• Tidak ada hasil yang ditemukan

Goncangan yang terjadi selama pengangkutan baik dijalan raya maupun di rel kereta dapat mengakibatkan kememaran, susut berat, dan memperpendek masa simpan (Puwadaria 1997). Hal ini terutama terjadi pada pengangkutan produk hortikultura yang tidak dikemas. Meskipun kemasan dapat meredam efek guncangan namun daya redamnya tergantung pada jenis kemasan serta tebal bahan kemasan, susunan komoditas didalam kemasan, dan susunan kemasan dalam pengangkutan. Perlakuan yang kurang sempurna selama pengangkutan mengakibatkan jumlah kerusakan pada komoditas pada waktu sampai ditempat tujuan mencapai lebih kurang 30-50%.

Pengangkutan melalui jalan darat pada umumnya menggunakan truk ataupun pick up tanpa pendingin. Menurut Purwadaria (1992) untuk pengangkutan antar pulau yang berjarak tempuh lebih dari 5 jam sebaiknya menggunakan kereta api dengan gerbong pendingin.

8

E. Kerusakan Mekanis

Penanganan pasca panen harus ditangani secara hati-hati untuk memperoleh buah-buahan yang segar dan mempunyai mutu yang tinggi. Penanganan secara kasar dapat mempengaruhi mutu produk secara langsung. Mutu buah-buahan tersebut ditentukan oleh sifat fisik mekanis, morfologis, dan fisiologis. Sifat fisik morfologis meliputi panjang, diameter, volume, dan bobot. Sifat fisiologis dipengaruhi oleh laju respirasi, sedangkan mekanis merupakan ketahanan buah terhadap benturan dan goresan.

Kerusakan mekanis pada produk pertanian dapat disebabkan oleh gaya-gaya luar (statik ataupun dinamis) dan gaya-gaya dalam yang disebabkan oleh perubahan fisik bahan tersebut. Perubahan fisik dapat disebabkan oleh perubahan kadar air, temperatur, biologis, dan kimia. Kerusakan mekanis dapat terjadi karena buah menerima pembebanan, baik berupa tekanan ataupun pukulan.

Kerusakan mekanis yang terjadi selama pengangkutan dapat terjadi karena tumpukan buah yang terlalu tinggi. Hal tersebut mengakibatkan tekanan yang besar terhadap buah yang terdapat pada lapisan bawah sehingga meningkatkan kerusakan akibat kompresi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kerusakan mekanik buah antara lain : 1. Gaya-gaya luar

Tingkat kerusakan mekanis yang terjadi dipengaruhi oleh besarnya gaya luar (beban) yang mengenai buah. Kerusakan akan semakin tinggi jika gaya luar (beban) yang diterima oleh buah semakin besar.

Buah tersusun dari sel-sel yang memiliki sifat viskoelastis yang memberikan respon terhadap gaya. Respon terhadap gaya gantung dari sifat pembebanan. Sifat pembebanan terdiri dari dua macam, yaitu pembebanan yang bersifat statis dan pembebanan yang bersifat dinamis atau berubah-rubah terhadap waktu.

Pembebanan dinamis terjadi pada tumpukan buah yang mengalami getaran selama pengangkutan. Sedangkan pembebanan statis terjadi pada saat buah menanggung beban gaya yang tetap seperti penumpukan buah pada waktu penyimpanan.

2. Sifat mekanis buah

Sifat mekanis yaitu respon bahan yang sesuai dengan perilakunya apabila diberi gaya. Sifat mekanis bahan dipelajari dalam ilmu reologi. Secara reologi, sifat mekanis buah dapat dinyatakan dalam tiga bentuk parameter yaitu gaya, deformasi, dan waktu.

F. Simulasi Transportasi Hasil Pertanian

Pengangkutan merupakan mata rantai yang penting dalam penanganan, penyimpanan, dan distribusi buah-buahan serta sayuran. Pengangkutan dilakukan untuk menyampaikan komoditas hasil pertanian secara cepat dari produsen ke konsumen.

