang bisa ditemuin atau misalnya bisa search meanwhile kita scroll, atau mungkin orang-orang kayak aku, itu misalnya liat di Instagram ada posting tentang pekerjaan apa, ‘ih ternyata ada ya that kind of job! Seru banget!’ ternyata, ada nih pekerjaan yang jenis-jenis tertentu yang sebenernya aku nggak tau. Itu juga helpful, sih. Jadi kita tau di luar sana ada pekerjaan apa aja. Ada e… kesempatan apa aja, nih. Misalnya dulu

accountant cuma bisanya jadi orang accounting, oh sekarang kerjaannya beda-beda.

Ada yang kayak…. forensic pun butuh accounting, forensic accounting, gitu. E… for

me, I am sure ga banyak anak-anak yang tau ada jenis pekerjaan namanya forensic accounting. Karena apa? Nggak ada awarenessnya. Siapa yang akan share awarenessnya tentang pekerjaan forensic di accounting? Oh mungkin ke depannya

KPMG mau bikin, gitu, ya. Oh, ini loh, ada loh, divisi yang namanya forensic. Ada loh,

accounting itu sangat dibutuhkan di forensic. Itu kan awareness yang orang nggak tau.

Saat ini… dulu KPMG saat belum COVID, itu suka dapet tamu dari anak-anak

university, gitu. Mereka lah yang suka milih-milih, nih, kayak service line kita, pengen

tau ada apa aja. Itu kan sebenernya bentuk awareness ya, untuk ngajarin juga ke anak-anak bahwa ada jenis pekerjaan itu. Jangan salah kita juga suka interview orang-orang yang kerjanya sudah lebih lama. Misalnya udah very experienced like 3-5 years, misalnya. Kita interview untuk jadi bagian dari tim forensic accounting. Bisa jadi orangnya nggak tau forensic accounting itu apa, tapi kita tau, knowledge mereka

transferable. Kadang kalau aku interview anak-anak kantor pun malah ada yang experienced tapi nggak begitu paham forensic itu kerjanya ngapain aja, sih. Nah, itukan

artinya mereka kurang awareness juga, ya. E… memang jenis pekerjaan aku agak

niche, di mana perusahaan lain belum tentu ada offer forensic accounting ini. E… jadi, in short, iya berguna, kadang, nggak cuma anak baru, tapi juga untuk orang yang experienced, supaya dia tahu gimana skills gue sebenernya transferable ke mana aja,

sih? Bisa ke-translate di mana aja, gitu. Devina:

Then again, menyocokkan gitu, ya. Kayak apakah cocok untuk perusahaan yang seperti

itu? Jangan-jangan udah apply gataunya nggak cocok budayanya, mungkin liat dulu di media sosial, kalo udah sesuai, kenapa ga coba daftar gitu yaa.

Marlinna: Betul.

Devina:

Secara personal, cici seberapa sering mengakses Intagram? Dan biasanya digunakan untuk apa?

Sering. Sering banget, karena Instagram itu cepet kalau untuk cuma kayak have a little

bit of distractions or informations. Kadang buka Instagram untuk tau update news, suka

banget, soalnya cepet. Aku anaknya visual jadi aku lebih suka liat Instagram tuh lebih apa ya, kadang, gambar-gambarnya pun informatif, jadi aku suka. E… Instagram juga buat window shopping, online shopping gitu. E… kadang juga dapet inspiration, misalnya quote, God words, bible quotes, what else… e… kadang untuk misalnya kepoin others, bisa jadi. Karena pekerjaanku di forensic, kadang aku bisa… selain LinkedIn juga sangat berguna kayak aku mau meeting sama siapa, e… nggaklah, kalau

meeting sih nggak. Kalau misalnya aku ada engagement yang memerlukan untuk cek

Instagram lalala, aku juga bisa buka Instagram untuk cek info tentang orang. E…. bisa juga untuk ngeliat what’s happening out there, itu penting sih. Karena kan pekerjaanku juga, yang tadi aku bilang, risk industry, kita juga pengen tau what’s happening kayak e…. tipe-tipe klien seperti apa, gitu sih, biasanya. Kalau di Instagram biasanya mostly begitu, lebih nyantai lah, cerita, liat pekerjaan orang lain kayak gimana, kadang banyak sih yang kayak gitu. Apalagi ya, udah sih, kayaknya begitu. Menjawab gak?

Devina:

Menjawab, sih. Gapapa ci, nggak ada yang bener dan salah kok. Ehm… kalau misalnya kayak di Instagram, tau lah banyak carousel post, gitu. Apakah cici pernah baca? Secara spesifik baca tentang konten-konten yang ngasih tips dalam bekerja, tips yang informatif dan edukatif, suka baca gak, ci?

Marlinna:

Yang informatif dan edukatif, e…. kalau itu ada sih follow beberapa. Ada juga yang

news, politics, finance, companies juga ada.

Devina:

Ehm… how do you see those type of contents, gitu? Gimana cici bacanya, apakah merasa enjoy bgt nih bacanya yang sampe bisa binge on that content terus-menerus atau gimana?

Marlinna:

Gimana ya, kalau misalnya kayak akun-akun seperti apa nih? Kalau akun-akun ‘Life at’ gitu? Kalau yang kayak gitu, depending, Dev, depends on what is my motive to

follow that company, apakah company itu menarik untuk gua follow as in apakah aku

punya personal interest towards that company? E… apalagi ya. Kayaknya sih aku akan follow kalau misalnya selain di tempat aku kerja, misalnya ya, untuk company lain, itu aku akan follow kalau it’s inspiring, informatif, nggak melulu menceritakan tentang perusahaannya, karena e… let’s be real, lo ga akan punya satu juta followers yang satu jutanya interested banget untuk e… knows the company inside and out. At some point, cerita itu akan habis, dan what keeps people engaged to your social media might not

be always the story of your company. Bisa jadi karena, ok, misalnya kayak KPMG juga

belum bikin ‘Life at’, cuma kalau misalnya KPMG bikin ‘Life at’, I don’t want my KPMG portal, Instagram cuma ngomongin KPMG kayak gimana officenya, kayak

gitu-gitu doang. Tapi juga misalnya sesuatu, contoh service lainnya. Forensic, forensic itu apa. Kemudian ada informasi lain tentang review buku, review movie, review tempat liburan, atau whatever yang masih relate sama company culture, misalnya. E… misalnya di company kita dulu ada movie night every year, gitu. Nah, misalnya lagi ngomongin ‘what movie yang paling lo tunggu-tunggu tahun ini?’ atau misalnya ‘eh, tahun kemarin, what movie yang menurut lo the best movie?’ kemudian slide

Dalam dokumen DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA (Halaman 33-125)

Dokumen terkait