• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DAFTAR LAMPIRAN

C. Tujuan Kajian

1. Menganalisis kepuasan konsumen yang menjadi pelanggan roti ”BreaHouse". 2. Mengidentifikasi faktor internal dan eksternal perusahaan yang mempengaruhi

pengembangan usaha roti "Breadhouse"

3. Menyusun strategi pengembangan usaha roti "BreadHouse"

D. Kegunaan

1. Memberikan informasi dan masukan bagi pengusaha roti untuk meningkatkan kepuasan pelanggan pada produk yang dihasilkan dalam rangka mengembangkan usahanya, serta para investor dalam mengembangkan usahanya dan yang tertarik untuk berinvestasi dibidang tersebut

2. Sebagai salah satu bahan rujukan bagi instansi akademis, praktisi, serta masyarakat umum yang tertarik pada industri roti.

A. UKM

Saat ini, di Indonesia terdapat 41.301.263 (99,13%) usaha kecil (UK) dan 361.052 (0,86%) usaha menengah (UM). Kedua usaha tersebut atau dikenal sebagai Usaha Kecil Menengah (UKM) meliputi 99,9% pelaku usaha dalam perekonomian nasional negeri ini atau sandaran utama mata pencaharian rakyat, karena memiliki kemampuan untuk mengatasi pengangguran sehingga UKM merupakan kekuatan riil yang perlu mendapat perhatian. Hal tersebut disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Profil Usaha di Indonesia

Skala Usaha Parameter

Usaha Kecil Usaha Menengah Usaha Besar

Jumlah (unit/ %) 41.301.263/99,13 361.052/0,86 2.158/0,01

Kesempatan Kerja (%) 88,92 10,54 0,54

Nilai Tambah (% terhadap ekonomi)

43,52 15,42 44,94

Produktifitas Kecil Sedang Besar

Sumber : Hubeis (2006)

Menurut Hubeis (2006), Usaha Kecil Menengah (UKM) mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagi berikut :

1. Kelebihan

a. Organisasi internal sederhana terutama pada Usaha Mikro dan Kecil (UMK), sedangkan pada usaha menengah cukup terstruktur

b. Mampu meningkatkan ekonomi kerakyatan/padat karya, dan berpeluang untuk mengisi pasar ekspor dan mensubstitusi impor

c. Relatif aman bagi perbankan dalam pemberian kredit d. Bergerak di bidang usaha yang cepat menghasilkan e. Mampu memperpendek rantai distribusi

2. Kekurangan

a. Lemah dalam kewirausahaan dan manajerial b. Keterbatasan ketersediaan keuangan

c. Ketidakmampuan pemenuhan aspek pasar

d. Keterbatasan pengetahuan produksi dan teknologi e. Ketidakmampuan informasi

f. Tidak didukung kebijakan dan regulasi memadai g. Tidak terorganisir dalam jaringan dan kerjasama h. Sering tidak memnuhi standar

Berdasarkan ciri-ciri umum diatas, dapat dilihat bahwa kelemahan utama UKM terletak pada lemahnya kemampuan manejerial, baik dalam perencanaan, pengorganisasian, pemasaran maupun akutansi.

B. Produk

1. Siklus Hidup Produk

Menurut Tjiptono (1999), produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan atau dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan. Produk dibuat untuk menghasilkan nilai. Untuk mencapai hal tersebut produk harus memiliki 2 unsur, yaitu : a. Harus ada yang membeli produk tersebut

b. Produk harus memenuhi kebutuhan tertentu, artinya harus memberikan manfaat yang berharga bagi pelanggan.

