• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS DAN FUNGSI PENGAWAS PERIKANAN SERTA HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL PERIKANAN YANG MELAKUKAN

PENANGKAPAN IKAN DI WILAYAH LAUT INDONESIA

A. Pengawasan Terhadap Perikanan di Wilayah Laut Indonesia

Wilayah Indonesia yang sering disebut dengan kepulauan nusantara

(archipelago; group of many island) merupakan wilayah yang sangat strategis. Kesatuan wilayah yang terdiri atas daratan, Perairan, dan dirgantara adalah salah satu kesatuan yang menyatu dalam bangsa Indonesia dalam rangka wawasan nusantara. Dari tiga matra wilayah Republik Indonesia maka wilayah Perairan (lautan) merupakan bahagian yang terluas disbanding dengan wilayah daratannya. Kondisi riel ini yang membuat sejak zaman nenek moyang dahulu Negara dan bangsa Indonesia dikenal sebagai negara dan bangsa bahari (maritim), dimana sangat banyak kegiatan yang berhubungan dengan lautan.24 Keberadaan negara Indonesia merupakan karunia dari Allah SWT, terutama keberadaan Negara Indonesia sebagai Negara Kepulauan.25

24

Hasim Purba, Hukum Pengangkutan di Laut, Medan : Pustaka Bangsa Press, 2005, hal. 1

25

Supriadi dan Alimuddin, Hukum Perikanan di Indonesia, Jakrta : Sinar Grafika, 2011, hal. 3.

Sebagai Negara kepulauan, Indonesia memiliki luas laut yang lebih luas dari luas daratan Indonesia. Dua Pertiga wilayah Indonesia diliputi oleh Perairan laut yang terdiri dari laut Pesisir, laut lepas, teluk, dan selat. Pemerintah tepatnya pada tanggal 13 Desember 1957 dalam Deklarasi Juanda mengumumkan lebar laut wilayah Indonesia menjadi 12

mil laut dan lebar laut tersebut diukur dari garis dasar yang menghubungkan titik luar dari pulau-pulau Indonesia yang terluar dikenal dengan “point to point theory”.26

a. Laut Teritorial

Hal ini kemudian didukung dengan diadakannya Konvensi Hukum Laut Internasional tahun 1982 atau United Nation on the Law of the Sea 1982,

yang kemudian wilayah laut tersebut dibagi atas :

Batas laut teritorial adalah suatu batas laut yang ditarik dari sebuah garis dasar dengan jarak 12 mil ke arah laut. Garis dasar adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik dari ujung-ujung terluar pulau di Indonesia. Laut yang terletak di sebelah dalam garis dasar merupakan laut Pedalaman. Di dalam batas laut teritorial ini, Indonesia mempunyai hak kedaulatan sepenuhnya. Negara lain dapat berlayar di wilayah ini atas izin Pemerintah Indonesia.27

b. Landas Kontinen

Istilah landas kontinen atau landas benua (continental shelf) pada mulanya adalah istilah dalam ilmu geologi (geology), khususnya geologi kelautan

(marine geology). 28

26

H. Djoko Tribawono. Hukum Perikanan Indonesia edisi kedua, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, hal. 48.

Undang-undang 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia adalah sebagai tindak lanjut Pengumuman Pemerintah tentang Landas Kontinen yang dikeluarkan tanggal 17 Februari 1969, memuat asas-asas dan dasar-dasar pokoknya kebijaksanaan Pemerintah tentang landas kontinen Indonesia. Yang dimaksud dengan landas

diakses tanggal 1 Maret 2015.

28

kontinen Indonesia sebagaimana tercantum dalam pasal 1 adalah dasar laut dan tanah dibawahnya diluar wilayah Perairan sebagaimana yang diatur dalam UU 4 Prp 1960 sampai kedalaman 200 meter atau lebih, dimana masih mungkin diadakan eksplorasi dan ekploitasi nkekayaan alam. Kekayaan alam meliputi mineral dan sumber tidak bernyawa lainnya di dasar dan atau didalam lapisan tanah dibawahnya bersam-sama dengan organisme hidup yang termasuk dalam jenis sedinter. Jenis sedinter ini adalah organisme yang pada masa Perkembangannya tidak bergerak, baik diatas maupun di dasar laut. Batas landas kontinen diukur mulai dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur dengan jarak paling jauh adalah 200 mil. Kalau ada dua negara yang berdampingan mengusai laut dalam satu landas kontien dan jaraknya kurang dari 400 mil, batas kontinen masing negara ditarik sama jauh dari garis dasar masing-masing. Kewajiban negara ini adalah tidak mengganggu lalu lintas Pelayaran damai di dalam batas landas kontinen.

c. Zona Ekonomi Eksklusif

Secara umum dapat didefenisikan tentang apa yang dimaksud dengan zona ekonomi eksklusif, yakni bagian Perairan(laut) yang terletak di luar dari dan berbatasan dengan laut teritorial selebar 200 (dua ratus) mil laut diukur dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur. Dengan defenisi umum ini dapat ditarik beberapa prinsip dasar dari zona ekonomi eksklusif ini, yakni :

1. Letak dari zona ekonomi eksklusif ini secara geografis adalah diluar laut teritorial. Dengan demikian, zona ekonomi eksklusif bukanlah bagian dari laut teritorial karena letaknya yang diluar laut terotorial.

2. Letaknya yang secara geografis berada diluar laut teritorial bukanlah berarti berjauhan dengan laut teritorial, melainkan berdampingan atau berbatasan langsung dengan laut teritorial. Ini berarti antara keduanya dibedakan oleh suatu garis batas. Garis batas ini ditinjau dari laut teritorial adalah merupakan garis atau batas luar (outer limit) dari laut teritorial itu sendiri.

3. Lebar zona ekonomi eksklusif tersebut adalah 200 mill laut. Karena itu merupkn hasil kesepakatan negara-negara Peserta dalam Konferensi Hukum Lau PBB 1973-1982 yang berhasil disepakati melalui Perundingan-Perundingan yang cukup lama.

4. Pengukuran mengenai lebar 200 mil laut tersebut dilakukan dari garis pangkal. Garis pangkal yang dimaksud adalah garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur. Garis pangkal itu bisa berupa garis pangkal normal, garis pangkal lurus, ataupun garis pangkal kepulauan.

5. Oleh karena baik laut teritorial maupun zona ekonomi eksklusif sama-sama diukur dari garis pangkal maka praktis lebar dari zona ekonomi eksklusif adalah (200-12) mil laut, yakni 188 mil laut. Hal ini disebabkan karena laut selebar 12 mil laut dari garis pangkal

sudah merupakan laut teritorial yang merupakan bagian wilayah negara pantai dan tunduk pada kedaulatan negara pantai itu sendiri. 6. Zona ekonomi eksklusif dengan demikian bukanlah merupakan

bagian wilayah negara pantai dan oleh karena itu tidak tunduk pada kedaulatan negara pantai. Negara pantai hanya memiliki hak-hak berdaulat dan yurisdiksi yang sifatnya eksklusi pada zona ekonomi eksklusifnya 29

Dengan demikian luasnya laut Indonesia, Indonesia juga memiliki kekayaan laut yang sangat banyak mulai dari potensi Perikanan tangkap, industri kelautan, jasa kelautan, transportasi, hingga wisata bahari. Perikanan merupakan salah satu kekayaan alam laut Indonesia yang patut untuk dibanggakan. Hal ini dapt dilihat dari potensi Perikanan bidang Penangkapan sebesar 6,4 juta ton/ tahun, potensi Perikanan umum sebedar 305.650 ton/tahun dan pada tahun 2011, produksi Perikanan tangkap Indonesia sebesar 5.408.900 ton.30

a. Masa Ordonansi Belanda

Pencapaian jumlah tersebut menunjukkan bahwa Perikanan Indonesia memiliki sumberdaya yang baik. Dengan jumlah potensi yang demikian besar, tentu Indoneisa harus memiliki Peraturan yang mengatur tentang Perikanan Indonesia. Sejarah Peraturan Perikanan dibagi atas tiga bagian masa, yakni :

Dalam masa Belanda, ada dilekuarkan beberapa ordonansi, siantaranya ialah :

29

I Wayan Parthiana,op.cit., hal. 105

diakses tanggal 1 Maret 2015

Ordonansi Perikanan mutiara dan bunga karang (pada tahun 1916), ordonansi Perikanan untuk melindungi ikan (pada tahun 1920), Ordonansi Penangkapan ikan pantai (pada tahun 1927), Ordonansi Penangkapan ikan pantai (pada tahun 1927), Ordonansi Perburuan ikan paus (pada tahun 1927), Peraturan Pendaftaran kapal-kapal nelayan laut Asing (pada tahun 1938), Ordonansi laut teritorial dan lingkungan maritim (pada tahun 1939)

b. Masa Pasca Kemerdekaan

Adapun aturan-aturan mengenai Perikanan yang dikeluarkan dalam kurun waktu pasca kemerdekaan sampai keluarnya Undang-Undang Nomor 9 tahun 1985 tentang Perikanan, beberapa diantaranya ialah:

1. SK Mentan No.327/1972, menetapkan bahwa untuk menjaga kelestariannya maka Duyung (Dugong-dugong) dinyatakan sebagai satwa yang dilindungi yang dilindungi.

2. SK Mentan No.214/1973, Tentang larangan ekspor/Perdagangan ke luar negeri

3. SK Mentan No.40/1974, Mewajibkan kepada setiap usaha Penangkapan udang untuk memanfaatkan hasil sampingan yang diPerolehnya.

4. SK Mentan No.01/1975, Dalam mengelola dan melestarikan sumber Perikanan, Mentan dapat menetapkan Peraturan tentang: Penutupan daerah/musim tertentu dan Pengendalian kegiatan Penangkapan

5. SK Mentan No.123/1975, Melarang semua kegiatan Penangkapan kembung layar selar Melarang semua kegiatan Penangkapan kembung, layar, selar, lemuru, dan ikan-ikan Pelagis sejenisnya dengan menggunakan purse seine berukuran mata jaring

6. SK Mentan No.35/1975, Menetapkan bahwa lumba-lumba air tawar (Pesut) dan lumbalumba air laut sebagai satwa liar yang dilindungi.

c. Masa Undang-Undang Perikanan :

1. UU No.5 thn 1983 tentang ZEE di Indonesia 2. UU No.9 thn 1985 tentang Perikanan

3. UU No.31 thn 2004 tentang Perikanan

4. Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan

Dengan berlakunya Undang-Undang Perikanan, maka semua ordonansi yang dikeluarkan pada masa Pemerintahan Belanda yang bertentangan dengan Undang-Udnang Perikanan dinyatakan tidak berlaku lagi. Kemudian dengan dikeluarkannya Udnang-Undang Nomor 31 tahun 2004, maka Undang-Undang Nomor 9 tahun 1985 dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.

Sektor Perikanan yang memiliki potensi yang kaya tersebut, menyebabkan banyak nelayan asing maupun lokal memiliki kapal besar dengan teknologi tinggi melakukan kegiatanillegal fishing di Perairan Indonesia.31

31

Syamsumar Dam, Politik Kelautan, Jakarta : Bumi Aksara, 2011, hal. 115.

Perikanan merupakan masalah yang sering menajdi bahan pembicaraan masyarakat ataupun aparat Penegak hukum dalam bidang Perikanan, hal ini baik dikarenakan potensi Perikanan yang menguntungkan ataupun karena terjadinya tindak pidana Perikanan yang merugikan sektor Perikanan Indonesia. Oleh karena itu Perautran mengenai Perikanan yang hanya sekedar saja tidak mampu mengatasi persoalan yang terjadi pada masa sekarang ini. Selain dengan adanya Peraturan Perikanan, harus ada upaya Pengawasan terhadap sektor Perikanan Indonesia. Pengawasan terhadap sektor Perikanan pada masa sekarang ini harus ditingkatkan dalam hal pengawasan terhadap kegiatan penangkapan ikan. kegiatan penangkapan ikan tersebut harus dilakukan dengan efisien dan efektif. Efisiensi dan efektivitas penangkapan ikan ditunjang juga oleh Perkembangan teknologi Perikanan. Hal tersebut dikarenakan terjadinya gangguan terhadap kelestarian sumber daya ikan tidak hanya disebabkan tekanan Pemanfaatan lebih (over fishing), yang juga disebabkan oleh Penggunaan alat tangkap hasil temuan kemajuan teknologi yang sebenarnya terlarang digunakan. Untuk mencegah dan mmberantasnya perlu dilakukan Pengawasan yang dikenal dengan monitoring, controlling, surveillance. 32

32

H. Djoko tribawono, op.cit. , hal. 7.

Pengawasan terhadap pengelolaan perikanan di wilayah laut Indonesia dilaksanakan oleh Petugas yang disebut Pengawas Perikanan. Pengawasan Perikanan ini adalah salah satu kegiatan yang dilakukan untuk Pencegahan terhadap Perbuatan-Perbuatan yang menyimpang maupun melakukan tindakan yang bersifat represif atas suatu Pelanggaran terhadap Peraturan Perundang-undangan di bidang Perikanan.

Peraturan mengenai Pengawasan Perikanan di Indonesia diatur dalam bebrapa Peraturan baik undang-undang maupun Peraturan menteri, yakni Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan Undang-Undang-udanng Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, Peraturan Menteri Perikanan dan Kelautan Nomor Per. 05/Men/2007 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 17/PERMEN-KP/2014 tentang Tugas Pengawas Perikanan. Dalam Peraturan Menteri Nomor 17/PERMEN-KP/2014 pasal 1 angka 2 dijelaskan bahwa Pengawasan Perikanan adalah kegiatan yang ditujukan untuk menjamin terciptanya tertib Pelaksanaan ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang Perikanan.

Salah satu upaya Pengawasan Perikanan juga dilakukan dengan cara melaksanakan Pengawasan dan Pemantauan terhadap keberadaan kapal Perikanan yang melakukan kegiatan oprasional di wilayah Perairan Perikanan di Indonesia. Pengawasan dan Pemantauan terhadap kapal Perikanan yang melakukan kegiatan di wilayah laut Indoensia ini harus dilakukan secara sistemtis dan simultan. Dalam artian bahwa, Pelaksanan Pengawasan kapal Perikanan ini merupakan suatu kewajiban pokok, sehingga diharapkan dengan adanya kegiatan Pengawasan kapal Perikanan ini mampu meningkatkan daya tangkap kapal yang melakukan Penangkapan ikan, sebab Perikanan tangkap yang pada prinsipnya bahwa kapal Perikanan tersebut Perlu dipantau kegiatannya. Pengawasan terhadap kapal Perikanan ini juga diatur dalam sebagaimana yang diatur dalam Permen Kelautan dan Perikanan Nomor Per.05/Men/2007 tentang Penyelenggaran sistem

Pemantauan kapal Perikanan. Dalam rangka mengefektifkan dan efisiensi dari Pemantauan kapal Perikanan, maka direktorat Jendral Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikananan menerbitkan Surat Keputusan Nomor Kep19/DJ-P2SDKP/2008 tentang Petunjuk Teknis Oprasional Pengawasan Kapal Perikanan. Dalam Pasal 2 dikatakan bahwa Petunjuk teknis dan oprasional Pengawasan kapal Perikanan ditetapkan dengan maksud sebagai acauan Pengawasan Perikanan dalam melaksanakan tugas Pengawasan sumber daya Perikanan. Petunjuk oprasional Pengawasan Perikanan ditetapkan dengan tujuan terciptanya suatu kesan kesepahaman dalam melaksanakan Pengawasan.

Dalam rangka Pelaksanaan Pengawasan kapal Perikanan yang berkaitan dengan usaha Perikanan tangkap secara terpadu, maka Perlu ditentukan sasaran yang akan dijadikan dasar untuk melaksakan Pengawasan kapal Perikanan secara intensif. Dalam Pasal 3 dinyatakan pula bahwa objek Pengawasan kapal Perikanan meliputi :

a. Dokumen Perizinan kapal Perikanan b. Fisik kapal Perikanan

c. Alat Penangkapan ikan d. Alat bantu Penangkapan ikan e. Ikan hasil tangkapan

f. Ikan yang diangkut g. Daerah Penangkapan

Oleh karena itu efektifitas Pengawasan kapal Perikanan harus ditunjang pula oleh tempat-tempat tertentu untuk melakukan Pengawasan. Hal ini sesuai ketentuan yang termaktub dalam Pasal 4 SK tersebut, dinyatakan bahwa Pengawasan kapal Perikanan dilakukan di :

(a) Wilayah Pengelolaan ikan republik Indonesia (WPP RI)

(b) Pelabuhan Perikanan dan/atau Pelabuahn bukan Pelabuhan Perikanan; (c) Pelabuhan umum yang ditetapkan sebagai Pelabuhan pangkalan (d) Pangkalan Pendaratan ikan

(e) Sentra-sentra kegiatan nelayan

B. Tugas dan Kewenangan Pengawas Perikanan

Yang dimaksud dengan Perikanan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan Pengelolaan dan Pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, Pengelolaan, sampai dengan Pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis Perikanan. Pengelolaan Perikanan merupakan bagian dari hal-hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan Perikanan. Dari defenisi diatas jelas bahwa Perikanan memiliki banyak aspek kajian, salah satunya ialah Pengelolaan ikan. Pengelolaan Perikanan adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis dan perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya ikan, penangkapan ikan dan implementasi serta penegakan hukum dari Peraturan Perundang-undangan di bidang Perikanan, yang dilakukan oleh Pemerintah atau

otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumber daya hayati Perairan dan tujuan yang telah disepakati. Karena aspek kajian dari perikanan tersebut merupakan hal-hal yang penting dan tidak sembarang maka melakukan Pengawasan terhadap sektor Perikanan di Wilayah laut Indonesia merupakan hal yang wajib. Karena Pengawasan ini juga merupakan upaya untuk menanggulangi tindak pidana Perikanan. Upaya monitoring, controlling dan surveilling adalah serangkaian dari Pengawasan yang dilakukan untuk mencegah segala tindakan yang bertentangan dengan aturan Perundang-undangan di bidan Perikanan. Yang melakukan Pengawasan terhadap Perikanan ialah Pengawas Perikanan. Dalam kaitan ini, Petugas diberi kewenangan Penuh melakukan Penyidikan membantu Pejabat Penyidik umum untuk berwenang. Kewenangan seperti ini sebelumnya tidak terdapat dalam ordonansi Perikanan yang dulu yakni aturan mengenai Perikanan sebelum dikeluarkannya Undang-Undang Perikanan yang sekarang. Menurut Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan Pasal 66 ayat 2, Pengawas Perikanan bertugas untuk mengawasi tertib Pelaksanaan ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang Perikanan.

Sejalan dengan Pengawas Perikanan yang diatur dalam Undang-Undang Perikanan, Pemerintah membuat suatu lembaga yang memiliki tugas mengawasi kelautan dan Perikanan di Indonesia, lembaga tersebut adalah Direktorat Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (Ditjen PSDKP). Ditjen PSDKP adalah lembag

merupakan Direktorat Jenderal yang bertanggung jawab untuk melakukan Pengawasan di bidang sumberdaya kelautan dan Perikanan. Dalam melakukan Pengawasan Ditjen PSDKP berkoordinasi denga Bakorkamla dan Polair.33

1. Direkrut dari PNS di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan Adapun struktur Organisasi yang ada dalam Direktorat Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (Ditjen PSDKP) ialah Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Pengawasan Sumber Daya Perikanan, Direktorat Pengawasan Sumber Daya Kelautan, Direktorat Pengawasan Sumber Daya Kelautan, Direktorat Pemantau Sumber Daya KP Dan Pengembangan Infrastruktur Pengawasan, Direktorat Penanganan Pelanggaran.

Adapun yang termasuk Pengawas Perikanan ialah :

Personel Pengawas Perikanan direkrut dari PNS (Pegawai Negeri Sipil) di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan (Pasal 66 A ayat 1 Undang-Undang Perikanan), dengan dasar Pemikiran selaku Pegawai di lembaga tersebut mempunyai latar belakang Pengetahuan Perikanan. Dalam Pasal 66 ayat 3, Petugas Peikanan dapat ditetapkan sebagai Pejabat fungsional. Pengawas Perikanan memang merupakan jabatan fungsional sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 1994 jo Surat Edaran MENPAN Nomor SE/07/M.PAN/2004. Jabatan fungsional adalah jabatan yang menunjukkan tugas dan tanggungjawab, wewenang dan hak seorang Pegawai engeri sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam

33

Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan http:// kkp.go.id/ diakses tanggal 5 Maret 2015

Pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri. Pada hakikatnya, jabatan fungsional sebagai jabatan teknis yang tidak tercantum dalam struktur organisasi, namun sangat diPerlukan dalam tugas-tugas pokok dalam organisasi Pemerintah. Jabatan fungsional Pegawai Negeri Sipil terdiri atas jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional keterampilan. Penetapan jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional keterampilan ditetapkan dengan kriteria sebagai berikut :

a. Mempunyai metodologi, teknik analisis, teknik dan prosedur kerja yang didasarkan atas disiplin ilmu Pengertahuan dan atau Pelatihan teknis tertentu serta sertifikasi

b. Memiliki etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi c. Dapat disusun dalam suatu jenjang jabatan berdasarkan :

(1) Tingkat keahlian, bagi jabatan fungsional keahlian,

(2) Tingkat keterampilan, bagi jabatan fungsional keterampilan d. Pelaksanaantugas bersifat mandiri

e. Jabatan fungsioanl tersebut diPerlukan dalam Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi34

2. Diarahkan sebagai Penyidik

Sebagai Pengawas Perikanan yang melakukan tugas mengawasi Pelaksanaan Pengelolaan Perikanan di lapangan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan di bidang Perikanan. Dulunya, Pengawas Perikanan

34

terdiri atas Penyidik PNS Perikanan dan non Penyidik (Pasal 66 ayat 3 UU no. 2004). Dengan diubahnya UU Perikanan, Pengawas Perikanan sekarang hanyalah Pejabat PN non Penyidik saja (Pasal 66 A ayat 1 UU No. 45 tahun 2009). Dengan menjalankan tugas sebagai Pengawas Perikanan dan memiliki Pengalaman dan kemampuan serta keterampilan yang cukup dalam Pengawasan di lapangan. Dengan bekal demikian tersebut diarahkan Personel Pengawas Perikanan untuk dapat dididik dan diangkat menjadi Penyidik PNS Perikanan. Pengawas Perikanan yang awalnya melakukan Pengawasan di bidang teknis dan administratif di bidang Perikanan, ketika diangkat menjadi Penyidik PNS Perikanan harus sudah siap menjalankan tugas Pengawasan di bidan gteknis yuridis untuk memproses suatu kejadian atau Peristiwa pidana di bidang Perikanan menjadi suatu Perkara utnuk dilimpahkan ke kejaksaan.

Untuk mengukur tingkat keberhasilan suatu kegiatan, salah satu tolak ukurnya adalah kemampuan Pengawasan dan Pemantauan yans sangat efektif. Dengan melakukan Pengawasan yang baik dan meamnfaatkan sarana dengan efektif serta ditopang oleh maanusia yang handal diharapkan akan memberikan hasil yang maksimal pula, hal ini berlaku pula pada Pengawasan kapal Perikanan. Dalam Pasal 5 Kepdirjeb Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Nomor 19/DJ-P2SDKP/2008 dinyatakan bahwa Pengawas Perikanan bertugas untuk mengawasi tertib Pelaksanaan Peraturan

Perundang-undangan di bidangPerikanan. Pengawas Perikanan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, dalam melaksakan tugasnya memiliki wewenang: (a) Memasuki tempat-tempat yang akan dilakukan Pemeriksaan

(b) Meminta dokumen untuk diPeriksa

(c) Mengambil contoh ikan atau bahan yang diPerlukan untuk Pengujian laboratorium

(d) Memeriksa kapal Perikanan

(e) Memeriksa dokumen Perizinan dan dokumen kapal Pendukung lainnya (f) Memeriksa alat tangkap dan alat bantu Penangkapan

(g) Menyetujuo/membongkar muat hasil tangkapan

(h) Menunda keberangkatan kapal Perikanan dalam hal tidak terPenuhi Persyaratan administrasi Perizinan dan teknis kelaikan oprasional (i) Menurunkan alat tangkap yang tidak sesuai dengan ukuran yang telah

ditentukan

(j) Menerbitkan surat layak oprasi kapal Perikanan

(k) Merekomendasikan sanksi administrasi bagi kapal Perikanan yang melakukan Pelanggaran kepada Direktur Jendral

Mengenai wewenang Pengawas Perikanan dalam melaksanakan tugas juga terdapat dalam Pasal 66 C Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, yakni :

a. memasuki dan memeriksa tempat kegiatan usaha Perikanan; b. memeriksa kelengkapan dan keabsahan dokumen usaha Perikanan; c. memeriksa kegiatan usaha Perikanan;

d. memeriksa sarana dan prasarana yang digunakan untuk kegiatan Perikanan;

e. memverifikasi kelengkapan dan keabsahan SIPI dan SIKPI; f. mendokumentasikan hasil Pemeriksaan;

g. mengambil contoh ikan dan/atau bahan yang diPerlukan untuk keperluan Pengujian laboratorium;

h. memeriksa Peralatan dan keaktifan sistem Pemantauan kapal Perikanan;

i. menghentikan, memeriksa, membawa,menahan, dan menangkap kapal dan/atau orang yang diduga atau patut diduga melakukan tindak pidana Perikanan di wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia sampai dengan diserahkannya kapal dan/atau orang tersebut di Pelabuhan tempat Perkara tersebut dapat diproses lebih lanjut oleh Penyidik;

j. menyampaikan rekomendasi kepada Pemberi izin untuk memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;

k. melakukan tindakan khusus terhadap kapal Perikanan yang berusaha melarikan diri dan/atau melawan dan/atau membahayakan keselamatan kapal Pengawas Perikanan dan/atau awak kapal Perikanan; dan/atau l. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab Pengawas Perikanan dalam melaksanakan tugasnya dapat dilengkapi dengan beberapa hal, ini terdapat dalam Pasal 66Cayat 2 UU Perikanan, yakni dapat dilengkapi dengan kapal Pengawas Perikanan, senjata api dan/atau alat

Pengaman diri. Pengawas Perikanan yakni PNS dari Menteri Kelautan dan Perikanan, daalam menajalnkan tugasnya di lapangan juga dapat dilengkapi dengan senjata api. Ketentuan mengenai Perlengkapan senjata api dalam ketentuan tersebut sifatnya hanyalah “dapat”, bukan suatu keharussan, karena

Dokumen terkait