• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

2. Tujuan dan Sasaran Latihan

Tujuan latihan secara umum adalah membantu para pembina, pelatih, dan guru olahraga agar dapat menerapkan dan memiliki kemampuan konseptual dalam membantu mengungkapkan potensi atlet dalam mencapai prestasi optimal. Sedangkan sasaran latihan adalah untuk meningkatkan kemampuan dan kesiapan atlet dalam mencapai prestasi optimal (Awan Hariono, 2006: 3). Menurut Sukadiyanto (2011: 9-10) secara garis besar sasaran dan tujuan latihan antara lain untuk: a. Meningkatkan kualitas fisik dasar secara umum dan

menyeluruh

Meningkatkan kualitas fisik dasar secara umum dan menyeluruh bertujuan untuk membantuk landasan dasar dalam pengembangan aspek fisik khusus, yaitu tingkat kebugaran energi dan kebugaran otot.

17

b. Mengembangakan dan meningkatkan potensi fisik khusus

Upaya mengembangkan dan meningkatkan potensi fisik khusus harus disesuaikan dengan cabang olahraga, diantaranya: lama pertandingan yang akan berlangsung, kebutuhan gerak selama dalam pertandingan, irama gerak, dan sistem energi yang digunakan sehingga mendukung atlet dalam menampilkan potensi kemampuan yang dimiliki.

c. Menambah dan menyempurnakan teknik

Teknik dasar yang tidak benar akan mempercepat terjadinya stagnasi prestasi, sehingga atlet tidak pernah dapat mencapai prestasi secara optimal. Untuk itu, teknik dasar dalam cabang olahraga harus dikuasai dengan baik dan benar oleh karena akan mempengaruhi dalam efisiensi dan efektifitas gerak. Selain itu, penguasaan teknik dasar yang baik dan benar merupakan modal dasar menuju prestasi yang lebih tinggi.

d. Mengembangkan dan menyempurnakan strategi, taktik, serta pola bermain

Penyusunan strategi dapat tercipta dengan baik melalui ketajaman dan kejeliaan analisis dari seorang pelatih dalam mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan anak latih maupun lawan. Untuk itu, dalam proses latihan harus mengajarkan strategi, taktik, dan pola bermain sehingga dapat menambah pengetahuan dan

18

kecerdasan atlet dalam mengatasi beberapa permasalahan yang mungkin muncul selama dalam pertandingan berlangsung.

e. Meningkatkan kualitas dan kemampuan aspek psikis

Aspek psikis merupakan salah satu faktor pendukung dalam pencapaian prestasi puncak yang seringkali masih mendapatkan perhatian relatif kecil dalam sesi latihan. Hampir setiap kekalahan dalam olahraga, khususnya dalam cabang olahraga pencak silat dipengaruhi oleh aspek psikis, oleh karena pencak silat merupakan cabang olahraga body contact maka aspek psikis memberikan sumbangan yang besar selama pertandingan. Untuk itu, aspek psikis harus dilatihkan sejak awal periodisasi latihan sampai dengan menjelang pertandingan (Awan Hariono, 2006: 4).

Tujuan dan sasaran latihan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap hasil latihan, aspek-aspek yang dapat mempengaruhi latihan harus diperhatikan secara tepat. Menurut Djoko Pekik Irianto (2002: 62-63), ciri-ciri sasaran latihan yang baik adalah sebagai berikut:

1. Berjenjang (jangka panjang, menengah, dan pendek) 2. Spesifik dan obyektif

3. Kesepakatan bersama antara atlet dan pelatih 4. Tidak terlalu banyak sasaran dalam satu sesi latihan 5. Tertulis, sehingga mudah dikontrol oleh semua pihak 6. Menetapkan sasaran keberhasilan

a. Performance goal, sasaran berdasarkan proses b. Outcome goal, sasaran berdasarkan hasil 7. Sasaran latihan meliputi:

a. Latihan fisik: meningkatkan kualitas sistem tubuh b. Latihan teknik: meningkatkan efisiensi gerak

19

c. Latihan teknik: meningkatkan speed of decision d. Latihan psikis: meningkatkan maturasi emosi. 3. Sistem Energi

Ada dua sistem energi yang diperlukan dalam setiap aktivitas latihan yang dilakukan oleh seorang atlet, yaitu sistem energi aerobik dan sistem energi anaerobik. Perbedaan kedua sistem energi tersebut adalah pada penggunaan bantuan dari oksigen (O2) selama proses pemenuhan kebutuhan energi berlangsung (Sukadiyanto, 2011: 36). Menurut Catherin Sellers (diunduh di www.asc.com. pada tanggal 12 Juni 2014), energi standar semua gerak manusia adalah pelepasan energi dari ATP (Adenosin trifosfat). Oleh karena itu, semua komponen terkait dengan resynthesis atau penambahan ATP atau penghapusan dan/atau penyebaran dari produk limbah yang berhubungan dengan menjaga persediaan ATP.

Sistem energi anaerobik, selama proses pemenuhan kebutuhan energi menggunakan energi yang tersimpan di dalam otot. Sedangkan sistem energi aerobik dalam proses pemenuhan kebutuhan energi harus menggunakan bantuan oksigen (O2) yang diperoleh melalui sistem pernapasan. Atlet yang terlatih biasanya memiliki kemampuan untuk memanfaatkan sistem yang diperlukan untuk mengisi ATP yang sedang digunakan. Tiga komponen utama: ATP/CP, LA dan oksigen memiliki kemampuan untuk mendukung berbagai kegiatan dalam berbagai intensitas dan durasi latihan. Semua atlet memiliki kemampuan untuk menghasilkan tenaga kerja dan intensitas yang melebihi kemampuannya untuk meresintesis ATP (Sellars, diunduh di www.asc.com. 12/06/2014).

20 a. Sistem energi anaerobik

Sistem energi anaerobik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (a) sistem energi anaerobik alaktik dan (b) sistem energi anaerobik laktik. Sistem energi anaerobik alaktik disediakan oleh sistem ATP-PC sedangkan sistem energi anaerobik laktik disediakan oleh sistem asam laktat (Bompa, 1994: 22). Proses pemenuhan kedua jenis sistem energi tersebut tidak memerlukan bantuan oksigen (O2). Semua energi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh berasal dari ATP, yang hanya menopang kerja kira-kira 6 (enam) detik bila tidak ada sistem energi yang lain (Soekarman, 1991: 29).

Menurut Shepard (1978: 9-15) sistem energi anaerobik alaktik biasanya habis diawal kinerja dalam waktu 10 detik. Kerja otot dapat berlangsung lebih lama apabila sistem energi ATP dapat ditopang dengan sistem energi yang lain, yaitu Phospho Creatin (PC) yang tersimpan di dalam sel otot. Digunakannya sumber bantuan energi Phospho Creatin (PC) dapat menambah kemampuan kerja otot hingga mencapai kira-kira 10 (sepuluh) detik (Nossek, 1982 dalam Awan Hariono, 2006: 28). Namun, apabila kerja otot harus berlangsung lebih lama, maka kebutuhan energi yang diperlukan akan dipenuhi oleh sistem glikolisis anaerobik atau asam laktat. Sistem glikolisis anaerobik mampu memeperpanjang kerja otot selama kira-kira 120 detik (McArdle, dkk. 1986: 348). Jumlah

21

ATP dalam otot sangat terbatas dan oleh karena itu perlu terus dibentuk ATP baru agar sumber energi yang dimiliki tidak segera habis. Walaupun demikian di dalam otot terdapat sejumlah sistem yang berfungsi sebagai perbantuan dan secara konstan melakukan resintesis ATP dari ADP. Dengan cara ini jumlah ATP tetap cukup untuk melanjutkan aktivitas selama intensitasnya rendah sampai sedang (Shadiqin, 2013: 29). Aktivitas anaerobik merupakan aktivitas dengan intensitas tinggi yang membutuhkan energi secara cepat dalam waktu yang singkat namun tidak dapat dilakukan secara continue untuk durasi waktu yang lama. Aktivitas ini biasanya juga akan membutuhkan interval istirahat agar ATP dapat diregenerasi sehingga kegiatannya dapat dilanjutkan kembali (Anwari, 2007: 2).

Phosphor Creatin merupakan sumber energi yang paling cepat membentuk ATP pada saat terjadi proses pemenuhan energi. Jumlah sistem ATP-PC dapat ditingkatkan melalui pemberian latihan dengan gerakan yang cepat dan pembebanan yang tinggi. ATP dan PC sering disebut sebagai sistem fosfagen yang merupakan sumber energi yang dapat digunakan secara cepat, tidak memerlukan oksigen (O2), dan ATP-PC tertimbun dalam mekanisme kontraktil dalam otot (Soekarman, 1991 dalam Awan Hariono, 2006: 29).

Proses terjadinya pembentukan ATP adalah dengan pemecahan creatin dan phosphate. Proses tersebut akan menghasilkan

22

energi yang digunakan untuk meresintesis ADP+P menjadi ATP, dan selanjutnya akan dirubah lagi menjadi ADP+P yang menyebabkan terjadinya pelepasan energi yang dibutuhkan untuk kontraksi otot. Perubahan CP ke C+P tidak mengahsilkan tenaga yang dapat digunakan langsung untuk kontraksi otot, melainkan digunakan untuk meresintesis ADP+P menjadi ATP (Awan Hariono, 2006: 29).

Sistem anaerobik merespon pelatihan dengan intensitas tinggi melalui biokimia, saraf, dan adaptasi anatomi. Salah satu faktor penting yang membedakan latihan bersifat anaerobik dan latihan bersifat aerobik yaitu intensitas dosis latihan. Untuk latihan yang bersifat anaerobik dosis latihan tinggi dan dilakukan mendekati kelelahan. Disamping itu sistem anaerobik dapat langsung dinilai dengan tes kinerja yang dilakukan pada sebuah gerakan (Cahill, dkk. 1997: 1). Pelatihan yang tepat dan spesifik akan menentukan kemampuan untuk mengeksekusi gerakan secara efisien. Bentuk pelatihan untuk kinerja yang kurang dari 10 detik yaitu dengan pengulangan yang spesifik dan jarak yang pendek (Shepard, R. J. 1978: 9-15).

Pada cabang olahraga pencak silat kategori tanding, teknik tendangan dan pukulan dilakukan dengan cepat dan kuat (power) untuk menghasilkan nilai, ini berarti setiap usaha yang dilakukan untuk melakukan serangan atau belaan dalam pertandingan pencak silat memiliki intensitas yang tinggi, gerakan cepat dan mendadak

23

tersebut akan mempersulit lawan dalam mengantisipasi serangan karena tendangan dan pukulan dilakukan dengan kombinasi mengelak, menghindar dan menangkap. Serangan dapat memperoleh nilai apabila mengenai sasaran yang telah ditentukan dengan menggunakan pola langkah, tidak terhalang, mantap, bertenaga, dan tersusun dalam koordinasi teknik serangan atau pembelaan yang baik. Untuk itu, diperlukan kemampuan kecepatan dan kekuatan yang bagus agar pesilat dapat melakukan serangan dengan sempurna (Awan Hariono, 2006: 30).

Selama dalam pertandingan pencak silat kategori tanding, pesilat melakukan serangan dengan beruntun sebanyak 6 (enam) serangan. Kategori tanding menampilkan 2 (dua) orang pesilat dari sudut yang berbeda. Keduanya saling berhadapan menggunakan unsur pembelaan dan serangan yaitu menangkis/mengelak/mengena/ menyerang pada sasaran dan menjatuhkan lawan; menggunakan taktik dan teknik bertanding, ketahanan stamina dan semangat juang yang tinggi, menggunakan kaidah dengan memanfaatkan kekayaan teknik dan jurus. Serangan beruntun yang dilakukan oleh satu orang pesilat harus tersusun dengan teratur dan berangkai dengan berbagai cara kearah sasaran sebanyak-banyaknya 6 (enam) teknik serangan. Pesilat yang melakukan rangkaian serang bela lebih dari 6 (enam) teknik akan diberhentikan oleh wasit. Serangan terus menerus

24

dengan menggunakan teknik serangan tangan yang sama dinilai satu serangan (Persilat, 2012). Oleh karena itu, gerakan harus dilakukan dengan eksplosif agar lawan tidak dapat melakukan pembelaan, apabila serangan telah enam kali maka wasit akan memberi aba-aba berhenti. Pada saat pesilat akan membanting melalui sebuah tangkapan, maka hanya ada waktu 5 (lima) detik untuk menyelesaikan proses tersebut sebelum wasit menghentikan fight.

Berdasarkan pengamatan secara langsung, rata-rata pesilat memerlukan waktu antara 3-5 detik untuk melakukan serangan (kedua pesilat melakukan enam kali serangan). Adapun ciri-ciri dari sistem energi anaerobik alaktik (ATP-PC) adalah: 1) intensitas kerja maksimal, 2) lama kerja kira-kira sampai 10 detik, 3) irama kerja eksplosif (cepat mendadak), 4) aktivitas mengahasilkan Adhenosin diphospat (ADP)+energi (Sukadiyanto, 2011: 38).

Pertandingan pencak silat dilakukan sebanyak tiga babak, dengan waktu dua menit bersih untuk setiap babak. Selama dalam pertandingan, akumulasi terjadinya serangan atau pembelaan rata-rata 11 kali dalam satu babak. Dengan demikian, penggunaan sistem energi anaerobik alaktik dilakukan secara terus menerus. Untuk itu, diperlukan sistem energi anaerobik laktik agar kerja otot dapat berlangsung lebih lama. Adanya bantuan dalam sistem energi ini maka dapat memperpanjang kerja otot selama 120 detik. Adapun

25

ciri-ciri dari sistem energi anaerobik laktik adalah sebagai berikut: 1) intensitas kerja maksimal, 2) lama kerja antara 10-120 detik, 3) irama kerja eksplosif, 4) aktivitas mengahsilkan asam laktat dan energi (Sukadiyanto, 2011: 38-39).

b. Sistem energi aerobik

Aerobik berarti menggunakan bantuan oksigen, sehingga metabolisme aerobik adalah menyangkut serentetan reaksi kimiawi yang memerlukan bantuan oksigen. Setelah proses pemenuhan energi berlangsung selama kira-kira 120 detik, maka asam laktat sudah tidak dapat diresintesis lagi menjadi sumber energi (Sukadiyanto, 2011: 39). Sistem energi tubuh yang utama adalah metabolisme aerobik. Sistem ini memberi energi bagi pembaharuan ATP dengan oksidasi karbohidrat, lemak dan protein yang disimpan dalam sel. Tidak seperti sistem anaerobik, metabolisme aerobik sangat efisien dan pada akhirnya tidak mengahsilkan kelelahan. Jadi, tubuh kebanyakan menggunakan sistem energi ini untuk jangkauan terbesar yang dimungkinkan (Holloszy, 1973 dalam Pate 1993: 239). Selama latihan dengan intensitas sedang dan rendah, metabolisme aerobik benar-benar menyediakan seluruh energi ATP yang dibutuhkan oleh otot. Hal tersebut dapat terjadi karena latihan yang dilakukan dengan intensitas sedang dan rendah menyebabkan sistem pernapasan jantung dapat menggerakan oksigen ke otot secara teratur

26

(Pate, 1993: 239). Untuk itu, kegiatan olahraga yang memerlukan penggunaan oksigen dengan intensitas sedang sangat tergantung pada sistem metabolisme aerobik.

Glikolisis adalah pemecahan glikogen secara kimiawi, dan aerobik adalah adanya bantuan oksigen. Glikolisis aerobik adalah pemecahan glikogen dengan menggunakan bantuan oksigen. Ada perbedaan antara glikolisis aerobik dan glikolisis anaerobik, yaitu dengan adanya bantuan oksigen maka asam laktat tidak tertimbun di dalam otot. Dengan kata lain berkat bantuan oksigen akan menghambat terjadinya timbunan asam laktat di dalam otot, tetapi oksigen tersebut tidak meresintesis ATP. Fungsi oksigen dalam proses ini adalah untuk mengalihkan asam laktat dengan asam pyruvate ke dalam sistem aerobik setelah diresentesis ATP (Sukadiyanto, 2011: 39).

Peran oksigen dalam metabolisme aerobik tidak boleh diabaikan. Mudahnya, tanpa oksigen metabolisme aerobik tidak mungkin terjadi karena selama latihan metabolisme aerobik terjadi di dalam mitikondria pada serabut otot. Untuk memperoleh oksigen tersebut dibutuhkan sistem paru jantung yang baik (paru, jantung, darah dan pembulu darah) untuk memperoleh oksigen dari atmosfir, sehingga oksigen dapat berperan aktif dalam metabolisme aerobik. (Pate, 1993: 239). Selanjutnya aktivitas fisik yang menggunakan sistem energi aerobik cenderung menggunakan power rendah dan

27

berhubungan erat dengan daya tahan kardiorespirasi. Sedangkan aktivitas fisik yang berasal dari sistem energi anaerobik memiliki kecenderungan menggunakan power yang tinggi dan berkaitan erat dengan power otot serta ketahanan otot. Berikut adalah ciri-ciri sistem aerob: (1) intensitas kerja sedang, (2) lama kerja lebih dari 3 menit, (3) irama gerak (kerja) lancar dan terus-menerus (kontinyu), dan (4) selama aktivitas menghasilkan karbondioksida+air (CO2+H2O). Sistem energi aerobik harus dikembangkan dalam proses latihan, oleh karena dapat membantu dalam penghapusan asam laktat, sehingga atlet dapat lebih mentorelir laktat tersebut (Sellars, 2014. diunduh di www.asc.com. pada tanggal 12 Juni 2014).

Sistem energi aerobik dalam pertandingan pencak silat kategori tanding tetap diperlukan untuk membentuk ATP, meskipun persentasenya tidak terlalu besar. Perbedaan sistem energi anaerobik dengan aerobik adalah seberapa besar tingkat penggunaan bantuan dari oksigen. Selama otot beraktivitas ketiga sistem energi tersebut saling bekerja bergantian dan memenuhi satu sama lain. Untuk itu, sistem energi merupakan serangkaian proses pemenuhan tenaga secara terus menerus dan saling bekerja bergantian (Soekarman, 1991: 17).

Salah satu keuntungan pesilat yang memiliki kemampuan aerobik yang bagus yaitu dapat mengadaptasi beban latihan yang diberikan dengan intensitas maksimal. Selain itu, pesilat yang

28

memiliki kemampuan daya tahan aerobik yang bagus akan lebih cepat dalam merecovery tubuhnya, sehingga tidak akan mengalami kelelahan yang berarti sebagai akibat dari pemberian beban latihan yang diberikan. Latihan aerobik juga akan membantu pesilat meningkatkan kekuatan ligamen, tendon, dan serabut-serabut otot sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya cedera selama proses berlatih maupun bertanding (Awan Hariono, 2006: 33).

4. Pencak silat kategori tanding a. Pengertian kategori tanding

Kategori tanding adalah kategori yang menampilkan 2 (dua) orang pesilat dari sudut yang berbeda, keduanya saling berhadapan menggunakan teknik pembelaan dan serangan, seperti: pukulan, tendangan, tangkisan, elakan, tangkapan dan jatuhan terhadap lawan; menggunakan teknik dan taktik bertanding, ketahanan stamina dan semangat juang yang tinggi, menggunakan kaidah dengan memanfaatkan kekayaan teknik dan jurus (Persilat, 2012: 1). Pertandingan pencak silat kategori tanding merupakan pertandingan olaraga body contact, oleh karena itu pesilat yang akan bertanding dalam suatu kelas ditentukan oleh pembagian berat badan. Berikut rincian kelas dan berat badan dalam kategori tanding usia dewasa baik putra dan putri:

29

Tabel 1. Kelas dan Berat Badan Kategori Tanding Putra Tanding Putra Kelas A 45 Kg s/d 50 Kg Kelas B Di atas 50 Kg s/d 55 Kg Kelas C Di atas 55 Kg s/d 60 Kg Kelas D Di atas 60 Kg s/d 65 Kg Kelas E Di atas 65 Kg s/d 70 Kg Kelas F Di atas 70 Kg s/d 75 Kg Kelas G Di atas 75 Kg s/d 80 Kg Kelas H Di atas 80 Kg s/d 85 Kg Kelas I Di atas 85 Kg s/d 90 Kg Kelas J Di atas 90 Kg s/d 95 Kg Kelas Bebas Di atas 85 Kg

Sumber: Persilat (2012: 6)

Tabel 2. Kelas dan Berat Badan Kategori Tanding Putri Tanding Putri Kelas A 45 Kg s/d 50 Kg Kelas B Di atas 50 Kg s/d 55 Kg Kelas C Di atas 55 Kg s/d 60 Kg Kelas D Di atas 60 Kg s/d 65 Kg Kelas E Di atas 65 Kg s/d 70 Kg Kelas F Di atas 70 Kg s/d 75 Kg Kelas Bebas Bebas Di atas 75 Kg

Sumber: Persilat (2012: 6)

Pesilat sebelum bertanding diwajibkan untuk menimbang berat badannya 15 menit sebelum pertandingan, berbeda dengan olahraga beladiri yang lain yang hanya melakukan penimbangan sekali. Namun dalam pertandingan pencak silat umumnya penimbangan berat badan ini dilakukan sampai babak final, oleh karena itu pesilat harus memiliki kedisiplinan yang tinggi. Setelah melakukan penimbangan berat badan dan dinyatakan sah oleh petugas penimbangan, maka pesilat bersiap untuk bertanding dalam gelanggang, dengan ukuran 10 m x 10 m

30

dengan ketebalan matras 3 (tiga) sampai 5 (lima) centimeter. Berikut gambar gelanggang dalam pertandingan pencak silat:

Gambar 1. Gelanggang Pencak Silat (www.terateemas.com)

Kategori tanding hanya bermain dalam lingkaran besar, apabila salah satu pesilat keluar dari garis tersebut maka wasit akan menghentikan pertandingan dan memberikan pembinaan. Apabila pesilat keluar garis yang kedua kalinya dalam babak yang sama maka wasit akan memberikan teguran pertama, apabila pesilat keluar yang ketiga kalinya maka wasit akan memberikan teguran kedua dan apabila pesilat masih keluar maka akan diberi peringatan kesatu

31

begitu seterusnya sampai peringatan ketiga yaitu diskualifikasi. Pesilat yang mempunyai fisik yang baik, dalam hal ini kemampuan aerobik dan anaerobik yang bagus maka akan mudah memanfaatkan bidang pertandingan tersebut. Oleh karena pesilat akan lebih mudah mengatur pola permainan yang lebih efektif tanpa harus keluar dari garis lingkaran.

b. Karakteristik pencak silat kategori tanding 1) Waktu pertandingan kategori tanding

Menurut Persilat (2012: 10) pertandingan pencak silat dilangsungkan dalam 3 (tiga) babak, setiap babak terdiri atas 2 (dua) menit bersih, waktu istirahat antar babak yaitu 1 (satu) menit. Waktu ketika wasit menghentikan pertandingan tidak termasuk waktu bertanding, penghitungan terhadap pesilat yang jatuh karena serangan yang sah tidak termasuk waktu bertanding. Dengan demikian waktu bertanding dalam pertandingan pencak silat yaitu ketika wasit memberi aba-aba “mulai” sampai dengan aba-aba “berhenti”.

Berdasarkan banyaknya fight dalam satu babak dan waktu yang dibutuhkan dalam sekali fight maka pesilat kategori tanding harus memiliki kemampuan biomotor ketahanan dan kecepatan yang baik, oleh karena pesilat yang melakukan serangan dan belaan harus bergerak secepat mungkin dan melakukannya

berkali-32

kali. Pesilat yang bertanding dalam satu kelas umumnya harus bermain sebanyak 5 (lima) kali untuk sampai ke partai final, oleh karena itu unsur ketahanan dan kecepatan dalam pertandingan pencak silat kategori tanding sangat diperlukan.

2) Macam gerak kategori tanding

Macam gerak dibedakan menjadi dua yaitu siklus dan non-siklus, meskipun dalam aktivitas seringkali merupakan kombinasi serangkaian gerak siklus dan non-siklus. Gerak siklus adalah gerak yang dilakukan secara terus menerus, sedangkan gerak non-siklus adalah gerak yang dilakukan secara terputus-putus (Sukadiyanto, 2011: 54). Macam gerak dalam pertandingan pencak silat kategori tanding yaitu kombinasi dari kedua macam gerak tersebut, hal ini dapat dilihat dari pergerakan pesilat pada saat melakukan fight dan recovery antar fight. Pada saat pesilat melakukan fight, macam gerak yang digunakan adalah macam gerak non-siklus, dikarenakan gerakan pada saat fight cenderung cepat, mendadak dan terputus antara serangan pertama dan selanjutnya. Sedangkan pada saat recovery pesilat melakukan macam gerak siklus. Dengan demikian macam gerak yang dominan dalam pertandingan pencak silat adalah macam gerak non-siklus (terputus-putus).

33

Pertandingan pencak silat kategori tanding berlangsung dengan pesilat yang saling berhadapan menggunakan unsur pembelaan dan serangan yaitu menangkis/mengelak, mengenakan sasaran dan menjatuhkan lawan, menerapkan kaidah pencak silat serta mematuhi aturan-aturan yang ditentukan. Maksud dari kaidah pencak silat adalah bahwa dalam mencapai prestasi teknik, seorang pesilat harus mengembangkan pola bertanding yang dimulai dari sikap pasang, langkah serta mengukur jarak terhadap lawan dan mengkoordinasikan jenis serangan/pembelaan serta kembali pada sikap pasang (Persilat, 2012: 12). Hal ini berarti pesilat dalam pertandingan pencak silat kategori tanding tidak diperbolehkan meloncat-loncat, berlari maupun berjalan cepat untuk mendekati lawan. Melainkan harus menggunakan kaidah pencak silat yang dikombinasikan dengan serangkaian pola langkah.

Pembelaan dan serangan yang dilakukan harus berpola dari sikap awal/pasang, pola langkah, serta adanya koordinasi yang baik dalam melakukan serangan dan pembelaan. Setelah melakukan serangan/pembelaan harus kembali pada sikap awal/pasang dengan tetap menggunakan pola langkah. Wasit akan memberikan aba-aba “LANGKAH” jika seorang pesilat tidak melakukan teknik pencak silat yang semestinya (Persilat, 2012: 12). Hal ini menggambarkan bahwa serangkaian teknik

34

harus dilakukan dengan cepat, mendadak dan juga terputus. Adapun serangan beruntun yang dilakukan oleh satu orang pesilat harus tersusun dengan teratur dan berangkai dengan berbagai cara kearah sasaran sebanyak-banyaknya 6 (enam) teknik serangan. Pesilat yang melakukan rangkaian serang-bela lebih dari 6 (enam) teknik serangan akan diberhentikan oleh wasit. Adapun serangan terus menerus dengan menggunakan teknik serangan tangan yang sama dinilai satu serangan (Persilat, 2012: 12).

Berdasarkan uraian di atas macam gerak yang dominan digunakan dalam pertandingan pencak silat yaitu macam gerak non-siklus. Gerak siklus pada pencak silat kategori tanding terjadi pada saat pesilat melakukan kaidah dan pola langkah, sedangkan gerak non-siklus terjadi pada saat pesilat melakukan serang-bela dengan menggunakan berbagai macam teknik, seperti: pukulan, tendangan, jatuhan, elakan atau hindaran dan tangkisan.

3) Irama gerak kategori tanding

Irama gerak merupakan bentuk gerak yang ditinjau dari cepat lambatnya satu gerak dilakukan. Jenis irama gerak dikelompokkan menjadi irama cepat-mendadak (eksplosif), sedang, dan lambat (Sukadiyanto, 2011: 55). Pada pencak silat kategori tanding, pesilat mempunyai kecenderungan untuk menggunakan teknik pukulan, tendangan, jatuhan dan elakan

35

dalam usahanya memperoleh nilai. Apabila pesilat berhasil menjatuhkan lawan secara langsung maupun tidak langsung maka pesilat tersebut akan memperoleh nilai lebih besar dari pada

Dokumen terkait