BAB IV. USAHA MENINGKATKAN SEMANGAT PELAYANAN KATEKIS
B. Tujuan Katekese Umat
Setiap kegiatan yang dilakukan tentunya memiliki tujuan yang ingin dicapai begitu juga dengan katekese umat. Menurut PKKI II tahun 1980 tujuan dari katekese umat adalah:
Supaya dalam terang Injil kita semakin meresapi arti pengalaman hidup kita sehari-hari;
dan kita bertobat (metanoia) kepada Allah dan semakin menyadari kehadiran-Nya dalam kenyataan hidup sehari-hari;
dengan demikian kita semakin sempurna beriman, berharap, mengamalkan cinta kasih dan makin dikukuhkan hidup Kristiani kita; kita makin bersatu dalam kristus, makin menjemaat, makin tegas mewujudkan tugas Gereja setempat dan mengokohkan Gereja semesta; sehingga kita sanggup memeri kesaksian tentang Kristus dalam hidup di tengah masyarakat (Huber, 1980: 16)
Berdasarkan pengertian di atas tampaklah bahwa tujuan dari katekese umat adalah menjawab kerinduan umat akan kehadiran Allah dalam hidup mereka sehingga mereka merasakan kehadiran Allah dalam pergulatan hidup mereka sehari-hari. Umat mampu memperbaharui hidup secara terus menerus (metanoia) dan semakin beriman kepada Yesus Kristus dengan mengamalkan kasih serta menghadirkan Kerajaan Allah di tengah dunia. Selain itu tujuan dari katekese umat adalah menjawab kebutuhan hidup umat yang relevan dengan kehidupan zaman sekarang. Jadi katekese umat merupakan suatu kegiatan gerejawi untuk membantu umat (memahami), menghayati dan mewujudkan iman dalam hidup sehari-hari dengan melayani orang yang membutuhkan.
C. Shared Christian Praxis sebagai Suatu Model Katekese Umat
Dalam rangka membantu katekis untuk semakin menghayati tugas pelayanannya dengan meneladani spiritulitas pelayanan Ibu Teresa penulis memilih
katekese umat karena menurut penulis ini sanggat cocok dengan katekis yang hidup bersama dalam masyarakat. Seperti Ibu Teresa yang tergugah hatinya ketika melihat apa yang sedang dihadapi oleh masyarakat yang diharapkan katekis juga dapat merasakan hal yang sama. Dengan mendengarkan sharing dari umat pemahaman dan pengetahuan katekis tentang dunia sekitarnya akan semakin bertambah dan berkembang. Bagaimanapun juga kehidupan katekis tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bermasyarakat karena katekis merupakan bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat karena katekis adalah bagian dari masyarakat itu.
Shared Christian Praxis (SCP) adalah suatu pendekatan berkatekese yang bersifat dialogal dan partisipatif yang bertujuan untuk mendorong peserta, berdasarkan konfrontasi antara “tradisi” dan “visi” hidup mereka dengan tradisi dan visi Kristiani. Orientasi utama dari model ini adalah praxsis yaitu perwujudan nilai-nilai Kerajaan Allah dalam kehidupan pribadi, masyarakat dan Gereja. Keterlibatan kongkrit dalam mewujudkan Kerajaan Allah mengandaikan bahwa peserta baik pribadi maupun bersama mengalami proses metanoia atau pertobatan yang terus-menerus. Pertobatan ini mengantar peserta pada integritas pribadi sebagai subjek dan mendorong mereka untuk selalu penuh perhatian dan peka pada apa yang terjadi dalam dirinya sendiri, Gereja dan masyarakat. Sehingga dengan tegas mengambil keputusan yang tepat demi terwujudnya Kerajaan Allah bagi semua orang (Sumarno, 2007: 14-15).