Di Indonesia perhubungan lewat darat sangat dominan terhadap pengangkutan buah yang hendak dipasarkan selanjutnya. Alat angkut yang umum digunakan adalah truk, mobil bak terbuka atau sejenisnya, dan menggunakan kereta api (Sutuhu 2004). Dalam kondisi jalan yang sebenarnya, permukaan jalan ternyata memiliki permukaan yang tidak rata. Permukaan jalan yang tidak rata ini menyebabkan produk mengalami berbagai guncangan ketika ditransportasikan. Besarnya guncangan yang terjadi bergantung kepada kondisi jalan yang dilalui. Ketidakrataan ini disebut amplitudo dan tingkat kekerapan terjadinya guncangan akibat ketidakrataan jalan tersebut dinamakan frekuensi. Kondisi transportasi yang buruk ini dan penanganan yang tidak tepat pada komoditi (buah dan sayuran) yang ditransportasikan dapat

9

menyebabkan kerugian berupa turunnya kualitas komoditi yang akan disampaikan ke tangan konsumen. Penurunan kualitas yang sering terjadi adalah kerusakan mekanis pada buah dan sayuran.

Untuk memperoleh gambaran mengenai kerusakan mekanis yang dialami oleh komoditi pertanian akibat guncangan selama transportasi, Purwadaria dkk (1992) telah merancang alat simulasi transportasi yang dapat mewakili pengaruh guncangan yang terjadi pada kondisi jalan yang sebenarnya. Alat simulasi ini telah disesuaikan dengan jalan yang terdapat di dalam dan luar kota. Dasar yang membedakan antara jalan dalam dan luar kota adalah besarnya amplitude yang terukur. Jalan dalam kota memiliki amplitudo yang lebih rendah dibandingkan jalan luar kota, jalan buruk, dan jalan berbatu. Pada simulasi pengangkutan dengan menggunakan truk guncangan yang dominan adalah guncangan pada arah vertikal. Sedangkan guncangan pada kereta api adalah guncangan horizontal. Guncangan lain berupa puntiran dan bantingan diabaikan karena jumlah frekuensinya kecil sekali (Soedibyo 1992).

Pradnyawati (2006) telah melakukan penelitian mengenai pengaruh kemasan dan goncangan terhadap mutu fisik jambu biji selama transportasi. Jenis kemasan yang digunakan adalah keranjang bambu dengan bahan pengisi daun pisang, kardus karton dengan bahan pengisi kertas koran cacah, dan kardus karton dengan bahan pembungkus kertas koran. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tingkat kerusakan mekanis yang tertinggi dialami oleh jambu biji dalam kemasan keranjang bambu dengan bahan pengisi daun pisang. Sedangkan tingkat kerusakan mekanis terendah dialami oleh jambu biji dalam kemasan kardus karton dengan bahan pembungkus koran.

Kusumah (2007) pernah mengkaji pengaruh kemasan dan suhu terhadap mutu fisik mentimun selama transportasi. Penelitian ini menggunakan empat kemasan yang berbeda untuk mengupas mentimun yang akan ditransportasikan. Simulasi penggetaran dilakukan selama tiga jam. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tingkat kerusakan mekanis tertinggi dialami oleh mentimun dalam peti kayu dengan nilai kerusakan sebesar 40.915% dan yang terendah dialami oleh mentimun dalam kemasan kardus dengan nilai kerusakan sebesar 26.1%

Hasil penelitian Darmawati (1994) Dampak goncangan terhadap jeruk dalam kemasan karton bergelombang di atas meja simulator dengan kompresor yang dilakukan selama 8 jam dengan frekuensi 6 Hz dan amplitudo 5 cm menghasilkan kerusakan buah sebesar 5.74%. Kondisi tersebut setara dengan 2490 km jalan beraspal dan 904 km jalan berbatu atau mewakili transportasi antar pulau (pulau Jawa dan Sumatra).

10

III. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu

Penelitian dengan topik “Pengaruh Perlakuan Pengemasan Belimbing (Averrhoa carambola L) dengan Penggunaan Bahan Pengisi terhadap Mutu Fisik Belimbing selama Transportasi” dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian selama 4 bulan terhitung mulai April 2010 hingga Juli 2010.

