• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Tujuan Fisioterapi

1. Tujuan Umum

Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan menyebarluaskan peran fisioterapi pada kondisi  frozen shoulder et causa bursitis subdeltoidea  dengan menggunakan modalitas  shortwave diathermy  kepada rekan-rekan fisioterapi, kalangan medis, maupun masyarakat luas.

4

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah :

a. Untuk mengetahui pengaruh pemberian  shortwave diathermy terhadap nyeri, bengkak, dan  spasme otot pada kondisi frozen shoulder et causa bursitis subdeltoidea.  b. Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan lingkup

gerak sendi bahu pada kondisi  frozen shoulder et causa bursitis subdeltoidea setelah diberikan terapi modalitas  shortwave diathermy.

c. Untuk mengetahui dosis penggunaan modalitas  shortwave diathermy  yang sesuai pada kondisi  frozen shoulder et causa bursitis subdeltoidea.

d. Untuk mengetahui standar operasional penatalaksanaan modalitas  shortwave diathermy  pada kondisi  frozen  shoulder et causa bursitis subdeltoidea.

D. Manfaat

1. Bagi Penulis

Dapat menambah pengetahuan, wawasan dan keterampilan dalam bidang fisioterapi khususnya mengenai penanganan kondisi  frozen shoulder et causa bursitis subdeltoidea  dengan modalitas  shortwave diathermy.

2. Bagi Pembaca

Sebagai referensi dalam menambah wawasan dan informasi  pembaca.

3. Bagi Pendidikan

Sebagai referensi dalam menunjang pendidikan kesehatan, khususnya dalam bidang pendidikan fisioterapi.

4. Bagi Instansi Kesehatan

Sebagai acuan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan khususnya bagi pasien  frozen shoulder et causa bursitis  subdeltoidea dengan memberikan informasi tentang konsep  penanganan fisioterapi menggunakan modalitas shortwave diathermy. 5. Bagi Fisioterapi

Sebagai acuan dalam melaksanakan tindakan fisioterapi khususnya bagi pasien  frozen shoulder  yang disebabkan oleh bursitis  subdeltoidea dengan menggunakan modalitas shortwave diathermy.

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fungsional Bahu

Sendi bahu atau  glenohumeral joint  ( shoulder joint ) dibentuk oleh caput humeri  yang bersendi dengan cavitas glenoidalis  yg dangkal. Glenohumeral joint  termasuk sendi ball and socket joint , tetapi merupakan sendi yang paling bebas pada tubuh manusia. (Tahir, 2012)

Caput humeri  yang berbentuk hampir setengah bola, memiliki area  permukaan 3-4 kali lebih besar dari pada  fossa glenoidalis scapula  yang dangkal sehingga memungkinkan mobilitas yang tinggi pada  shoulder . (Tahir, 2012)

 Fossa glenoidalis  diperkuat oleh sebuah bibir/labrum fibrokartilago yang mengelilingi tepi  fossa, disebut dengan”labrum glenoidalis”.  Labrum ini dapat membantu menambah stabilitas  glenohumeral joint . Bagian atas kapsul diperkuat oleh ligament coracohumeral  dan bagian anterior  kapsula yang diperkuat oleh 3 serabut ligament glenuhomeral  yang lemah (ligamen  glenohumeral superior, middle dan inferior ). (Tahir, 2012)

Ada 4 tendon otot yang memperkuat kapsul sendi yaitu  subscapularis,  supaspinatus, infrapinatus  dan teres minor , yang dikenal dengan “rotator cuff ” dan juga dibantu oleh kontribusi terhadap gerakan rotasi humerus, dan keempat tendonnya membentuk collageneus cuff   di sekitar sendi shoulder (membungkus  shoulder   pada sisi  superior ,  posterior   dan anterior ).