Seperti halnya manusia, suatu produk juga memiliki siklus hidup. Menurut Evan dan Berman (1982), siklus hidup produk adalah konsep yang berusaha menggambarkan penjualan, keuntungan, konsumen, pesaing dan perhatian pemasaran sejak lahirnya sampai tergesernya produk dari pasar. Ada 4 tahap dalam siklus hidup produk, yaitu :

a. Tahap perkenalan, mempunyai ciri-ciri : penjualan masih rendah, volumen pasar belum berkembang, persaingan masih relatif kecil, tingkat kegagalan relatif tinggi, biaya produksi dan pemasaran tinggi, serta distribusi yang masih terbatas.

b. Tahap pertumbuhan, mempunyai ciri-ciri : melonjaknya tingkat penjualan, persaingan masih berkembang, peningkatan laba akibat turunnya biaya produksi, serta penambahan jalur distribusi

c. Tahap kedewasaan , mempunyai ciri-ciri : pertumbuhan penjualan makin berkurang, pasar jenuh, penuhnya jalur distribusi, konsumen mulai beralih ke produk subtitusi.

d. Tahap kemunduran, mempunyai ciri-ciri : penjualan makin menurun karena didorong perubahan selera pasar, produk subtitusi diterima konsumen dan perubahan teknologi.

2. Produk Baru

Dalam strategi produk baru terdapat 3 alternatif, yaitu penyempurnaan atau modifikasi produk, produk imitasi/tiruan dan inovasi produk. Menurut Booz et al di dalam Hiam dan Schewe (1994), kategori produk baru berdasarkan tingkat kebaruannya (newness) bagi perusahaan dan pasar adalah :

a. Produk yang benar-benar baru (baru bagi dunia)

Dalam hal ini, produk baru sebagai hasil dari inovasi yang menciptakan pasar baru

b. Lini produk baru

Produk baru yang memungkinkan perusahaan untuk memasuki pasar yang sebelumnya telah ada untuk pertama kali

c. Tambahan pada lini produk yang sudah ada

Produk baru yang melengkapi lini produk yang sudah ada (misalnya ukuran kemasan baru, rasa berbeda dan lain-lain)

d. Penyempurnaan sebagai revisi terhadap produk yang sudah ada. Penyempurnaan produk merupakan pengenalan versi baru atau model produk yang telah disempurnakan untuk menggantikan produk lama (Jain, 1990)

e. Repositioning

f. Pengurangan biaya

Produk baru yang menghasilkan unjuk kerja sama pada tingkat biaya yang lebih rendah.

Kotler (2002) menyebutkan 4 sukses dalam pengembangan produk, yaitu : a. Produk superior yang unik

Suatu produk yang memiliki ciri khas dan keunggulan tersendiri merupakan faktor yang penting dalam keberhasilan sutau produk. Produk tersebut harus unggul dalam bentuk, kemampuan inovatif, dan dapat memenuhi kebutuhan konsumen dengan baik dibanding pesaing b. Konsep produk yang didefinisikan dengan baik sebelum

pengembangan

Kelangsungan hidup suatu produk bergantung terhadap pembeli potensial. Oleh karena itu, pengertian yang lebih mendalam mengenai keadaan pasar bersamaan dengan usaha pemasaran yang efektif sangat penting bagi keberhasilan produk, dimana produk secara cermat menentukan dan menilai pasar sasaran

c. Sinergi teknologi pemasaran, mutu pelaksanaan dalam semua tahap Perusahaan yang memiliki kekuatan dan kesesuaian antara keahlian teknis dan sumberdaya produksi yang dimiliki merupakan suatu kunci sukses jika kedua kriteria telah dipenuhi.

d. Struktur organisasi yang efektif

Dalam hal ini faktor sumber daya manusia harus dikoordinasikan agar kegiatan pengembangan produk berjalan dengan lancar melalui struktur organisasi yang efektif.

C. Kepuasan Konsumen

Kotler (2002) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya, sedangkan Wilkie mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai suatu tanggapan emosial pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa (Tjiptono,1999).

Kepuasan merupakan tingkat perasaan konsumen yang diperoleh setelah konsumen melakukan/menikmati sesuatu. Dengan demikian dapat diartikan bahwa kepuasan konsumen merupakan perbedaan antara yang diharapkan konsumen (nilai harapan) dengan situasi yang diberikan perusahaan di dalam usaha memenuhi harapan konsumen.

Supranto (1997) mengemukakan bahwa : 1. Nilai harapan = nilai persepsi konsumen puas.