1. Pengertian Shared Christian Praxis
Buku Thomas H. Groome yang berjudul “Shared Christian Praxis” ada 3 komponen Shared Christian Praxis.
a. Praxis
Praxis dalam pengertian model katekese ini bukanlah hanya suatu praktek saja, tetapi suatu tindakan yang sudah direfleksikan. Praxis sebagai perbuatan atau tindakan meliputi seluruh keterlibatan manusia dalam dunia, segala sesuatu yang diperbuat oleh manusia dengan tujuan tertentu atau dengan sengaja. Praxis mengacu pada tindakan manusia yang mempunyai tujuan untuk perubahan hidup meliputi kesatuan antara praktek dan teori (yang membentuk suatu kreatifitas), antara refleksi kritis dan kesadaran historis (yang mengarah pada keterlibatan baru). Praxis ini mencakup ungkapan pribadi yang mengacu ungkapan fisik, emosional, intelektual, spiritual dari hidup manusia. Tindakan ini meliputi sesuatu yang dimiliki, dialami dan dirasakan oleh manusia. Praxis merupakan titik temu antara peristiwa masa kini yang dipengaruhi oleh peristiwa di masa lampau dan peristiwa yang akan terjadi di masa depan. Praxis mempunyai tiga unsur pembentuk yang saling berkaitan: aktivitas, refleksi dan kreativitas. Ketiga unsur pembentuk itu berfungsi untuk membangkitkan perkembangan imaginasi, meneguhkan kehendak dan mendorong praxis baru yang dapat dipertanggungjawabkan secara etis dan moral (Groome, 1997: 2).
1) Aktivitas
Aktivitas meliputi kegiatan mental dan fisik, kesadaran, tindakan personal dan sosial, hidup pribadi dan kegiatan publik yang semuanya merupakan medan untuk perwujudan diri manusia sebagai subjek karena bersifat historis, maka aktivitas hidup manusia perlu ditempatkan di dalam konteks waktu dan tempat tertentu (Groome, 1997: 2).
2) Refleksi
Penekanan pada bagian ini terlebih pada bagian refleksi secara kritis mengenai tindakan historis personal dan sosial, praksis pribadi dan kehidupan masyarakat, serta tradisi dan visi iman kristiani sepanjang sejarah. Dengan adanya refleksi secara kritis ini, diharapkan peserta dapat menganalisa, memahami tempat dan peran mereka, memahami keadaan masyarakat beserta permasalahannya, serta menemukan kekayaan refleksi iman Kristiani sebagai sabda yang hidup (Groome, 1997: 2).
3) Kreativitas
Kreativitas merupakan perpaduan antara aktivitas dan refleksi yang yang menggarisbawahi “sifat transenden” manusia. Penekanan komponen ini adalah dinamika praksis di masa depan yang terus berkembang sehingga melahirkan praksis baru (Groome, 1997: 2).
b. Christian
Katekese model SCP mengusahakan agar kekayaan iman Kristiani dan visinya dapat terjangkau dan semakin relevan dalam kehidupan umat beriman pada zaman sekarang. Kekayaan iman Kristiani mempunyai dua unsur pokok yaitu pengalaman visi dan tradisi Kristiani menyangkut pengalaman iman jemaat yang sungguh dihayati dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks ini, tradisi dipahami sebagai medan perjumpaan antara rahmat Allah yang nyata dalam diri Yesus Kristus dan tanggapan manusia atas rahmat Allah tersebut. Tradisi Kristiani meliputi Kitab Suci, refleksi teologis, sakramen dan sebagainya.
Visi Kristiani menggarisbawahi adanya tanggung jawab dan perutusan orang Kristiani sebagai jalan untuk menghidupi sikap dan semangat kemuridan Kristus. Visi Kristiani yang paling mendasar adalah tanggung jawab untuk mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah dalam praksis hidup konkrit. Visi kristiani menunjuk pada proses sejarah kehidupan manusia yang berkesinambungan dan dinamis, mengundang penilaian, penegasan, membuat pilihan dan keputusan yang tepat.
Tradisi dan visi Kristiani tidak terpisahkan dalam sejarah hidup jemaat Kristiani. Keduanya mengusahakan adanya penyingkapan nilai-nilai Kerjaan Allah di tengah realitas hidup manusia. Oleh karena itu keduanya harus diinterprestasikan berdasarkan kepentingan, nilai dan budaya umat setempat. Keduanya harus menjadi sarana untuk berdialog, menumbuhkan rasa memiliki dan kesatuan sebagai jemaat beriman, sekaligus meneguhkan identitas kristiani (Groome, 1997: 2-3).