B. Alat dan Bahan

Bahan

1. Belimbing varietas Dewa grade A kelas V. 2. Karton bergelombang tipe RSC

3.

Bahan pengisi kemasan berupa potongan kertas koran, dan serbuk gergaji

.

Alat

1. Meja Simulator 2. Timbangan mettler 3. Rheometer 4. Hand refractometer 5. Ruang pendingin 10 oC

C. Metode Penelitian

1. Belimbing yang telah diperoleh dari kebun, dibersihkan, dan disortasi. Belimbing yang dipilih adalah belimbing yang tidak memiliki kerusakan atau cacat pada kulit buahnya serta memiliki umur yang seragam.

2. Belimbing kemudian dimasukan ke dalam kemasan karton berkapasitas 10 Kg (50x40x30) sebanyak 6 buah.

3. Masing-masing karton diberi perlakuan bahan pengisi yang berbeda-beda, yaitu kemasan pertama menggunakan bahan pengisi berupa serutan kayu, kemasan kedua menggunakan bahan pengisi serbuk gergaji dan kemasan ketiga menggunakan bahan pengisi cacahan kertas laminasi. Bahan-bahan tersebut dipilih untuk meningkatkan nilai guna dari hasil samping kayu dan kertas bungkus nasi (kertas laminasi) yang telah tidak digunakan. 4. Selain diberi pengisi yang berbeda, penyusunan buah belimbing juga akan diteliti dengan

penyusunan teratur atau dikenal dengan pattern pack. Tiga karton diberikan perlakuan penyusunan buah secara vertikal dan Tiga karton lagi disusun secara horizontal.

5. Kemasan karton-karton tersebut kemudian diatur pada meja simulator (Gambar 6). 6. Pengetaran dilakukan dengan waktu yang telah ditentukan yaitu selama 2 jam. Pada arah

vertikal dengan amplitudo 4.04 cm dan frekfuensi 3.38 Hz. Pemilihan amplitudo sebesar 4.04 cm, frekuensi 3.38 Hz dan waktu selama 2 jam didasarkan pada jarak tempuh pendistribusian buah belimbing dari Depok menuju Jakarta, Bandung, Tanggerang dan terjauh di daerah Garut yang jarak tempuhnya sejauh 139 Km.

11

Gambar 6. Penyusunan karton diatas meja simulator

7. Setelah perlakuan penggetaran, kemudian dilakukan pengamatan kerusakan mekanis untuk mengetahui jumlah dan persentase belimbing yang mengalami kerusakan akibat guncangan selama simulasi transportasi.

8. Setelah dilakukan sortasi, belimbing kemudian disimpan pada suhu 10oC selama delapan hari. Setiap dua hari sekali dilakukan pengamatan terhadap kerusakan buah belimbing. Adapun data-data yang diambil selama pengamatan adalah pengukuran dan pengamatan terhadap kerusakan mekanis, kekerasan, total padatan terlarut, dan susut bobot. Penyimpanan pada suhu 10oC ini bertujuan agar masa simpan buah belimbing dapat bertahan lebih dari seminggu. Hal ini dinyatakan oleh O’hare (1997) bahwa buah belimbing yang disimpan pada suhu 10oC mempertahankan kondisi baiknya selama lebih dari seminggu.

12

Gambar 7. Diagram alir metode penelitian

Pengujian kerusakan mekanis, kekerasan buah, susut bobot, dan total padatan terlarut

Penyimpanan selama 8 hari dengan suhu 10oc

Pengambilan data

Pengolahan data dengan menggunakan rancangan percobaan

Hasil Belimbing

Sortasi

Pengemasan dengan tiga perlakuan bahan pengisi (cacahan kertas laminasi, serutan kayu dan serbuk gergaji) dan dua penyusunan (horizontal dan vertikal)

Simulasi transportasi di meja simulator dengan amplitudo 4.04 cm dan frekuensi 3.38 hz selama 2 jam