2. Nilai harapan < nilai persepsi maka konsumen sangat puas. 3. Nilai harapan > nilai persepsi maka konsumen tidak puas.

Nilai harapan dibentuk melalui pengalaman masa lalu, komentar atau saran dari pengguna dan informasi dari pesaing. Adapun nilai persepsi adalah kemampuan perusahaan di dalam melayani memuaskan konsumen. Engel (1994) ada tiga harapan mengenai suatu produk atau jasa yang diidentifikasi oleh beberapa peneliti yaitu :

1. Kenerja yang wajar 2. Kinerja yang ideal 3. Kinerja yang diharapkan

Kinerja yang diharapkan adalah yang paling sering digunakan dalam penelitian karena logis dalam proses evaluasi alternatif yang dibahas. Ketidakpuasan konsumen terhadap suatu jasa pelayanan karena tidak sesuai dengan yang diharapkan dapat berdampak negatif terhadap keberhasilan jasa pelayanan tersebut .

D. Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah

Syaukat (2002) mengatakan bahwa pengembangan usaha kecil dan menengah tergantung pada beberapa faktor, antara lain :

1. Kemampuan usaha kecil, menengah dan koperasi dijadikan kekuatan utama pengembangan ekonomi berbasis lokal yang mengandalkan endogenous resources di Kota/Kabupaten.

2. Kemampuan usaha kecil, menengah dan koperasi dalam peningkatan produktivitas, efisiensi dan daya saing.

3. Menghasilkan produk yang bermutu dan berorientasi pasar (domestik maupun ekspor).

4. Berbasis bahan baku domestik. 5. Substitusi impor.

Syaukat (2002) mengatakan bahwa langkah-langkah operasional pengembangan usaha kecil dan menengah adalah :

1. Tahap pertama :

a. Penumbuhan iklim usaha kondusif.

b. Kebijakan persaingan sehat dan pengurangan distorsi pasar.

c. Kebijakan ekonomi yang memberikan peluang bagi usaha kecil, menengah, dan koperasi untuk mengurangi beban biaya yang tidak berhubungan dengan proses produksi.

d. Kebijakan penumbuhan kemitraan dengan prinsip saling memerlukan, memperkuat dan saling menguntungkan.

2. Tahap kedua :

1. Dukungan penguatan.

2. Peningkatan kualitas SDM usaha kecil, menengah dan koperasi. 3. Peningkatan penguasaan teknologi.

4. Peningkatan penguasaan informasi. 5. Peningkatan penguasaan modal. 6. Peningkatan penguasaan pasar. 7. Perbaikan organisasi dan manajemen. 8. Pencadangan tempat usaha.

E. Aplikasi Manejeman Strategi Pengembangan Usaha Kecil Roti

Manajemen strategi merupakan seni pengetahuan untuk merumuskan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsional yang membuat organisasi mampu mencapai obyektifnya (David, 1997). Rumusan perencanaan tersebut harus menyeluruh dan terpadu, agar perusahaan atau organisasi dapat menjawab misi dan tujuan yang telah ditetapkan. Penggunaan konsep dan teknik manajemen strategi dalam lingkungan industri yang dijalankan oleh perusahaan dapat dilaksanakan dengan pendekatan

proaktif, memperhatikan kekuatan dan kelemahan perusahaan dalam menghadapi setiap ancaman dan peluang yang ada. Pengalaman membuktikan bahwa perusahaan yang melakukan perencanaan strategi berpeluang besar mencapai kesuksesan, jika dibandingkan dengan yang tidak melakukannya.

Penerapan manajemen strategi dalam usaha kecil khususnya roti untuk melakukan pengembangan usaha, sehingga dapat melakukan efisiensi dan efektifitas yang dapat meningkatkan keuntungan (profit), serta selain itu penerapan manajemen strategi akan memberikan dampak bagi terbukanya peluang pasar baru dan kontinuitas produk roti.

Menurut David (1997), teknik perumusan strategi yang digunakan untuk membantu menganalisa, mengevaluasi dan memilih strategi terdiri dari tiga tahap yaitu :

1. Tahap mengumpulkan data yang meringkas informasi input dasar yang diperlukan untuk merumuskan strategi.

2. Tahap pencocokan, berfokus pada strategi alternatif yang layak dengan memadukan faktor eksternal dan internal.

3. Tahap keputusan, merupakan tahap untuk memilih strategi yang spesifik dan terbaik dari berbagai strategi alternatif yang ada untuk diimplementasikan.

