• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4 Rata-rata konsentrasi klorofil-a dan transparansi perairan tahun 2004-2009 dari model 2004-2009 dari model

4.4.3 Transparansi perairan Teluk Jakarta musim hujan

Pada musim hujan, penutupan awan pada umumnya lebih tinggi dari pada musim kemarau. Gambar 25 menunjukkan distribusi perairan pada musim hujan mulai tahun 2004-2009. Pada seluruh citra terdapat tutupan awan namun tidak terlalu mengganggu visualisasi transparansi di Teluk Jakarta. Transparansi perairan Teluk Jakarta pada musim hujan dari tahun 2004 sampai 2009 sangat bervariasi. Namun tutupan awan terutama pada tahun 2009 menyebabkan kurang baiknya distribusi transparansi yang dibuat. Pada tahun 2004, perairan yang paling keruh dengan nilai transparansi kurang dari 3 m terdapat pesisir pada bagian barat, tengah dan timur Teluk Jakarta. Perairan yang masih layak untuk kegiatan

perikanan (> 3 m) masih sangat luas, meliputi wilayah perairan yang diwakili oleh warna kuning, hijau, dan biru.

Gambar 25. Transparansi perairan rata-rata musim hujan tahun 2004-2009

Pada tahun 2005, nilai transparansi perairan Teluk Jakarta menurun drastis yang diwakili dengan warna merah, di mana transparansi seluruh perairan Teluk Jakarta sangat rendah dan tak baik untuk kegiatan perikanan. Jika dibandingkan dengan rata-rata musim kemarau tahun 2005 yang juga memiliki rata-rata transparansi Teluk Jakarta rendah, maka pada musim hujan rata-rata nilai

transparansi jauh lebih rendah, ditandai dengan semakin luasnya perairan yang diwakili oleh warna merah (kisaran transparansi 0-3 m).

Pada tahun 2006, terlihat bahwa transparansi perairan relatif bertambah dan wilayah yang masih baik untuk kegiatan perikanan masih luas. Perairan dengan transparansi sangat rendah berada pada pesisir dekat muara sungai-sungai besar seperti Sungai Cisadane, Sungai Citarum, dan Sungai Cikarang. Transparansi perairan rata-rata tahun 2007 tidak jauh berbeda dengan tahun 2006. Untuk tahun 2006 dan 2007 ini, transparansi perairan rata-rata terendah terdapat di bagian timur Teluk Jakarta. Untuk tahun 2008, transparansi perairan yang paling rendah juga terdapat pada bagian timur Teluk Jakarta. Transparansi perairan cenderung turun dari tahun-tahun sebelumnya namun luasan wilayah yang sesuai untuk kegiatan perikanan berdasarkan Kantor MNKLH (1988) masih luas.

Pada citra tahun 2009 terdapat tutupan awan tipis di Teluk Jakarta sehingga visualisasi transparansi perairan tidak terlihat secara jelas. Dari Gambar 25 terlihat bahwa transparansi perairan rata-rata Teluk Jakarta musim hujan cukup tinggi. Hal ini bertentangan dengan hasil yang diperoleh pada musim kemarau di mana seluruh wilayah Teluk Jakarta memiliki transparansi yang sangat rendah antara 0-3 m saja.

Wilayah perairan yang baik untuk pertumbuhan koral menurut Kantor MNKLH (1988) adalah lebih dari 5 m. Pada Gambar 25 di atas, wilayah yang masih layak untuk pertumbuhan koral diwakili oleh warna hijau dan biru. Tahun 2004, wilayah yang baik untuk pertumbuhan koral ini masih sangat luas meliputi sebagian Teluk Jakarta sampai ke perairan dekat Kepulauan Seribu. Pada tahun 2005, seluruh wilayah perairan Teluk Jakarta sudah tidak layak untuk

pertumbuhan koral karena kisaran transparansi perairan yang sangat rendah antara 0-3 m. Pada tahun 2006, luas wilayah yang masih layak untuk pertumbuhan koral meningkat bahkan lebih luas dari tahun 2004, namun luasan ini semakin

berkurang di tahun 2007 dan 2008.

Luasan wilayah untuk kegiatan pariwisata berdasarkan Gambar 25 di atas mengalami peningkatan. Pada perairan Teluk Jakarta Hal ini juga bertolak belakang dengan hasil pada Gambar 24 yakni rata-rata transparansi pada musim kemarau di mana setiap tahun luasan yang sesuai nilai ambang batas yang

diberikan oleh Kantor MNKLH (1988) memiliki kecenderungan untuk menurun.

