• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PERLAKUAN PENGEMASAN BELIMBING (Averrhoa carambola L) DENGAN PENGGUNAAN BAHAN PENGISI TERHADAP MUTU FISIK BELIMBING SELAMA TRANSPORTASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PERLAKUAN PENGEMASAN BELIMBING (Averrhoa carambola L) DENGAN PENGGUNAAN BAHAN PENGISI TERHADAP MUTU FISIK BELIMBING SELAMA TRANSPORTASI"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERLAKUAN PENGEMASAN BELIMBING

(Averrhoa carambola L) DENGAN PENGGUNAAN BAHAN

PENGISI TERHADAP MUTU FISIK BELIMBING SELAMA

TRANSPORTASI

SKRIPSI

BAYU NATA KUSUMA

F14061140

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(2)

THE EFFECT OF STARFRUIT (

Averrhoa carambola L

) PACKAGING

TREATMENT BY USING FILLER MATERIAL TOWARDS THE

PHYSICAL QUALITY IN TRANSPORTATION

Bayu Nata Kusuma and Lilik Pujantoro

Department of Agricultural Engineering, Faculty of Agricultural Technology Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO.Box 220, Bogor, West Java,

Indonesia.

Phone: +62 852 71374646, e-mail: bayu_windking@yahoo.co.id

ABSTRACT

Packaging starfruit (Averrhoa carambola L) becomes a critical factor in maintaining the physical quality of fruit due to vibration during transportation. The objective of this research was to asses the endurance of physical quality parameters of its fruit, such as mechanical damage, hardness, weight losses, and total solid soluble. The first treatment is used sliced filler paper, wood shavings, and sawdust for the filler material in the packs. The second treatment is arranged the starfruit position in packaging by using 2 different methods, namely, vertical and horizontal methods. The result has shown the starfruit which arranged horizontally and packaged with the sliced filler paper is the suitable treatment for packaging. After transportation simulation, the treatment showed 2% of mechanical damage, 0.555 Kgf of hardness and 7% obrix of total solid soluble. At the 8th day, showed 86% of mechanical damage, 0.426 Kgf of hardness, 3.76% of weight lose and 8.3% obrix of total solid soluble. The horizontal position of packaging can reduce the vibration better than the vertical one.

Keyword: packaging fillers, stacking position, starfruit

(3)

Bayu Nata Kusuma. F14061140. Pengaruh Perlakuan Pengemasan Belimbing (Averrhoa

carambola L) dengan Penggunaan Bahan Pengisi terhadap Mutu Fisik Belimbing Selama

Transportasi. Di bawah bimbingan Lilik Pujantoro. 2010.

RINGKASAN

Belimbing manis (Averrhoa carambola L) merupakan salah satu buah yang memiliki nilai komersial di Indonesia, namun belum mendapatkan perhatian yang khusus. Buah belimbing yang diperdagangkan dalam keadaan segar, sering menghadapi masalah menjadi matang selama proses pengangkutan atau penyimpanan, dan dalam kondisi lingkungan yang kurang baik akan menyebabkan buah mengalami kerusakan dalam hal performance, kekerasan aroma dan nilai gizi. Dalam hal ini pengemasan buah belimbing menjadi faktor kritis dalam mempertahankan mutu fisik buah akibat getaran selama transportasi.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji ketahanan mutu fisik buah. Penelitian dilakukan di laboratorium Teknik Pengolahan Pangan Dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB selama 4 bulan terhitung mulai April 2010 hingga Juli 2010. Bahan utama yang digunakan ialah buah belimbing varietas Dewa yang diperoleh dari koperasi belimbing Depok, Jawa Barat. Bahan lain yang dipergunakan ialah kardus yang berukuran 50x40x30 cm, rajangan kertas laminasi, serutan kayu, dan serbuk gergaji. Transportasi dilakukan dengan simulasi menggunakan meja simulator selama 2 jam pada frekuensi 3.38 Hz dan amplitudo 4.04 cm. Selain tingkat kerusakan mekanis parameter mutu yang dilihat ialah susut bobot, kekerasan dan total padatan terlarut.

Hasil penelitian diperoleh tingkat kerusakan mekanis tertinggi dialami oleh buah belimbing yang dikemas dengan kardus berbahan pengisi serutan kayu dan posisi susun vertikal sebesar 28.57% dan terendah dialami oleh buah belimbing yang dikemas dengan kardus berbahan pengisi serutan kayu susun horizontal sebesar 19.15%. Susut bobot tertinggi dialami oleh buah belimbing yang dikemas dengan kardus berbahan pengisi serbuk gergaji yang disusun horizontal dan yang terendah dialami oleh buah belimbing yang dikemas dengan kardus berbahan pengisi kertas laminasi yang disusun vertikal. tingkat kekerasan tertinggi dialami oleh buah belimbing yang dikemas dengan kardus berbahan pengisi kertas laminasi yang disusun horizontal dan terendah dialami oleh buah belimbing yang dikemas dengan kardus berbahn pengisi serbuk gergaji yang disusun horizontal. Total padatan terlarut yang tertinggi dialami oleh buah belimbing yang dikemas dengan kardus berbahan pengisi kertas laminasi yang susun vertikal sedangkan total padatan terendah dialami oleh buah belimbing yang dikemas dengan kardus berbahan pengisi serbuk gergaji yang disusun vertikal.

Hasil terbaik diperoleh pada buah belimbing dengan kemasan kardus berbahan pengisi cacahan kertas laminasi yang disusun horizontal karena selalu unggul mutunya dari perlakuan yang lain. Hal ini terlihat setelah perlakuan simulasi transportasi, nilai kerusakan mekanis yang didapat sebesar 20%, kekerasan 0,555 kgf, dan TPT 7 % obrix. Pada hari ke-8, nilai kerusakan mekanisnya sebesar 86%, kekerasan 0,426 kgf, susut bobot 3,76% dan TPT 8,3 % obrix. Posisi susun horizontal pada pengemasan lebih dapat mengurangi getaran daripada penyusunan vertikal.

(4)

PENGARUH PERLAKUAN PENGEMASAN BELIMBING (Averrhoa carambola L) DENGAN PENGGUNAAN BAHAN PENGISI TERHADAP MUTU FISIK

BELIMBING SELAMA TRANSPORTASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

BAYU NATA KUSUMA F14061140

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2010

(5)

Judul Skripsi : Pengaruh Perlakuan Pengemasan Belimbing (Averrhoa carambola L) dengan Penggunaan Bahan Pengisi terhadap Mutu Fisik Belimbing Selama Transportasi

Nama : Bayu Nata Kusuma

NIM : F14061140

Menyetujui,

Pembimbing

(Dr.Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr.) NIP: 19621130 198703 1 004

Mengetahui : Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Desrial, M.Eng.) NIP: 19661201 199103 1 004

Tanggal Lulus :

(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pengaruh Perlakuan Pengemasan Belimbing (Averrhoa carambola L) Dengan Penggunaan Bahan Pengisi Terhadap Mutu Fisik Belimbing Selama Transportasi adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, November 2010 Yang membuat pernyataan

Bayu Nata Kusuma F14061140

(7)

© Hak cipta milik Bayu Nata Kusuma, tahun 2010 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

(8)

BIODATA PENULIS

Penulis bernama lengkap Bayu Nata Kusuma, dilahirkan di Medan pada tanggal 13 Juni 1988, merupakan putra pertama dari satu bersaudara pasangan Syahnan S dan Wiskanti Syahyani. Pada tahun 1994, penulis menyelesaikan pendidikan di TK Tunas Harapan Binjai, lalu dilanjutkan ke SD Negeri 020267 Binjai (1994-1997), SD Negeri 001 Paluh, Riau (1997-2000). Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Siak (2000-2003) dan SMA Negeri 1 Siak (2003-2006) diprogram studi Ilmu Pengetahuan Alam. Pada tahun 2006 Penulis mendapatkan beasiswa selama lima tahun dari Pemda Kab. Siak Sri Indrapura untuk melanjutkan studi ke tingkat perguruan tinggi di Institut Pertanian Bogor dan diterima melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah. Setelah melalui tingkat persiapan bersama (TPB) selama 1 tahun, penulis berhasil mendapatkan Mayor Teknologi Pertanian di Fakultas Teknologi Pertanian.

Semasa kuliah, tahun 2008 penulis aktif di BEM FATETA (Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian) divisi PSDM, kemudian di tahun 2009 penulis dipercaya sebagai kepala Departemen HRD HIMATETA (Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian), di tahun yang sama penulis juga dipercaya sebagai Sekertaris Umum IKPMR (Ikatan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Riau) Bogor. Tahun 2010 penulis kembali dipercaya untuk memegang jabatan sebagai BP (Badan Pengawas) HIMATETA. Selain itu penulis juga dipercaya sebagai asisten praktikum mata kuliah Lingkungan dan Bangunan Pertanian pada semester ganjil T.A 2009/2010 dan T.A 2010/2011.

Penulis juga aktif dalam mengikuti lomba dan kegiatan ilmiah seperti: penerima hibah dana Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) kewirausahaan dari DIKTI dengan judul “Pembuatan Tepung Tempe sebagai Sumber Protein Nabati yang Ekonomis” (2007) dan “Pengembangan Curcudonz

Donut Kaya Gizi dengan Substitusi Pati dari Hasil Samping Minuman Temulawak” (2008). Diajang

reds cup BEM FATETA 2009, penulis mendapat juara 2 dibidang musikalisasi puisi.