Ketegangan dari rotator cuff muscle  dapat menarik caput humerus ke arah  fossa hlenoidalis sehingga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap

stabilitas sendi. (Tahir, 2012)

Gambar 2.1

The Shoulder Joint (Wikipedia, 2013)

Glenohumeral joint   merupakan sendi yang paling mobile  karena menghasilkan gerakan ( fleksi-ekstensi, abduksi-adduksi, endorotasi-eksorotasi) dan  sirkumdaksi. Pada gerakan  fleksi-ekstensi  terjadi arthrokinematika  yaitu  spin, gerakan abduksi-adduksi  terjadi gerakan arthrokinematika  yaitu cauda-cranial slide, gerakan eksorotasi-endorotasi terjadi gerakan arthrokinematika yaitu ventral-dorsal slide. (Tahir, 2012)

8

Dalam “Shoulder Bursitis” (2006) menyebutkan bursa adalah kantung cairan sinovial, kaya protein dan kolagen, yang bertindak sebagai bantalan untuk melindungi jaringan lunak, seperti tendon, ligamen dan otot, dari gesekan dan tekanan berlebih. Ada 3 bursa utama di sekitar rotator cuff . Bursa  subacromial   melindungi tendon  supraspinatus  dari  processus coracoideus  dan acromeon. Bursa  subcoracoideus  terletak di antara  processus coracoideus  dan kapsul sendi. Bursa  subdeltoideus  terletak di  bawah otot deltoid , bantalan itu dari tulang dalam kapsul sendi bahu.

Seringkali bursa subdeltoid  dan subacromial  terhubung sekitar rotator cuff .

B. Biomekanik Bahu

Amarseto (2012) dalam artikel “ Bursitis Deltoid ” menyebutkan bahwa sendi bahu mempunyai gerakan-gerakan sebagai berikut:

1. Gerak fleksi, penggeraknya adalah serabut otot deltoideus anterior . 2. Gerak ektensi, penggeraknya adalah otot serabut otot deltoideus

 posterior  dan teres minor  serta dibantu oleh otot infra spinatus.

3. Gerak abduksi, penggeraknya adalah otot  supra spinatus dibantu oleh otot deltoideus.

4. Gerak abduksi horizontal, penggeraknya adalah otot deltoideus. 5. Gerak internal rotasi, penggeraknya adalah otot sub scapular . 6. Gerak eksternal rotasi, penggeraknya adalah otot infra spinatus.

C. Patologi 1. Definisi

Dalam “Shoulder Bursitis” (2006) menyebutkan, bursitis adalah  peradangan atau iritasi kantung bursa. Ketika bursa menjadi bengkak, kantung itu sendiri dapat mengembangkan air mata kecil dan dapat menyebabkan robekan pada jaringan lunak sekitarnya. Dalam  beberapa kasus, bursa meradang juga menjadi terinfeksi dengan  bakteri (disebut sebagai bursitis septik ) dan perlu untuk melihat dokter

untuk menyingkirkan infeksi. 2. Etiologi

Amarseto (2012) dalam artikel “ Bursitis Deltoid ” menyebutkan  bahwa penyebab paling banyak terjadinya bursitis adalah trauma dan

infeksi.

a. Trauma (Penggunaan yang Berlebihan Secara Menahun)

Trauma yang berulang-ulang menyebabkan terjadinya radang  pada bursa, dan berakibat terjadinya pelebaran pada pembuluh darah, sehingga protein dan cairan ekstracellular   masuk kedalam bursa, Sedangkan bursa memberi reaksi berlawanan terhadap substansi asing, hal ini mengakibatkan pembengkakkan pada bursa juga mengakibatkan nyeri.

1) Kronis

Penyebab paling banyak pada kasus bursitis  kronis ialah trauma kecil yang mungkin terjadi pada bursa ( subdeltoid )

10

disebabkan oleh gerakan yang berulang-ulang akan tetapi  berlebihan.

2) Akut

Pukulan langsung dapat menyebabkan kebocoran pada  bursa sehingga darah masuk kedalam bursa. Pengumpulan darah

ini biasanya dapat mengakibatkan nyeri dan pembengkakkan.  b. Infeksi

Lokasi bursa dekat dengan permukaan kulit, hal ini dapat  berpotensi bursa terinfeksi oleh bakteri. Salah satu tipe bakteri yang

dapat menyerang pada bursa ialah  staphylococcus aureus  atau  staphylococcus epidermis. Orang yang mengidap penyakit diabetes, atau peminum alkohol, atau penderita penyakit gagal ginjal, atau orang yang mengalami trauma berat dapat berpotensi terkena bursitis. Sekitar 80% bursitis biasanya dialami oleh laki-laki.