A. Pengumpulan data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer melalui survei lapangan, wawancara dengan pemilik perusahaan, karyawan, dan konsumen. Data primer diperoleh dari 100 responden dengan alat bantu kuesioner (Lampiran 1). Penyebaran kuesioner dilakukan kepada 100 respoden tersebut dengan komposisi : Depok sebanyak 52 responden, 20 responden di Bekasi, 10 responden di Jakarta Selatan, Bogor sebanyak 9 respoden, dan 9 responden di Jakarta Timur. Kuesioner dibawa oleh sales pada saat menjual roti, sehingga komposisi populasi sesuai dengan area keliling sales. Pengumpulan data sekunder melalui penulusuran pustaka, dokumen dan laporan instansi terkait.

B. Metode Analisis

Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Deskriptif, yaitu pengumpulan data mengenai informasi potensi bahan

baku, prospek pasar dan keuangan yang berkaitan dengan pasokan bahan baku yang telah dikeluarkan oleh perusahaan. Data lain yang dibutuhkan adalah permintaan pasar dan pesaing strategis secara makro di bidang industri roti ini.

2. Matriks EFE (Internal Factor Evaluation) dan IFE (Internal Factor Evaluation).

Matriks EFE membantu pengambil keputusan untuk meringkas dan mengevaluasi informasi lingkungan eksternal, yaitu ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik, pemerintah, teknologi, dan sebagainya. Sedangkan matriks IFE digunakan untuk meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama yang dihadapi perusahaan (David, 1997).

David (1997) menyebutkan 5 langkah yang diperlukan untuk menyusun matrik EFE dan IFE, yaitu :

a. Daftar faktor-faktor eksternal dan internal, termasuk peluang, ancaman, kelemahan, dan kekuatan, yang berpengaruh terhadap perusahaan dan industrinya. Daftar yang disusun harus diusahakan seteliti mungkin. b. Berikan pembobotan untuk setiap faktor yang menunjukkan

kepentingan relatif setiap faktor. Pembobotan berkisar antara 0,0 (tidak penting) hingga 1,0 (sangat penting).

c. Tentukan rating setiap faktor untuk menunjukkan keefektifan strategi perusahaan dalam merespon faktor-faktor tersebut. Rating tersebut adalah 1 (lemah), 2 (rata-rata), 3 (di atas rata-rata) dan 4 (superior). d. Setiap rating digandakan dengan masing-masing bobot untuk setiap

variabelnya.

e. Skor yang diperoleh dijumlahkan, sehingga diperoleh total skor organisasi. Total skor berkisar antara 1,0–4,0 dengan rata-rata 2,5. Total skor 4,0 menunjukkan organisasi merespon peluang maupun ancaman yang dihadapinya dengan sangat baik. Sedangkan total skor 1,0 menunjukkan organisasi tidak dapat memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman yang ada.

Tabel 4. Matriks IFE/EFE

Faktor Internal Bobot (a) Rating (b) Total Skor (axb) Kekuatan 1. 2. Kelemahan 1. 2. Faktor Eksternal Peluang 1. 2. Ancaman 1. 2. Sumber : David, 1997

3. Matriks Internal dan Eksternal (Internal dan Eksternal Matriks/IE Matriks)

Matriks IFE dan EFE digunakan untuk mengumpulkan infromasi yang akan digunakan pada tahap pemaduan. Matriks IE didasarkan pada dua dimensi, yaitu total skor IFE pada sumbu total skor IFE dibagi tiga kategori, yaitu 1,0 – 1,99 menunjukkan posisi eksternal lemah, 2,0-2,99 menunjukkan kondisi eksternal rata-rata dan 3,0-4,0 menunjukkan kondisi eksternal yang kuat. Matriks IE bisa dilihat pada Gambar 1.