13

D. Pengamatan

P

engamatan dilakukan terhadap tingkat kerusakan mekanis, kekerasan, susut bobot dan total padatan terlarut. Penelitian ini lebih di titik beratkan pada pengamatan mutu fisik pada buah belimbing. Mutu fisik ditandai dengan adanya pecah (kulit terkelupas), memar dan luka pada buah (Waluyo (1991) diacu dalam Yulianti (2009)) sehingga parameter kerusakan mekanis merupakan parameter yang paling kritis pada penelitian ini. Selain itu, kekerasan dan susut bobot juga menjadi parameter untuk menentukan mutu fisik buah belimbing karena secara visual, pembeli yang akan membeli buah belimbing akan merasakan kekerasan belimbing yang matang dan juga bobot dari buah belimbing yang di jual. Selain mutu fisik, mutu kimiawi berupa parameter total padatan terlarut (kadar gula) juga diperlukan untuk mengetahui rasa manis pada buah belimbing.

1. Kerusakan Mekanis

Pengamatan terhadap tingkat kerusakan mekanis belimbing dilakukan setelah kegiatan simulasi transportasi dan selama masa penyimpanan. Pengamatan dilakukan dengan cara melihat kerusakan seperti luka gores, memar, dan pecah dari masing-masing kemasan. Kegiatan pengujian dilakukan secara visual.

Persamaan yang digunakan untuk menghitung kerusakan mekanis yang terjadi adalah sebagi berikut:

%Rusak = (Jumlah Rusak/Jumlah Total) x 100%

Klasifikasi kerusakan pada belimbing adalah sebagai berikut: 1. Luka Memar

Luka memar terjadi akibat adanya benturan antar produk dengan dinding alat pengemasan atau tekanan sesama produk.

2. Luka Gores

Luka gores terjadi akibat adanya gesekan antar produk dengan kemasan, dengan sesama produk atau dengan bahan pengisi.

3. Luka Pecah

Luka pecah terjadi akibat adanya tekanan yang terjadi dari arah vertikal maupun dari arah horizontal produk. Selain itu dapat juga diakibatkan karena guncangan selama proses pengangkutan.

2. Kekerasan

Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan buah terhadap jarum penusuk dari rheometer (Gambar 8). Alat diset pada kedalaman 3 mm dengan beban maksimum 2 kg. Uji kekerasan dilakukan pada tiga titik yang berbeda yaitu bagian tengah, bagian bawah, dan bagian atas ditunjukkan pada Gambar 9. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali ulangan pada masing-masing sampel dan kemudian dirata-ratakan nilainya. Nilai yang keluar pada alat ini dinyatakan dalam satuan Kgf. Pengukuran kekerasan ini dilakukan setiap 2 hari.

Penusukan jarum rheometer dilakukan pada bagian atas (pangkal), tengah, dan bawah (ujung). Kekerasan yang rendah ditunjukkan dengan angka yang kecil. Hal ini berkaitan dengan penusukan jarum rheometer. Semakin keras buah maka semakin besar gaya yang dibutuhkan jarum untuk menusuk kedalam buah, sebaliknya jika buah lunak maka gaya yang diperlukan juga semakin kecil. Semakin kecil nilai tekan buah belimbing maka menunjukkan semakin rusak

14

buah belimbing tersebut. Bagian bawah buah belimbing yang memiliki tingkat kekerasan yang lebih dibandingkan dengan bagian atas dan tengah buah belimbing.

3. Susut Bobot

Susut bobot ditimbang dengan menggunakan timbangan mettler (Gambar 10). Penurunan susut bobot di hitung berdasarkan persentase penurunan berat bahan sejak awal penyimpanan sampai akhir penyimpanan (delapan hari). Persamaan yang digunakan untuk menghitung susut bobot adalah sebagai berikut:

Susut Bobot (%)= W-Wa

W ×100% dimana : W = bobot bahan awal penyimpanan (gram) Wa = bobot bahan akhir penyimpanan (gram)