3. Patofisiologi

Dalam keadaan normal saat terjadi gerakan abduksi  lengan, tendo-tendo rotator cuff , terutama  supraspinatus, lewat di bawah arcus coracoacromialis. Karena arcus  tersebut sempit dan rendah letaknya, atau ada abnormalitas/pembengkakan pada tendon akan dapat menimbulkan rasa nyeri saat dilakukan gerakan abduksi, karena  pada saat gerakan abduksi  itu tuberositas majus humeri  akan  berkontak dengan acromion, sehingga bursa tertekan. (Amarseto,

Rasa nyeri pada umumnya mulai timbul bila lengan mendekati abduksi 60  dari tubuh (60-120). Tetapi bila lengan dielevasikan lebih lanjut, karena bursa tidak lagi tertekan, maka rasa nyeri akan hilang, keadaan ini dikenal sebagai arcus pain. Rasa nyeri dirasakan  pada insertio musculus deltoideus  pada tuberositas majus humeri, tetapi rasa nyeri di sini bersifat “reffered pain/nyeri rujukan”, karena  pada penekanan pada daerah tersebut tidak membangkitkan rasa nyeri.

(Amarseto, 2012) 4. Tanda dan Gejala

Harmai (2012) dalam artikel “ FROZEN SHOULDER” menyebutkan bahwa sifat keterbatasan  frozen shoulder   ditandai dengan :

a. Mengikuti pola kapsular (capsular pattern), yang ditandai dengan gerak eksorotasi  lebih nyeri dan terbatas dari gerakan abduksi  serta lebih terbatas lagi dari endorotasi. (eksorotasi > abduksi > endorotasi).

 b. Bukan pola kapsuler (non capsular pattern), yaitu keterbatasan gerak dan nyeri terjadi pada arah gerak tertentu, tergantung dari topis lesi, misalnya keterbatasan ke arah endorotasi atau abduksi saja.

Gejut (2012) dalam artikel “ Non Capsular Pattern Bursitis Subdeltoidea” menyebutkan beberapa tanda dan gejala dari bursitis  subdeltoidea, diantaranya :

12

a.  Nyeri pada lengan bagian luar.

 b.  Nyeri tajam, tetap, berdenyut dan lain-lain. Pada keadaan akut,  penderita menggendong tangannya dengan gendongan. Gerakan

ke semua arah gerak akan menimbulkan nyeri.

c. Merupakan kelanjutan dari tendinitis (kadang-kadang) nyeri akut biasanya 12-72 jam.

d. Pada gerakan aktif, ditandai adanya pembatasan pada semua  bidang.

e. Kadang-kadang nyeri agak berkurang pada saat elevasi lengan. f. Pada gerakan pasif. Pembatasan gerak karena nyeri tidak pada

kapsula pattern. Tidak terasa adanya gerakan tertahan karena rasa nyeri yang hebat.

g. Gerakan rotasi dengan lengan disisi badan dapat dilakukan, tetapi gerakan abduksi 60  atau fleksi 90 biasanya tidak dapat dilakukan tertahan karena timbulnya rasa sakit.

h. Dapat dilakukan kontraksi kuat-kuat tanpa nyeri bila dilakukan dengan hati-hati.

5. Komplikasi

Medical Guide Lines dalam artikel “ Bursitis” menyebutkan  bahwa perlakuan buruk atau bursitis  akut yang tidak diobati dapat  berkembang menjadi bursitis  kronis. Sindrom  frozen shoulder   atau keterbatasan mobilitas sendi permanen adalah beberapa kemungkinan komplikasinya.  Bursitis  yang disebabkan oleh asam urat, arthritis,

atau penggunaan berlebihan yang kronis dapat kambuh jika kondisi yang mendasarinya tidak diobati atau diperbaiki.

6. Prognosis

Pandangan ini umumnya sangat baik untuk pemulihan penuh. Jika bursitis  disertai dengan jaringan parut di sekitar sendi bahu (capsulitis adhesiva) dapat memerlukan terapi fisik jangka panjang. (Sheil, 2008)

Medical Guide Lines dalam artikel “ Bursitis” menyebutkan  bahwa secara umum, respon bursitis  yang baik terhadap pengobatan konservatif. Kebanyakan individu merespon terhadap terapi dalam  beberapa hari sampai 2 minggu. Pada bursitis yang disebabkan karena infeksi, bursa mungkin perlu dikeringkan setiap 1 sampai 3 hari sampai infeksi telah dibersihkan. Jika penyebab kondisi ini tidak diperbaiki, bursitis kronis mungkin berkembang.