4.5 Konsentrasi klorofil-a perairan Teluk Jakarta tahun 2004-2009 Secara umum, penyebaran klorofil-a pada pemetaan distribusi klorofil-a musim ini cukup baik, yakni konsentrasi klorofil-a yang tinggi di daerah pesisir dan semakin berkurang di laut lepas. Pada musim kemarau, arah arus dominan ke arah barat. Namun peta sebaran klorofil-a di bagian dalam Teluk Jakarta tidak terlalu mengikuti pola arus ini karena nilai klorofil-a yang relatif rendah. Secara keseluruhan hasil penelitian sebaran klorofil-a ini mengikuti pola seperti yang diteliti Arinardi (1995) bahwa pola sebaran fitoplankton sesuai dengan arah dan kekuatan arus setiap musimnya, di mana konsentrasi fitoplankton keseluruhan tertinggi terlihat di bagian barat pada musim timur/kemarau. Angin berhembus dari arah timur menuju barat sehingga arus membawa fitoplankton bergerak dari arah timur Teluk Jakarta ke bagian barat Teluk Jakarta.

Penelitian yang dilakukan Meliani (2006) memperkuat bukti bahwa

kandungan klorofil-a yang tinggi berada di bagian pesisir dan semakin rendah ke arah mulut teluk. Demikian pula dengan hasil penelitian Nontji (1984) bahwa di

Teluk Jakarta, daerah yang dekat dengan pantai, variasi klorodil-a yang terjadi dari waktu ke waktu cukup besar, sedangkan di daerah yang terluar, kandungan klorofil-a hampir selalu rendah sepanjang tahun.

Secara keseluruhan, dari citra satelit tahun 2004-2009 terlihat bahwa nilai klorofil-a di perairan Teluk Jakarta sangat rendah. Rendahnya nilai klorofil-a di perairan menandakan rendahnya produktivitas primer di perairan tersebut. Produktivitas primer berkaitan erat dengan perikanan di mana daerah dengan produktivitas primer yang tinggi biasanya merupakan daerah perikanan potensial. Dari sini terlihat bahwa Teluk Jakarta bukan merupakan wilayah potensial untuk kegiatan perikanan.

Jika dihubungkan dengan transparansi perairan yang juga sangat rendah namun konsentrasi klorofil-a juga rendah, terlihat bahwa Teluk Jakarta memang merupakan perairan tipe II, di mana sifat optik air laut bukan didominasi

konsentrasi klorofil saja melainkan oleh sedimen suspensi, bahan organik terlarut (yellow substances), dan partikel yang berasal dari tanah, sungai, dan gletser. Untuk perairan tipe I, konsentrasi klorofil yang rendah menyebabkan tingginya transparansi perairan.

Dari penelitian LIPI pada bulan Juni dan September 2003 (LIPI, 2003), kelimpahan fitoplankton rata-rata di Teluk Jakarta bagian barat (pengaruh Sungai Cisadane) dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan bagian tengah (pengaruh Sungai Ciliwung) dan timur (pengaruh Sungai Citarum). Pada bulan Juni (musim timur), konsentrasi fitoplankton di Teluk Jakarta bagian barat dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan konsentrasi fitoplankton di Teluk Jakarta bagian tengah dan timur. Di perairan pantai tropis terutama di sekitar mulut sungai, melimpahnya

fitoplankton sebagian besar karena pengaruh dari daratan sebagai akibat terbawanya nutrisi dari persawahan, ladang, limbah industri dan rumah tangga melalui air sungai ke laut dan juga karena adanya pengadukan oleh gelombang pasang dan arus laut yang bergerak ke perairan yang lebih dangkal (Doty dan Oguri, 1956, in LIPI, 2003).

Hasil uji nilai tengah model pada musim hujan menghasilkan bahwa keduanya berbeda nyata sehingga hasil uji adalah tolak H0 atau tolak model, maka hasil ini tidak dapat diandalkan. Pemetaan untuk melihat konsentrasi klorofil-a Teluk Jakarta secara kualititif hanya bisa dilakukan untuk musim kemarau saja model penduga konsentrasi klorofil-a untuk musim hujan kurang baik. Secara kuantitatif, berikut disajikan grafik perubahan rata-rata klorofil-a pada musim kemarau dari tahun 2004 sampai tahun 2009.

Gambar 26. Perubahan konsentrasi klorofil-a rata-rata tahun 2004-2009

Untuk melihat konsentrasi klorofil-a secara kuantitatif, dibuat plot antara nilai

segi empat dan garis putus-putus mewakili nilai transparansi perairan dari pengukuran in situ, sedangkan plot segi empat dengan garis mewakili nilai transparansi duga.

Gambar 27. Plot nilai klorofil-a in situ dan nilai duga dari model y = 415.8x3 - 304.1x2 + 75.97x - 6.204 untuk musim kemarau

Gambar 28. Plot nilai klorofil-a in situ dan nilai duga dari model y = -3900.x3 + 3947.x2 - 1336.x + 151.4 untuk musim hujan

Dari kedua gambar di atas terlihat bahwa nilai konsentrasi klorofil-a duga dari pemodelan baik untuk musim kemarau maupun musim hujan ini memiliki pola

yang sama dengan nilai pengukuran in situ. Pola yang terbentuk pun relatif sama dan selisih nilai in situ di mana nilai duga pun tidak terlalu jauh. Kecenderungan untuk meningkat dan menurun juga masih dalam pola yang sama.

4.6 Transparansi perairan Teluk Jakarta tahun 2004-2009

Dokumen terkait