Gambar 10. Timbangan Mettler

Gambar 9. Bagian-bagian buah belimbing Gambar 8. Rheometer

15

4. Total Padatan Terlarut

Pengukuran total padatan terlarut dilakukan dengan menggunakan refractometer (Gambar 11). Pengukuran total padatan terlarut dilakukan dengan meletakkan cairan daging buah belimbing yang telah dihancurkan pada prisma refractometer. Angka yang tertera pada refractometer menunjukan kadar total padatan terlarut yang dinyatakan dalam °Brix. Nilai yang tertera pada refractometer mewakili rasa manis pada buah belimbing. Sebelum dan sesudah pembacaan, prisma refractometer harus dibersihkan terdahulu dengan alkohol. Pengukuran total padatan terlarut setiap dua hari sekali dan dilakukan tiga kali pengulangan terhadap dua sampel dari masing masing jenis perlakuan.

Gambar 11. Hand Refractometer

E. Kesetaraan Simulasi Transportasi

Kesetaraan simulasi transportasi yang dilakukan dengan menggunakan meja simulator dapat dihitung dengan menggunakan persaman-persamaan di bawah ini:

1. Amplitudo rata-rata getaran bak truk (P) = ∑ (Ni x Ai)/ ∑ (Ni) Dimana : P = rata-rata getaran bak truk (cm)

N = jumlah kejadian amplitudo

A = amplitude getaran vertikal (cm) jalan luar kota 2. Luas satu siklus bak truk jalan kota = ∫T

o P Sin ωT dT

3. Jumlah luas seluruh getaran bak truk jalan dalam kota selama 0.5 jam = 30 menit x 60 detik/menit x f x Luas satu siklus bak truk jalan kota 4. Luas satu siklus getaran vibrator = A ∫T

o P Sin ωT dT Dimana :

T = 1/f T = Periode (detik/getaran) ω = 2π/T ω = Getaran/detik

5. Jumlah seluruh getaran vibrator selama 1 jam = 1 jam x 60 menit/jam x 60 detik/menit x f 6. Jumlah luas seluruh getaran vibrator selama 1 jam

= jumlah seluruh getaran vibrator selama 1 jam x luas satu siklus getaran vibrator Simulasi pengangkutan dengan truk selama satu jam dalam kota dan jalan buruk (aspal): = (jumlah seluruh getaran vibrator selama 1 jam/ jumlah getaran bak truk) x jarak tempuh

16

F. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang akan digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap 2 faktorial dengan 1 kali perlakuan. Faktor-faktor yang digunakan adalah:

B = Bahan Pengisi

B1 = Kemasan karton dengan bahan pengisi potongan kertas Koran B2 = Kemasan karton dengan bahan pengisi serbuk gergaji B3 = Kemasan karton tanpa bahan pengisi

P = Teknik Pengemasan P1 = Posisi Vertikal P2 = Posisi Horizontal

Dua faktor tersebut akan menghasilkan kombinasi-kombinasi perlakuan yaitu: B1P1, B1P2, B2P1, B2P2, B3P1, B3P2.

Model umum dari rancangan percobaan ini adalah: Yij = µ + Bi + Pj + (BP)ij + Dij

Dimana :

Yij = Pengamatan pada perlakuan B ke-i dan P ke j µ = Nilai rata-rata harapan

Bi = Perlakuan A ke-i Pj = Perlakuan B ke-j

(BP)ij = Interaksi A ke-i dan B ke-j

Dij = Pengaruh alat percobaan dari perlakuan A ke-i dan B ke-j I = 1,2,3 (bahan pengisi)

j = 1,2 (Teknik Pengemasan)

Pengamatan dilakukan setiap hari sekali selama delapan hari terhadap beberapa respon. Respon yang akan diamati yaitu: (1) Susut bobot, (2) Uji kekerasan, (3) kerusakan mekanis, (4) Total padatan terlarut. Pada setiap respon akan diamati pengaruh dari kombinasi faktor yang diberikan sehingga akan diketahui apakah jenis bahan pengisi dan teknik penyusunan akan berpengaruh terhadap tingkat kerusakan dan umur simpan buah belimbing

.

17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengemasan Buah Belimbing

Pada simulasi transportasi belimbing ini menggunakan kemasan kardus dengan tipe Regular Slotted Container (RSC) double flute berukuran 50x40x30 cm (Gambar 12). Jenis kemasan kardus ini dipilih karena sudah umum digunakan dalam transportasi dan pendistribusian buah buahan.

Gambar 12. Kemasan kardus dengan tipe Regular Slotted Container (RSC) double flute berukuran 50x40x30 cm

Adanya dinding double flute pada kardus ini membuatnya lebih kokoh dan dapat bertahan dalam tumpukan yang lebih banyak dan dalam keadaan yang lebih lembab (sebagai akibat dari penimbunan uap air sisa transpirasi dalam kemasan) serta dapat meredam setiap goncangan yang dihasilkan selama transportasi dengan lebih baik jika dibandingkan dengan kemasan karton single flute.

Flute yang digunakan pada kemasan ini memiliki karakteristik gelombang B yaitu jumlah flute sebanyak 160 buah per meter dan tinggi flute sebesar 2.4 mm. dengan karakteristik yang seperti itu kemasan ini memiliki ketahanan remuk yang paling tinggi yaitu 50% lebih kuat jika dibandingkan dengan flute jenis A dan 25% lebih kuat jika dibandingkan dengan flute jenis C (Export Packaging Note No 13). Sehingga membuat kardus dengan flute jenis ini lebih banyak digunakan pada kemasan buah dan sayuran.

Pada penelitian ini penggunaan kardus RSC double flute disertai dengan penggunaan bahan pengisi berupa kertas laminasi cacah, serutan kayu dan serbuk gergaji yang diharapkan dapat mengurangi benturan dengan kemasan maupun benturan antar buah belimbing selama transportasi. Bahan-bahan pengisi tersebut dipilih untuk meningkatkan nilai guna dari hasil samping kayu dan kertas bungkus nasi (kertas laminasi) yang telah tidak digunakan.

18

performance masing masing jenis bahan pengisi di tunjukkan pada Gambar 13, 14 dan 15 di bawah ini:

Gambar 13. Bahan pengisi kertas berlaminasi

Gambar 14. Bahan pengisi serutan kayu

Gambar 15. Bahan pengisi serbuk gergaji

Berat buah yang diisikan ke dalam masing masing kemasan ialah seberat 10 kg (berjumlah antara 47-54 buah). Berat buah belimbing dalam tiap kemasan ini didasarkan kepada dua pertimbangan:

1. Keadaan di lapangan dimana dari koperasi pengumpul ke penjual akhir seperti supermarket umumnya menggunakan kemasan kardus dengan kisaran berat 7 sampai dengan 15 kg.

2. Keadaan di lapangan dimana kemasan yang terbuat dari karton bergelombang umumnya memiliki kapasitas berkisar antara 2 sampai dengan 25 kg yang disesuaikan dengan kemampuan angkat serta jenis dan karakter buah yang dikemas didalamnya.

Setelah ditentukan kapasitas kemasannya kemudian disesuaikan dengan karakteristik buah belimbing yang akan di kemas. Pada umumnya buah belimbing memiliki berat 180-250 gram, panjang 13-15 cm dan diameter 8-10 cm. Dengan data tersebut didapat volume kemasan yang

19

dibutuhkan dan kemudian di terjemahkan menjadi ukuran atau dimensi kemasannya yang dapat menampung 47-54 buah belimbing.

Selain pemilihan jenis kemasan dan penambahan bahan pengisi, cara penyusunan buah dalam kemasan berpengaruh dalam usaha melindungi buah belimbing selama proses transportasi. Pada kemasan keranjang bambu, buah belimbing disusun secara acak dan dengan jumlah tumpukan yang tinggi. hal ini sesuai disesuaikan dengan kebiasaan yang dilakukan petani. Penyusunan buah dengan cara ini dapat menyebabkan kerusakan mekanis yang tinggi sebesar 40-70% karena buah yang berada pada bagian bawah dapat mengalami luka memar karena menanggung beban yang terlalu besar dari buah yang berada pada lapisan atas.

