• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kondisi Frozen Shoulder et causa Bursitis Subdeltoidea dengan Modalitas Shortwave Diathermy

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kondisi Frozen Shoulder et causa Bursitis Subdeltoidea dengan Modalitas Shortwave Diathermy"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI

FROZEN SHOULDER ET CAUSA BURSITIS

FROZEN SHOULDER ET CAUSA BURSITIS SUBDELTOIDEA

SUBDELTOIDEA

DENGAN MODALITAS SHORTWAVE DIATHERMY

DENGAN MODALITAS SHORTWAVE DIATHERMY

Disusun untuk memenuhi tugas makalah mata kuliah Sumber Fisis II Disusun untuk memenuhi tugas makalah mata kuliah Sumber Fisis II

Dosen pengampu: Irine Dwitasari Wulandari, SST.FT Dosen pengampu: Irine Dwitasari Wulandari, SST.FT

Disusun oleh: Disusun oleh: Syauqinaa Sabiilaa Syauqinaa Sabiilaa  NPM. 053000631  NPM. 05300063122

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS PEKALONGAN UNIVERSITAS PEKALONGAN

2013 2013

(2)
(3)

ii ii

PENGESAHAN PENGESAHAN

Dipertahankan di depan Dewan Penguji Makalah Sumber Fisis II dan Dipertahankan di depan Dewan Penguji Makalah Sumber Fisis II dan diterima untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi persyaratan untuk diterima untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan mata kuliah Sumber Fisis II.

menyelesaikan mata kuliah Sumber Fisis II. Hari : Hari : Tanggal : Tanggal : Tim Penguji: Tim Penguji: Tanda

Tanda Tangan Tangan NilaiNilai

Penguji

Penguji I : I : Irine Irine Dwitasari Dwitasari W, W, SST. SST. FT FT (___________(________________) _____) (________)(________)

Disahkan oleh: Disahkan oleh:

Dosen Pengampu Sumber Fisis II Dosen Pengampu Sumber Fisis II

Universitas Pekalongan Universitas Pekalongan Irine Dwitasari W, SST. FT Irine Dwitasari W, SST. FT  NPP. 11100919  NPP. 1110091944

(4)

iii iii  Alhamdulillah

 Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI menyelesaikan makalah yang berjudul “PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI FROZEN SHOULDER ET CAUSA BURSITIS PADA KONDISI FROZEN SHOULDER ET CAUSA BURSITIS SUBDELTOIDEA DENGAN MODALITAS SHORTWAVE

SUBDELTOIDEA DENGAN MODALITAS SHORTWAVE DIATHERMY.”DIATHERMY.” Dalam proses penyusuan makalah ini penulis menyadari adanya dukungan, Dalam proses penyusuan makalah ini penulis menyadari adanya dukungan,  bantuan

 bantuan serta serta bimbingan bimbingan dari dari berbagai berbagai pihak pihak yang yang besar besar artinya artinya baik baik secarasecara langsung maupun tidak langsung bagi penulis. Untuk itu perkenankanlah penulis langsung maupun tidak langsung bagi penulis. Untuk itu perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih kepada :

mengucapkan terimakasih kepada : 1.

1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat iman, nikmat islam dan nikmatAllah SWT yang telah memberikan nikmat iman, nikmat islam dan nikmat sehat sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini.

sehat sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini. 2.

2. Rasulullah Muhammad SAW yang telah menjadi teladan dan penuntunRasulullah Muhammad SAW yang telah menjadi teladan dan penuntun hidup.

hidup. 3.

3. Ibu Irine Dwitasari Wulandari, Ibu Irine Dwitasari Wulandari, SST. FT., selaku dosen pengampu yang telahSST. FT., selaku dosen pengampu yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing penulis dalam meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing penulis dalam  penyusunan makalah ini.

 penyusunan makalah ini. 4.

4. Abi dan Ummi yang selalu menyelipkan nama penulis dalam setiap doa danAbi dan Ummi yang selalu menyelipkan nama penulis dalam setiap doa dan hembusan nafas mereka.

hembusan nafas mereka. 5.

5. Kakak tercinta, Syauqii Naadhilah, yang selalu memberi masukan,Kakak tercinta, Syauqii Naadhilah, yang selalu memberi masukan, membimbing, serta mengingatkan penulis dalam penyusunan makalah ini. membimbing, serta mengingatkan penulis dalam penyusunan makalah ini.

(5)

iv iv 6.

6. Teman-teman seperjuangan Diploma III Fisioterapi Fakultas IlmuTeman-teman seperjuangan Diploma III Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pekalongan 2011.

Kesehatan Universitas Pekalongan 2011.

Penulis menyadari bahwa makalah yang telah penulis susun masih banyak Penulis menyadari bahwa makalah yang telah penulis susun masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah yang telah disusun dapat bermanfaat sempurnanya makalah ini. Semoga makalah yang telah disusun dapat bermanfaat  bagi penulis dan pembaca.

 bagi penulis dan pembaca.

Demikian makalah ini dibuat semoga bermanfaat bagi penulis khususnya Demikian makalah ini dibuat semoga bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

dan pembaca pada umumnya.

Pekalongan, Januari 2013 Pekalongan, Januari 2013

Penulis Penulis

(6)

v

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan ... 3

D. Manfaat ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. Anatomi Fungsional Bahu ... 6

B. Biomekanik Bahu ... 8

C. Patologi ... 9

1. Definisi ... 9

2. Etiologi ... 9

3. Patofisiologi ... 10

4. Tanda dan Gejala... 11

5. Komplikasi ... 12

(7)

vi

7. Diangnosis Banding ... 13

D. Modalitas Shortwave Diathermy ... 14

1. Definisi ... 14

2. Efek Fisiologis dan Terapeutik ... 14

3. Indikasi dan Kontra Indikasi ... 18

4. Pemberian Dosis ... 21

E. Objek yang Dibahas ... 21

1.  Nyeri ... 21

2. Oedema ... 22

3. Spasme Otot ... 22

4. Lingkup Gerak Sendi ... 22

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

A. Pemeriksaan ... 23

1. Anamnesis ... 23

2. Pemeriksaan Fisik ... 25

3. Pemeriksaan Gerak Dasar ... 27

4. Pemeriksaan Spesifik ... 28 B. Diagnosa Fisioterapi ... 31 1. Impairment ... 31 2. Functional Limitation ... 31 3. Disability ... 31 C. Tujuan Fisioterapi ... 31

(8)

vii 1. Shortwave Diathermy... 32 E. Evaluasi ... 34 1.  Nyeri ... 34 2. Oedema ... 34 3. Spasme Otot ... 34

4. Keterbatasan Lingkup Gerak Sendi ... 34

BAB IV PENUTUP ... 35

A. Simpulan ... 35

B. Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37

(9)

viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 The Shoulder Joint ... 7

(10)

1

A. Latar Belakang

Bahu merupakan anggota tubuh yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari manusia karena fungsinya yang sangat kompleks. Manusia  banyak menggantungkan produktifitasnya pada kemampuan bahu sehingga tidak sedikit mengalami kelainan pada sendi bahu akibat penggunaan yang  berlebihan. (Amarseto, 2012)