7. Diagnosis Banding

Kuntoro (2009) dalam artikel “ Aspek Fisioterapi Sindroma  Nyeri Bahu“ menyebutkan bahwa k ondisi yang mempunyai gejala

mirip dengan bursitis subdeltoidea adalah :

a.  Bursitis Subacromialis, dibedakan dengan adanya nyeri pada lengan atas atau insertio  pada otot deltoid   di tuberositas deltoidea.

 b. Tendisitis Bicipitalis, ditandai dengan adanya keterbatasan gerakan adduksi dan fleksi lengan atas.

14

c. Capsulutis Adhesiva, ditemukan nyeri pada seluruh gerak sendi  bahu baik aktif maupun pasif.

d. Tendinitis Supraspinatus, ditemukan  painfull arc supraspinatus 0-60 dan keterbatasan gerak sendi bahu, terutama abduksi dan eksorotasi.

D. Modalitas Shortwave Diathermy 1. Definisi

Adalah alat terapi yang menggunakan energi electromagnetik  yang dihasilkan oleh arus bolak-balik frekuensi tinggi. Frekuensi yang diperbolehkan pada pemakaian  shortwave diathermy  adalah 13,66 MHz, 27,33 MHz dan 40,98 MHz. Panjang gelombang yang sesuai dengan frekuensi  shortwave diathermy  yang sering juga disebut Energi Elektromagnetik (EEM) 27 MHz. (Fanani, 2011)

Arus frekuensi tinggi adalah arus listrik bolak-balik yang frekuensinya lebih dari 500.000 cycle/detik yang tidak memberikan rangsang terhadap saraf sensorik maupun motorik. Arus ini sering  juga disebut arus oscilasi. (Fanani, 2011)

2. Efek Fisiologis dan Terapeutik

Efek dari  shortwave diathermy  terdiri dari efek fisiologis dan efek terapeutis. Fanani (2011) menyebutkan dalam artikelnya “Shortwave Diathermy SWD”, yaitu:

a. Efek Fisiologis

Efek arus shortwave diathermy  terhadap tubuh adalah timbulnya panas dalam jaringan. Pengaruh fisiologis yang timbul disebabkan oleh kenaikan suhu jaringan, antara lain: 1) Metabolisme Meningkat

Hukum Varit Hoff menyatakan bahwa perubahan kimia dapat dipercepat oleh adanya panas. Dengan demikian, pemanasan jaringan akan mempercepat  perubahan kimia yaitu proses metabolisme. Supply O2 dan sari-sari makanan akan meningkat sehingga kebutuhan  jaringan akan O2 dan sari makanan akan cepat terpenuhi. 2) Penambahan Supply Darah

Panas akan memberikan pengaruh langsung pada dinding pembuluh darah berupa timbulnya vasodilatasi terutama pada jaringan superficial. Sebagai akibat dari vasodilatasi  jumlah  supply  darah di daerah tersebut  bertambah. Dengan demikian jumlah O2  dan sari-sari makanan bertambah dan pembuangan sisa-sisa metabolisme akan lebih lancar.

3) Manfaat pada Serabut Saraf

Apabila panas yang dihasilkan tidak berlebihan maka akan terjadi penurunan ekstabilitas  susunan saraf sehingga akan menurunkan atau mengurangi rasa nyeri.

16

4) Kenaikan Suhu Tubuh

Pada bagian tubuh apabila mendapat pemanasan maka akan terjadi kenaikan suhu lokal pada jaringan tersebut. Namun apabila pemanasan meliputi daerah yang luas dan waktu yang lama akan mengakibatkan kenaikan suhu.

5) Manfaat pada Jaringan Otot

Kenaikan suhu jaringan akan memberikan rileksasi dan menambah efisiensi kerja otot-otot. Serabut-serabut otot akan berkontraksi dan rileksasi lebih cepat, meskipun kekuatan otot tidak berpengaruh. Rileksasi otot-otot antagonis memberikan kebebasan kerja dari otot-otot antagonis, kondisi optimum pada kontraksi otot.

6) Peningkatan Aktivitas Kelenjar Keringat

Apabila kenaikan suhu tubuh, kelenjar keringat akan menjadi lebih aktif, disamping itu pemanasan secara lokal  pada kulit akan menambah aktifitas kelenjar keringat di

daerah tersebut.  b. Efek Terapi

Efek-efek terapeutik shortwave diathermy antara lain: 1) Meningkatkan Sirkulasi Darah

Dengan timbulnya panas yang dihasilkan oleh  shortwave diathermy akan menimbulkan vasodilatasi lokal

 pada pembuluh darah, sehingga peredaran darah akan lebih lancar dan supply zat-zat yang dibutuhkan oleh  proses metabolisme akan meningkat pula.

2) Mengurangi Nyeri

Akibat adanya penekanan ujung-ujung saraf  sensoris  pada persendian (nociceptor)  akan mengakibatkan rasa nyeri yang diakibatkan oleh aktifitas nociceptor   yang meningkat. Pemberian shortwave diathermy  dapat memberikan efek  sedatif   dan analgetik   pada ujung-ujung saraf sensoris oleh karena pengaruh thermal   (panas). Sehingga merangsang thermoreceptor   terjadi dumping terhadap aktifitas nociceptor .

3) Mengurangi Spasme dan Menimbulkan Relaksasi Otot Akibat adanya rasa nyeri maka otot-otot akan mengadakan protektif  spasme, sehingga otot-otot akan tegang ( spasme). Pemberian  shortwave diathermy  akan menyebabkan otot-otot menjadi rileks, dan kondisi otot menjadi lebih baik.

4) Mengurangi Ketegangan Struktur Kapsul Sendi

Adanya panas yang disebabkan oleh pemberian  shortwave diathermy  pada jaringan pengikat seperti tendon, ligamen, dan kapsul sendi maka akan meningkatkan elastisitas jaringan pengikat sebagai bagian

18

 penyusun sendi maka struktur sekitar sendi akan kendor dan kekakuan sendi akan berkurang.

3. Indikasi dan Kontra Indikasi a. Indikasi

Asri (2012) dalam artikel “ shortwave diathermy” menyebutkan bahwa indikasi  shortwave diathermy diantaranya merupakan kondisi peradangan dan kondisi sehabis trauma (trauma pada musculoskeletal ), adanya keluhan nyeri pada sistem musculoskeletal   (kodisi ketegangan, pemendekan,  perlengketan otot jaringan lunak), persiapan suatu latihan/senam

(untuk gangguan pada sistem peredarah darah). 1)  Nyeri

Penghilang nyeri menggunakan  shortwave diathermy berguna pada pengobatan traumatic dan kondisi rematik  yang mempengaruhi bagian permukaan dari otot, ligament   dan sendi kecil bagian permukaan. Penghilang nyeri juga dipengaruhi oleh hilangnya kekakuan otot.

2) Keram Otot

Dapat di kurangi secara langsung menggunakan  shortwave diathermy  atau dapat berkurang karena

3) Penyembuhan Luka

Untuk memicu penyembuhan luka dari luka terbuka, dan meningkatkan dari sirkulasi pembuluh darah kulit. Apabila ateriol   ataupun capiler   tidak dapat meningkat secara signifikan maka pemanasan dapat diberikan pada  bagian proximal luka yang masih baik aliran darahnya. 4) Infeksi

Pengobatan  shortwave diathermy  dapat digunakan untuk membantu mempercepat penyembuhan akibat infeksi dengan meningkatkan aliran darah pada daerah yang terkena infeksi. Ini akan meningkatkan sel darah  putih dan antibody untuk melawan organisme infeksi

5) Fibrosis

Pemanasan telah terbukti dapat memperbaiki kelenturan jaringan yang mengalami  fibrosis, seperti pada tendon, kapsul sendi.

 b. Kontra Indikasi

Beberapa kontra indikasi pada pemberian energi elektromagnetik 27 MHz menurut Fanani (2012) dalam artikel “Shortwave Diathermy SWD” antara lain:

1) Adanya Logam dalam Tubuh

Pemberian shortwave diathermy pada jaringan tubuh yang ada logamnya akan menyebabkan konsentrasi energi

20

 pada logam. Sehingga disekitar logam akan dapat panas yang berlebihan akibatnya bisa terbakar.

2) Gangguan Peredaran Darah

Pemberian  shortwave diathermy  cenderung menimbulkan pendarahan  gangren  dan atau trombose, buerger dessease  atau gangguan jantung yang mengarahi ke dekompensasi.

