PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI
FROZEN SHOULDER ET CAUSA BURSITIS
FROZEN SHOULDER ET CAUSA BURSITIS SUBDELTOIDEA
SUBDELTOIDEA
DENGAN MODALITAS SHORTWAVE DIATHERMY
DENGAN MODALITAS SHORTWAVE DIATHERMY
Disusun untuk memenuhi tugas makalah mata kuliah Sumber Fisis II Disusun untuk memenuhi tugas makalah mata kuliah Sumber Fisis II
Dosen pengampu: Irine Dwitasari Wulandari, SST.FT Dosen pengampu: Irine Dwitasari Wulandari, SST.FT
Disusun oleh: Disusun oleh: Syauqinaa Sabiilaa Syauqinaa Sabiilaa NPM. 053000631 NPM. 05300063122
PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS PEKALONGAN UNIVERSITAS PEKALONGAN
2013 2013
ii ii
PENGESAHAN PENGESAHAN
Dipertahankan di depan Dewan Penguji Makalah Sumber Fisis II dan Dipertahankan di depan Dewan Penguji Makalah Sumber Fisis II dan diterima untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi persyaratan untuk diterima untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan mata kuliah Sumber Fisis II.
menyelesaikan mata kuliah Sumber Fisis II. Hari : Hari : Tanggal : Tanggal : Tim Penguji: Tim Penguji: Tanda
Tanda Tangan Tangan NilaiNilai
Penguji
Penguji I : I : Irine Irine Dwitasari Dwitasari W, W, SST. SST. FT FT (___________(________________) _____) (________)(________)
Disahkan oleh: Disahkan oleh:
Dosen Pengampu Sumber Fisis II Dosen Pengampu Sumber Fisis II
Universitas Pekalongan Universitas Pekalongan Irine Dwitasari W, SST. FT Irine Dwitasari W, SST. FT NPP. 11100919 NPP. 1110091944
iii iii Alhamdulillah
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI menyelesaikan makalah yang berjudul “PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI FROZEN SHOULDER ET CAUSA BURSITIS PADA KONDISI FROZEN SHOULDER ET CAUSA BURSITIS SUBDELTOIDEA DENGAN MODALITAS SHORTWAVE
SUBDELTOIDEA DENGAN MODALITAS SHORTWAVE DIATHERMY.”DIATHERMY.” Dalam proses penyusuan makalah ini penulis menyadari adanya dukungan, Dalam proses penyusuan makalah ini penulis menyadari adanya dukungan, bantuan
bantuan serta serta bimbingan bimbingan dari dari berbagai berbagai pihak pihak yang yang besar besar artinya artinya baik baik secarasecara langsung maupun tidak langsung bagi penulis. Untuk itu perkenankanlah penulis langsung maupun tidak langsung bagi penulis. Untuk itu perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih kepada :
mengucapkan terimakasih kepada : 1.
1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat iman, nikmat islam dan nikmatAllah SWT yang telah memberikan nikmat iman, nikmat islam dan nikmat sehat sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
sehat sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini. 2.
2. Rasulullah Muhammad SAW yang telah menjadi teladan dan penuntunRasulullah Muhammad SAW yang telah menjadi teladan dan penuntun hidup.
hidup. 3.
3. Ibu Irine Dwitasari Wulandari, Ibu Irine Dwitasari Wulandari, SST. FT., selaku dosen pengampu yang telahSST. FT., selaku dosen pengampu yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing penulis dalam meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing penulis dalam penyusunan makalah ini.
penyusunan makalah ini. 4.
4. Abi dan Ummi yang selalu menyelipkan nama penulis dalam setiap doa danAbi dan Ummi yang selalu menyelipkan nama penulis dalam setiap doa dan hembusan nafas mereka.
hembusan nafas mereka. 5.
5. Kakak tercinta, Syauqii Naadhilah, yang selalu memberi masukan,Kakak tercinta, Syauqii Naadhilah, yang selalu memberi masukan, membimbing, serta mengingatkan penulis dalam penyusunan makalah ini. membimbing, serta mengingatkan penulis dalam penyusunan makalah ini.
iv iv 6.
6. Teman-teman seperjuangan Diploma III Fisioterapi Fakultas IlmuTeman-teman seperjuangan Diploma III Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pekalongan 2011.
Kesehatan Universitas Pekalongan 2011.
Penulis menyadari bahwa makalah yang telah penulis susun masih banyak Penulis menyadari bahwa makalah yang telah penulis susun masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah yang telah disusun dapat bermanfaat sempurnanya makalah ini. Semoga makalah yang telah disusun dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
bagi penulis dan pembaca.
Demikian makalah ini dibuat semoga bermanfaat bagi penulis khususnya Demikian makalah ini dibuat semoga bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
dan pembaca pada umumnya.
Pekalongan, Januari 2013 Pekalongan, Januari 2013
Penulis Penulis
v
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan ... 3
D. Manfaat ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
A. Anatomi Fungsional Bahu ... 6
B. Biomekanik Bahu ... 8
C. Patologi ... 9
1. Definisi ... 9
2. Etiologi ... 9
3. Patofisiologi ... 10
4. Tanda dan Gejala... 11
5. Komplikasi ... 12
vi
7. Diangnosis Banding ... 13
D. Modalitas Shortwave Diathermy ... 14
1. Definisi ... 14
2. Efek Fisiologis dan Terapeutik ... 14
3. Indikasi dan Kontra Indikasi ... 18
4. Pemberian Dosis ... 21
E. Objek yang Dibahas ... 21
1. Nyeri ... 21
2. Oedema ... 22
3. Spasme Otot ... 22
4. Lingkup Gerak Sendi ... 22
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23
A. Pemeriksaan ... 23
1. Anamnesis ... 23
2. Pemeriksaan Fisik ... 25
3. Pemeriksaan Gerak Dasar ... 27
4. Pemeriksaan Spesifik ... 28 B. Diagnosa Fisioterapi ... 31 1. Impairment ... 31 2. Functional Limitation ... 31 3. Disability ... 31 C. Tujuan Fisioterapi ... 31
vii 1. Shortwave Diathermy... 32 E. Evaluasi ... 34 1. Nyeri ... 34 2. Oedema ... 34 3. Spasme Otot ... 34
4. Keterbatasan Lingkup Gerak Sendi ... 34
BAB IV PENUTUP ... 35
A. Simpulan ... 35
B. Saran ... 36
DAFTAR PUSTAKA ... 37
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 The Shoulder Joint ... 7
1
A. Latar Belakang
Bahu merupakan anggota tubuh yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari manusia karena fungsinya yang sangat kompleks. Manusia banyak menggantungkan produktifitasnya pada kemampuan bahu sehingga tidak sedikit mengalami kelainan pada sendi bahu akibat penggunaan yang berlebihan. (Amarseto, 2012)
Frozen shoulder adalah salah satu yang paling umum terjadi, namun salah satu gangguan dari sendi glenohumeral yang paling kurang dipahami. Ini terutama karena kesulitan mendefinisikan dan membedakan dengan jelas dari kondisi lain dengan serupa dan temuan tetapi dengan penyebab yang jelas berbeda. (Joseph & Gerald, 2007)
Gejut (2012) dalam artikelnya “ Non Capsular Pattern Bursitis Subdeltoidea”, menyebutkan nyeri bahu merupakan keluhan yang sering dijumpai sehari-hari yang disebabkan oleh nyeri lokal atau nyeri saat menggerakkan lengan, misalnya pada waktu memakai baju, menyisir rambut, mengambil dompet di saku belakang. Keluhan di atas sering menimbulkan masalah diagnostik karena dapat melibatkan berbagai macam jaringan, seperti persendian, bursa, otot, saraf bahkan organ yang jauh dari
2
Bursitis subdeltoidea secara umum didefinisikan peradangan dari satu atau lebih pada bursa (kantung kecil) yg mengandung cairan synovial di dalam tubuh yg disertai nyeri. Cairan sinovial berfungsi untuk memudahkan pergerakan normal dari beberapa sendi pada otot dan mengurangi gesekan. Pada keadaan normal bursa mengandung sangat sedikit cairan, tetapi jika terluka bursa akan meradang dan terisi banyak cairan menyebabkan oedem. (Gejut, 2012)
Sesuai dengan Kepmenkes RI No 1363 Tahun 2001, fisioterapi merupakan bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan oleh individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik,
elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan, fungsi dan komunikasi. Salah satu bentuk penanganan elektroterapeutis tersebut adalah menggunakan
modalitas shortwave diathermy.
Menurut kamus “Wiki Indonesia”, shortwave diathermy adalah pemberian terapi dengan menggunakan metode penyinaran yang dapat mengurangi nyeri, bengkak dan spasme otot. Manfaat shortwave diathermy untuk meningkatkan elastisitas jaringan ikat, meningkatkan konduktivitas syaraf & ambang rangsang, meningkatkan proses reparasi jaringan dengan peningkatan metabolisme. Dengan begitu diharapkan bengkak, nyeri, dan spasme otot yang terjadi pada frozen shoulder et causa bursitis subdeltoidea dapat dikurangi oleh fisioterapi menggunakan modalitas shortwave
diathermy. Serta dapat membantu meningkatkan lingkup gerak sendi karena shortwave diathermy mampu meningkatkan elastisitas jaringan.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulis temukan berdasarkan latar belakang tersebut antara lain :
1. Apakah dengan pemberian shortwave diathermy dapat mengurangi nyeri, bengkak, dan spasme otot pada kondisi frozen shoulder et causa bursitis subdeltoidea?
2. Adakah peningkatan lingkup gerak sendi setelah pemberian shortwave diathermy pada kondisi frozen shoulder et causa bursitis subdeltoidea? 3. Bagaimana dosis penggunaan modalitas shortwave diathermy yang
sesuai untuk kondisi frozen shoulder et causa bursitis subdeltoidea? 4. Bagaimana standar operasional penatalaksanaan modalitas shortwave
diathermy pada kondisi frozen shoulder et causa bursitis subdeltoidea?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan menyebarluaskan peran fisioterapi pada kondisi frozen shoulder et causa bursitis subdeltoidea dengan menggunakan modalitas shortwave diathermy kepada rekan-rekan fisioterapi, kalangan medis, maupun masyarakat luas.
4
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah :
a. Untuk mengetahui pengaruh pemberian shortwave diathermy terhadap nyeri, bengkak, dan spasme otot pada kondisi frozen shoulder et causa bursitis subdeltoidea. b. Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan lingkup
gerak sendi bahu pada kondisi frozen shoulder et causa bursitis subdeltoidea setelah diberikan terapi modalitas shortwave diathermy.
c. Untuk mengetahui dosis penggunaan modalitas shortwave diathermy yang sesuai pada kondisi frozen shoulder et causa bursitis subdeltoidea.
d. Untuk mengetahui standar operasional penatalaksanaan modalitas shortwave diathermy pada kondisi frozen shoulder et causa bursitis subdeltoidea.
D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Dapat menambah pengetahuan, wawasan dan keterampilan dalam bidang fisioterapi khususnya mengenai penanganan kondisi frozen shoulder et causa bursitis subdeltoidea dengan modalitas shortwave diathermy.
2. Bagi Pembaca
Sebagai referensi dalam menambah wawasan dan informasi pembaca.
3. Bagi Pendidikan
Sebagai referensi dalam menunjang pendidikan kesehatan, khususnya dalam bidang pendidikan fisioterapi.
4. Bagi Instansi Kesehatan
Sebagai acuan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan khususnya bagi pasien frozen shoulder et causa bursitis subdeltoidea dengan memberikan informasi tentang konsep penanganan fisioterapi menggunakan modalitas shortwave diathermy. 5. Bagi Fisioterapi
Sebagai acuan dalam melaksanakan tindakan fisioterapi khususnya bagi pasien frozen shoulder yang disebabkan oleh bursitis subdeltoidea dengan menggunakan modalitas shortwave diathermy.
6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Fungsional Bahu
Sendi bahu atau glenohumeral joint ( shoulder joint ) dibentuk oleh caput humeri yang bersendi dengan cavitas glenoidalis yg dangkal. Glenohumeral joint termasuk sendi ball and socket joint , tetapi merupakan sendi yang paling bebas pada tubuh manusia. (Tahir, 2012)
Caput humeri yang berbentuk hampir setengah bola, memiliki area permukaan 3-4 kali lebih besar dari pada fossa glenoidalis scapula yang dangkal sehingga memungkinkan mobilitas yang tinggi pada shoulder . (Tahir, 2012)
Fossa glenoidalis diperkuat oleh sebuah bibir/labrum fibrokartilago yang mengelilingi tepi fossa, disebut dengan”labrum glenoidalis”. Labrum ini dapat membantu menambah stabilitas glenohumeral joint . Bagian atas kapsul diperkuat oleh ligament coracohumeral dan bagian anterior kapsula yang diperkuat oleh 3 serabut ligament glenuhomeral yang lemah (ligamen glenohumeral superior, middle dan inferior ). (Tahir, 2012)
Ada 4 tendon otot yang memperkuat kapsul sendi yaitu subscapularis, supaspinatus, infrapinatus dan teres minor , yang dikenal dengan “rotator cuff ” dan juga dibantu oleh kontribusi terhadap gerakan rotasi humerus, dan keempat tendonnya membentuk collageneus cuff di sekitar sendi shoulder (membungkus shoulder pada sisi superior , posterior dan anterior ).
Ketegangan dari rotator cuff muscle dapat menarik caput humerus ke arah fossa hlenoidalis sehingga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
stabilitas sendi. (Tahir, 2012)
Gambar 2.1
The Shoulder Joint (Wikipedia, 2013)
Glenohumeral joint merupakan sendi yang paling mobile karena menghasilkan gerakan ( fleksi-ekstensi, abduksi-adduksi, endorotasi-eksorotasi) dan sirkumdaksi. Pada gerakan fleksi-ekstensi terjadi arthrokinematika yaitu spin, gerakan abduksi-adduksi terjadi gerakan arthrokinematika yaitu cauda-cranial slide, gerakan eksorotasi-endorotasi terjadi gerakan arthrokinematika yaitu ventral-dorsal slide. (Tahir, 2012)
8
Dalam “Shoulder Bursitis” (2006) menyebutkan bursa adalah kantung cairan sinovial, kaya protein dan kolagen, yang bertindak sebagai bantalan untuk melindungi jaringan lunak, seperti tendon, ligamen dan otot, dari gesekan dan tekanan berlebih. Ada 3 bursa utama di sekitar rotator cuff . Bursa subacromial melindungi tendon supraspinatus dari processus coracoideus dan acromeon. Bursa subcoracoideus terletak di antara processus coracoideus dan kapsul sendi. Bursa subdeltoideus terletak di bawah otot deltoid , bantalan itu dari tulang dalam kapsul sendi bahu.
Seringkali bursa subdeltoid dan subacromial terhubung sekitar rotator cuff .
B. Biomekanik Bahu
Amarseto (2012) dalam artikel “ Bursitis Deltoid ” menyebutkan bahwa sendi bahu mempunyai gerakan-gerakan sebagai berikut:
1. Gerak fleksi, penggeraknya adalah serabut otot deltoideus anterior . 2. Gerak ektensi, penggeraknya adalah otot serabut otot deltoideus
posterior dan teres minor serta dibantu oleh otot infra spinatus.
3. Gerak abduksi, penggeraknya adalah otot supra spinatus dibantu oleh otot deltoideus.
4. Gerak abduksi horizontal, penggeraknya adalah otot deltoideus. 5. Gerak internal rotasi, penggeraknya adalah otot sub scapular . 6. Gerak eksternal rotasi, penggeraknya adalah otot infra spinatus.
C. Patologi 1. Definisi
Dalam “Shoulder Bursitis” (2006) menyebutkan, bursitis adalah peradangan atau iritasi kantung bursa. Ketika bursa menjadi bengkak, kantung itu sendiri dapat mengembangkan air mata kecil dan dapat menyebabkan robekan pada jaringan lunak sekitarnya. Dalam beberapa kasus, bursa meradang juga menjadi terinfeksi dengan bakteri (disebut sebagai bursitis septik ) dan perlu untuk melihat dokter
untuk menyingkirkan infeksi. 2. Etiologi
Amarseto (2012) dalam artikel “ Bursitis Deltoid ” menyebutkan bahwa penyebab paling banyak terjadinya bursitis adalah trauma dan
infeksi.
a. Trauma (Penggunaan yang Berlebihan Secara Menahun)
Trauma yang berulang-ulang menyebabkan terjadinya radang pada bursa, dan berakibat terjadinya pelebaran pada pembuluh darah, sehingga protein dan cairan ekstracellular masuk kedalam bursa, Sedangkan bursa memberi reaksi berlawanan terhadap substansi asing, hal ini mengakibatkan pembengkakkan pada bursa juga mengakibatkan nyeri.
1) Kronis
Penyebab paling banyak pada kasus bursitis kronis ialah trauma kecil yang mungkin terjadi pada bursa ( subdeltoid )
10
disebabkan oleh gerakan yang berulang-ulang akan tetapi berlebihan.
2) Akut
Pukulan langsung dapat menyebabkan kebocoran pada bursa sehingga darah masuk kedalam bursa. Pengumpulan darah
ini biasanya dapat mengakibatkan nyeri dan pembengkakkan. b. Infeksi
Lokasi bursa dekat dengan permukaan kulit, hal ini dapat berpotensi bursa terinfeksi oleh bakteri. Salah satu tipe bakteri yang
dapat menyerang pada bursa ialah staphylococcus aureus atau staphylococcus epidermis. Orang yang mengidap penyakit diabetes, atau peminum alkohol, atau penderita penyakit gagal ginjal, atau orang yang mengalami trauma berat dapat berpotensi terkena bursitis. Sekitar 80% bursitis biasanya dialami oleh laki-laki.
3. Patofisiologi
Dalam keadaan normal saat terjadi gerakan abduksi lengan, tendo-tendo rotator cuff , terutama supraspinatus, lewat di bawah arcus coracoacromialis. Karena arcus tersebut sempit dan rendah letaknya, atau ada abnormalitas/pembengkakan pada tendon akan dapat menimbulkan rasa nyeri saat dilakukan gerakan abduksi, karena pada saat gerakan abduksi itu tuberositas majus humeri akan berkontak dengan acromion, sehingga bursa tertekan. (Amarseto,
Rasa nyeri pada umumnya mulai timbul bila lengan mendekati abduksi 60 dari tubuh (60-120). Tetapi bila lengan dielevasikan
lebih lanjut, karena bursa tidak lagi tertekan, maka rasa nyeri akan hilang, keadaan ini dikenal sebagai arcus pain. Rasa nyeri dirasakan pada insertio musculus deltoideus pada tuberositas majus humeri, tetapi rasa nyeri di sini bersifat “reffered pain/nyeri rujukan”, karena pada penekanan pada daerah tersebut tidak membangkitkan rasa nyeri.
(Amarseto, 2012) 4. Tanda dan Gejala
Harmai (2012) dalam artikel “ FROZEN SHOULDER” menyebutkan bahwa sifat keterbatasan frozen shoulder ditandai dengan :
a. Mengikuti pola kapsular (capsular pattern), yang ditandai dengan gerak eksorotasi lebih nyeri dan terbatas dari gerakan abduksi serta lebih terbatas lagi dari endorotasi. (eksorotasi > abduksi > endorotasi).
b. Bukan pola kapsuler (non capsular pattern), yaitu keterbatasan gerak dan nyeri terjadi pada arah gerak tertentu, tergantung dari topis lesi, misalnya keterbatasan ke arah endorotasi atau abduksi saja.
Gejut (2012) dalam artikel “ Non Capsular Pattern Bursitis Subdeltoidea” menyebutkan beberapa tanda dan gejala dari bursitis subdeltoidea, diantaranya :
12
a. Nyeri pada lengan bagian luar.
b. Nyeri tajam, tetap, berdenyut dan lain-lain. Pada keadaan akut, penderita menggendong tangannya dengan gendongan. Gerakan
ke semua arah gerak akan menimbulkan nyeri.
c. Merupakan kelanjutan dari tendinitis (kadang-kadang) nyeri akut biasanya 12-72 jam.
d. Pada gerakan aktif, ditandai adanya pembatasan pada semua bidang.
e. Kadang-kadang nyeri agak berkurang pada saat elevasi lengan. f. Pada gerakan pasif. Pembatasan gerak karena nyeri tidak pada
kapsula pattern. Tidak terasa adanya gerakan tertahan karena rasa nyeri yang hebat.
g. Gerakan rotasi dengan lengan disisi badan dapat dilakukan, tetapi gerakan abduksi 60 atau fleksi 90 biasanya tidak dapat
dilakukan tertahan karena timbulnya rasa sakit.
h. Dapat dilakukan kontraksi kuat-kuat tanpa nyeri bila dilakukan dengan hati-hati.
5. Komplikasi
Medical Guide Lines dalam artikel “ Bursitis” menyebutkan bahwa perlakuan buruk atau bursitis akut yang tidak diobati dapat berkembang menjadi bursitis kronis. Sindrom frozen shoulder atau keterbatasan mobilitas sendi permanen adalah beberapa kemungkinan komplikasinya. Bursitis yang disebabkan oleh asam urat, arthritis,
atau penggunaan berlebihan yang kronis dapat kambuh jika kondisi yang mendasarinya tidak diobati atau diperbaiki.
6. Prognosis
Pandangan ini umumnya sangat baik untuk pemulihan penuh. Jika bursitis disertai dengan jaringan parut di sekitar sendi bahu (capsulitis adhesiva) dapat memerlukan terapi fisik jangka panjang. (Sheil, 2008)
Medical Guide Lines dalam artikel “ Bursitis” menyebutkan bahwa secara umum, respon bursitis yang baik terhadap pengobatan konservatif. Kebanyakan individu merespon terhadap terapi dalam beberapa hari sampai 2 minggu. Pada bursitis yang disebabkan karena infeksi, bursa mungkin perlu dikeringkan setiap 1 sampai 3 hari sampai infeksi telah dibersihkan. Jika penyebab kondisi ini tidak diperbaiki, bursitis kronis mungkin berkembang.
7. Diagnosis Banding
Kuntoro (2009) dalam artikel “ Aspek Fisioterapi Sindroma Nyeri Bahu“ menyebutkan bahwa k ondisi yang mempunyai gejala
mirip dengan bursitis subdeltoidea adalah :
a. Bursitis Subacromialis, dibedakan dengan adanya nyeri pada lengan atas atau insertio pada otot deltoid di tuberositas deltoidea.
b. Tendisitis Bicipitalis, ditandai dengan adanya keterbatasan gerakan adduksi dan fleksi lengan atas.
14
c. Capsulutis Adhesiva, ditemukan nyeri pada seluruh gerak sendi bahu baik aktif maupun pasif.
d. Tendinitis Supraspinatus, ditemukan painfull arc supraspinatus 0-60 dan keterbatasan gerak sendi bahu, terutama abduksi dan
eksorotasi.
D. Modalitas Shortwave Diathermy 1. Definisi
Adalah alat terapi yang menggunakan energi electromagnetik yang dihasilkan oleh arus bolak-balik frekuensi tinggi. Frekuensi yang diperbolehkan pada pemakaian shortwave diathermy adalah 13,66 MHz, 27,33 MHz dan 40,98 MHz. Panjang gelombang yang sesuai dengan frekuensi shortwave diathermy yang sering juga disebut Energi Elektromagnetik (EEM) 27 MHz. (Fanani, 2011)
Arus frekuensi tinggi adalah arus listrik bolak-balik yang frekuensinya lebih dari 500.000 cycle/detik yang tidak memberikan rangsang terhadap saraf sensorik maupun motorik. Arus ini sering juga disebut arus oscilasi. (Fanani, 2011)
2. Efek Fisiologis dan Terapeutik
Efek dari shortwave diathermy terdiri dari efek fisiologis dan efek terapeutis. Fanani (2011) menyebutkan dalam artikelnya “Shortwave Diathermy SWD”, yaitu:
a. Efek Fisiologis
Efek arus shortwave diathermy terhadap tubuh adalah timbulnya panas dalam jaringan. Pengaruh fisiologis yang timbul disebabkan oleh kenaikan suhu jaringan, antara lain: 1) Metabolisme Meningkat
Hukum Varit Hoff menyatakan bahwa perubahan kimia dapat dipercepat oleh adanya panas. Dengan demikian, pemanasan jaringan akan mempercepat perubahan kimia yaitu proses metabolisme. Supply O2 dan
sari-sari makanan akan meningkat sehingga kebutuhan jaringan akan O2 dan sari makanan akan cepat terpenuhi.
2) Penambahan Supply Darah
Panas akan memberikan pengaruh langsung pada dinding pembuluh darah berupa timbulnya vasodilatasi terutama pada jaringan superficial. Sebagai akibat dari vasodilatasi jumlah supply darah di daerah tersebut bertambah. Dengan demikian jumlah O2 dan sari-sari
makanan bertambah dan pembuangan sisa-sisa metabolisme akan lebih lancar.
3) Manfaat pada Serabut Saraf
Apabila panas yang dihasilkan tidak berlebihan maka akan terjadi penurunan ekstabilitas susunan saraf sehingga akan menurunkan atau mengurangi rasa nyeri.
16
4) Kenaikan Suhu Tubuh
Pada bagian tubuh apabila mendapat pemanasan maka akan terjadi kenaikan suhu lokal pada jaringan tersebut. Namun apabila pemanasan meliputi daerah yang luas dan waktu yang lama akan mengakibatkan kenaikan suhu.
5) Manfaat pada Jaringan Otot
Kenaikan suhu jaringan akan memberikan rileksasi dan menambah efisiensi kerja otot-otot. Serabut-serabut otot akan berkontraksi dan rileksasi lebih cepat, meskipun kekuatan otot tidak berpengaruh. Rileksasi otot-otot antagonis memberikan kebebasan kerja dari otot-otot antagonis, kondisi optimum pada kontraksi otot.
6) Peningkatan Aktivitas Kelenjar Keringat
Apabila kenaikan suhu tubuh, kelenjar keringat akan menjadi lebih aktif, disamping itu pemanasan secara lokal pada kulit akan menambah aktifitas kelenjar keringat di
daerah tersebut. b. Efek Terapi
Efek-efek terapeutik shortwave diathermy antara lain: 1) Meningkatkan Sirkulasi Darah
Dengan timbulnya panas yang dihasilkan oleh shortwave diathermy akan menimbulkan vasodilatasi lokal
pada pembuluh darah, sehingga peredaran darah akan lebih lancar dan supply zat-zat yang dibutuhkan oleh proses metabolisme akan meningkat pula.
2) Mengurangi Nyeri
Akibat adanya penekanan ujung-ujung saraf sensoris pada persendian (nociceptor) akan mengakibatkan rasa nyeri yang diakibatkan oleh aktifitas nociceptor yang meningkat. Pemberian shortwave diathermy dapat memberikan efek sedatif dan analgetik pada ujung-ujung saraf sensoris oleh karena pengaruh thermal (panas). Sehingga merangsang thermoreceptor terjadi dumping terhadap aktifitas nociceptor .
3) Mengurangi Spasme dan Menimbulkan Relaksasi Otot Akibat adanya rasa nyeri maka otot-otot akan mengadakan protektif spasme, sehingga otot-otot akan tegang ( spasme). Pemberian shortwave diathermy akan menyebabkan otot-otot menjadi rileks, dan kondisi otot menjadi lebih baik.
4) Mengurangi Ketegangan Struktur Kapsul Sendi
Adanya panas yang disebabkan oleh pemberian shortwave diathermy pada jaringan pengikat seperti tendon, ligamen, dan kapsul sendi maka akan meningkatkan elastisitas jaringan pengikat sebagai bagian
18
penyusun sendi maka struktur sekitar sendi akan kendor dan kekakuan sendi akan berkurang.
3. Indikasi dan Kontra Indikasi a. Indikasi
Asri (2012) dalam artikel “ shortwave diathermy” menyebutkan bahwa indikasi shortwave diathermy diantaranya merupakan kondisi peradangan dan kondisi sehabis trauma (trauma pada musculoskeletal ), adanya keluhan nyeri pada sistem musculoskeletal (kodisi ketegangan, pemendekan, perlengketan otot jaringan lunak), persiapan suatu latihan/senam
(untuk gangguan pada sistem peredarah darah). 1) Nyeri
Penghilang nyeri menggunakan shortwave diathermy berguna pada pengobatan traumatic dan kondisi rematik yang mempengaruhi bagian permukaan dari otot, ligament dan sendi kecil bagian permukaan. Penghilang nyeri juga dipengaruhi oleh hilangnya kekakuan otot.
2) Keram Otot
Dapat di kurangi secara langsung menggunakan shortwave diathermy atau dapat berkurang karena
3) Penyembuhan Luka
Untuk memicu penyembuhan luka dari luka terbuka, dan meningkatkan dari sirkulasi pembuluh darah kulit. Apabila ateriol ataupun capiler tidak dapat meningkat secara signifikan maka pemanasan dapat diberikan pada bagian proximal luka yang masih baik aliran darahnya. 4) Infeksi
Pengobatan shortwave diathermy dapat digunakan untuk membantu mempercepat penyembuhan akibat infeksi dengan meningkatkan aliran darah pada daerah yang terkena infeksi. Ini akan meningkatkan sel darah putih dan antibody untuk melawan organisme infeksi
5) Fibrosis
Pemanasan telah terbukti dapat memperbaiki kelenturan jaringan yang mengalami fibrosis, seperti pada tendon, kapsul sendi.
b. Kontra Indikasi
Beberapa kontra indikasi pada pemberian energi elektromagnetik 27 MHz menurut Fanani (2012) dalam artikel “Shortwave Diathermy SWD” antara lain:
1) Adanya Logam dalam Tubuh
Pemberian shortwave diathermy pada jaringan tubuh yang ada logamnya akan menyebabkan konsentrasi energi
20
pada logam. Sehingga disekitar logam akan dapat panas yang berlebihan akibatnya bisa terbakar.
2) Gangguan Peredaran Darah
Pemberian shortwave diathermy cenderung menimbulkan pendarahan gangren dan atau trombose, buerger dessease atau gangguan jantung yang mengarahi ke dekompensasi.
3) Jaringan dan Organ yang Mempunyai Banyak Cairan
Misalnya pada mata atau luka basah dan eksim basah juga dapat menimbulkan kebakaran dari jaringan.
4) Gangguan Sensibilitas
Pada gangguan ini terutama pada panas dan dingin maka pemberian dosis secara subyektif sebaiknya dihindari. Penggunaanya dilanjutkan menggunakan 30% lebih rendah dan intensitas semula.
5) Infeksi Akut dan Demam
Pada keadaan ini dapat memperluas infeksi bakteri melalui aliran darah.
6) Menstruasi
Pemberian shortwave diathermy pada saat menstruasi pada daerah lumbal dan sacral dapat mengganggu siklus menstruasi.
7) Kehamilan
Aplikasi shortwave diathermy secara langsung didaerah kehamilan atau lumbosacral menyebabkan gangguan keseimbangan zat asam pada placenta.
4. Pemberian Dosis
Dalam artikel “ Instruction for Use Phyaction Performa” menyebutkan bahwa Schliephake telah menyusun sebuah sistem penentuan dosis sesuai dengan sensasi panas, dalam empat kelas:
a. Dosis Submitis: tidak ada panas yang dirasakan. b. Dosis Mitis: pasien merasa sensasi sedikit panas.
c. Dosis Normal : pasien merasa sensasi yang jelas dan panas yang menyenangkan.
d. Dosis Fortis: pasien merasakan panas yang kuat, namun sensasi panasnya tidak menyenangkan.
Biasanya dibutuhkan 15-20 menit untuk penyesuaian vaskular terjadi, meskipun dapat memakan waktu hingga 1 jam. Karena itu kebanyakan terapi diberikan untuk jangka waktu 20-30 menit. (Wells, Peter E, et.al)
E. Objek yang Dibahas 1. Nyeri
Teori Wall dan Melzack, nyeri diartikan sebagai proses normal pertahanan tubuh yang diperlukan untuk memberi tanda bahwa telah
22
terjadi kerusakan jaringan. Nyeri dapat diukur dengan skala VDS dan skala VAS.
2. Oedema
Hudaya (1996) menyebutkan bahwa oedema didefinisikan sebagai peningkatan volume cairan extracellular dari komponen extravascular. Berdasarkan pemeriksaan klinis oedema dapat dibedakan:
a. Pitting oedema: bila kulit ditekan, maka lekukan yang timbul akan lama pulih seperti semula.
b. Non-pitting oedema: pada penekanan, kulit tidak melekuk ke dalam.
3. Spasme Otot
Spasme adalah ketegangan otot yang meningkat akibat adanya rasa nyeri. Hal ini terjadi sebagai bagian dari proteksi agar bagian tubuh yang nyeri tidak bergerak sehingga tidak menimbulkan kerusakan jaringan lebih parah. Spasme bersifat sementara dan dapat kembali normal. (Anonim, 2009)
4. Lingkup Gerak Sendi
Lingkup gerak sendi atau range of motion (ROM) adalah luasnya gerakan sendi yang terjadi pada saat sendi bergerak dari satu posisi ke posisi lain, baik secara pasif maupun aktif. (Anonim, 2009)
23 A. Pemeriksaan
1. Anamnesis
Anamnesis ialah tanya jawab mengenai keadaan penyakit penderita. Gejala ( symptom) yang diidentifikasikan melalui anamnesis
merupakan informasi yan gpenting di dalam proses membuat diagnosis. Ada 2 macam anamnesis, yaitu autoanamnesis dan heteroanamnesis. (Hudaya, 2009)
a. Anamnesis Umum
Anamnesis umum berisis tentang identitas pasien secara lengkap. Dalam anamnesis ditemukan data seperti (1) nama, (2) umur, (3) jenis kelamin, (4) agama, (5) pekerjaan, (6) alamat. Didapatkan data pasien sebagai berikut:
Nama : Tn K Umur : 22 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam
Pekerjaan : Atlet renang Alamat : Poncol
24
b. Anamnesis Khusus
Anamnesis khusus merupakan data informasi tentang keluhan utama pasien, dalam hal ini pasien merasakan nyeri dan kaku pada bahu kanan.
Riwayat penyakit sekarang ditanyakan tentang perjalanan penyakit serta riwayat pengobatannya. Dalam hal ini pasien datang ke fisioterpi pada tanggal 6 Januari 2013 dengan keluhan nyeri dan kaku terbatas gerak pada bahu kanan. Satu minggu yang lalu pasien mengalami cedera saat beranang dan belum pernah menjalani pengobatan apapun. Nyeri terasa tajam, tetap dan berdenyut-denyut. Nyeri berkurang saat bahu dielevasikan. Ada pembatasan gerak dalam semua bidang.
Riwayat penyakit dahulu ditanyakan tentang penyakit apa saja yang pernah diderita oleh pasien. Dalam hal ini pasien kadang mengalami cedera ringan dibahu kerika berlatih renang, hanya diberi kompres es, lalu pasien kembali berlatih seperti biasa.
Riwayat penyakit keluarga berisi tentang penyakit- penyakit herediter atau menular yang ada pada pasien. Dalam hal ini pasien tidak menderita penyakit-penyakit yang bersifat herediter maupun menular.
Riwayat pribadi berisi tentang hobi, olahraga, serta kebiasaan pasien dalam aktifitas sehari-hari. Dalam hal ini status
pasien hobinya adalah berenang karena pasien adalah seorang atlet renang, ia selalu berlatih setiap hari.
Berdasarkan anamnesis sistem dapat diketahui tentang keluhan yang teradi, misalnya ganguan kepala dan leher, kardiovaskuler, resprasi, gastrointestinal , urogenital, nervorum, dan musculoskeletal . Dalam hal ini didapatkan data sebagai berikut :
Kepala dan leher : pasien tidak mengalami pusing ataupun kaku pada lehernya
Kardiovaskuler : pasien tidak mengeluhkan jantung berdebar-debar dan nyeri dada tidak dikeluhkan.
Respirasi : pasien tidak mengeluhkan sesak nafas.
Gastrointestinal : pasien tidak mengalami konstipasi, mual dan muntah tidak dikeluhkan, nafsu makan baik.
Urogenitalis : pasien dapat mengontrol BAK, anyang-anyangan tidak dikeluhkan.
Muskuloskeletal : adanya spasme otot-otot bahu kanan. Nervorum : adanya rasa nyeri pada bahu kanan luar. 2. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda vital
Tanda-tanda vital terdiri dari (1) tekanan darah, (2) denyut nadi, (3) frekuensi pernapasan, (4) temperatur. Data tersebut digunakan untuk mengetahui apakah ada hiperteni, hipoteni,
26
takikardi, obesitas, dan sebagainya. Dalam hal ini ditemukan data sebagai berikut :
Tekanan darah : 120/80 mmHg Denyut nadi : 89 bpm
Frekuensi pernapasan : 12 kali permenit Temperatur : 37,60 C
b. Inspeksi
Inspeksi merupakan suatu pemeriksaan dengan cara melihat dan mengamati keadaan pasien, mengenai keadaan umum, sikap tubuh, dan warna kulit. Dalam hal ini hasil dari inspeksi statis pasien tersebut kondisi umum pasien baik, tampak sedikit oedema pada bahu kanan bagian atas depan. Inspeksi dinamis pasien berjalan normal, raut wajah pasien tampak menahan nyeri saat menggerakkan bahunya.
c. Palpasi
Palpasi adalah suatu pemeriksaan secara langsung kontak dengan pasien, dengan meraba, menekan, dan memegang bagian tubuh pasien untuk mengetahui nyeri tekan dan suhu. Dalam hal ini masih terdapat oedema pada bahu kanan, terasa adanya ketegangan otot, sedikit nyeri saat ditekan. Suhu pada area yang sakit sama dengan suhu pada area sehat.
d. Kemampuan aktivitas fungsional
Terapis melihat apakah pasien sudah bisa menggerakkan bahunya, apakah pasien sudah bisa menyisir rambut, apakah dapat memakai pakaian tanpa bantuan orang lain.. Perlu ditanyakan apakah pasien dalam buang air besar mengalami gangguan dan apakah pasien sudah bisa berjalan. Dalam hal ini ditemukan data sebagai berikut :
Kemampuan fungsional dasar : pasien belum mampu melakukan gerakan-gerakan dasar pada bahu.
Aktivitas fungsional : pasien mengalami beberapa kesulitan seperti kesulitan saat memakai pakaian, mandi, menyisir rambut, mencuci muka.
3. Pemeriksaan Gerak Dasar a. Gerak pasif
Pemeriksaan gerakan yang dilakukan oleh terapis kepada pasien dalam keadaan pasif dan rileks. Tujuan dari pemeriksaan gerak pasif untuk mendapatkan data informasi tentang luas gerak sendi pasif shoulder , stabilitas sendi, rasa nyeri dan end feel. Dalam hal ini ditemukan adanya nyeri pada semua gerakan terutama saat abduksi, serta fleksi shoulder .
b. Gerak aktif
Pasien diminta menggerakkan anggota gerak yang diperiksa secara aktif, terapis melihat dan memberikan aba-aba.
28
Tujuan tes ini adalah untuk mendapatkan data informasi tentang bagaimana LGS aktif shoulder , rasa nyeri dan kekuatan otot. Dalam hal ini gerakan abduksi 60 atau fleksi 90 tidak dapat
dilakukan pasien, tertahan karena timbulnya rasa sakit. c. Gerak isometrik melawan tahanan
Tujuan dari tes ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya nyeri dan adanya penurunan kekuatan otot terutama sendi shoulder . Dilakukan dengan cara pasien disuruh mengkontraksikan otot dan mencoba untuk melakukan gerakan tapi diberi tahanan oleh terapis sehingga tidak terjadi gerakan dan penambahan luas gerak sendi. Dalam hal ini tidak dilakukan gerak isometrik melawan tahanan karena akan memprovokasi nyeri yang lebih hebat.
4. Pemeriksaan Spesifik a. Yergason’s Test.
Tes ini dilakukan untuk menentukan apakah tendon otot biceps dapat mempertahankan kedudukannya di dalam sulkus intertuberkularis atau tidak.
Pemeriksaan ini dilakukan dengn meminta pasien untuk mem fleksikan elbow sampai 90 dan supinasi lengan bawah dan
stabilisasi pada thoraks yang berlawanan dengan pronasi lengan bawah. Pasien diminta untuk melakukan gerakan lateral rotasi
Hasil positif jika ada tenderness di dalam sulcus bicipitalis atau tendon ke luar dari sulcus, ini merupakan indikasi tendinitis bicipitalis.
Dalam hal ini tidak ditemukan adanya tenderness saat tes ini dilakukan kepada pasien. Tes ini dinyatakan negatif.
b. Speed Test
Pemeriksa memberikan tahanan pada shoulder pasien yang berada dalam posisi fleksi, secara bersamaan pasien melakukan gerakan supinasi lengan bawah dan ekstensi elbow.
Tes ini positif apabila ada peningkatan tenderness di dalam sulcus bicipitalis dan ini merupakan indikasi tendinitis bicipitalis.
Dalam hal ini tidak ditemukan adanya tenderness saat tes ini dilakukan kepada pasien. Tes ini dinyatakan negatif.
c. Drop-Arm Test / Test Moseley
Tes ini dilakukan untuk mengungkapkan ada tidaknya kerusakan pada otot-otot serta tendon yang menyusun rotator cuff dari bahu. Pemeriksa mengabduksikan shoulder pasien sampai 90 dan meminta pasien menurunkan lengannya secara
perlahan-lahan atau timbul nyeri pada saat mencoba melakukan gerakan tersebut.
30
Dalam hal ini pasien merasakan nyeri saat shoulder diabduksikan, namun tidak merasa nyeri saat shoulder diturunkan secara perlahan. Tes ini dinyatakan negatif.
d. Apley Scratch Test
Pasien diminta menggaruk daerah di sekitar angulus medialis scapula dengan tangan sisi kontra lateral melewati belakang kepala. Pada pola gerakan tersebut otot-otot abductor
dan eksternal rotasi bahu bekerja.
Pada tendonitis supraspinatus, bursitis dan capsulitis adhesive bahu apley scratch tes tidak dapat dilakukan oleh pasien karena timbul nyeri disekitar persendian bahu.
Pasien tidak dapat melakukan tes ini, timbul nyeri saat melakukan tes tersebut. Tes ini dinyatakan postitf.
e. Painful Arc Test
Tes ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya peradangan pada bursa shoulder. Pemeriksa meminta pasien melakukan gerakan abduksi atau mengangkat tangannya ke arah samping.. saat mencapai lingkup gerak sendi antara 70 – 120˚ pasien akan merasa nyeri, karena pada lingkup ini bursa dalam
keadaan tertekan.
Hasil tes positif indikasi bursitis shoulder .
Dalam hal ini pasien mengalami nyeri saat melakukan tes, maka tes ini dinyatakan positif.
B. Diagnosa Fisioterapi 1. Impairment
a. Nyeri pada bahu bagian depan luar.
b. Spasme pada otot-otot penggerak shoulder . c. Terdapat oedema pada bahu kanan.
d. Keterbatasan gerak shoulder kanan. 2. Functional limitation
a. Belum mampu melakukan gerakan-gerakan dasar shoulder. b. Adanya gangguan aktivitas fungional seperti memakai pakaian,
menyisir rambut, mencuci muka, dan yang lainnya. 3. Disability
a. Pasien belum mampu melakukan aktivitas sehari-harinya sebagai atlet renang.
C. Tujuan Fisioterapi
1. Tujuan jangka pendek
a. Mengurangi nyeri dan oedema pada bahu kanan. b. Mengurangi spasme pada otot-otot bahu.
c. Menambah LGS shoulder kanan.
d. Meningkatkan elastisitas sendi shoulder . 2. Tujuan jangka panjang
a. Melanjutkan tujuan jangka pendek dan meningkatkan ADL ke arah mandiri.
32
D. Intervensi Fisioterapi 1. Shortwave Diathermy
Shortwave diathermy dipasang pada bahu kanan pasien dengan posisi pasien duduk rileks.
a. Persiapan pasien
1) Pasien diberikan tes sensibilitas untuk mengetahui ada atau tidaknya gangguan sensibilitas pasien.
2) Area yang akan diterapi dibersihkan dan dipastikan tidak terdapat penghalang.
3) Bagian anggota badan diterapi diberi handuk.
4) Posisi pasien duduk diatas kursi senyaman mungkin
5) Pasien dijelaskan tentang prosedur, tujuan penggunaan alat dan rasa yang timbul
b. Persiapan alat
1) Sebelum dilakukan terapi sebaiknya dilakukan pengecekan pada mesin dan kabel.
2) Posisi saklar dalam keadaan nol/off.
3) Kabel-kabel tidak boleh ada yang dalam keadaan terbuka dan menyentuh bagian tubuh pasien.
c. Pemasangan shortwave diathermy
1) Elektroda yang digunakan adalah glass elektroda.
2) Pemasangan elektroda menggunakan metode contra- planar .
3) Berikan space pada elektroda agar gelombang elektromagnetik yang keluar lebih fokus.
4) Elektroda jangan terlalu menempel pada tubuh pasien. d. Teknik pelaksanaan shortwave diathermy
1) Pasien diposisikan stabil dan rileks.
2) Pasien di intrusikan untuk tidak bergerak selama terapi. 3) Lakukan tes pemeriksaan sensitifitas kulit berupa
panas-dingin. 4) Dosis
a) Intensitas : 1
b) Pulse : Intermitten 2 c) Waktu : 15 menit e. Monitoring evaluasi selama terapi
1) Pastikan posisi tidak bergerak selama sesi terapi.
2) Bila tidak hangat, cek intensitas dan resonansi, tes dengan tabung neon
3) Bila kepanasan, intensitas diturunkan hingga minimal, ditunggu sampai rasa panas hilang kemudian dinaikkan mencapai intensitas 2 dosis awal
4) Bila pasien mengeluh pusing-pusing atau gejala lain, terapi dihentikan, bila banyak berkeringat dipersilahkan segera minum.
34
f. Selesai terapi
1) Intensitas diturunkan sampai nol
2) Peralatan dipindahkan dari tubuh pasien
E. Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan fisioterapi pada kasus frozen shoulder et causa bursitis subdeltoidea sebagian kondisi sub akut menggunakan modalitas shortwave diathermy, hasil evaluasi yang didapat adalah sebagai berikut :
1. Nyeri
Berdasarkan pernyataan pasien terjadi pengurangan nyeri setelah dilakukan terapi.
2. Oedema
Tampak adanya pengurangan oedema setelah dilakukan terapi. 3. Spasme Otot
Berkurangnya ketegangan otot setelah dilakukan terapi. Pengecekan dilakukan dengan cara palpasi pada daerah otot-otot bahu. 4. Keterbatasan Lingkup Gerak Sendi
Nyeri dan ketegangan otot yang berkurang membuat pasien mampu menggerakkan bahunya lebih leluasa. Untuk mendapatkan peningkatan LGS yang lebih maksimal harus didukung dengan
35 A. Simpulan
Makalah ini dapat diambil simpulan bahwa frozen shoulder et causa bursitis subdeltoidea dapat terjadi pada remaja, atlet, dan orang yang memiliki cedera berulang-ulang pada shoulder -nya.
Bursitis subdeltoidea adalah suatu peradangan pada bursa subdeltoidea yang dapat disebabkan oleh trauma langsung setempat, overuse, ruptur rotator cuff atau merupakan kelanjutan dari tendinitis supraspinatus. Peradangan pada bursa ini mengakibatkan bengkak pada daerah bahu, rasa nyeri, ketegangan otot, dan keterbatasan lingkup gerak sendi.
Dari permasalahan yang timbul tersebut tujuan dari penatalaksanaan fisioterapi setelah penanganan konservatif yaitu mengurangi nyeri, mengurangi bengkak, mengurangi spasme otot, menambah LGS dan mengingkatkan aktifitas fungsional dengan modalitas terapi berupa shortwave diathermy.
Shortwave diathermy merupakan modalitas fisioterapi menggunakan gelombang elektromagnetik 27 MHz yang memiliki panjang gelombang 11 m. Shortwave diathermy bertujuan untuk meningkatkan metabolisme, menambah supply darah sehingga aliran darah lancar, semua nutrisi yang berguna untuk jaringan dapat tersalurkan sehingga mempercepat proses
36
penyembuhan, merileksasi jaringan sehingga menurunkan nyeri, bengkak dan spasme.
Dalam pemberian terapi ini perlu diperhatikan mengenai kondisi umum penderita, serta dosis yang diberikan sehinga tercapai tujuan yang diharapkan. Keberhasilan yang dicapai pasien bukan hanya dari peran fisioterapi sendiri melainkan oleh kerja sama antara tim medis lainnya yang bekerja sesuai dengan keahlian masing-masing. Selain itu kerja sama
dengan pasien adalah hal penting yang mempengaruhi penyembuhan pasien tersebut.
B. Saran
1. Keberhasilan suatu terapi tidak hanya dicapai oleh satu ilmu disiplin saja, sebaiknya tim rehabilitasi saling bekerja sama untuk mencapai tujuan baik jangka panjang maupun jangka pendek.
2. Seorang fisioterapi disarankan untuk memberikan pelayanan sebaik- baiknya serta harus menggunakan proses fisioterapi secara tepat dan
37
Anonim. 1995. “ Instruction for Use Phyaction Performa”. Uniphy BV: Netherlands, h. 13
Anonim. Massage Mengembalikan Tonus Otot . Dilihat tanggal 8 Januari 2013 <http://www.inilah.com/read/detail/170915/massage-mengembalikan-tonus-otot>
Anonim. Soulder Bursitis. Dilihat tanggal 29 Desember 2012
<http://www.aidmyrotatorcuff.com/subacromial-shoulder-bursitis-injury/subacromial-shoulder-bursitis-treatments.php>
Armaseto, Binuko. Bursitis Deltoid . Dilihat tanggal 3 Januari 2013 <http://decungkringo.wordpress.com/2012/04/27/bursitis-deltoid-5/> Asri, Suci Prawita. SWD. Dilihat tanggal 7 Januari 2013.
<http://www.scribd.com/doc/86482799/swd>
Fanani, Rahmat. Shortwave Diathermy SWD. Dilihat tanggal 7 Januari 2013. <http://www.scribd.com/doc/53483286/5/G-Short-Wave-Diathermy-SWD>
Gejut, I Made. Non Capsular Pattern Bursitis Subdeltoidea. Dilihat tanggal 27 Desember 2012 <http://www.gejut.com/2012/08/non-capsular-pattern- bursitis.html>
Harmai, Silvia. FROZEN SHOULDER. Dilihat tanggal 22 Januari 2013 <http://silviaphysio.wordpress.com/2012/10/21/frozen-shoulder/>
Hudaya, Prasetya. 1996. “ Dokumen Persiapan Praktek Profesional Fisioterapi I ”. Akademi Fisioterapi Surakarta. Surakarta.
Joseph dan Gerald. 2007. Disorders of the Shoulder, Volume 1 & 2: Diagnosis & Management. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia, hh. 541-542 Kuntoro, Heru Purbo. Aspek Fisioterapi Syndroma Nyeri Bahu. Dilihat tanggal 22
Januari 2013 <http://ortotik-prostetik.blogspot.com/2009/02/aspek-fisioterapi-syndroma-nyeri-bahu.html>
Lines, Medical Guide. “ Bursitis”. Dilihat tanggal 7 Januari 2013. <http://www.mdguidelines.com/bursitis>
Peter, Victoria dan David. 1994. Pain Management by Physiotherapy, Butterworth-Heinemann
38
Shiel, William C. Shoulder Bursitis. Dilihat tangal 7 Januari 2013. <http://www.medicinenet.com/shoulder_bursitis/page3.htm>
Tahir, Muhammad Tasbih. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Penderita Frozen Shoulder . Dilihat tanggal 27 Desember 2012