Perbaikan yang dilakukan terhadap cara peyusunan buah dalam kemasan ialah pada kemasan kardus baik dengan bahan pengisi kertas laminasi cacah, serutan kayu maupun serbuk gergaji, buah belimbing disusun secara teratur baik secara vertikal maupun horizontal dan terdiri dari 2-3 tumpukan (2 tumpukan untuk buah belimbing yang disusun vertikal dan 3 tumpukan untuk buah belimbing yang disusun horizontal). Posisi penyusunan dapat dilihat pada Gambar 16 sampai 22 di bawah:

Gambar 16. Kardus serutan kayu susun horizontal

Gambar 17. Kardus serutan kayu susun vertikal

Gambar 18. Kardus kertas laminasi susun horizontal

20

B. Kerusakan Mekanis

Buah belimbing yang mengalami proses simulasi transportasi akan mengalami guncangan, seperti terlihat pada Gambar 22. Mekanisme kerusakan buah belimbing karena transportasi ialah guncangan pada transportasi menyebabkan buah belimbing yang dikemas didalam kardus ikut mengalami pergerakan sehingga buah belimbing mengalami pembebanan baik berupa tekanan atau benturan antar buah maupun gesekan dengan bahan pengisi. Dampak dari guncangan dan pembebanan tersebut ialah timbulnya kerusakan mekanis pada buah belimbing.

Gambar 22. Diagram kerja gaya bebas pada simulasi sistem transportasi buah belimbing Kerusakan mekanis yang terjadi akibat dari proses transportasi pada buah belimbing ialah luka memar, luka gores dan luka pecah. Performance kerusakan mekanis dapat dilihat pada Gambar 23, 24 dan 25. Kerusakan mekanis yang terdeteksi setelah simulasi transportasi hanya sedikit, sehingga dibutuhkan penyimpanan selama 8 hari. Tujuan dari penyimpanan ini ialah agar kerusakan mekanis yang terjadi dapat terdeteksi semua. Buah belimbing yang terluka akan mengalami laju respirasi yang lebih cepat. Hal ini menyebabkan bagian kulit belimbing yang terluka akan mengalami perubahan warna menjadi kecoklatan. Sehingga luka yang tidak terdeteksi setelah transportasi akan terdeteksi pada hari-hari berikutnya setelah proses penyimpanan.

Jika kerusakan mekanis yang terjadi pada permukaan buah relatif besar maka akan terjadi penguapan dan kehilangan air pada sel buah belimbing sehingga menyebabkan menurunnya Gambar 20. Kardus serbuk gergaji susun

horizontal

Gambar 21. Kardus serbuk gergaji susun vertikal

21

kekerasan dan bobot buah belimbing. Pada proses respirasi tersebut senyawa-senyawa kompleks yang terdapat dalam sel seperti karbohidrat dipecah menjadi molekul sederhana seperti karbondioksida, air yang mudah menguap dan pati (padatan terlarut). Hal ini menyebabkan semakin lama penyimpanan maka total padatan terlarut yang menunjukkan kandungan gula dalam buah belimbing akan semakin meningkat.

Pengukuran tingkat kerusakan mekanis dilakukan secara manual dengan uji visual pada performance luar buah belimbing dan melihat jumlah buah yang rusak pada tiap kemasan.

Data kerusakan mekanis pada buah belimbing pada tiap perlakuan bahan pengisi kemasan dengan posisi susun dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 26 di bawah;

Tabel 1. Data kerusakan mekanis pada buah belimbing hari ke-8

.

Jenis Perlakuan Bahan Pengisi Kemasan dengan Posisi Susun Jumlah Rusak (Buah) Jumlah Satu Kemasan (Buah) Persentase Kerusakan Mekanis (%) KKSH 43 50 86.00 KKSV 50 51 98.04 KSSH 39 47 82.98 KSSV 48 49 97.96 KGSH 45 49 91.84 KGSV 53 54 98.15 Keterangan:

KKSH:Kardus Kertas Laminasi Susun Horizontal, KKSV:Kardus Kertas Laminasi Susun Vertikal,

Dokumen terkait