Matriks IE dibagi menjadi tiga daerah utama yang mempunyai implikasi strategi yang berbeda. Tiga daerah utama tersebut adalah :

a. Daerah 1 meliputi sel I, II, atau IV termasuk dalam daerah grow and build. Strategi yang sesuai dengan daerah ini adalah strategi intensif, misalnya penetrasi pasar, pengembangan pasar, atau pengembangan produk dan strategi integratif misalnya integrasi horizontal dan integrasi vertikal.

b. Daerah II meliputi sel III, V, atau VII. Strategi yang paling sesuai adalah strategi-strategi hold and maintain. Yang termasuk dalam strategi ini misalnya adalah penetrasi pasar dan pengembangan produk. c. Daerah III, meliputi sel VI, VIII, atau IX adalah daerah harvest dan

divest.

4. Matriks SWOT

Alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis perusahaan adalah matriks SWOT yang dapat dilihat pada Tabel 5. Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis.

INTERNAL FACTOR EVALUATION Kuat Rata-rata Lemah 4,0 3,0 2,0 1,0 Tinggi I II III THE 3,0 EXTERNAL FACTOR Sedang IV V VI EVALUATION 2,0

Rendah VII VIII IX

1,0

Gambar 1. Matriks IE (Kotler, 2002)

Tabel 5. Matriks SWOT Internal Eksternal Strength (S) Tentukan 5-10 faktor Kekuatan internal Weaknesses (W) Tentukan 5-10 faktor Kelemahan internal Strength (S) Tentukan 5-10 faktor Peluang eksternal Strategi (S-O) Ciptakan strategi Menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang Strategi (W-O) Ciptakan strategi Meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang Threats (T) Tentukan 5-10 faktor Ancaman eksternal Strategi (S-T) Ciptakan strategi Menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman Strategi (W-T) Ciptakan strategi Meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman Sumber : Rangkuti, 1998

a. Strategi SO, dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.

b. Strategi ST, dibuat berdasarkan kekuatan perusahaan untuk mengatasi ancaman.

c. Strategi WO, diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.

d. Strategi WT, dibuat berdasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada, serta menghindari ancaman.

Setelah memperoleh gambaran yang jelas mengenai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan, maka selanjutnya dapat dipilih alternatif strategi yang akan diterapkan perusahaan dalam mengembangkan produknya. Dengan pilihan strategi yang tepat, perusahaan diharapkan dapat memanfaatkan kekuatan dan peluangnya untuk mengurangi kelemahan dan menghadapi ancaman yang ada. Melalui matrik SWOT didapat alternatif strategi untuk menentukan critical decision, agar perusahaan dapat menerapkan strategi yang tepat.

5. Importance Performance Analysis

Metode yang digunakan untuk menganalisis respon konsumen terhadap produk roti "BreadHouse" adalah deskriptif kuantitatif (Umar, 2003). Respon konsumen dapat dilihat dari penilaian yang diberikan konsumen terhadap karakteristik produk.

Menurut Umar (2003), untuk mengukur sejauhmana tingkat harapan dan tingkat kinerja terhadap perusahaan menurut pendapat konsumen, maka digunakan Importance-Perfomance Analysis (IPA). Tingkat kepentingan dari produk adalah seberapa penting suatu dimensi produk bagi konsumen atau seberapa besar harapan konsumen terhadap kinerja suatu karakteristik. Untuk mengetahui tingkat kepentingan secara nyata dari kinerja produk oleh konsumen digunakan skala interval (Umar, 2003).

Data skala interval diberi skor secara kuantitatif untuk dipakai dalam perhitungan-perhitungan (Tabel 6).

Tabel 6. Skor tingkat kepentingan.

Kriteria Jawaban Skor (Nilai)

Tidak penting 1 Kurang penting 2 Cukup penting 3 Penting 4 Sangat penting 5 Sumber : Umar, 2003.

Untuk tingkat pelaksanaan/kinerja adalah kinerja aktual dari kinerja yang telah diberikan oleh produk roti "BreadHouse" dirasakan oleh pelanggannya. Untuk tingkat pelaksanaan setiap kriteria jawaban memiliki skor tertentu berdasarkan skala interval (Tabel 7).

Tabel 7. Skor Tingkat Pelaksanaan.

Kriteria jawaban Skor (Nilai)

Tidak baik 1 Kurang baik 2 Cukup baik 3 Baik 4 Sangat baik 5 Sumber : Umar, 2003.

Setelah diperoleh hasil penilaian tingkat kepentingan dan tingkat pelaksanaan, maka dilakukan perhitungan mengenai tingkat kepentingan dan tingkat pelaksanaan dari produk. Skor rata-rata kepentingan dikurangi dengan skor rataan pelaksanaan akan diperoleh total skor gap (kesenjangan). Untuk menghitung tingkat kesesuaian konsumen dilakukan dengan cara menghitung perbandingan rataan skor pelaksanaan dan rataan skor kepentingan yang menunjukkan tingkat kepuasan konsumen terhadap pelaksanaan (kinerja) produk yang dihasilkan. Tingkat kesesuaian ini akan menentukan urutan prioritas peningkatan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan.

Adapun rumus yang digunakan berdasarkan Supranto (1997) adalah :

Xi

Tki = x 100% Yi

Keterangan:

Tki = Tingkat kesesuaian responden.

Xi = Rataan skor penilaian kinerja perusahaan. Yi = Rataan skor penilaian harapan konsumen.

Jika bobot tingkat pelaksanaan/kinerja lebih besar atau sama dengan bobot tingkat kepentingan (harapan), berarti kinerja toko telah memenuhi harapan konsumen. Jika bobot kinerja lebih kecil dari bobot tingkat harapan, berarti kinerja masih di bawah harapan. Hal ini menunjukkan bahwa kepuasan konsumen belum tercapai.

Bobot penilaian kinerja perusahaan dan bobot penilaian kepentingan konsumen dirata-ratakan dan diformulasikan ke dalam diagram Kartesius. Masing-masing dimensi diposisikan dalam sebuah diagram, dimana skor rataan penilaian terhadap tingkat pelaksanaan (kinerja) (X) menunjukkan posisi suatu dimensi pada sumbu X, sementara posisi dimensi pada sumbu Y ditunjukkan oleh skor rataan tingkat kepentingan (harapan) konsumen terhadap atribut (Y).

∑Xi ∑Yi X = Y=

n n

Keterangan:

X = Bobot rataan tingkat penilaian kinerja perusahaan Y = Bobot rataan penilaian tingkat harapan konsumen n = jumlah responden

Diagram Kartesius yang dimaksud adalah diagram yang terdiri atas empat kuadran yang dibatasi oleh dua buah garis berpotongan tegak lurus pada titik (X,Y).

∑Xi ∑Yi X = Y =

K K

Keterangan:

X = Rata-rata dari rataan bobot tingkat kinerja perusahaan. Y = Rata-rata dari rataan bobot tingkat harapan perusahaan. K = Banyaknya atribut yang dapat mempengaruhi kepuasan konsumen.

Hasil dari perhitungan nilai X dan Y digunakan sebagai pasangan koordinat titik-titik dimensi yang memposisikan suatu dimensi pada diagram Kartesius (Gambar 2)

Y = Tingkat Kepentingan Prioritas utama A Pertahankan posisi B Prioritas rendah C Berlebihan D Gambar 2. Diagram Kartesius, (Umar 2003)

Setiap hasil akan menempati salah satu kuadran dalam diagram Kartesius yang terdiri atas

a. Kuadran A (Prioritas Utama)

Kinerja suatu dimensi adalah lebih rendah dari keinginan konsumen, sehingga pihak "BreadHouse" harus meningkatkan kinerjanya agar optimal.

b. Kuadran B (Pertahankan Prestasi)

Kinerja dan keinginan konsumen pada suatu dimensi berada pada tingkat tinggi dan sesuai, sehingga pihak "BreadHouse" cukup mempertahankan kinerja dimensi tersebut.

c. Kuadran C (Prioritas Rendah)

Kinerja dan keinginan konsumen pada suatu dimensi berada pada tingkat rendah, sehingga pihak "BreadHouse" belum perlu melakukan perbaikan.

d. Kuadran D (Berlebihan)

Kinerja perusahaan berada pada tingkat tinggi tetapi keinginan konsumen akan kinerja dari dimensi tersebut rendah, sehingga pihak "BreadHouse" tidak perlu lagi meningkatkan kinerja karakteristik ini, sehingga sumber daya perusahaan dapat dialokasikan untuk melaksanakan prioritas utama.

Menurut Handi (2002) bahwa kelebihan dengan menggunakan metode ini adalah lebih efisien, Peneliti kepuasan pelanggan, tidak hanya mendapatkan indeks kepuasan pelanggan, tetapi sekaligus memperoleh informasi yang berhubungan dengan dimensi atau atribut yang perlu diperbaiki. Hal ini dimungkinkan karena skor dari setiap dimensi atau skordari setiap atribut dapat diperoleh.

6. Customer Satisfaction Index (CSI)

Customer Satisfaction Index (Index Kepuasan Pelanggan) diperlukan untuk mengetahui tingkat kepuasan responden secara menyeluruh dengan melihat tingkat kepentingan dari atribut-etribut produk/jasa tersebut.

Stratford dalam Listyari (2006) menyatakan bahwa terdapat empat tahap yang harus dilakukan dalam menghitung CSI, yaitu :

a. Weighting Factors (WF) adalah fungsi dari mean importance score (MIS-i) masing-masing atribut dalam bentuk persen (%) dari total importance score (MIS-t) untuk seluruh atribut yang diuji :

WF = MIS – i

___ x 100 % Total MIS

dimana, I = atribut ke-i

b. Weighted Score (WS) adalah fungsi dari mean satisfaction score (MSS) dikali weighted factors (WF).

WS = MSS x WF

c. Weighted Score (WS) adalah fungsi dari total weighted score (WS) atribut-1 (a-1) hingga atribut -20 (a-20).

WAT = Wsa-1 + Wsa-2+ … + Wsa – 18

d. Customer Satisfaction Index (CSI) adalah fungsi dari weighted average (WA) dibagi highest scale (HS/skala maksimum yang dipakai dalam riset ini (skala 5) dikalikan 100%.

CSI = WA x 100 % HS

Kriteria indeks kepuasan menggunakan kisaran 0,00 hingga 1,00 (tidak puas hingga puas), yang dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Kriteria nilai indeks kepuasan pelanggan (CSI).

Nilai IKP Kriteria

0,00-0,34 Tidak Puas

0,35-0,50 Kurang Puas

0,51-0,65 Cukup Puas

0,66-0,80 Puas

0,81-1,00 Sangat Puas

Sumber : Stratford dalam Listyari (2006)

A. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

“BreadHouse” merupakan perusahaan yang memproduksi aneka roti manis dan roti tawar dan menjual langsung produknya dengan menggunakan sales sepeda motor keliling. Usaha ini dimulai pada akhir tahun 2006 yang dipegang sendiri oleh si pemilik yaitu Bapak Aris Susanto. Berdasarkan modal sebesar 150 juta rupiah milik sendiri, mulailah Bapak Aris membeli perangkat dapur pembuat roti seperti oven, mixer, meja, stimer, serta 4 sepeda motor. Pada saat itu perusahaan baru memiliki 3 tenaga produksi dan 4 sales, sedangkan kendali perusahaan belum dipegang langsung oleh si pemilik, akan tetapi diserahkan kepada seorang operasional manager. Melihat usaha yang tidak berkembang maka pada awal tahun 2007 pemilik mengambilalih tanggung jawab pengelolaan perusahaan.

Semakin lama produksi roti yang dilakukan oleh “BreadHouse” makin meningkat di mana semula penjualan awal sebesar Rp.37.000.000,- per bulan meningkat menjadi lebih dari Rp.100.000.000,- per bulan. Variasi jenis roti yang dijual semakin banyak dan area pemasaran juga semakin luas. Saat ini ada 39 jenis roti manis dan 7 jenis roti tawar dengan area penjualan Depok, Bekasi, Jakarta Selatan, Jakarta Timur dan Bogor. Pada mulanya “BreadHouse” berlokasi menjadi satu dengan rumah pemiliknya yaitu Perumahan Permata Arcadia Cimanggis Depok Blok B2 No.48, dengan semakin besar produksi roti serta semakin banyak karyawan baik sales

Dokumen terkait