 Frozen shoulder   adalah salah satu yang paling umum terjadi, namun salah satu gangguan dari sendi  glenohumeral  yang paling kurang dipahami. Ini terutama karena kesulitan mendefinisikan dan membedakan dengan jelas dari kondisi lain dengan serupa dan temuan tetapi dengan penyebab yang  jelas berbeda. (Joseph & Gerald, 2007)

Gejut (2012) dalam artikelnya “ Non Capsular Pattern Bursitis Subdeltoidea”, menyebutkan nyeri bahu merupakan keluhan yang sering dijumpai sehari-hari yang disebabkan oleh nyeri lokal atau nyeri saat menggerakkan lengan, misalnya pada waktu memakai baju, menyisir rambut, mengambil dompet di saku belakang. Keluhan di atas sering menimbulkan masalah diagnostik karena dapat melibatkan berbagai macam  jaringan, seperti persendian, bursa, otot, saraf bahkan organ yang jauh dari

(11)

2

 Bursitis subdeltoidea secara umum didefinisikan peradangan dari satu atau lebih pada bursa (kantung kecil) yg mengandung cairan  synovial  di dalam tubuh yg disertai nyeri. Cairan sinovial berfungsi untuk memudahkan  pergerakan normal dari beberapa sendi pada otot dan mengurangi gesekan. Pada keadaan normal bursa mengandung sangat sedikit cairan, tetapi jika terluka bursa akan meradang dan terisi banyak cairan menyebabkan oedem. (Gejut, 2012)

Sesuai dengan Kepmenkes RI No 1363 Tahun 2001, fisioterapi merupakan bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan oleh individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan  penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik,

elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan, fungsi dan komunikasi. Salah satu  bentuk penanganan elektroterapeutis tersebut adalah menggunakan

modalitas shortwave diathermy.

Menurut kamus “Wiki Indonesia”,  shortwave diathermy adalah  pemberian terapi dengan menggunakan metode penyinaran yang dapat mengurangi nyeri, bengkak dan spasme otot. Manfaat  shortwave diathermy untuk meningkatkan elastisitas jaringan ikat, meningkatkan konduktivitas syaraf & ambang rangsang, meningkatkan proses reparasi jaringan dengan  peningkatan metabolisme. Dengan begitu diharapkan bengkak, nyeri, dan spasme otot yang terjadi pada frozen shoulder et causa bursitis subdeltoidea dapat dikurangi oleh fisioterapi menggunakan modalitas  shortwave

(12)

diathermy. Serta dapat membantu meningkatkan lingkup gerak sendi karena  shortwave diathermy mampu meningkatkan elastisitas jaringan.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penulis temukan berdasarkan latar  belakang tersebut antara lain :

1. Apakah dengan pemberian  shortwave diathermy  dapat mengurangi nyeri, bengkak, dan  spasme otot pada kondisi  frozen shoulder et causa bursitis subdeltoidea?

2. Adakah peningkatan lingkup gerak sendi setelah pemberian  shortwave diathermy pada kondisi frozen shoulder et causa bursitis subdeltoidea? 3. Bagaimana dosis penggunaan modalitas  shortwave diathermy  yang

sesuai untuk kondisi frozen shoulder et causa bursitis subdeltoidea? 4. Bagaimana standar operasional penatalaksanaan modalitas  shortwave

diathermy pada kondisi frozen shoulder et causa bursitis subdeltoidea?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan menyebarluaskan peran fisioterapi pada kondisi  frozen shoulder et causa bursitis subdeltoidea  dengan menggunakan modalitas  shortwave diathermy  kepada rekan-rekan fisioterapi, kalangan medis, maupun masyarakat luas.

(13)

4

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah :

a. Untuk mengetahui pengaruh pemberian  shortwave diathermy terhadap nyeri, bengkak, dan  spasme otot pada kondisi frozen shoulder et causa bursitis subdeltoidea.  b. Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan lingkup

gerak sendi bahu pada kondisi  frozen shoulder et causa bursitis subdeltoidea setelah diberikan terapi modalitas  shortwave diathermy.

c. Untuk mengetahui dosis penggunaan modalitas  shortwave diathermy  yang sesuai pada kondisi  frozen shoulder et causa bursitis subdeltoidea.

d. Untuk mengetahui standar operasional penatalaksanaan modalitas  shortwave diathermy  pada kondisi  frozen  shoulder et causa bursitis subdeltoidea.

D. Manfaat

1. Bagi Penulis

Dapat menambah pengetahuan, wawasan dan keterampilan dalam bidang fisioterapi khususnya mengenai penanganan kondisi  frozen shoulder et causa bursitis subdeltoidea  dengan modalitas  shortwave diathermy.

(14)

2. Bagi Pembaca

Sebagai referensi dalam menambah wawasan dan informasi  pembaca.

3. Bagi Pendidikan

Sebagai referensi dalam menunjang pendidikan kesehatan, khususnya dalam bidang pendidikan fisioterapi.

4. Bagi Instansi Kesehatan

Sebagai acuan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan khususnya bagi pasien  frozen shoulder et causa bursitis  subdeltoidea dengan memberikan informasi tentang konsep  penanganan fisioterapi menggunakan modalitas shortwave diathermy. 5. Bagi Fisioterapi

Sebagai acuan dalam melaksanakan tindakan fisioterapi khususnya bagi pasien  frozen shoulder  yang disebabkan oleh bursitis  subdeltoidea dengan menggunakan modalitas shortwave diathermy.

(15)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fungsional Bahu

Sendi bahu atau  glenohumeral joint  ( shoulder joint ) dibentuk oleh caput humeri  yang bersendi dengan cavitas glenoidalis  yg dangkal. Glenohumeral joint  termasuk sendi ball and socket joint , tetapi merupakan sendi yang paling bebas pada tubuh manusia. (Tahir, 2012)

Caput humeri  yang berbentuk hampir setengah bola, memiliki area  permukaan 3-4 kali lebih besar dari pada  fossa glenoidalis scapula  yang dangkal sehingga memungkinkan mobilitas yang tinggi pada  shoulder . (Tahir, 2012)

 Fossa glenoidalis  diperkuat oleh sebuah bibir/labrum fibrokartilago yang mengelilingi tepi  fossa, disebut dengan”labrum glenoidalis”.  Labrum ini dapat membantu menambah stabilitas  glenohumeral joint . Bagian atas kapsul diperkuat oleh ligament coracohumeral  dan bagian anterior  kapsula yang diperkuat oleh 3 serabut ligament glenuhomeral  yang lemah (ligamen  glenohumeral superior, middle dan inferior ). (Tahir, 2012)

Ada 4 tendon otot yang memperkuat kapsul sendi yaitu  subscapularis,  supaspinatus, infrapinatus  dan teres minor , yang dikenal dengan “rotator cuff ” dan juga dibantu oleh kontribusi terhadap gerakan rotasi humerus, dan keempat tendonnya membentuk collageneus cuff   di sekitar sendi shoulder (membungkus  shoulder   pada sisi  superior ,  posterior   dan anterior ).