3) Jaringan dan Organ yang Mempunyai Banyak Cairan

Misalnya pada mata atau luka basah dan eksim basah  juga dapat menimbulkan kebakaran dari jaringan.

4) Gangguan Sensibilitas

Pada gangguan ini terutama pada panas dan dingin maka pemberian dosis secara subyektif sebaiknya dihindari. Penggunaanya dilanjutkan menggunakan 30% lebih rendah dan intensitas semula.

5) Infeksi Akut dan Demam

Pada keadaan ini dapat memperluas infeksi bakteri melalui aliran darah.

6) Menstruasi

Pemberian  shortwave diathermy  pada saat menstruasi pada daerah lumbal   dan  sacral   dapat mengganggu siklus menstruasi.

7) Kehamilan

Aplikasi  shortwave diathermy  secara langsung didaerah kehamilan atau lumbosacral   menyebabkan gangguan keseimbangan zat asam  pada placenta.

4. Pemberian Dosis

Dalam artikel “ Instruction for Use Phyaction Performa” menyebutkan bahwa Schliephake telah menyusun sebuah sistem  penentuan dosis sesuai dengan sensasi panas, dalam empat kelas:

a. Dosis Submitis: tidak ada panas yang dirasakan.  b. Dosis Mitis: pasien merasa sensasi sedikit panas.

c. Dosis Normal : pasien merasa sensasi yang jelas dan panas yang menyenangkan.

d. Dosis Fortis: pasien merasakan panas yang kuat, namun sensasi  panasnya tidak menyenangkan.

Biasanya dibutuhkan 15-20 menit untuk penyesuaian vaskular terjadi, meskipun dapat memakan waktu hingga 1 jam. Karena itu kebanyakan terapi diberikan untuk jangka waktu 20-30 menit. (Wells, Peter E, et.al)

E. Objek yang Dibahas 1.  Nyeri

Teori Wall dan Melzack, nyeri diartikan sebagai proses normal  pertahanan tubuh yang diperlukan untuk memberi tanda bahwa telah

22

terjadi kerusakan jaringan. Nyeri dapat diukur dengan skala VDS dan skala VAS.

2. Oedema

Hudaya (1996) menyebutkan bahwa oedema  didefinisikan sebagai peningkatan volume cairan extracellular dari komponen extravascular. Berdasarkan pemeriksaan klinis oedema  dapat dibedakan:

a. Pitting oedema: bila kulit ditekan, maka lekukan yang timbul akan lama pulih seperti semula.

 b.  Non-pitting oedema: pada penekanan, kulit tidak melekuk ke dalam.

3. Spasme Otot

Spasme adalah ketegangan otot yang meningkat akibat adanya rasa nyeri. Hal ini terjadi sebagai bagian dari proteksi agar bagian tubuh yang nyeri tidak bergerak sehingga tidak menimbulkan kerusakan jaringan lebih parah. Spasme bersifat sementara dan dapat kembali normal. (Anonim, 2009)

4. Lingkup Gerak Sendi

Lingkup gerak sendi atau range of motion (ROM) adalah luasnya gerakan sendi yang terjadi pada saat sendi bergerak dari satu  posisi ke posisi lain, baik secara pasif maupun aktif. (Anonim, 2009)

23 A. Pemeriksaan

1. Anamnesis

Anamnesis ialah tanya jawab mengenai keadaan penyakit  penderita. Gejala ( symptom) yang diidentifikasikan melalui anamnesis

merupakan informasi yan gpenting di dalam proses membuat diagnosis. Ada 2 macam anamnesis, yaitu autoanamnesis dan heteroanamnesis. (Hudaya, 2009)

a. Anamnesis Umum

Anamnesis umum berisis tentang identitas pasien secara lengkap. Dalam anamnesis ditemukan data seperti (1) nama, (2) umur, (3) jenis kelamin, (4) agama, (5) pekerjaan, (6) alamat. Didapatkan data pasien sebagai berikut:

 Nama : Tn K Umur : 22 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam

Pekerjaan : Atlet renang Alamat : Poncol

24

 b. Anamnesis Khusus

Anamnesis khusus merupakan data informasi tentang keluhan utama pasien, dalam hal ini pasien merasakan nyeri dan kaku pada bahu kanan.

Riwayat penyakit sekarang ditanyakan tentang perjalanan  penyakit serta riwayat pengobatannya. Dalam hal ini pasien datang ke fisioterpi pada tanggal 6 Januari 2013 dengan keluhan nyeri dan kaku terbatas gerak pada bahu kanan. Satu minggu yang lalu pasien mengalami cedera saat beranang dan belum  pernah menjalani pengobatan apapun. Nyeri terasa tajam, tetap dan berdenyut-denyut. Nyeri berkurang saat bahu dielevasikan. Ada pembatasan gerak dalam semua bidang.

Riwayat penyakit dahulu ditanyakan tentang penyakit apa saja yang pernah diderita oleh pasien. Dalam hal ini pasien kadang mengalami cedera ringan dibahu kerika berlatih renang, hanya diberi kompres es, lalu pasien kembali berlatih seperti  biasa.

Riwayat penyakit keluarga berisi tentang penyakit- penyakit herediter atau menular yang ada pada pasien. Dalam hal ini pasien tidak menderita penyakit-penyakit yang bersifat herediter maupun menular.

Riwayat pribadi berisi tentang hobi, olahraga, serta kebiasaan pasien dalam aktifitas sehari-hari. Dalam hal ini status

 pasien hobinya adalah berenang karena pasien adalah seorang atlet renang, ia selalu berlatih setiap hari.

Berdasarkan anamnesis sistem dapat diketahui tentang keluhan yang teradi, misalnya ganguan kepala dan leher, kardiovaskuler, resprasi, gastrointestinal , urogenital, nervorum, dan musculoskeletal . Dalam hal ini didapatkan data sebagai  berikut :

Kepala dan leher : pasien tidak mengalami pusing ataupun kaku pada lehernya

 Kardiovaskuler   : pasien tidak mengeluhkan jantung  berdebar-debar dan nyeri dada tidak dikeluhkan.

 Respirasi : pasien tidak mengeluhkan sesak nafas.

Gastrointestinal  : pasien tidak mengalami konstipasi, mual dan muntah tidak dikeluhkan, nafsu makan baik.

Urogenitalis  : pasien dapat mengontrol BAK, anyang-anyangan tidak dikeluhkan.

 Muskuloskeletal  : adanya spasme otot-otot bahu kanan.  Nervorum : adanya rasa nyeri pada bahu kanan luar. 2. Pemeriksaan Fisik

a. Tanda-tanda vital

Tanda-tanda vital terdiri dari (1) tekanan darah, (2) denyut nadi, (3) frekuensi pernapasan, (4) temperatur. Data tersebut digunakan untuk mengetahui apakah ada hiperteni, hipoteni,

26

takikardi, obesitas, dan sebagainya. Dalam hal ini ditemukan data sebagai berikut :

Tekanan darah : 120/80 mmHg Denyut nadi : 89 bpm

Frekuensi pernapasan : 12 kali permenit Temperatur : 37,60 C

 b. Inspeksi

Inspeksi merupakan suatu pemeriksaan dengan cara melihat dan mengamati keadaan pasien, mengenai keadaan umum, sikap tubuh, dan warna kulit. Dalam hal ini hasil dari inspeksi statis pasien tersebut kondisi umum pasien baik, tampak sedikit oedema  pada bahu kanan bagian atas depan. Inspeksi dinamis pasien berjalan normal, raut wajah pasien tampak menahan nyeri saat menggerakkan bahunya.

c. Palpasi

Palpasi adalah suatu pemeriksaan secara langsung kontak dengan pasien, dengan meraba, menekan, dan memegang bagian tubuh pasien untuk mengetahui nyeri tekan dan suhu. Dalam hal ini masih terdapat oedema  pada bahu kanan, terasa adanya ketegangan otot, sedikit nyeri saat ditekan. Suhu pada area yang sakit sama dengan suhu pada area sehat.

d. Kemampuan aktivitas fungsional

Terapis melihat apakah pasien sudah bisa menggerakkan  bahunya, apakah pasien sudah bisa menyisir rambut, apakah dapat memakai pakaian tanpa bantuan orang lain.. Perlu ditanyakan apakah pasien dalam buang air besar mengalami gangguan dan apakah pasien sudah bisa berjalan. Dalam hal ini ditemukan data sebagai berikut :

Kemampuan fungsional dasar : pasien belum mampu melakukan gerakan-gerakan dasar pada bahu.

Dokumen terkait