• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

1.2 Triad KRR

1.2.2 HIV/AIDS

HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yaitu virus yang menurunkan sampai merusak sistem kekebalan tubuh manusia. AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome atau kumpulan berbagai gejala penyakit akibat turunnya kekebalan tubuh individu yang didapat dari HIV bukan karena keturunan. Virus HIV bisa terdapat pada semua cairan tubuh manusia, tetapi yang bisa menjadi media penularan hanya ada pada darah, cairan sperma (air mani) dan cairan vagina.

Terdapat empat fase dalam perjalanan penyakit HIV/AIDS yaitu Fase I (window period) merupakan rentang waktu sejak virus HIV masuk ke dalam tubuh hingga tes antibodi menjadi positif, Fase II (asymptomatic) adalah ketika virus mulai tumbuh dan berkembang dan seseorang mulai menunjukkan gejala ringan, Fase III (symptomatic) adalah ketika virus sudah tersebar dalam darah dan sistem kekebalan menurun, Fase IV (AIDS) adalah munculnya gejala yang lebih berat karena rendahnya daya tahan tubuh karena terinfeksi virus HIV/AIDS.

HIV dapat ditularkan melalui hubungan seksual yang tidak aman, penggunaan jarum suntik secara bergantian, penggunaan alat tindik maupun tatto yang tidak disterilkan sebelumnya, melalui transfusi darah dan melalui ibu hamil kepada bayi yang dikandungnya.

Pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS dapat dilakukan dengan lima cara pokok yaitu Abstinence (memilih untuk tidak melakukan hubungan seksual), Be faithful (saling setia dengan pasangan), Condom (menggunakan kondom dengan konsisten dan benar), Drugs (tolak penggunaan Napza), dan Equipment (jangan pakai jarum suntik bersama).

Pendeteksian HIV/AIDS dapat dilakukan lewat sampel darah dalam tubuh sesuai tahapan perkembangan penyakitnya. Tes HIV/AIDS berfungsi untuk mengetahui adanya antibodi terhadap HIV atau mengetes adanya antigen HIV dalam darah. Ada beberapa jenis tes yang biasa dilakukan antara lain : Tes Elisa, Rapid Test dan Test Western Blot.

Menurut UNICEF (2012) pada kasus HIV baru di tahun 2011, 18% diantaranya merupakan anak kelompok usia 15-24 tahun. Orang muda menempati proporsi sekitar 30% dari populasi berisiko. Orang muda memiliki akses terbatas terhadap informasi dan pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi. Seks masih dianggap sebagai sesuatu yang tabu yang tidak dibicarakan secara terbuka dengan para orang tua, guru dan bahkan dengan penyedia pelayanan kesehatan.

Untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan suatu wadah/organisasi yang dikelola oleh remaja untuk memberikan informasi yang benar terkait HIV/AIDS. Dengan adanya pendidik maupun konselor sebaya maka seseorang akan merasakan kesamaan

umur maupun kebutuhan sehingga diharapkan seseorang akan lebih terbuka membicarakan masalahnya dengan pendidik/konselor sebaya.

1.2.3 Napza

Napza (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya) adalah zat-zat kimiawi (obat-obat berbahaya) yang mampu merubah perasaan, fungsi mental dan perilaku seseorang.

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika dibedakan menjadi tiga golongan antara lain : narkotika golongan I yaitu narkotika yang hanya digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan, golongan II yaitu narkotika yang digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan serta berkhasiat untuk pengobatan dan golongan III yaitu narkotika yang digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan, pengobatan dan mempunyai potensi menimbulkan ketergantungan.

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika dibagi menjadi empat golongan antara lain : golongan I yaitu psikotropika yang hanya digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan, golongan II yaitu psikotropika yang digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan serta berkhasiat untuk pengobatan, golongan III yaitu psikotropika yang digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan, pengobatan

dan mempunyai potensi menimbulkan ketergantungan dan golongan IV yaitu psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi.

Zat adiktif adalah zat atau bahan diluar Narkotika dan Psikotropika yang juga dapat mengakibatkan ketergantungan dan memabukkan bagi pemakainya. Jenis-jenis zat adiktif adalah minuman beralkohol, inhalasi (gas yang dihirup), solven (zat pelarut), nikotin (tembakau) dan kopi (cafein).

Tanda-tanda umum penyalahguna Napza adalah prestasi belajar yang menurun tajam, perubahan tingkah laku, mendadak menjadi pendiam dan sering menyendiri, apatis, mudah tersinggung dan berat badan menurun. Dampak penyalahgunaan Napza dapat berupa gangguan fisik, psikologis dan sosial.

Gangguan fisik yang dapat terjadi pada penyalahguna Napza adalah terserang beberapa penyakit seperti : gastritis, perdarahan lambung, bronchitis, gangguan haid, kemandulan, gangguan daya pikir, penurunan berat badan, kelainan paru, menyebabkan racun pada hati dan ginjal. Individu penyalahguna Napza akan mengalami gangguan dalam kehidupan psikologis dan sosial seperti prestasi belajar menurun, hubungan keluarga menjadi buruk dan dapat melakukan tindakan kriminal.

Penanggulangan penyalahgunaan Napza dapat dilakukan dengan tiga tahap yaitu pencegahan (preventif), pengobatan (kuratif) dan tahap pemulihan (rehabilitatif). Fase preventif dilakukan dengan mengurangi pasokan (Supply Reduction), Mengurangi permintaan (Demand Reduction), Mengurangi dampak buruk (Harm Reduction). Tahap kuratif biasanya ditangani oleh lembaga profesional di bidangnya yaitu lembaga medis. Fase ini biasanya meliputi : fase penerimaan awal (inisial intake), fase detoksifikasi dan

terapi komplikasi medis. Pada tahap rehabilitatif biasanya terdiri atas Fase Stabilisasi, Fase Sosialisasi Dalam Masyarakat.

Dengan adanya layanan informasi tentang narkotika, psikotropika dan zat adiktif terbukti dapat meningkatan pemahaman remaja terhadap bahaya penyalahgunaan Napza (Djannah dan Isnaini, 2012)

1.3 Pengetahuan

Pengetahuan (knowledge) adalah hasil dari tahu yang didapatkan setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkat, yaitu tahu (know) dimana seseorang mengingat kembali informasi yang telah diberikan, memahami (comprehension) dimana seseorang mampu menjelaskan dan mengintepretasikan obyek secara benar, aplikasi (aplication) dimana seseorang mampu menggunakan informasi yang didapat pada situasi sebenarnya, analisis (analysis) dimana seseorang mampu menjabarkan obyek ke dalam komponen-komponen yang masih tetap ada kaitannya satu sama lain, sintesis (syntesis) dimana seseorang mampu menyusun formulasi baru dari formulasi yang sudah ada, serta evaluasi (evaluation) dimana seseorang mampu melakukan penilaian terhadap suatu informasi atau obyek.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara lain faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi pendidikan dan umur. Hasil penelitian Nitirat dalam Fatmawati (2012), sekolah berbasis sex education diakui sebagai strategi yang tepat dalam melakukan promosi kesehatan reproduksi remaja untuk mengurangi perilaku seksual berisiko. Menurut Hurlock dalam Wawan dan Dewi (2010), semakin bertambahnya umur maka kemampuan berpikir seseorang juga akan semakin meningkat.

Sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan dan sosial. Lingkungan dan sosial yang dimaksud adalah lingkungan tempat tinggal dan teman sebaya. Data SDKI 2012 menyebutkan bahwa sebanyak 57% remaja laki-laki dan 57,6% remaja perempuan menyukai sumber informasi kesehatan reproduksi yang diperoleh dari teman sebaya. Menurut Iryanti dalam Fatmawati (2012), teman sebaya dapat meningkatkan pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Oktarina (2009) menyatakan bahwa seseorang yang memiliki sumber informasi yang lebih banyak akan memiliki pengetahuan yang luas pula. Salah satu informasi yang berperan penting bagi pengetahuan adalah media massa.

Hasil penelitian BKKBN tahun 2010 menunjukkan bahwa remaja yang mengikuti kegiatan KRR baik melalui PIK-R/M, Pusat Informasi Kesehatan Remaja (PIKER), Youth Center dan lainnya memiliki pengetahuan kesehatan reproduksi dengan kategori baik yaitu 49%. Ada hubungan yang bermakna (p<0,05) antara remaja yang pernah mengikuti kegiatan kelompok KRR dengan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja. Remaja yang pernah mengikuti kegiatan PIK-R mempunyai peluang memiliki pengetahuan KRR 4,4 kali dibandingkan dengan remaja yang tidak mengikuti kegiatan PIK-R (BKKBN, 2013).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Olgavianita (2015) menyatakan bahwa Program PIK-KRR sangat berpengaruh sebagai salah satu wadah informasi tentang kesehatan reproduksi di sekolah karena siswa dapat langsung mendatangi PIK-KRR untuk membaca buku tentang kesehatan reproduksi atau melakukan konsultasi kepada guru sehingga mendapatkan informasi yang benar dan terpecaya. Hasil penelitian Utami (2015) menyatakan bahwa penggunaan media elektronik mempunyai pengaruh 10,4 kali lebih besar daripada penggunaan media cetak dalam meningkatkan pengetahuan tentang Triad KRR.

Hasil penelitian Elia (2014) menyatakan bahwa tidak ada perbedaan pengetahuan pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi di MAN 1 Meulaboh dan SMAN 2 Meulaboh. MAN 1 Meulaboh memiliki PIK-R dan puskesmas memiliki program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) sehingga tenaga kesehatan yang bertugas di puskesmas juga ikut andil dalam pencapaian tujuan PIK-R di sekolah.

Sedangkan di SMAN 2 Meulaboh belum memiliki PIK-R sehingga informasi yang didapatkan masih terbatas. Walaupun demikian, informasi tentang kesehatan reproduksi tidak hanya didapatkan melalui PIK-R. Penyuluhan kesehatan yang diterima oleh remaja juga akan mempengaruhi pengetahuan remaja, dimana remaja yang menyatakan pernah mendapatkan penyuluhan kesehatan reproduksi memiliki pengetahuan yang lebih baik daripada remaja yang tidak pernah mendapatkan penyuluhan dari tenaga kesehatan.

Dokumen terkait