(16)

Ketegangan dari rotator cuff muscle  dapat menarik caput humerus ke arah  fossa hlenoidalis sehingga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap

stabilitas sendi. (Tahir, 2012)

Gambar 2.1

The Shoulder Joint (Wikipedia, 2013)

Glenohumeral joint   merupakan sendi yang paling mobile  karena menghasilkan gerakan ( fleksi-ekstensi, abduksi-adduksi, endorotasi-eksorotasi) dan  sirkumdaksi. Pada gerakan  fleksi-ekstensi  terjadi arthrokinematika  yaitu  spin, gerakan abduksi-adduksi  terjadi gerakan arthrokinematika  yaitu cauda-cranial slide, gerakan eksorotasi-endorotasi terjadi gerakan arthrokinematika yaitu ventral-dorsal slide. (Tahir, 2012)

(17)

8

Dalam “Shoulder Bursitis” (2006) menyebutkan bursa adalah kantung cairan sinovial, kaya protein dan kolagen, yang bertindak sebagai bantalan untuk melindungi jaringan lunak, seperti tendon, ligamen dan otot, dari gesekan dan tekanan berlebih. Ada 3 bursa utama di sekitar rotator cuff . Bursa  subacromial   melindungi tendon  supraspinatus  dari  processus coracoideus  dan acromeon. Bursa  subcoracoideus  terletak di antara  processus coracoideus  dan kapsul sendi. Bursa  subdeltoideus  terletak di  bawah otot deltoid , bantalan itu dari tulang dalam kapsul sendi bahu.

Seringkali bursa subdeltoid  dan subacromial  terhubung sekitar rotator cuff .

B. Biomekanik Bahu

Amarseto (2012) dalam artikel “ Bursitis Deltoid ” menyebutkan bahwa sendi bahu mempunyai gerakan-gerakan sebagai berikut:

1. Gerak fleksi, penggeraknya adalah serabut otot deltoideus anterior . 2. Gerak ektensi, penggeraknya adalah otot serabut otot deltoideus

 posterior  dan teres minor  serta dibantu oleh otot infra spinatus.

3. Gerak abduksi, penggeraknya adalah otot  supra spinatus dibantu oleh otot deltoideus.

4. Gerak abduksi horizontal, penggeraknya adalah otot deltoideus. 5. Gerak internal rotasi, penggeraknya adalah otot sub scapular . 6. Gerak eksternal rotasi, penggeraknya adalah otot infra spinatus.

(18)

C. Patologi 1. Definisi

Dalam “Shoulder Bursitis” (2006) menyebutkan, bursitis adalah  peradangan atau iritasi kantung bursa. Ketika bursa menjadi bengkak, kantung itu sendiri dapat mengembangkan air mata kecil dan dapat menyebabkan robekan pada jaringan lunak sekitarnya. Dalam  beberapa kasus, bursa meradang juga menjadi terinfeksi dengan  bakteri (disebut sebagai bursitis septik ) dan perlu untuk melihat dokter

untuk menyingkirkan infeksi. 2. Etiologi

Amarseto (2012) dalam artikel “ Bursitis Deltoid ” menyebutkan  bahwa penyebab paling banyak terjadinya bursitis adalah trauma dan

infeksi.

a. Trauma (Penggunaan yang Berlebihan Secara Menahun)

Trauma yang berulang-ulang menyebabkan terjadinya radang  pada bursa, dan berakibat terjadinya pelebaran pada pembuluh darah, sehingga protein dan cairan ekstracellular   masuk kedalam bursa, Sedangkan bursa memberi reaksi berlawanan terhadap substansi asing, hal ini mengakibatkan pembengkakkan pada bursa juga mengakibatkan nyeri.

1) Kronis

Penyebab paling banyak pada kasus bursitis  kronis ialah trauma kecil yang mungkin terjadi pada bursa ( subdeltoid )

(19)

10

disebabkan oleh gerakan yang berulang-ulang akan tetapi  berlebihan.

2) Akut

Pukulan langsung dapat menyebabkan kebocoran pada  bursa sehingga darah masuk kedalam bursa. Pengumpulan darah

ini biasanya dapat mengakibatkan nyeri dan pembengkakkan.  b. Infeksi

Lokasi bursa dekat dengan permukaan kulit, hal ini dapat  berpotensi bursa terinfeksi oleh bakteri. Salah satu tipe bakteri yang

dapat menyerang pada bursa ialah  staphylococcus aureus  atau  staphylococcus epidermis. Orang yang mengidap penyakit diabetes, atau peminum alkohol, atau penderita penyakit gagal ginjal, atau orang yang mengalami trauma berat dapat berpotensi terkena bursitis. Sekitar 80% bursitis biasanya dialami oleh laki-laki.

3. Patofisiologi

Dalam keadaan normal saat terjadi gerakan abduksi  lengan, tendo-tendo rotator cuff , terutama  supraspinatus, lewat di bawah arcus coracoacromialis. Karena arcus  tersebut sempit dan rendah letaknya, atau ada abnormalitas/pembengkakan pada tendon akan dapat menimbulkan rasa nyeri saat dilakukan gerakan abduksi, karena  pada saat gerakan abduksi  itu tuberositas majus humeri  akan  berkontak dengan acromion, sehingga bursa tertekan. (Amarseto,

(20)

Rasa nyeri pada umumnya mulai timbul bila lengan mendekati abduksi 60  dari tubuh (60-120). Tetapi bila lengan dielevasikan

lebih lanjut, karena bursa tidak lagi tertekan, maka rasa nyeri akan hilang, keadaan ini dikenal sebagai arcus pain. Rasa nyeri dirasakan  pada insertio musculus deltoideus  pada tuberositas majus humeri, tetapi rasa nyeri di sini bersifat “reffered pain/nyeri rujukan”, karena  pada penekanan pada daerah tersebut tidak membangkitkan rasa nyeri.

(Amarseto, 2012) 4. Tanda dan Gejala

Harmai (2012) dalam artikel “ FROZEN SHOULDER” menyebutkan bahwa sifat keterbatasan  frozen shoulder   ditandai dengan :

a. Mengikuti pola kapsular (capsular pattern), yang ditandai dengan gerak eksorotasi  lebih nyeri dan terbatas dari gerakan abduksi  serta lebih terbatas lagi dari endorotasi. (eksorotasi > abduksi > endorotasi).

 b. Bukan pola kapsuler (non capsular pattern), yaitu keterbatasan gerak dan nyeri terjadi pada arah gerak tertentu, tergantung dari topis lesi, misalnya keterbatasan ke arah endorotasi atau abduksi saja.