Pada tahun 2009 penulis melaksanakan Praktek Lapangan di PT. Kimia Tirta Utama anak perusahaan PT. Astra Agro Lestari Tbk, Riau dengan judul laporan “Penerapan Aspek Teknik Pertanian Pada Pengolahan CPO (Crude Palm Oil) Di PT Kimia Tirta Utama, Kab Siak Sri Indrapura”. Sebagai tugas akhir (2010) penulis melakukan penelitian berjudul “Pengaruh Perlakuan Pengemasan Belimbing (Averrhoa carambola L) Dengan Penggunaan Bahan Pengisi Terhadap Mutu Fisik Belimbing Selama Transportasi”.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkah, ramhat, dan nikmat-Nya sehingga penulis selalu berada dalam keadaan sehat dan mampu menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Tenologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi yang berjudul “Pengaruh Perlakuan Pengemasan Belimbing (Averrhoa carambola L) Dengan Penggunaan Bahan Pengisi Terhadap Mutu Fisik Belimbing Selama Transportasi” disusun berdasarkan penelitian yang dilakukan di Laboratorium TPPHP IPB.

Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr.Ir. Lilik pujantoro, M.Agr. selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis dan selalu meluangkan waktunya untuk memberikan saran dan masukan kepada penulis.

2. Ibu Dr. Ir. Emi Darmawati, M.Si dan Ir. Meiske Widyarti, M.Eng atas kesediaannya menjadi dosen penguji yang dengan senang hati memberi masukan sangat berarti kepada penulis. 3. Pemda Kab. Siak Sri Indrapura yang telah memberikan beasiswa kuliah selama 5 tahun

kepada penulis.

4. Mama dan Papa yang selalu memberikan doa dan dukungannya yang tak habis-habis. Keluarga besar di Medan: Pade Surya Dharma, Pade Surya Bhakti, Om Rinaldi S.T, Bang koko dan Mbak Tita yang selalu memberikan motivasi dan nasehat.

5. Segenap dosen pengajar TEP yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu, atas ilmu, bimbingan, semua semua nasehat yang diberikan kepada penulis selama ini.

6. Bapak Sulyaden dan bapak Ahmad yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian. Mbak Irriwad Putri yang telah menjadi pembimbing kedua bagi penulis

.

7. Teman-teman Laskar P dan Tim Ransin : Wahid, Hafid “Raja Bulus”, Bayu Eko, Farida, Dewi “Noni Inggris”, Aprileni, Budi dan Tono ”ngupil” serta saudara sepembimbing Yessi dan Usi. Atas kebersamaan yang tak tergantikan, dan semua sejarah yang telah kita buat bersama. Semoga persaudaraan ini tetap terjaga selamanya.

8. Teman-teman Kost BARA 3-31. Terimakasih atas rasa kekeluargaan yang dibangun,

9. Keluarga besar TEP’43 : Eni, Arief, Yofa, Mey, Defra, Helena, Nanda, Putra “Bengkulu”, Lutfi, Prahana, Ilham “Botak”, Dany “Boy”, dan teman-teman yang tak bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih atas kebersamaan dan kenangan yang sulit dilupakan.

Masih banyak pihak-pihak yang belum disebutkan diatas, terimakasih banyak atas bantuannya selama ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, sehingga penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, November 2010

Bayu Nata Kusuma

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN PENELITIAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. BELIMBING MANIS (Averrhoa carambola L) ... 3

B. PENGEMASAN ... 4

C. BAHAN PENGISI KEMASAN ... 7

D. TRANSPORTASI ... 7

E. KERUSAKAN MEKANIS ... 8

F. SIMULASI TRANSPORTASI HASIL PERTANIAN ... 8

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 10

A. LOKASI DAN WAKTU ... 10

B. ALAT DAN BAHAN ... 10

C. METODE PENELITIAN ... 10

D. PENGAMATAN ... 13

E. KESETARAAN SIMULASI TRANSPORTASI ... 15

F. RANCANGAN PERCOBAAN ... 16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

A. PENGEMASAN BUAH BELIMBING ... 17

B. KERUSAKAN MEKANIS ... 20

C. KEKERASAN ... 24

D. SUSUT BOBOT ... 25

E. TOTAL PADATAN TERLARUT ... 26

(11)

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 28 A. KESIMPULAN ... 28 B. SARAN ... 28 DAFTAR PUSTAKA ... 29 LAMPIRAN... 31

xi

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Data kerusakan mekanis pada buah belimbing pada hari ke-8 ... 21

Tabel 2. Pengaruh bahan pengisi terhadap kekerasan ... 24

Tabel 3. Pengaruh posisi susun terhadap kekerasan ... 24

Tabel 4. Presentasi kerusakan mekanis buah pada hari ke-8 ... 26

Tabel 5. Pengaruh bahan pengisi terhadap susut bobot ... 26

Tabel 6. Pengaruh posisi susun terhadap susut bobot ... 26

Tabel 7. Pengaruh bahan pengisi terhadap TPT ... 27

Tabel 8. Pengaruh posisi susun terhadap TPT... 27

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Belimbing (Averrhoa carambola L) varietas Dewa ... 3

Gambar 2. Jenis-jenis flute ... 5

Gambar 3. Karton gelombang tipe Regular Slotted Container (RSC) ... 6

Gambar 4. Karton gelombang tipe Half Telescopic Container (HTC) ... 6

Gambar 5. Karton gelombang tipe Full Telescopic Container (FTC)... 6

Gambar 6. Penyusunan karton diatas meja simulator ... 11

Gambar 7. Diagram alir metode penelitian ... 12

Gambar 8. Rheometer ... 14

Gambar 9. Bagian-bagian buah belimbing ... 14

Gambar 10. Timbangan mettler ... 14

Gambar 11. Hand refractometer ... 15

Gambar 12. Kemasan kardus dengan tipe Regular Slotted Container (RSC) double flute berukuran 50x40x30 cm ... 17

Gambar 13. Bahan pengisi kertas laminasi ... 18

Gambar 14. Bahan pengisi serutan kayu ... 18

Gambar 15. Bahan pengisi serbuk gergaji ... 18

Gambar 16. Kardus serutan kayu susun horizontal ... 19

Gambar 17. Kardus serutan kayu susun vertikal ... 19

Gambar 18. Kardus kertas laminasi susun horizontal ... 19

Gambar 19. Kardus kertas laminasi susun vertikal ... 19

Gambar 20. Kardus serbuk gergaji susun horizontal... 20

Gambar 21. Kardus serbuk gergaji susun vertikal ... 20

Gambar 22. Diagram kerja gaya bebas pada simulasi sistem transportasi buah belimbing... 20

Gambar 23. Luka pecah ... 21

Gambar 24. Luka gores ... 21

Gambar 25. Luka memar ... 21

Gambar 26. Grafik kerusakan mekanis pada bebagai perlakuan dari hari ke hari ... 22

Gambar 27. Diagram kerusakan mekanis hari ke-8 ... 23

Gambar 28. Pola penyusunan horizontal ... 23

Gambar 29. Pola penyusunan vertikal ... 23

Gambar 30. Grafik kekerasan buah belimbing ... 24

Gambar 31. Grafik susut bobot ... 25

Gambar 32. Grafik total padatan terlarut ... 27

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Konversi angkutan truk berdasarkan

data lembaga uji konstruksi BPPT 1986 ... 32

Lampiran 2a. Tabel kerusakan mekanis ... 37

Lampiran 2b. Tabel total kerusakan mekanis pada hari ke-8 ... 37

Lampiran 2c. Tabel presentasi kerusakan mekanis pada hari ke-8 ... 38

Lampiran 3. Tabel kekerasan buah belimbing ... 39

Lampiran 4a. Tabel perubahan susut bobot tiap kemasan ... 41

Lampiran 4b. Tabel persentase perubahan susut bobot ... 41

Lampiran 5. Tabel total padatan terlarut ... 42

Lampiran 6. Analisis ragam total padatan terlarut ... 43

Lampiran 7. Analisis ragam kekerasan ... 45

Lampiran 8. Analisis ragam susut bobot ... 46

Lampiran 9. Performance buah belimbing susun Vertikal pada masa simpan di suhu 10oc ... 47

Lampiran 10. Performance buah belimbing susun Horizontal pada masa simpan di suhu 10oc ... 49

(15)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara penghasil komoditas hortikultura yang potensial. Buah-buahan sebagai komoditas hortikultura memiliki potensi untuk dikembangkan baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri. Belimbing manis (Averrhoa carambola L) merupakan salah satu buah yang memiliki nilai komersial tinggi di Indonesia dan memiliki pasar dengan segmen tersendiri mulai dari pasar tradisional hingga pasar modern. Buahnya yang segar, bentuknya yang unik seperti bintang dan rasanya yang manis sangat disukai oleh masyarakat. Selain untuk dimakan dalam keadaan segar, Biasanya buah belimbing ini di gunakan sebagai penghias minuman atau makanan, sehingga dibutuhkan buah belimbing yang segar dan tidak rusak.

Prospek pemasaran belimbing dalam negeri diperkirakan makin baik. Hal ini disebabkan oleh pertambahan jumlah penduduk dan semakin banyaknya konsumen menyadari pentingnya kecukupan gizi dari buah-buahan. Namun penanganan pascapanen dari buah belimbing ini belum mendapatkan perhatian yang cukup serius. Masalah yang sering dihadapi pascapanen adalah keadaan tekstur yang mudah rusak akibat pengaruh mekanis. Disamping itu, tingkat kematangan yang tidak merata dan penentuan suhu penyimpanan juga menjadi kendala sehingga menurunkan nilai jualnya. Selain itu, proses pendistribusian buah belimbing yang kurang baik juga menambah masalah pada penanganan pascapanen belimbing.

Selama transportasi, buah belimbing yang dikemas mengalami kerusakan. Kerusakan ini dapat berupa kerusakan kimiawi, fisik dan mikrobiologis. Kerusakan fisik ditandai dengan adanya pecah (kulit terkelupas), memar dan luka pada buah (Waluyo (1991) diacu dalam Yulianti (2009)). Kerusakan ini diakibatkan oleh benturan (shock) dan getaran (vibration) selama transportasi, beban tekanan yang dialami buah (stress), varietas, tingkat kematangan, bobot dan ukuran buah, karakteristik kulit buah serta kondisi lingkungan di sekitar buah (Kays 1991). Kerusakan kimiawi ditandai dengan adanya perubahan warna buah (discoloration) dan busuk pada buah akibat terinfeksi mikroorganisme.

Pendistribusian buah belimbing dari lahan ke pengumpul, biasanya menggunakan kemasan keranjang bambu berkapasitas 80-100 kg. Buah belimbing yang diangkut seadanya (dengan penyusunan yang tidak teratur) oleh petani ini, menyebabkan buah mengalami kerusakan mekanis seperti luka goresan dan luka memar akibat benturan antar buah maupun antara buah dengan kemasan selama pengangkutan serta tekanan akibat muatan yang berlebihan dalam satu kemasan. Hal ini menyebabkan tingginya jumlah kerusakan yang dialami buah. Jumlah kerusakan pada buah belimbing pada waktu sampai di tempat tujuan mencapai lebih 40%.

Kerusakan fisik dapat juga disebabkan oleh isi kemasan terlalu penuh (over packing) ataupun terlalu kurang (under packing) dan penumpukan kemasan yang terlalu tinggi. Isi kemasan yang terlalu penuh mengakibatkan bertambahnya tekanan (compression) pada buah, sedangkan isi kemasan yang terlalu kurang akan menyebabkan buah yang terletak pada bagian atas saling berbenturan dan terlempar karena getaran maupun benturan yang berlangsung selama transportasi. Penumpukan kemasan yang terlalu tinggi menyebabkan buah pada lapisan dasar dalam kemasan yang paling bawah dari tumpukan akan mengalami kerusakan tekan akibat penambahan tekanan dari tumpukan kemasan (Darmawati 1994). Pada pengemasan buah belimbing, kerusakan yang terjadi umumnya adalah kerusakan fisik (luka memar, luka goresan,

(16)

2

dan pecah) dan kerusakan mikrobiologis. Mikroorganisme yang terbawa dari kebun, suasana yang lembab dan hangat dalam kemasan selama pengangkutan mendorong pembusukan berlangsung lebih cepat. Buah yang mengalami luka fisik juga lebih cepat busuk, sehingga memberikan tampilan yang buruk untuk dijual.

Penyebab utama dari kerusakan fisik ialah pengemasan yang tidak sesuai dan kurang tepat. Penanganan komoditas hasil pertanian dapat ditingkatkan melalui kemasannya. Kemasan ini diharapkan dapat memberikan perlindungan yang maksimum kepada produk yang dikemas, sehingga produk dapat sampai ke tangan konsumen dalam kondisi performance yang baik. Pengemasan merupakan suatu cara dalam memberikan kondisi sekeliling yang tepat bagi produk atau bahan pangan. Kemasan harus : (a) dapat melindungi komoditi dari kerusakan mekanis, (b) memungkinkan pertukaran panas untuk menghilangkan panas kebun dan panas respirasi, (c) cukup kuat untuk menahan penanganan biasa dan penumpukan maksimal. Mengingat buah belimbing sangat rapuh, sebaiknya ditangani dengan sangat hati-hati. Pengemasan secara khusus untuk transportasi merupakan salah satu mata rantai yang harus diperhatikan untuk melindungi dan mempertahankan mutu buah-buahan dalam kegiatan pascapanen.

Kemasan yang cukup baik di gunakan untuk pendistribusian atau transportasi buah belimbing ialah kemasan peti karton (kardus). Hal ini disebabkan karena kardus memiliki beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan bahan pengemasan yang lainnya yang saat ini sering di gunakan dalam kegiatan transportasi buah belimbing. Selain jenis kemasan, berbagai jenis bahan pengisi kemasan yang juga digunakan sebagai bahan penyekat dan bantalan bagi komoditas yang dikemas didalamnya seharusnya turut mendapatkan perhatian khusus. Bahan pengisi tersebut ikut membantu mempertahankan mutu dari buah belimbing yang dikemas selama transportasi dilakukan. Dalam penyusunan buah, perlu diperhatikan arah penyusunan buah dalam kemasan. Buah harus disusun dengan bagian yang mempunyai kekerasan terbesar searah dengan arah getaran yang dominan selama pengangkutan.

Untuk itu perlu diadakan penelitian yang mencoba mengetahui seberapa baik kardus yang digunakan sebagai bahan kemasan transportasi bagi buah belimbing. Selain itu juga untuk mengetahui pengaruh posisi penyusunan dan bahan pengisi dalam kemasan untuk menjaga mutu dari buah belimbing yang dikemas didalamnya. Diharapkan dengan penelitian ini, dapat dilakukan penanganan yang tepat untuk kegiatan transportasi, hingga dapat menaikkan nilai jual buah belimbing.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui jumlah kerusakan mekanis yang dialami buah belimbing selama transportasi pada berbagai jenis bahan pengisi dan posisi penyusunan buah.

2. Mengetahui perubahan mutu buah belimbing (susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut) setelah simulasi transportasi pada suhu penyimpanan 10oC.

3. Menentukan bahan pengisi dan posisi peletakan buah yang baik untuk transportasi buah belimbing.

(17)

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Belimbing Manis (

Averrhoa carambola L)

Tanaman belimbing berasal dari Sri Lanka dan banyak terdapat di daerah Asia Tenggara, Brazil, Ghana dan Guyana. Belimbing bukan buah musiman. Panen dapat dilakukan 3-4 kali setahun. Pada umumnya belimbing ditanam dalam bentuk kultur pekarangan (home yard gardening), yaitu diusahakan sebagai usaha sambilan sebagai tanaman peneduh di halaman-halaman rumah. Di kawasan Amerika, buah belimbing dikenal dengan sebutan star fruits, dan jenis belimbing yang populer dan digemari masyarakat adalah belimbing Florida.

Dalam taksonomi tumbuhan, belimbing diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

2) Divisi : Spermatphyta (tumbuhan berbiji) 3) Sub-divisi : Angiospermae (berbiji tertutup) 4) Kelas : Dicotyledonae (biji berkeping dua) 5) Ordo : Oxalidales

6) Famili : Oxalidaceae 7) Genus : Averrhoa

8) Spesies : Averrhoa carambola L. (belimbing manis)

Gambar 1. Belimbing (Averrhoa carambola L) varietas Dewa

Buah belimbing mempunyai kandungan gizi cukup tinggi yang bermanfaat bagi tubuh. Dalam 100 gram buah belimbing yang matang mengandung :

Energi : 35 kal Protein : 50 gram Lemak : 70 gram Karbohidrat : 7,70 gram Kalsium : 8 mg Serat : 0,90 gram Vitamin A : 18 RE Vitamin C : 33 Mg Niacin : 0,40 gram

(18)

4

Buah belimbing manis termasuk buah buni yang berbentuk oval atau elipsoidal segi lima. Cita rasa buah ditentukan oleh kematangannya. Buah yang matang dipohon akan memiliki rasa yang lebih enak, berwarna kuning dengan permukaan kulit yang halus dan mengkilat. Berbeda dengan buah yang diperam, warna buah akan menjadi pucat, permukaan kulit buah menjadi keriput sehingga menyebabkan penurunan mutu buah.

B. Pengemasan

Pengemasan buah-buahan dan sayuran adalah suatu usaha menempatkan komoditas tersebut ke dalam suatu wadah yang memenuhi syarat, dengan maksud agar mutunya tetap atau hanya mengalami sedikit penurunan, pada akhirnya saat diterima oleh konsumen nilai pasarnya tetap tinggi. Bahan dan bentuk kemasan memberikan andil yang besar terhadap pemasaran buah-buahan dan sayuran segar apabila mampu menahan kehilangan air (Griffin dan Sacharow 1980)

Beberapa sifat kemasan yang diinginkan selama distribusi adalah yang sesuai dengan sifat produk yang akan dikemas, mempunyai kekuatan yang cukup untuk bertahan dari resiko kerusakan selama pengangkutan dan penyimpanan, memiliki lubang ventilasi yang cukup (bagi produk tertentu yang membutuhkan), menyediakan informasi yang memungkinkan identifikasi produk yang dikemas, tempat produsen dan tujuan pengiriman, serta dapat dibongkar dengan mudah tanpa menggunakan buku penunjuk secara khusus (Paine dan Paine 1983).

Menurut Purwadaria (1992) perancangan kemasan selama pengangkutan ditujukan untuk meredam goncangan selama perjalanan yang dapat mengakibatkan kememaran dan penurunan kekerasan hasil hortikultura. Faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan kemasan yaitu jenis, sifat, tekstur dan dimensi bahan kemasan; komoditas yang diangkut, sifat fisik, bentuk, ukuran, dan struktur; dan pola susunan produk dalam kemasan, biaya pengangkutan dibandingkan dengan harga komoditas, permintaan waktu, jarak dan keadaan jalan yang dilintasi.

Dewasa ini untuk mengemas hasil pertanian sering digunakan kemasan kertas yang berjenis karton bergelombang (Corrugated box). Tingkat pemakaian karton bergelombang ini mencapai 40% dari keseluruhan konsumsi kertas di dunia ( Hidayat et all. 2008). Karton gelombang ialah karton yang terbuat dari satu atau beberapa lapisan medium bergelombang (flutting medium) dengan kertas lainer sebagai penyekat dan pelapisnya. Keduanya kemudian direkatkan didalam mesin corrugator, yaitu mesin penggelombang kertas. Kualitas karton gelombang ditentukan oleh jumlah gramatur kertas pelapis, ketahanan retak (bursting strength) dan ketahanan tekan tepi (edge crush resistance). Kemasan ini memiliki beberapa kelebihan yaitu:

1. Mempunyai bobot yang lebih ringan untuk material yang mempunyai kekuatan yang sama dan biaya yang lebih murah

2. Mempunyai permukaan yang halus 3. Mempunyai sifat meredam yang baik. 4. Mudah dicetak atau diberi label

5. Mudah untuk dirakit atau dibongkar dalam penyimpanan 6. Mudah didaur ulang dan digunakan kembali

Kekurangan dari kemasan ini ialah kekuatannya akan berkurang pada kondisi udara yang lembab (Peleg 1985). Umumnya masyarakat menggunakan kardus karton karena sirkulasi udaranya rendah sehingga produk akan lebih bertahan lama dan tidak cepat layu.

(19)

5

Kertas bergelombang antara permukaan pada papan karton bergelombang disebut fluting atau media bergelombang. Kualitas terbaik dari fluting adalah yang terbuat dari serat kayu dengan metode pengolahan pulp secara khusus. Umumnya terdapat 4 (empat) jenis utama dari papan karton bergelombang, yaitu:

1. Single-faced board

Papan ini terbuat dari satu permukaan pipih dengan sebuah medium bergelombang atau fluting. Material ini hanya digunakan untuk membuat produk kardus.

2. Single-wall atau Double-faced board

Papan ini terbuat dari dua permukaan dengan satu bagian yang bergelombang ditengahnya. Hampir 90% dari semua kardus terbuat dari papan karton bergelombang jenis ini.

3. Double-wall board

Terbuat dari dua permukaan dan dua media bergelombang dengan penuh pembatas ditengahnya. Sehingga lapisannya berjumlah 5 buah. Tingkatan ini sering digunakan untuk pengemasan dalam skala ekspor.

4. Tripple-wall board

Tingkatan ini memiliki tiga media bergelombang sehingga seluruh lapisannya berjumlah 7 lapisan. Hanya sebagian pabrik yang membuat jenis ini, yang mana sering digunakan untuk aplikasi industri yang sangat berat.

Di Indonesia jenis yang lazim digunakan adalah single wall dan double wall. Penggunaan

corrugated box ditentukan oleh berat bahan, sifat bahan (self stacking atau tidak), fragile atau

tidak, menggunakan inner karton atau tidak. Berdasarkan dimensi alur dan bagian karton yang datar, sera jumlah alur untuk satuan panjang tertentu maka terdapat berbagai jenis karton yang dalam istilah perdagangan disebut flute. Setiap flute mempunyai ketahanan terhadap getaran, tekanan, kerapuhan, tumpukan dan daya jatuh yang berbda-beda. Arah peletakan alur dapat horizontal atau vertikal, sehingga dikenal flute A horizontal atau flute A vertikal, flute B horizontal atau flute B vertikal dan seterusnya ditunjukkan oleh Gambar 2

.

Gambar 2.

Jenis-jenis

flute

Karton gelombang memiliki banyak tipe kemasan. Peleg (1985) menyatakan bahwa terdapat beberapa tipe kemasan karton gelombang yang umum di gunakan yaitu:

(20)

6

1. Regular Slotted Container (RSC)

Regular Slotted Container (RSC) biasa disebut wadah celah teratur karena kedua tutup sama panjang dan bertemu ditengah pada saat ditutup (Gambar 3). Kemasan ini merupakan tipe yang paling banyak di gunakan sebagai kemasan distribusi produk holtikultura dari kedua tipe yang lain karena memiliki konstruksi yang sederhana dan lebih ekonomis.

Gambar 3. Karton gelombang tipe Regular Slotted Container (RSC)

2. Half Telescopic Container (HTC)

Kemasan ini terdiri dari dua wadah yang ditumpuk dimana satu kotak sedikit lebih kecil dari kota yang lainnya sehingga memungkinkan agar kotak yang lebih kecil itu dimasukkan ke dalam kotak yang lainnya. Keunggulan dari kemasan ini ialah dapat menyesuaikan dengan tinggi atau panjang barang yang dibawa, selain itu ketebalan karton gelombang di keempat sisinya memberikan perlindungan dan kekuatan pada produk meskipun kemasan ditumpuk-tumpuk. Kemasan ini banyak digunakan pada palletized products seperti lemari es dan mesin cuci. Bentuk dari kemasan ini dapat dilihat pada Gambar 4 dibawah:

Gambar 4. Karton gelombang tipe Half Telescopic Container (HTC)

3. Full Telescopic Container (FTC)

Kemasan ini terdiri dari dua wadah tertutup yang terpisah wadah bagian atas dan wadah bagian bawah. Wadah penutup yang dalam hingga ke bagian bawah memberikan tambahan ketebalan papan pada semua panel samping dan bawah. Ini memberikan kuat tekan yang baik untuk penumpukan barang rapuh dan tinggi.

"Gaya Desain" mengacu pada penggabungan dari flaps di panel samping, bukan pada atas atau bawah kotak. Keuntungannya adalah bagian atas dan bawah rata cocok untuk kertas, buku dan produk sejenis.Bentuk dari kemasan ini dapat dilihat pada Gambar 5 dibawah

:

(21)

7

C. Bahan Pengisi Kemasan

Selama transportasi dan penyimpanan, kemasan dan bahan segar akan menghadapi beberapa bahaya, baik dari segi mekanis, lingkungan ataupun biologi. Bahaya mekanis dapat dinyatakan sebagai bahaya yang disebabkan oleh tumbukan, getaran, kompresi dan tusukan. Kerusakan tumbukan dapat terjadi jika kemasan jatuh atau terlempar. Buah didalamnya akan bergerak dan bersentuhan antara sesama buah dan antara buah dengan kemasan yang mengakibatkan kerusakan.

Untuk mengurangi efek tersebut pada produk, kemasan harus dibuat tidak bergerak dan membagi beban yang ada pada setiap bagian dan memberikan bantalan. Efek merugikan dari getaran termasuk luka lecet yang disebabkan karena perpindahan relatif produk dari kemasan dan dari produk yang lain bisa dikurangi dengan menahan tiap bagian produk. Kerusakan kompresi terjadi selama penumpukan kemasan. Kemasan kaku yang terlampau penuh atau cacat dapat menyebabkan gaya kompresi yang ada dari penumpukan lebih banyak dilanjutkan kepada produk daripada kemasannya. Hasilnya, produk menjadi memar, keparahannya tergantung kepada besarnya gaya yang terjadi dan tingkat kematangan dari produk.

Beberapa dari kerusakan ini dapat diminimalisir dengan menghindari adanya ruang kosong yang terdapat didalam kemasan serta melindungi tekanan dan gesekan antara sesama produk ataupun antara produk dengan kemasan selama kegiatan transportasi. Bahan yang digunakan untuk mengisi ruang tersebut sering disebut dengan istilah bahan pengisi kemasan. Bahan ini dapat mengurangi sebagian besar kerusakan yang terjadi selama transportasi. Selain itu bahan ini dapat juga menjadi alat penyekat antar produk, sebagai bahan pelapis dinding kemasan, atau sebagai bahan pengganjal untuk melindungi buah atau sayur terhadap pergeseran dengan dinding kemasan atau sebagai bahan pengisi disela-sela antara setiap komoditas yang dikemas untuk mencegah terjadinya pergeseran letak komoditas. Bahan yang umum digunakan adalah merang atau jerami, daun-daun kering, pelepah batang pisang, kertas koran atau kertas lainnya dan sebagainya.

D. Transportasi

Goncangan yang terjadi selama pengangkutan baik dijalan raya maupun di rel kereta dapat mengakibatkan kememaran, susut berat, dan memperpendek masa simpan (Puwadaria 1997). Hal ini terutama terjadi pada pengangkutan produk hortikultura yang tidak dikemas. Meskipun kemasan dapat meredam efek guncangan namun daya redamnya tergantung pada jenis kemasan serta tebal bahan kemasan, susunan komoditas didalam kemasan, dan susunan kemasan dalam pengangkutan. Perlakuan yang kurang sempurna selama pengangkutan mengakibatkan jumlah kerusakan pada komoditas pada waktu sampai ditempat tujuan mencapai lebih kurang 30-50%.

Pengangkutan melalui jalan darat pada umumnya menggunakan truk ataupun pick up tanpa pendingin. Menurut Purwadaria (1992) untuk pengangkutan antar pulau yang berjarak tempuh lebih dari 5 jam sebaiknya menggunakan kereta api dengan gerbong pendingin.

(22)

8

E. Kerusakan Mekanis

Penanganan pasca panen harus ditangani secara hati-hati untuk memperoleh buah-buahan yang segar dan mempunyai mutu yang tinggi. Penanganan secara kasar dapat mempengaruhi mutu produk secara langsung. Mutu buah-buahan tersebut ditentukan oleh sifat fisik mekanis, morfologis, dan fisiologis. Sifat fisik morfologis meliputi panjang, diameter, volume, dan bobot. Sifat fisiologis dipengaruhi oleh laju respirasi, sedangkan mekanis merupakan ketahanan buah terhadap benturan dan goresan.

Kerusakan mekanis pada produk pertanian dapat disebabkan oleh gaya-gaya luar (statik ataupun dinamis) dan gaya-gaya dalam yang disebabkan oleh perubahan fisik bahan tersebut. Perubahan fisik dapat disebabkan oleh perubahan kadar air, temperatur, biologis, dan kimia. Kerusakan mekanis dapat terjadi karena buah menerima pembebanan, baik berupa tekanan ataupun pukulan.

Kerusakan mekanis yang terjadi selama pengangkutan dapat terjadi karena tumpukan buah yang terlalu tinggi. Hal tersebut mengakibatkan tekanan yang besar terhadap buah yang terdapat pada lapisan bawah sehingga meningkatkan kerusakan akibat kompresi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kerusakan mekanik buah antara lain : 1. Gaya-gaya luar

Tingkat kerusakan mekanis yang terjadi dipengaruhi oleh besarnya gaya luar (beban) yang mengenai buah. Kerusakan akan semakin tinggi jika gaya luar (beban) yang diterima oleh buah semakin besar.

Buah tersusun dari sel-sel yang memiliki sifat viskoelastis yang memberikan respon terhadap gaya. Respon terhadap gaya gantung dari sifat pembebanan. Sifat pembebanan terdiri dari dua macam, yaitu pembebanan yang bersifat statis dan pembebanan yang bersifat dinamis atau berubah-rubah terhadap waktu.

Pembebanan dinamis terjadi pada tumpukan buah yang mengalami getaran selama pengangkutan. Sedangkan pembebanan statis terjadi pada saat buah menanggung beban gaya yang tetap seperti penumpukan buah pada waktu penyimpanan.

2. Sifat mekanis buah

Sifat mekanis yaitu respon bahan yang sesuai dengan perilakunya apabila diberi gaya. Sifat mekanis bahan dipelajari dalam ilmu reologi. Secara reologi, sifat mekanis buah dapat dinyatakan dalam tiga bentuk parameter yaitu gaya, deformasi, dan waktu.

F. Simulasi Transportasi Hasil Pertanian

Pengangkutan merupakan mata rantai yang penting dalam penanganan, penyimpanan, dan distribusi buah-buahan serta sayuran. Pengangkutan dilakukan untuk menyampaikan komoditas hasil pertanian secara cepat dari produsen ke konsumen.

Di Indonesia perhubungan lewat darat sangat dominan terhadap pengangkutan buah yang hendak dipasarkan selanjutnya. Alat angkut yang umum digunakan adalah truk, mobil bak terbuka atau sejenisnya, dan menggunakan kereta api (Sutuhu 2004). Dalam kondisi jalan yang sebenarnya, permukaan jalan ternyata memiliki permukaan yang tidak rata. Permukaan jalan yang tidak rata ini menyebabkan produk mengalami berbagai guncangan ketika ditransportasikan. Besarnya guncangan yang terjadi bergantung kepada kondisi jalan yang dilalui. Ketidakrataan ini disebut amplitudo dan tingkat kekerapan terjadinya guncangan akibat ketidakrataan jalan tersebut dinamakan frekuensi. Kondisi transportasi yang buruk ini dan penanganan yang tidak tepat pada komoditi (buah dan sayuran) yang ditransportasikan dapat

(23)

9

menyebabkan kerugian berupa turunnya kualitas komoditi yang akan disampaikan ke tangan konsumen. Penurunan kualitas yang sering terjadi adalah kerusakan mekanis pada buah dan sayuran.

Untuk memperoleh gambaran mengenai kerusakan mekanis yang dialami oleh komoditi pertanian akibat guncangan selama transportasi, Purwadaria dkk (1992) telah merancang alat simulasi transportasi yang dapat mewakili pengaruh guncangan yang terjadi pada kondisi jalan yang sebenarnya. Alat simulasi ini telah disesuaikan dengan jalan yang terdapat di dalam dan luar kota. Dasar yang membedakan antara jalan dalam dan luar kota adalah besarnya amplitude yang terukur. Jalan dalam kota memiliki amplitudo yang lebih rendah dibandingkan jalan luar kota, jalan buruk, dan jalan berbatu. Pada simulasi pengangkutan dengan menggunakan truk guncangan yang dominan adalah guncangan pada arah vertikal. Sedangkan guncangan pada kereta api adalah guncangan horizontal. Guncangan lain berupa puntiran dan bantingan diabaikan karena jumlah frekuensinya kecil sekali (Soedibyo 1992).

Pradnyawati (2006) telah melakukan penelitian mengenai pengaruh kemasan dan goncangan terhadap mutu fisik jambu biji selama transportasi. Jenis kemasan yang digunakan adalah keranjang bambu dengan bahan pengisi daun pisang, kardus karton dengan bahan pengisi kertas koran cacah, dan kardus karton dengan bahan pembungkus kertas koran. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tingkat kerusakan mekanis yang tertinggi dialami oleh jambu biji dalam kemasan keranjang bambu dengan bahan pengisi daun pisang. Sedangkan tingkat kerusakan mekanis terendah dialami oleh jambu biji dalam kemasan kardus karton dengan bahan pembungkus koran.

Kusumah (2007) pernah mengkaji pengaruh kemasan dan suhu terhadap mutu fisik mentimun selama transportasi. Penelitian ini menggunakan empat kemasan yang berbeda untuk mengupas mentimun yang akan ditransportasikan. Simulasi penggetaran dilakukan selama tiga jam. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tingkat kerusakan mekanis tertinggi dialami oleh mentimun dalam peti kayu dengan nilai kerusakan sebesar 40.915% dan yang terendah dialami oleh mentimun dalam kemasan kardus dengan nilai kerusakan sebesar 26.1%

Hasil penelitian Darmawati (1994) Dampak goncangan terhadap jeruk dalam kemasan karton bergelombang di atas meja simulator dengan kompresor yang dilakukan selama 8 jam dengan frekuensi 6 Hz dan amplitudo 5 cm menghasilkan kerusakan buah sebesar 5.74%. Kondisi tersebut setara dengan 2490 km jalan beraspal dan 904 km jalan berbatu atau mewakili transportasi antar pulau (pulau Jawa dan Sumatra).

(24)

10

III. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu

Penelitian dengan topik “Pengaruh Perlakuan Pengemasan Belimbing (Averrhoa carambola L) dengan Penggunaan Bahan Pengisi terhadap Mutu Fisik Belimbing selama Transportasi” dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian selama 4 bulan terhitung mulai April 2010 hingga Juli 2010.

B. Alat dan Bahan

Bahan

1. Belimbing varietas Dewa grade A kelas V. 2. Karton bergelombang tipe RSC

3.

Bahan pengisi kemasan berupa potongan kertas koran, dan serbuk gergaji

.

Alat

1. Meja Simulator 2. Timbangan mettler 3. Rheometer 4. Hand refractometer 5. Ruang pendingin 10 oC

C. Metode Penelitian

1. Belimbing yang telah diperoleh dari kebun, dibersihkan, dan disortasi. Belimbing yang dipilih adalah belimbing yang tidak memiliki kerusakan atau cacat pada kulit buahnya serta memiliki umur yang seragam.

2. Belimbing kemudian dimasukan ke dalam kemasan karton berkapasitas 10 Kg (50x40x30) sebanyak 6 buah.

3. Masing-masing karton diberi perlakuan bahan pengisi yang berbeda-beda, yaitu kemasan pertama menggunakan bahan pengisi berupa serutan kayu, kemasan kedua menggunakan bahan pengisi serbuk gergaji dan kemasan ketiga menggunakan bahan pengisi cacahan kertas laminasi. Bahan-bahan tersebut dipilih untuk meningkatkan nilai guna dari hasil samping kayu dan kertas bungkus nasi (kertas laminasi) yang telah tidak digunakan. 4. Selain diberi pengisi yang berbeda, penyusunan buah belimbing juga akan diteliti dengan

penyusunan teratur atau dikenal dengan pattern pack. Tiga karton diberikan perlakuan penyusunan buah secara vertikal dan Tiga karton lagi disusun secara horizontal.

5. Kemasan karton-karton tersebut kemudian diatur pada meja simulator (Gambar 6). 6. Pengetaran dilakukan dengan waktu yang telah ditentukan yaitu selama 2 jam. Pada arah

vertikal dengan amplitudo 4.04 cm dan frekfuensi 3.38 Hz. Pemilihan amplitudo sebesar 4.04 cm, frekuensi 3.38 Hz dan waktu selama 2 jam didasarkan pada jarak tempuh pendistribusian buah belimbing dari Depok menuju Jakarta, Bandung, Tanggerang dan terjauh di daerah Garut yang jarak tempuhnya sejauh 139 Km.

(25)

11

Gambar 6. Penyusunan karton diatas meja simulator

7. Setelah perlakuan penggetaran, kemudian dilakukan pengamatan kerusakan mekanis untuk mengetahui jumlah dan persentase belimbing yang mengalami kerusakan akibat guncangan selama simulasi transportasi.

8. Setelah dilakukan sortasi, belimbing kemudian disimpan pada suhu 10oC selama delapan hari. Setiap dua hari sekali dilakukan pengamatan terhadap kerusakan buah belimbing. Adapun data-data yang diambil selama pengamatan adalah pengukuran dan pengamatan terhadap kerusakan mekanis, kekerasan, total padatan terlarut, dan susut bobot. Penyimpanan pada suhu 10oC ini bertujuan agar masa simpan buah belimbing dapat bertahan lebih dari seminggu. Hal ini dinyatakan oleh O’hare (1997) bahwa buah belimbing yang disimpan pada suhu 10oC mempertahankan kondisi baiknya selama lebih dari seminggu.

(26)

12

Gambar 7. Diagram alir metode penelitian

Pengujian kerusakan mekanis, kekerasan buah, susut bobot, dan total padatan terlarut

Penyimpanan selama 8 hari dengan suhu 10oc

Pengambilan data

Pengolahan data dengan menggunakan rancangan percobaan

Hasil Belimbing

Sortasi

Pengemasan dengan tiga perlakuan bahan pengisi (cacahan kertas laminasi, serutan kayu dan serbuk gergaji) dan dua penyusunan (horizontal dan vertikal)

Simulasi transportasi di meja simulator dengan amplitudo 4.04 cm dan frekuensi 3.38 hz selama 2 jam

(27)

13

D. Pengamatan

P

engamatan dilakukan terhadap tingkat kerusakan mekanis, kekerasan, susut bobot dan total padatan terlarut. Penelitian ini lebih di titik beratkan pada pengamatan mutu fisik pada buah belimbing. Mutu fisik ditandai dengan adanya pecah (kulit terkelupas), memar dan luka pada buah (Waluyo (1991) diacu dalam Yulianti (2009)) sehingga parameter kerusakan mekanis merupakan parameter yang paling kritis pada penelitian ini. Selain itu, kekerasan dan susut bobot juga menjadi parameter untuk menentukan mutu fisik buah belimbing karena secara visual, pembeli yang akan membeli buah belimbing akan merasakan kekerasan belimbing yang matang dan juga bobot dari buah belimbing yang di jual. Selain mutu fisik, mutu kimiawi berupa parameter total padatan terlarut (kadar gula) juga diperlukan untuk mengetahui rasa manis pada buah belimbing.

1. Kerusakan Mekanis

Pengamatan terhadap tingkat kerusakan mekanis belimbing dilakukan setelah kegiatan simulasi transportasi dan selama masa penyimpanan. Pengamatan dilakukan dengan cara melihat kerusakan seperti luka gores, memar, dan pecah dari masing-masing kemasan. Kegiatan pengujian dilakukan secara visual.

Persamaan yang digunakan untuk menghitung kerusakan mekanis yang terjadi adalah sebagi berikut:

%Rusak = (Jumlah Rusak/Jumlah Total) x 100%

Klasifikasi kerusakan pada belimbing adalah sebagai berikut: 1. Luka Memar

Luka memar terjadi akibat adanya benturan antar produk dengan dinding alat pengemasan atau tekanan sesama produk.

2. Luka Gores

Luka gores terjadi akibat adanya gesekan antar produk dengan kemasan, dengan sesama produk atau dengan bahan pengisi.

3. Luka Pecah

Luka pecah terjadi akibat adanya tekanan yang terjadi dari arah vertikal maupun dari arah horizontal produk. Selain itu dapat juga diakibatkan karena guncangan selama proses pengangkutan.

2. Kekerasan

Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan buah terhadap jarum penusuk dari rheometer (Gambar 8). Alat diset pada kedalaman 3 mm dengan beban maksimum 2 kg. Uji kekerasan dilakukan pada tiga titik yang berbeda yaitu bagian tengah, bagian bawah, dan bagian atas ditunjukkan pada Gambar 9. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali ulangan pada masing-masing sampel dan kemudian dirata-ratakan nilainya. Nilai yang keluar pada alat ini dinyatakan dalam satuan Kgf. Pengukuran kekerasan ini dilakukan setiap 2 hari.

Penusukan jarum rheometer dilakukan pada bagian atas (pangkal), tengah, dan bawah (ujung). Kekerasan yang rendah ditunjukkan dengan angka yang kecil. Hal ini berkaitan dengan penusukan jarum rheometer. Semakin keras buah maka semakin besar gaya yang dibutuhkan jarum untuk menusuk kedalam buah, sebaliknya jika buah lunak maka gaya yang diperlukan juga semakin kecil. Semakin kecil nilai tekan buah belimbing maka menunjukkan semakin rusak

(28)

14

buah belimbing tersebut. Bagian bawah buah belimbing yang memiliki tingkat kekerasan yang lebih dibandingkan dengan bagian atas dan tengah buah belimbing.

3. Susut Bobot

Susut bobot ditimbang dengan menggunakan timbangan mettler (Gambar 10). Penurunan susut bobot di hitung berdasarkan persentase penurunan berat bahan sejak awal penyimpanan sampai akhir penyimpanan (delapan hari). Persamaan yang digunakan untuk menghitung susut bobot adalah sebagai berikut:

Susut Bobot (%)=W-Wa

W ×100% dimana : W = bobot bahan awal penyimpanan (gram) Wa = bobot bahan akhir penyimpanan (gram)

Gambar 10. Timbangan Mettler

Gambar 9. Bagian-bagian buah belimbing Gambar 8. Rheometer

(29)

15

4. Total Padatan Terlarut

Pengukuran total padatan terlarut dilakukan dengan menggunakan refractometer (Gambar 11). Pengukuran total padatan terlarut dilakukan dengan meletakkan cairan daging buah belimbing yang telah dihancurkan pada prisma refractometer. Angka yang tertera pada refractometer menunjukan kadar total padatan terlarut yang dinyatakan dalam °Brix. Nilai yang tertera pada refractometer mewakili rasa manis pada buah belimbing. Sebelum dan sesudah pembacaan, prisma refractometer harus dibersihkan terdahulu dengan alkohol. Pengukuran total padatan terlarut setiap dua hari sekali dan dilakukan tiga kali pengulangan terhadap dua sampel dari masing masing jenis perlakuan.

Gambar 11. Hand Refractometer

E. Kesetaraan Simulasi Transportasi

Kesetaraan simulasi transportasi yang dilakukan dengan menggunakan meja simulator dapat dihitung dengan menggunakan persaman-persamaan di bawah ini:

1. Amplitudo rata-rata getaran bak truk (P) = ∑ (Ni x Ai)/ ∑ (Ni) Dimana : P = rata-rata getaran bak truk (cm)

N = jumlah kejadian amplitudo

A = amplitude getaran vertikal (cm) jalan luar kota 2. Luas satu siklus bak truk jalan kota = ∫T o P Sin ωT dT

3. Jumlah luas seluruh getaran bak truk jalan dalam kota selama 0.5 jam = 30 menit x 60 detik/menit x f x Luas satu siklus bak truk jalan kota 4. Luas satu siklus getaran vibrator = A ∫T o P Sin ωT dT

Dimana :

T = 1/f T = Periode (detik/getaran) ω= 2π/T ω = Getaran/detik

5. Jumlah seluruh getaran vibrator selama 1 jam = 1 jam x 60 menit/jam x 60 detik/menit x f 6. Jumlah luas seluruh getaran vibrator selama 1 jam

= jumlah seluruh getaran vibrator selama 1 jam x luas satu siklus getaran vibrator Simulasi pengangkutan dengan truk selama satu jam dalam kota dan jalan buruk (aspal): = (jumlah seluruh getaran vibrator selama 1 jam/ jumlah getaran bak truk) x jarak tempuh

(30)

16

F. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang akan digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap 2 faktorial dengan 1 kali perlakuan. Faktor-faktor yang digunakan adalah:

B = Bahan Pengisi

B1 = Kemasan karton dengan bahan pengisi potongan kertas Koran B2 = Kemasan karton dengan bahan pengisi serbuk gergaji B3 = Kemasan karton tanpa bahan pengisi

P = Teknik Pengemasan P1 = Posisi Vertikal P2 = Posisi Horizontal

Dua faktor tersebut akan menghasilkan kombinasi-kombinasi perlakuan yaitu: B1P1, B1P2, B2P1, B2P2, B3P1, B3P2.

Model umum dari rancangan percobaan ini adalah: Yij = µ + Bi + Pj + (BP)ij + Dij

Dimana :

Yij = Pengamatan pada perlakuan B ke-i dan P ke j

µ = Nilai rata-rata harapan Bi = Perlakuan A ke-i Pj = Perlakuan B ke-j

(BP)ij = Interaksi A ke-i dan B ke-j

Dij = Pengaruh alat percobaan dari perlakuan A ke-i dan B ke-j

I = 1,2,3 (bahan pengisi) j = 1,2 (Teknik Pengemasan)

Pengamatan dilakukan setiap hari sekali selama delapan hari terhadap beberapa respon. Respon yang akan diamati yaitu: (1) Susut bobot, (2) Uji kekerasan, (3) kerusakan mekanis, (4) Total padatan terlarut. Pada setiap respon akan diamati pengaruh dari kombinasi faktor yang diberikan sehingga akan diketahui apakah jenis bahan pengisi dan teknik penyusunan akan berpengaruh terhadap tingkat kerusakan dan umur simpan buah belimbing

.

(31)

17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

Pengemasan Buah Belimbing

Pada simulasi transportasi belimbing ini menggunakan kemasan kardus dengan tipe

Regular Slotted Container (RSC) double flute berukuran 50x40x30 cm (Gambar 12). Jenis

kemasan kardus ini dipilih karena sudah umum digunakan dalam transportasi dan pendistribusian buah buahan.

Gambar 12. Kemasan kardus dengan tipe Regular

Slotted Container (RSC) double flute

berukuran 50x40x30 cm

Adanya dinding double flute pada kardus ini membuatnya lebih kokoh dan dapat bertahan dalam tumpukan yang lebih banyak dan dalam keadaan yang lebih lembab (sebagai akibat dari penimbunan uap air sisa transpirasi dalam kemasan) serta dapat meredam setiap goncangan yang dihasilkan selama transportasi dengan lebih baik jika dibandingkan dengan kemasan karton single flute.

Flute yang digunakan pada kemasan ini memiliki karakteristik gelombang B yaitu jumlah

flute sebanyak 160 buah per meter dan tinggi flute sebesar 2.4 mm. dengan karakteristik yang

seperti itu kemasan ini memiliki ketahanan remuk yang paling tinggi yaitu 50% lebih kuat jika dibandingkan dengan flute jenis A dan 25% lebih kuat jika dibandingkan dengan flute jenis C (Export Packaging Note No 13). Sehingga membuat kardus dengan flute jenis ini lebih banyak digunakan pada kemasan buah dan sayuran.

Pada penelitian ini penggunaan kardus RSC double flute disertai dengan penggunaan bahan pengisi berupa kertas laminasi cacah, serutan kayu dan serbuk gergaji yang diharapkan dapat mengurangi benturan dengan kemasan maupun benturan antar buah belimbing selama transportasi. Bahan-bahan pengisi tersebut dipilih untuk meningkatkan nilai guna dari hasil samping kayu dan kertas bungkus nasi (kertas laminasi) yang telah tidak digunakan.

(32)

18

performance masing masing jenis bahan pengisi di tunjukkan pada Gambar 13, 14 dan 15 di bawah ini:

Gambar 13. Bahan pengisi kertas berlaminasi

Gambar 14. Bahan pengisi serutan kayu

Gambar 15. Bahan pengisi serbuk gergaji

Berat buah yang diisikan ke dalam masing masing kemasan ialah seberat 10 kg (berjumlah antara 47-54 buah). Berat buah belimbing dalam tiap kemasan ini didasarkan kepada dua pertimbangan:

1. Keadaan di lapangan dimana dari koperasi pengumpul ke penjual akhir seperti supermarket umumnya menggunakan kemasan kardus dengan kisaran berat 7 sampai dengan 15 kg.

2. Keadaan di lapangan dimana kemasan yang terbuat dari karton bergelombang umumnya memiliki kapasitas berkisar antara 2 sampai dengan 25 kg yang disesuaikan dengan kemampuan angkat serta jenis dan karakter buah yang dikemas didalamnya.

Setelah ditentukan kapasitas kemasannya kemudian disesuaikan dengan karakteristik buah belimbing yang akan di kemas. Pada umumnya buah belimbing memiliki berat 180-250 gram, panjang 13-15 cm dan diameter 8-10 cm. Dengan data tersebut didapat volume kemasan yang

(33)

19

dibutuhkan dan kemudian di terjemahkan menjadi ukuran atau dimensi kemasannya yang dapat menampung 47-54 buah belimbing.

Selain pemilihan jenis kemasan dan penambahan bahan pengisi, cara penyusunan buah dalam kemasan berpengaruh dalam usaha melindungi buah belimbing selama proses transportasi. Pada kemasan keranjang bambu, buah belimbing disusun secara acak dan dengan jumlah tumpukan yang tinggi. hal ini sesuai disesuaikan dengan kebiasaan yang dilakukan petani. Penyusunan buah dengan cara ini dapat menyebabkan kerusakan mekanis yang tinggi sebesar 40-70% karena buah yang berada pada bagian bawah dapat mengalami luka memar karena menanggung beban yang terlalu besar dari buah yang berada pada lapisan atas.

Perbaikan yang dilakukan terhadap cara peyusunan buah dalam kemasan ialah pada kemasan kardus baik dengan bahan pengisi kertas laminasi cacah, serutan kayu maupun serbuk gergaji, buah belimbing disusun secara teratur baik secara vertikal maupun horizontal dan terdiri dari 2-3 tumpukan (2 tumpukan untuk buah belimbing yang disusun vertikal dan 3 tumpukan untuk buah belimbing yang disusun horizontal). Posisi penyusunan dapat dilihat pada Gambar 16 sampai 22 di bawah:

Gambar 16. Kardus serutan kayu susun horizontal

Gambar 17. Kardus serutan kayu susun vertikal

Gambar 18. Kardus kertas laminasi susun horizontal

(34)

20

B.

Kerusakan Mekanis

Buah belimbing yang mengalami proses simulasi transportasi akan mengalami guncangan, seperti terlihat pada Gambar 22. Mekanisme kerusakan buah belimbing karena transportasi ialah guncangan pada transportasi menyebabkan buah belimbing yang dikemas didalam kardus ikut mengalami pergerakan sehingga buah belimbing mengalami pembebanan baik berupa tekanan atau benturan antar buah maupun gesekan dengan bahan pengisi. Dampak dari guncangan dan pembebanan tersebut ialah timbulnya kerusakan mekanis pada buah belimbing.

Gambar 22. Diagram kerja gaya bebas pada simulasi sistem transportasi buah belimbing Kerusakan mekanis yang terjadi akibat dari proses transportasi pada buah belimbing ialah luka memar, luka gores dan luka pecah. Performance kerusakan mekanis dapat dilihat pada Gambar 23, 24 dan 25. Kerusakan mekanis yang terdeteksi setelah simulasi transportasi hanya sedikit, sehingga dibutuhkan penyimpanan selama 8 hari. Tujuan dari penyimpanan ini ialah agar kerusakan mekanis yang terjadi dapat terdeteksi semua. Buah belimbing yang terluka akan mengalami laju respirasi yang lebih cepat. Hal ini menyebabkan bagian kulit belimbing yang terluka akan mengalami perubahan warna menjadi kecoklatan. Sehingga luka yang tidak terdeteksi setelah transportasi akan terdeteksi pada hari-hari berikutnya setelah proses penyimpanan.

Jika kerusakan mekanis yang terjadi pada permukaan buah relatif besar maka akan terjadi penguapan dan kehilangan air pada sel buah belimbing sehingga menyebabkan menurunnya Gambar 20. Kardus serbuk gergaji susun

horizontal

Gambar 21. Kardus serbuk gergaji susun vertikal

(35)

21

kekerasan dan bobot buah belimbing. Pada proses respirasi tersebut senyawa-senyawa kompleks yang terdapat dalam sel seperti karbohidrat dipecah menjadi molekul sederhana seperti karbondioksida, air yang mudah menguap dan pati (padatan terlarut). Hal ini menyebabkan semakin lama penyimpanan maka total padatan terlarut yang menunjukkan kandungan gula dalam buah belimbing akan semakin meningkat.

Pengukuran tingkat kerusakan mekanis dilakukan secara manual dengan uji visual pada performance luar buah belimbing dan melihat jumlah buah yang rusak pada tiap kemasan.

Data kerusakan mekanis pada buah belimbing pada tiap perlakuan bahan pengisi kemasan dengan posisi susun dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 26 di bawah;

Tabel 1. Data kerusakan mekanis pada buah belimbing hari ke-8

.

Jenis Perlakuan Bahan Pengisi Kemasan dengan Posisi Susun Jumlah Rusak (Buah) Jumlah Satu Kemasan (Buah) Persentase Kerusakan Mekanis (%) KKSH 43 50 86.00 KKSV 50 51 98.04 KSSH 39 47 82.98 KSSV 48 49 97.96 KGSH 45 49 91.84 KGSV 53 54 98.15 Keterangan:

KKSH:Kardus Kertas Laminasi Susun Horizontal, KKSV:Kardus Kertas Laminasi Susun Vertikal, KSSH:Kardus Serutan Kayu Susun Horizontal, KSSV:Kardus Serutan Kayu Susun Vertikal, KGSH:Kardus Serbuk Gergaji Susun Horizontal, KGSV:Kardus Serutan Gergaji Susun Vertikal.

Gambar 23. Luka pecah

Gambar 25. Luka memar

(36)

22

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 0 2 4 6 7 8 K er us a ka n M eka n is (%)

Lama Penyimpanan (Hari Ke-)

kksh kksv kssh kssv kgsh kgsv

Dari Gambar 26 dapat diketahui bahwa presentase kerusakan mekanis terbesar terdapat pada kemasan buah belimbing dengan perlakuan bahan pengisi serutan kayu dengan posisi susun vertikal dengan nilai kerusakan sebesar 28.57% sedangkan presentase kerusakan mekanis terkecil dialami oleh buah belimbing dengan perlakuan bahan pengisi serutan kayu dengan posisi susun horizontal sebesar 19.15%. Nilai kerusakan mekanis setelah transportasi pada tiap jenis perlakuan yang berkisar antara 19-29% ini masih lebih sedikit jika dibandingkan dengan pengemasan yang biasa digunakan petani belimbing sebesar lebih dari 40%. Pengemasan yang biasa digunakan petani belimbing ialah dengan kemasan keranjang bambu yang disusun secara acak dan tanpa bahan pengisi. Pada hari akhir penyimpanan (hari ke-8) presentase kerusakan mekanis terbesar terdapat pada kemasan buah belimbing dengan perlakuan kemasan berbahan pengisi serbuk gergaji yang disusun vertikal sebesar 98.15% sedangkan presentase kerusakan mekanis terkecil terdapat pada kemasan buah belimbing dengan perlakuan kemasan berbahan pengisi serutan kayu yang disusun horizontal sebesar 82.98%. Perbedaan persentase kerusakan mekanis terbesar pada hari pertama setelah simulasi transportasi dengan hari ke-8 setelah penyimpanan dikarenakan kerusakan belum terdeteksi semua pasca simulasi transportasi.

(37)

23

Gambar 27. Diagram kerusakan mekanis hari ke-8

Dari Gambar 27, jika dibandingkan berdasarkan bahan pengisi maka kerusakan mekanis yang terbaik ada pada kemasan yang berbahan pengisi serutan kayu. Kerusakan yang dominan terjadi pada buah belimbing yang dikemas dengan kemasan berbahan pengisi kertas laminasi ialah luka memar karena bahan pengisi kertas kurang memberikan sifat elastis sehingga kurang sanggup menahan benturan pada buah. Bahan pengisi kertas laminasi berada diurutan kedua terbaik setelah bahan pengisi serutan kayu. Pada buah belimbing dengan perlakuan pengisi serutan kayu, kerusakan mekanis yang terjadi lebih sedikit dibandingkan dengan jenis perlakuan lainnya. Hal ini karena bahan pengisi berupa serutan kayu memiliki sifat elastis yang dapat menjaga belimbing dari benturan. Kerusakan yang dominan terjadi pada jenis perlakuan berbahan pengisi serutan kayu ialah luka gores. Hal ini karena buah bersentuhan dengan tepi serutan kayu. Pada buah belimbing dengan perlakuan pengisi serbuk gergaji, ketiga luka (luka gores, luka memar dan luka pecah) memiliki nilai rusak yang hampir sama. Hal ini karena bahan pengisi serbuk gergaji tidak memiliki sifat yang elastis dan tidak halus seutuhnya, sehingga merusak buah belimbing yang dikemas.

Jika dilihat dari Gambar 27, kerusakan mekanis yang terbesar terdapat pada kemasan buah belimbing dengan perlakuan susun vertikal sedangkan kerusakan mekanis terkecil terdapat pada kemasan buah belimbing dengan perlakuan horizontal. Hal ini dikarenakan perbedaan perlakuan menyebabkan tekanan, gesekan dan benturan pada buah dalam kemasan berposisi vertikal mendapat gaya tekan yang besar sehingga menyebabkan kerusakan kulit.

Jika dilihat dari segi penampang penyusunan buah belimbing seperti terlihat dari Gambar 28 dan 29 dapat dianalisis bahwa pada penyusunan vertikal, buah mengalami kerusakan pada bagian ujung buah. Umumnya luka yang terjadi adalah luka pecah. Karena ujung buah belimbing yang berada dibawah menerima pembebanan berupa tekanan dari pangkal buah yang berada diatas hingga menyebabkan kerusakan. Sementara itu pola penyusunan horizontal buah belimbing mengalami luka memar karena pembebanan.

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 KKSH KKSV KSSH KSSV KGSH KGSV K er us a ka n M eka n is (%) Jenis Perlakuan Total luka Luka gores Luka memar Luka pecah

Gambar 28. Pola Penyusunan Horizontal

Gambar 29. Pola Penyusunan Vertikal

(38)

24

0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 0.700 0 2 4 6 7 8 K eke ra sa n (K gf )

Lama Penyimpanan (Hari Ke-)

kksh kksv kssh kssv kgsh kgsv

C.

Kekerasan

Kerusakan mekanis yang terjadi pada permukaan buah . Kekerasan merupakan salah satu parameter yang menunjukkan kesegaran buah belimbing. Kekerasan tergantung pada ketebalan kulit luar buah, kandungan total zat padat, dan kandungan pati yang terdapat pada bahan. Kulit buah belimbingf yang telah terluka akan mempercepat proses respirasi pada buah. Proses respirasi membutuhkan air yang diambil dari sel sehingga menyebabkan terjadinya pengurangan air pada sel sehingga sel mengalami pengurangan kekerasan. Perubahan kekerasan buah dapat dilihat pada Gambar 30 di bawah ini :

Gambar 30. Grafik kekerasan buah belimbing

Dari Gambar 30 dapat diketahui bahwa terjadi penurunan kekerasan buah belimbing selama masa penyimpanan. Nilai penurunan kekerasan buah belimbing tersebut diketahui dengan pengukuran kekerasan buah belimbing setiap dua hari sekali dengan menggunakan rheometer. Kekerasan buah tertinggi terjadi pada perlakuan kksh yaitu sebesar 0.426 kgf dan sebaliknya nilai kekerasan terendah didapatkan pada perlakuan kgsh sebesar 0.245 kgf.

Tabel 2. Pengaruh bahan pengisi terhadap kekerasan

Bahan Pengisi Kekerasan hari ke-

0 2 4 6 7 8

Kertas 0.6143 a 0.5332 a 0.4352 a 0.4135 a 0.3617 ab 0.3492 ab Serutan kayu 0.5665 a 0.5082 a 0.4635 a 0.4375 a 0.4312 a 0.3982 a Serbuk gergaji 0.4768 a 0.4477 a 0.3772 a 0.3582 a 0.3022 b 0.2670 b Tabel 3. Pengaruh posisi susun terhadap kekerasan

Posisi susun

Kekerasan hari ke-

0 2 4 6 7 8

Horizontal 0.53450 a 0.51750 a 0.42183 a 0.40517 a 0.36800 a 0.35167 a Vertikal 0.57050 a 0.47533 a 0.42883 a 0.40100 a 0.36217 a 0.32467 a Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%

Berdasarkan hasil uji Ragam dan Duncan pada Tabel 2 dan 3 terlihat bahwa bahan pengisi dan posisi penyusunan buah tidak berpengaruh nyata terhadap kekerasan buah baik di hari ke-2 sampai hari ke-8.

(39)

25

0 1 2 3 4 5 6 0 2 4 6 7 8 S us ut B o b o t (%)

Lama Penyimpanan (Hari Ke-)

kksh kksv kssh kssv kgsh kgsv

D. Susut Bobot

Susut bobot pada produk pertanian akan sangat merugikan, terutama bagi produk yang dijual berdasarkan beratnya. Susut bobot dapat diartikan sebagai kehilangan kandungan air pada produk yang mempengaruhi performance, tekstur dan nilai gizi dari buah. Pada buah yang telah dipetik maka secara alamiah akan membuat buah tersebut berkurang kandungan airnya atau menyusut melalui proses transpirasi. Jika kerusakan mekanis pasca transportasi yang terjadi pada permukaan buah relatif besar maka penguapan dan kehilangan air dapat terjadi lebih cepat dan sebaliknya jika kerusakan mekanis pasca transportasi yang terjadi pada permukaan buah relatif kecil maka penguapan dan kehilangan air yang terjadi selama penyimpanan akan lebih lambat. Hal ini terjadi karena buah kehilangan pelindung alaminya hingga proses transpirasi berjalan dengan cepat.

Buah belimbing mengalami penyusutan bobot akibat dari penguapan air dari sel pada buah belimbing yang mengalami kerusakan mekanis. Hal ini ditunjang oleh penelitian Wills et al. (1981) yang menyatakan pada proses respirasi senyawa-senyawa kompleks yang biasa terdapat dalam sel seperti karbohidrat akan dipecah menjadi molekul-molekul yang sederhana seperti karbondioksida dan air yang mudah menguap, sehingga komoditas akan kehilangan bobotnya.

Berdasarkan pengamatan selama delapan hari dalam suhu ruang 10oC pada masing masing perlakuan kemasan, dan pola pengaturan buah diketahui bahwa susut bobot pada masing masing perlakuan mengalami peningkatan. Dari Gambar 31 dapat diketahui bahwa susut bobot terendah dihasilkan pada buah belimbing yang dikemas dengan kardus berbahan pengisi kertas laminasi cacah dengan pola susun vertikal (kksv) sebesar 2.89% disusul oleh belimbing yang dikemas dengan kardus berbahan pengisi surutan kayu dengan pola susun vertikal (kssv) sebesar 2.92%. Sementara susut bobot tertinggi dihasilkan oleh belimbing yang dikemas dengan kardus berbahan pengisi serbuk gergaji dengan pola susun horizontal (kgsh) sebesar 5.10%.

Gambar 31. Grafik susut bobot

Tingginya nilai susut bobot pada perlakuan kgsh menunjukkan tingkat kerusakan pada perlakuan tersebut tinggi karena persentase luka pecah yang terjadi pada perlakuan tersebut

Gambar

Gambar 1. Belimbing (Averrhoa carambola L) varietas Dewa
Gambar 2.  Jenis-jenis flute
Gambar 5. Karton gelombang tipe Full Telescopic Container (FTC)
Gambar diagram alir dari metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 7 dibawah ini:
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Rincian Dokumen Pelaksanaan Anggaran Belanja Langsung Program dan Per Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah. Rincian Penerimaan

Jika Q adalah nilai hasil kali ion-ion yang terdapat dalam larutan, maka Jika Q adalah nilai hasil kali ion-ion yang terdapat dalam larutan, maka kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis korelasi antara variabel iklim curah hujan, hari hujan, bulan basah dan bulan kering dengan produktivitas Pisang Mas Kirana di tiga

Manfaat yang ingin dicapai penulis dari Karya Tulis Ilmiah ini adalah (1). agar KTI yang diusulkan dapat memberikan khazanah ilmu

dan keterampilan yang harus dikuasai oleh seorang guru agar profesional dalam.. merencanakan dan mengelola proses pembelajaran di sekolah.(Suwondo,

Mengembangkan kurikulum yang mendorong keterlibatan peserta didik dan pembelajaran keterlibatan peserta didik dan pembelajaran Merancang pembelajaran yang mendidik.

[r]

[r]