Gejut (2012) dalam artikel “ Non Capsular Pattern Bursitis Subdeltoidea” menyebutkan beberapa tanda dan gejala dari bursitis  subdeltoidea, diantaranya :

(21)

12

a.  Nyeri pada lengan bagian luar.

 b.  Nyeri tajam, tetap, berdenyut dan lain-lain. Pada keadaan akut,  penderita menggendong tangannya dengan gendongan. Gerakan

ke semua arah gerak akan menimbulkan nyeri.

c. Merupakan kelanjutan dari tendinitis (kadang-kadang) nyeri akut biasanya 12-72 jam.

d. Pada gerakan aktif, ditandai adanya pembatasan pada semua  bidang.

e. Kadang-kadang nyeri agak berkurang pada saat elevasi lengan. f. Pada gerakan pasif. Pembatasan gerak karena nyeri tidak pada

kapsula pattern. Tidak terasa adanya gerakan tertahan karena rasa nyeri yang hebat.

g. Gerakan rotasi dengan lengan disisi badan dapat dilakukan, tetapi gerakan abduksi 60  atau fleksi 90 biasanya tidak dapat

dilakukan tertahan karena timbulnya rasa sakit.

h. Dapat dilakukan kontraksi kuat-kuat tanpa nyeri bila dilakukan dengan hati-hati.

5. Komplikasi

Medical Guide Lines dalam artikel “ Bursitis” menyebutkan  bahwa perlakuan buruk atau bursitis  akut yang tidak diobati dapat  berkembang menjadi bursitis  kronis. Sindrom  frozen shoulder   atau keterbatasan mobilitas sendi permanen adalah beberapa kemungkinan komplikasinya.  Bursitis  yang disebabkan oleh asam urat, arthritis,

(22)

atau penggunaan berlebihan yang kronis dapat kambuh jika kondisi yang mendasarinya tidak diobati atau diperbaiki.

6. Prognosis

Pandangan ini umumnya sangat baik untuk pemulihan penuh. Jika bursitis  disertai dengan jaringan parut di sekitar sendi bahu (capsulitis adhesiva) dapat memerlukan terapi fisik jangka panjang. (Sheil, 2008)

Medical Guide Lines dalam artikel “ Bursitis” menyebutkan  bahwa secara umum, respon bursitis  yang baik terhadap pengobatan konservatif. Kebanyakan individu merespon terhadap terapi dalam  beberapa hari sampai 2 minggu. Pada bursitis yang disebabkan karena infeksi, bursa mungkin perlu dikeringkan setiap 1 sampai 3 hari sampai infeksi telah dibersihkan. Jika penyebab kondisi ini tidak diperbaiki, bursitis kronis mungkin berkembang.

7. Diagnosis Banding

Kuntoro (2009) dalam artikel “ Aspek Fisioterapi Sindroma  Nyeri Bahu“ menyebutkan bahwa k ondisi yang mempunyai gejala

mirip dengan bursitis subdeltoidea adalah :

a.  Bursitis Subacromialis, dibedakan dengan adanya nyeri pada lengan atas atau insertio  pada otot deltoid   di tuberositas deltoidea.

 b. Tendisitis Bicipitalis, ditandai dengan adanya keterbatasan gerakan adduksi dan fleksi lengan atas.

(23)

14

c. Capsulutis Adhesiva, ditemukan nyeri pada seluruh gerak sendi  bahu baik aktif maupun pasif.

d. Tendinitis Supraspinatus, ditemukan  painfull arc supraspinatus 0-60 dan keterbatasan gerak sendi bahu, terutama abduksi dan

eksorotasi.

D. Modalitas Shortwave Diathermy 1. Definisi

Adalah alat terapi yang menggunakan energi electromagnetik  yang dihasilkan oleh arus bolak-balik frekuensi tinggi. Frekuensi yang diperbolehkan pada pemakaian  shortwave diathermy  adalah 13,66 MHz, 27,33 MHz dan 40,98 MHz. Panjang gelombang yang sesuai dengan frekuensi  shortwave diathermy  yang sering juga disebut Energi Elektromagnetik (EEM) 27 MHz. (Fanani, 2011)

Arus frekuensi tinggi adalah arus listrik bolak-balik yang frekuensinya lebih dari 500.000 cycle/detik yang tidak memberikan rangsang terhadap saraf sensorik maupun motorik. Arus ini sering  juga disebut arus oscilasi. (Fanani, 2011)

2. Efek Fisiologis dan Terapeutik

Efek dari  shortwave diathermy  terdiri dari efek fisiologis dan efek terapeutis. Fanani (2011) menyebutkan dalam artikelnya “Shortwave Diathermy SWD”, yaitu:

(24)

a. Efek Fisiologis

Efek arus shortwave diathermy  terhadap tubuh adalah timbulnya panas dalam jaringan. Pengaruh fisiologis yang timbul disebabkan oleh kenaikan suhu jaringan, antara lain: 1) Metabolisme Meningkat

Hukum Varit Hoff menyatakan bahwa perubahan kimia dapat dipercepat oleh adanya panas. Dengan demikian, pemanasan jaringan akan mempercepat  perubahan kimia yaitu proses metabolisme. Supply O2 dan

sari-sari makanan akan meningkat sehingga kebutuhan  jaringan akan O2 dan sari makanan akan cepat terpenuhi.

2) Penambahan Supply Darah

Panas akan memberikan pengaruh langsung pada dinding pembuluh darah berupa timbulnya vasodilatasi terutama pada jaringan superficial. Sebagai akibat dari vasodilatasi  jumlah  supply  darah di daerah tersebut  bertambah. Dengan demikian jumlah O2  dan sari-sari

makanan bertambah dan pembuangan sisa-sisa metabolisme akan lebih lancar.

3) Manfaat pada Serabut Saraf

Apabila panas yang dihasilkan tidak berlebihan maka akan terjadi penurunan ekstabilitas  susunan saraf sehingga akan menurunkan atau mengurangi rasa nyeri.

(25)

16

4) Kenaikan Suhu Tubuh

Pada bagian tubuh apabila mendapat pemanasan maka akan terjadi kenaikan suhu lokal pada jaringan tersebut. Namun apabila pemanasan meliputi daerah yang luas dan waktu yang lama akan mengakibatkan kenaikan suhu.

5) Manfaat pada Jaringan Otot

Kenaikan suhu jaringan akan memberikan rileksasi dan menambah efisiensi kerja otot-otot. Serabut-serabut otot akan berkontraksi dan rileksasi lebih cepat, meskipun kekuatan otot tidak berpengaruh. Rileksasi otot-otot antagonis memberikan kebebasan kerja dari otot-otot antagonis, kondisi optimum pada kontraksi otot.

6) Peningkatan Aktivitas Kelenjar Keringat

Apabila kenaikan suhu tubuh, kelenjar keringat akan menjadi lebih aktif, disamping itu pemanasan secara lokal  pada kulit akan menambah aktifitas kelenjar keringat di

daerah tersebut.  b. Efek Terapi

Efek-efek terapeutik shortwave diathermy antara lain: 1) Meningkatkan Sirkulasi Darah

Dengan timbulnya panas yang dihasilkan oleh  shortwave diathermy akan menimbulkan vasodilatasi lokal

(26)

 pada pembuluh darah, sehingga peredaran darah akan lebih lancar dan supply zat-zat yang dibutuhkan oleh  proses metabolisme akan meningkat pula.

2) Mengurangi Nyeri

Akibat adanya penekanan ujung-ujung saraf  sensoris  pada persendian (nociceptor)  akan mengakibatkan rasa nyeri yang diakibatkan oleh aktifitas nociceptor   yang meningkat. Pemberian shortwave diathermy  dapat memberikan efek  sedatif   dan analgetik   pada ujung-ujung saraf sensoris oleh karena pengaruh thermal   (panas). Sehingga merangsang thermoreceptor   terjadi dumping terhadap aktifitas nociceptor .

3) Mengurangi Spasme dan Menimbulkan Relaksasi Otot Akibat adanya rasa nyeri maka otot-otot akan mengadakan protektif  spasme, sehingga otot-otot akan tegang ( spasme). Pemberian  shortwave diathermy  akan menyebabkan otot-otot menjadi rileks, dan kondisi otot menjadi lebih baik.

4) Mengurangi Ketegangan Struktur Kapsul Sendi

Adanya panas yang disebabkan oleh pemberian  shortwave diathermy  pada jaringan pengikat seperti tendon, ligamen, dan kapsul sendi maka akan meningkatkan elastisitas jaringan pengikat sebagai bagian

(27)

18

 penyusun sendi maka struktur sekitar sendi akan kendor dan kekakuan sendi akan berkurang.

3. Indikasi dan Kontra Indikasi a. Indikasi

Asri (2012) dalam artikel “ shortwave diathermy” menyebutkan bahwa indikasi  shortwave diathermy diantaranya merupakan kondisi peradangan dan kondisi sehabis trauma (trauma pada musculoskeletal ), adanya keluhan nyeri pada sistem musculoskeletal   (kodisi ketegangan, pemendekan,  perlengketan otot jaringan lunak), persiapan suatu latihan/senam

(untuk gangguan pada sistem peredarah darah). 1)  Nyeri

Penghilang nyeri menggunakan  shortwave diathermy berguna pada pengobatan traumatic dan kondisi rematik  yang mempengaruhi bagian permukaan dari otot, ligament   dan sendi kecil bagian permukaan. Penghilang nyeri juga dipengaruhi oleh hilangnya kekakuan otot.

2) Keram Otot

Dapat di kurangi secara langsung menggunakan  shortwave diathermy  atau dapat berkurang karena

(28)

3) Penyembuhan Luka

Untuk memicu penyembuhan luka dari luka terbuka, dan meningkatkan dari sirkulasi pembuluh darah kulit. Apabila ateriol   ataupun capiler   tidak dapat meningkat secara signifikan maka pemanasan dapat diberikan pada  bagian proximal luka yang masih baik aliran darahnya. 4) Infeksi

Pengobatan  shortwave diathermy  dapat digunakan untuk membantu mempercepat penyembuhan akibat infeksi dengan meningkatkan aliran darah pada daerah yang terkena infeksi. Ini akan meningkatkan sel darah  putih dan antibody untuk melawan organisme infeksi

5) Fibrosis

Pemanasan telah terbukti dapat memperbaiki kelenturan jaringan yang mengalami  fibrosis, seperti pada tendon, kapsul sendi.

 b. Kontra Indikasi

Beberapa kontra indikasi pada pemberian energi elektromagnetik 27 MHz menurut Fanani (2012) dalam artikel “Shortwave Diathermy SWD” antara lain:

1) Adanya Logam dalam Tubuh

Pemberian shortwave diathermy pada jaringan tubuh yang ada logamnya akan menyebabkan konsentrasi energi

(29)

20

 pada logam. Sehingga disekitar logam akan dapat panas yang berlebihan akibatnya bisa terbakar.

2) Gangguan Peredaran Darah

Pemberian  shortwave diathermy  cenderung menimbulkan pendarahan  gangren  dan atau trombose, buerger dessease  atau gangguan jantung yang mengarahi ke dekompensasi.

3) Jaringan dan Organ yang Mempunyai Banyak Cairan

Misalnya pada mata atau luka basah dan eksim basah  juga dapat menimbulkan kebakaran dari jaringan.

4) Gangguan Sensibilitas

Pada gangguan ini terutama pada panas dan dingin maka pemberian dosis secara subyektif sebaiknya dihindari. Penggunaanya dilanjutkan menggunakan 30% lebih rendah dan intensitas semula.

5) Infeksi Akut dan Demam

Pada keadaan ini dapat memperluas infeksi bakteri melalui aliran darah.

6) Menstruasi

Pemberian  shortwave diathermy  pada saat menstruasi pada daerah lumbal   dan  sacral   dapat mengganggu siklus menstruasi.

(30)

7) Kehamilan

Aplikasi  shortwave diathermy  secara langsung didaerah kehamilan atau lumbosacral   menyebabkan gangguan keseimbangan zat asam  pada placenta.

4. Pemberian Dosis

Dalam artikel “ Instruction for Use Phyaction Performa” menyebutkan bahwa Schliephake telah menyusun sebuah sistem  penentuan dosis sesuai dengan sensasi panas, dalam empat kelas:

a. Dosis Submitis: tidak ada panas yang dirasakan.  b. Dosis Mitis: pasien merasa sensasi sedikit panas.

c. Dosis Normal : pasien merasa sensasi yang jelas dan panas yang menyenangkan.

d. Dosis Fortis: pasien merasakan panas yang kuat, namun sensasi  panasnya tidak menyenangkan.

Biasanya dibutuhkan 15-20 menit untuk penyesuaian vaskular terjadi, meskipun dapat memakan waktu hingga 1 jam. Karena itu kebanyakan terapi diberikan untuk jangka waktu 20-30 menit. (Wells, Peter E, et.al)

E. Objek yang Dibahas 1.  Nyeri

Teori Wall dan Melzack, nyeri diartikan sebagai proses normal  pertahanan tubuh yang diperlukan untuk memberi tanda bahwa telah

(31)

22

terjadi kerusakan jaringan. Nyeri dapat diukur dengan skala VDS dan skala VAS.

2. Oedema

Hudaya (1996) menyebutkan bahwa oedema  didefinisikan sebagai peningkatan volume cairan extracellular dari komponen extravascular. Berdasarkan pemeriksaan klinis oedema  dapat dibedakan:

a. Pitting oedema: bila kulit ditekan, maka lekukan yang timbul akan lama pulih seperti semula.

 b.  Non-pitting oedema: pada penekanan, kulit tidak melekuk ke dalam.

3. Spasme Otot

Spasme adalah ketegangan otot yang meningkat akibat adanya rasa nyeri. Hal ini terjadi sebagai bagian dari proteksi agar bagian tubuh yang nyeri tidak bergerak sehingga tidak menimbulkan kerusakan jaringan lebih parah. Spasme bersifat sementara dan dapat kembali normal. (Anonim, 2009)

4. Lingkup Gerak Sendi

Lingkup gerak sendi atau range of motion (ROM) adalah luasnya gerakan sendi yang terjadi pada saat sendi bergerak dari satu  posisi ke posisi lain, baik secara pasif maupun aktif. (Anonim, 2009)

(32)

23 A. Pemeriksaan

1. Anamnesis

Anamnesis ialah tanya jawab mengenai keadaan penyakit  penderita. Gejala ( symptom) yang diidentifikasikan melalui anamnesis

merupakan informasi yan gpenting di dalam proses membuat diagnosis. Ada 2 macam anamnesis, yaitu autoanamnesis dan heteroanamnesis. (Hudaya, 2009)

a. Anamnesis Umum

Anamnesis umum berisis tentang identitas pasien secara lengkap. Dalam anamnesis ditemukan data seperti (1) nama, (2) umur, (3) jenis kelamin, (4) agama, (5) pekerjaan, (6) alamat. Didapatkan data pasien sebagai berikut:

 Nama : Tn K Umur : 22 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam

Pekerjaan : Atlet renang Alamat : Poncol

(33)

24

 b. Anamnesis Khusus

Anamnesis khusus merupakan data informasi tentang keluhan utama pasien, dalam hal ini pasien merasakan nyeri dan kaku pada bahu kanan.

Riwayat penyakit sekarang ditanyakan tentang perjalanan  penyakit serta riwayat pengobatannya. Dalam hal ini pasien datang ke fisioterpi pada tanggal 6 Januari 2013 dengan keluhan nyeri dan kaku terbatas gerak pada bahu kanan. Satu minggu yang lalu pasien mengalami cedera saat beranang dan belum  pernah menjalani pengobatan apapun. Nyeri terasa tajam, tetap dan berdenyut-denyut. Nyeri berkurang saat bahu dielevasikan. Ada pembatasan gerak dalam semua bidang.

Riwayat penyakit dahulu ditanyakan tentang penyakit apa saja yang pernah diderita oleh pasien. Dalam hal ini pasien kadang mengalami cedera ringan dibahu kerika berlatih renang, hanya diberi kompres es, lalu pasien kembali berlatih seperti  biasa.

Riwayat penyakit keluarga berisi tentang penyakit- penyakit herediter atau menular yang ada pada pasien. Dalam hal ini pasien tidak menderita penyakit-penyakit yang bersifat herediter maupun menular.

Riwayat pribadi berisi tentang hobi, olahraga, serta kebiasaan pasien dalam aktifitas sehari-hari. Dalam hal ini status

(34)

 pasien hobinya adalah berenang karena pasien adalah seorang atlet renang, ia selalu berlatih setiap hari.

Berdasarkan anamnesis sistem dapat diketahui tentang keluhan yang teradi, misalnya ganguan kepala dan leher, kardiovaskuler, resprasi, gastrointestinal , urogenital, nervorum, dan musculoskeletal . Dalam hal ini didapatkan data sebagai  berikut :

Kepala dan leher : pasien tidak mengalami pusing ataupun kaku pada lehernya

 Kardiovaskuler   : pasien tidak mengeluhkan jantung  berdebar-debar dan nyeri dada tidak dikeluhkan.

 Respirasi : pasien tidak mengeluhkan sesak nafas.

Gastrointestinal  : pasien tidak mengalami konstipasi, mual dan muntah tidak dikeluhkan, nafsu makan baik.

Urogenitalis  : pasien dapat mengontrol BAK, anyang-anyangan tidak dikeluhkan.

 Muskuloskeletal  : adanya spasme otot-otot bahu kanan.  Nervorum : adanya rasa nyeri pada bahu kanan luar. 2. Pemeriksaan Fisik

a. Tanda-tanda vital

Tanda-tanda vital terdiri dari (1) tekanan darah, (2) denyut nadi, (3) frekuensi pernapasan, (4) temperatur. Data tersebut digunakan untuk mengetahui apakah ada hiperteni, hipoteni,

(35)

26

takikardi, obesitas, dan sebagainya. Dalam hal ini ditemukan data sebagai berikut :

Tekanan darah : 120/80 mmHg Denyut nadi : 89 bpm

Frekuensi pernapasan : 12 kali permenit Temperatur : 37,60 C

 b. Inspeksi

Inspeksi merupakan suatu pemeriksaan dengan cara melihat dan mengamati keadaan pasien, mengenai keadaan umum, sikap tubuh, dan warna kulit. Dalam hal ini hasil dari inspeksi statis pasien tersebut kondisi umum pasien baik, tampak sedikit oedema  pada bahu kanan bagian atas depan. Inspeksi dinamis pasien berjalan normal, raut wajah pasien tampak menahan nyeri saat menggerakkan bahunya.

c. Palpasi

Palpasi adalah suatu pemeriksaan secara langsung kontak dengan pasien, dengan meraba, menekan, dan memegang bagian tubuh pasien untuk mengetahui nyeri tekan dan suhu. Dalam hal ini masih terdapat oedema  pada bahu kanan, terasa adanya ketegangan otot, sedikit nyeri saat ditekan. Suhu pada area yang sakit sama dengan suhu pada area sehat.

(36)

d. Kemampuan aktivitas fungsional

Terapis melihat apakah pasien sudah bisa menggerakkan  bahunya, apakah pasien sudah bisa menyisir rambut, apakah dapat memakai pakaian tanpa bantuan orang lain.. Perlu ditanyakan apakah pasien dalam buang air besar mengalami gangguan dan apakah pasien sudah bisa berjalan. Dalam hal ini ditemukan data sebagai berikut :

Kemampuan fungsional dasar : pasien belum mampu melakukan gerakan-gerakan dasar pada bahu.

Aktivitas fungsional : pasien mengalami beberapa kesulitan seperti kesulitan saat memakai pakaian, mandi, menyisir rambut, mencuci muka.

3. Pemeriksaan Gerak Dasar a. Gerak pasif

Pemeriksaan gerakan yang dilakukan oleh terapis kepada  pasien dalam keadaan pasif dan rileks. Tujuan dari pemeriksaan gerak pasif untuk mendapatkan data informasi tentang luas gerak sendi pasif  shoulder , stabilitas sendi, rasa nyeri dan end feel. Dalam hal ini ditemukan adanya nyeri pada semua gerakan terutama saat abduksi, serta fleksi shoulder .

 b. Gerak aktif

Pasien diminta menggerakkan anggota gerak yang diperiksa secara aktif, terapis melihat dan memberikan aba-aba.

(37)

28

Tujuan tes ini adalah untuk mendapatkan data informasi tentang  bagaimana LGS aktif  shoulder , rasa nyeri dan kekuatan otot. Dalam hal ini gerakan abduksi 60  atau  fleksi 90  tidak dapat

dilakukan pasien, tertahan karena timbulnya rasa sakit. c. Gerak isometrik melawan tahanan

Tujuan dari tes ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya nyeri dan adanya penurunan kekuatan otot terutama sendi  shoulder . Dilakukan dengan cara pasien disuruh mengkontraksikan otot dan mencoba untuk melakukan gerakan tapi diberi tahanan oleh terapis sehingga tidak terjadi gerakan dan penambahan luas gerak sendi. Dalam hal ini tidak dilakukan gerak isometrik melawan tahanan karena akan memprovokasi nyeri yang lebih hebat.

4. Pemeriksaan Spesifik a. Yergason’s Test.

Tes ini dilakukan untuk menentukan apakah tendon  otot biceps  dapat mempertahankan kedudukannya di dalam sulkus intertuberkularis atau tidak.

Pemeriksaan ini dilakukan dengn meminta pasien untuk mem fleksikan elbow sampai 90 dan supinasi lengan bawah dan

stabilisasi pada thoraks yang berlawanan dengan pronasi lengan  bawah. Pasien diminta untuk melakukan gerakan lateral rotasi

(38)

Hasil positif jika ada tenderness di dalam sulcus bicipitalis atau tendon ke luar dari sulcus, ini merupakan indikasi tendinitis bicipitalis.

Dalam hal ini tidak ditemukan adanya tenderness saat tes ini dilakukan kepada pasien. Tes ini dinyatakan negatif.

 b. Speed Test

Pemeriksa memberikan tahanan pada  shoulder   pasien yang berada dalam posisi  fleksi, secara bersamaan pasien melakukan gerakan supinasi lengan bawah dan ekstensi elbow.

Tes ini positif apabila ada peningkatan tenderness di dalam  sulcus bicipitalis dan ini merupakan indikasi tendinitis bicipitalis.

Dalam hal ini tidak ditemukan adanya tenderness saat tes ini dilakukan kepada pasien. Tes ini dinyatakan negatif.

c. Drop-Arm Test / Test Moseley

Tes ini dilakukan untuk mengungkapkan ada tidaknya kerusakan pada otot-otot serta tendon yang menyusun rotator cuff   dari bahu. Pemeriksa mengabduksikan  shoulder   pasien sampai 90  dan meminta pasien menurunkan lengannya secara

 perlahan-lahan atau timbul nyeri pada saat mencoba melakukan gerakan tersebut.

(39)

30

Dalam hal ini pasien merasakan nyeri saat  shoulder  diabduksikan, namun tidak merasa nyeri saat  shoulder  diturunkan secara perlahan. Tes ini dinyatakan negatif.

d. Apley Scratch Test

Pasien diminta menggaruk daerah di sekitar angulus medialis scapula  dengan tangan sisi kontra lateral   melewati  belakang kepala. Pada pola gerakan tersebut otot-otot abductor 

dan eksternal rotasi bahu bekerja.

Pada tendonitis supraspinatus, bursitis  dan capsulitis adhesive  bahu apley scratch  tes tidak dapat dilakukan oleh  pasien karena timbul nyeri disekitar persendian bahu.

Pasien tidak dapat melakukan tes ini, timbul nyeri saat melakukan tes tersebut. Tes ini dinyatakan postitf.

e. Painful Arc Test

Tes ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya  peradangan pada bursa shoulder.  Pemeriksa meminta pasien melakukan gerakan abduksi atau mengangkat tangannya ke arah samping.. saat mencapai lingkup gerak sendi antara 70 – 120˚  pasien akan merasa nyeri, karena pada lingkup ini bursa dalam

keadaan tertekan.

Hasil tes positif indikasi bursitis shoulder .

Dalam hal ini pasien mengalami nyeri saat melakukan tes, maka tes ini dinyatakan positif.

(40)

B. Diagnosa Fisioterapi 1.  Impairment 

a.  Nyeri pada bahu bagian depan luar.

 b. Spasme pada otot-otot penggerak shoulder . c. Terdapat oedema pada bahu kanan.

d. Keterbatasan gerak shoulder kanan. 2.  Functional limitation

a. Belum mampu melakukan gerakan-gerakan dasar shoulder.  b. Adanya gangguan aktivitas fungional seperti memakai pakaian,

menyisir rambut, mencuci muka, dan yang lainnya. 3.  Disability

a. Pasien belum mampu melakukan aktivitas sehari-harinya sebagai atlet renang.

C. Tujuan Fisioterapi

1. Tujuan jangka pendek

a. Mengurangi nyeri dan oedema pada bahu kanan.  b. Mengurangi spasme pada otot-otot bahu.

c. Menambah LGS shoulder kanan.

d. Meningkatkan elastisitas sendi shoulder . 2. Tujuan jangka panjang

a. Melanjutkan tujuan jangka pendek dan meningkatkan ADL ke arah mandiri.

(41)

32

D. Intervensi Fisioterapi 1. Shortwave Diathermy

Shortwave diathermy dipasang pada bahu kanan pasien dengan  posisi pasien duduk rileks.

a. Persiapan pasien

1) Pasien diberikan tes sensibilitas untuk mengetahui ada atau tidaknya gangguan sensibilitas pasien.

2) Area yang akan diterapi dibersihkan dan dipastikan tidak terdapat penghalang.

3) Bagian anggota badan diterapi diberi handuk.

4) Posisi pasien duduk diatas kursi senyaman mungkin

5) Pasien dijelaskan tentang prosedur, tujuan penggunaan alat dan rasa yang timbul

 b. Persiapan alat

1) Sebelum dilakukan terapi sebaiknya dilakukan  pengecekan pada mesin dan kabel.

2) Posisi saklar dalam keadaan nol/off.

3) Kabel-kabel tidak boleh ada yang dalam keadaan terbuka dan menyentuh bagian tubuh pasien.

c. Pemasangan shortwave diathermy

1)  Elektroda yang digunakan adalah glass elektroda.

2) Pemasangan elektroda  menggunakan metode contra- planar .

(42)

3) Berikan  space  pada elektroda  agar gelombang elektromagnetik  yang keluar lebih fokus.

4)  Elektroda jangan terlalu menempel pada tubuh pasien. d. Teknik pelaksanaan shortwave diathermy

1) Pasien diposisikan stabil dan rileks.

2) Pasien di intrusikan untuk tidak bergerak selama terapi. 3) Lakukan tes pemeriksaan sensitifitas kulit berupa

panas-dingin. 4) Dosis

a) Intensitas : 1

 b) Pulse : Intermitten 2 c) Waktu : 15 menit e. Monitoring evaluasi selama terapi

1) Pastikan posisi tidak bergerak selama sesi terapi.

2) Bila tidak hangat, cek intensitas dan resonansi, tes dengan tabung neon

3) Bila kepanasan, intensitas diturunkan hingga minimal, ditunggu sampai rasa panas hilang kemudian dinaikkan mencapai intensitas 2 dosis awal

4) Bila pasien mengeluh pusing-pusing atau gejala lain, terapi dihentikan, bila banyak berkeringat dipersilahkan segera minum.

(43)

34

f. Selesai terapi

1) Intensitas diturunkan sampai nol

2) Peralatan dipindahkan dari tubuh pasien

E. Evaluasi

Setelah dilakukan tindakan fisioterapi pada kasus  frozen shoulder et causa bursitis subdeltoidea sebagian kondisi sub akut menggunakan modalitas shortwave diathermy, hasil evaluasi yang didapat adalah sebagai  berikut :

1.  Nyeri

Berdasarkan pernyataan pasien terjadi pengurangan nyeri setelah dilakukan terapi.

2. Oedema

Tampak adanya pengurangan oedema setelah dilakukan terapi. 3. Spasme Otot

Berkurangnya ketegangan otot setelah dilakukan terapi. Pengecekan dilakukan dengan cara palpasi pada daerah otot-otot bahu. 4. Keterbatasan Lingkup Gerak Sendi

 Nyeri dan ketegangan otot yang berkurang membuat pasien mampu menggerakkan bahunya lebih leluasa. Untuk mendapatkan  peningkatan LGS yang lebih maksimal harus didukung dengan

(44)

35 A. Simpulan

Makalah ini dapat diambil simpulan bahwa  frozen shoulder et causa bursitis subdeltoidea  dapat terjadi pada remaja, atlet, dan orang yang memiliki cedera berulang-ulang pada shoulder -nya.

 Bursitis subdeltoidea  adalah suatu peradangan pada bursa  subdeltoidea  yang dapat disebabkan oleh trauma langsung setempat, overuse, ruptur rotator cuff atau merupakan kelanjutan dari tendinitis supraspinatus. Peradangan pada bursa ini mengakibatkan bengkak pada daerah bahu, rasa nyeri, ketegangan otot, dan keterbatasan lingkup gerak sendi.

Dari permasalahan yang timbul tersebut tujuan dari penatalaksanaan fisioterapi setelah penanganan konservatif yaitu mengurangi nyeri, mengurangi bengkak, mengurangi spasme otot, menambah LGS dan mengingkatkan aktifitas fungsional dengan modalitas terapi berupa  shortwave diathermy.

Shortwave diathermy merupakan modalitas fisioterapi menggunakan gelombang elektromagnetik  27 MHz yang memiliki panjang gelombang 11 m. Shortwave diathermy  bertujuan untuk meningkatkan metabolisme, menambah supply darah sehingga aliran darah lancar, semua nutrisi yang  berguna untuk jaringan dapat tersalurkan sehingga mempercepat proses

(45)

36

 penyembuhan, merileksasi jaringan sehingga menurunkan nyeri, bengkak dan spasme.

Dalam pemberian terapi ini perlu diperhatikan mengenai kondisi umum penderita, serta dosis yang diberikan sehinga tercapai tujuan yang diharapkan. Keberhasilan yang dicapai pasien bukan hanya dari peran fisioterapi sendiri melainkan oleh kerja sama antara tim medis lainnya yang  bekerja sesuai dengan keahlian masing-masing. Selain itu kerja sama

dengan pasien adalah hal penting yang mempengaruhi penyembuhan pasien tersebut.

B. Saran

1. Keberhasilan suatu terapi tidak hanya dicapai oleh satu ilmu disiplin saja, sebaiknya tim rehabilitasi saling bekerja sama untuk mencapai tujuan baik jangka panjang maupun jangka pendek.

2. Seorang fisioterapi disarankan untuk memberikan pelayanan sebaik- baiknya serta harus menggunakan proses fisioterapi secara tepat dan

(46)

37

Anonim. 1995. “ Instruction for Use Phyaction Performa”. Uniphy BV:  Netherlands, h. 13

Anonim.  Massage Mengembalikan Tonus Otot . Dilihat tanggal 8 Januari 2013 <http://www.inilah.com/read/detail/170915/massage-mengembalikan-tonus-otot>

Anonim. Soulder Bursitis. Dilihat tanggal 29 Desember 2012

<http://www.aidmyrotatorcuff.com/subacromial-shoulder-bursitis-injury/subacromial-shoulder-bursitis-treatments.php>

Armaseto, Binuko.  Bursitis Deltoid . Dilihat tanggal 3 Januari 2013 <http://decungkringo.wordpress.com/2012/04/27/bursitis-deltoid-5/> Asri, Suci Prawita. SWD. Dilihat tanggal 7 Januari 2013.

<http://www.scribd.com/doc/86482799/swd>

Fanani, Rahmat. Shortwave Diathermy SWD. Dilihat tanggal 7 Januari 2013. <http://www.scribd.com/doc/53483286/5/G-Short-Wave-Diathermy-SWD>

Gejut, I Made.  Non Capsular Pattern Bursitis Subdeltoidea. Dilihat tanggal 27 Desember 2012 <http://www.gejut.com/2012/08/non-capsular-pattern- bursitis.html>

Harmai, Silvia.  FROZEN SHOULDER. Dilihat tanggal 22 Januari 2013 <http://silviaphysio.wordpress.com/2012/10/21/frozen-shoulder/>

Hudaya, Prasetya. 1996. “ Dokumen Persiapan Praktek Profesional Fisioterapi I ”. Akademi Fisioterapi Surakarta. Surakarta.

Joseph dan Gerald. 2007.  Disorders of the Shoulder, Volume 1 & 2: Diagnosis &  Management. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia, hh. 541-542 Kuntoro, Heru Purbo. Aspek Fisioterapi Syndroma Nyeri Bahu. Dilihat tanggal 22

Januari 2013 <http://ortotik-prostetik.blogspot.com/2009/02/aspek-fisioterapi-syndroma-nyeri-bahu.html>

Lines, Medical Guide. “ Bursitis”. Dilihat tanggal 7 Januari 2013. <http://www.mdguidelines.com/bursitis>

Peter, Victoria dan David. 1994.  Pain Management by Physiotherapy, Butterworth-Heinemann

(47)

38

Shiel, William C. Shoulder Bursitis. Dilihat tangal 7 Januari 2013. <http://www.medicinenet.com/shoulder_bursitis/page3.htm>

Tahir, Muhammad Tasbih.  Penatalaksanaan Fisioterapi pada Penderita Frozen Shoulder . Dilihat tanggal 27 Desember 2012

Referensi

Dokumen terkait

Kombinasi ZnO/Cu-feofitin dalam bentuk film hibrid menyebabkan pelebaran daerah serapan ZnO sehingga lebih banyak spektrum yang terserap.. Hasil karakterisasi sel surya

Pengujian potensi ekstrak biji jintan hitam sebagai obat antiparkinson dilakukan dengan cara uji farmakologi pada mencit yang meliputi pengujian toksisitas akut dan

Alternatif strategi produksi bersih yang direkomendasikan adalah penerapan good operating practices , pengunaan alat sensor level kontrol pada tangki ekstraksi dan

Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa populasi mikrob total selama 21 hari cenderung mengalami penurunan setelah hari ke-7 pada MOL keong mas dan MOL urin kelinci.. Kondisi

Puji syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas kemurahan-Nya yang telah memberikan kemudahan, kelancaran kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul

Selain sebagai kota kecamatan, Kartasura merupakan pusat pertumbuhan yang lokasinya berada dekat dengan Surakarta yaitu di sebelah barat kota Surakarta, kecamatan ini

[r]

Analisis Perilaku Konsumen dalam Proses Keputusan Pembelian (Studi Kasus: Dapur Geulis). Dibimbing oleh MA’MUN SARMA. Perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung