• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian yang dilakukan adalah:

1. Mengevaluasi kesesuaian dan daya dukung kawasan untuk pengembangan rumput laut di wilayah pesisir Kabupaten Bantaeng

2. Mengoptimasi pengelolaan budidaya rumput laut di wilayah pesisir Kabupaten Bantaeng.

3. Menelaah keberlanjutan pengelolaan kegiatan rumput laut di wilayah pesisir Kabupaten Bantaeng.

1.3.2 Kegunaan Penelitian.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:

1. Ilmu Pengetahuan. Selama ini penelitian tentang kegiatan rumput laut

dilakukan secara parsial, sedangkan penelitian ini dilakukan dengan melihat berbagai dimensi secara menyeluruh, yaitu dimensi ekologi, ekonomi, sosial- budaya, teknologi dan kelembagaan. Karena itu, diharapkan dapat menjadi acuan yang lebih komprehensif bagi penyelesaian permasalahan yang terjadi dalam pengembangan kegiatan rumput laut yang berkelanjutan.

2. Nelayan rumput laut. Pengembangan kegiatan rumput laut oleh masyarakat

akan disesuaikan dengan daya dukung lahan, sehingga kegiatan mereka dapat optimal dan berkelanjutan.

3. Pengusaha. Akan diperoleh bahan baku yang memiliki kualitas, kuantitas dan kontinyuitas yang terjamin untuk industri pengolahan rumput laut.

4. Pemerintah. Pertama, suatu referensi tentang tata ruang terkait dengan

pengelolaan wilayah pesisir dan lautan; kedua, mendukung pemerintah di dalam penentuan produk unggulan daerah; dan ketiga, sebagai bahan acuan dalam merumuskan kebijakan pada pengembangan kegiatan rumput laut agar menjadi basis yang dapat diandalkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir, utamanya bagi petani rumput laut yang selama ini masih hidup dalam kemiskinan.

1.4 Kerangka Pikir

Kegiatan rumput laut telah berkembang dengan pesat di Kabupaten Bantaeng. Hal ini dapat dilihat dari pertambahan luas lahan budidaya rumput laut setiap tahun, yakni pada tahun 2001 baru 505.2 ha; tahun 2002 menjadi 885.2 ha; tahun 2003, 1 875 ha; tahun 2004, 1952 ha; dan pada tahun 2005 telah mencapai 1965 ha (Subdin Perikanan dan Kelautan 2006). Akan tetapi pengelolaannya belum optimal, baik dilihat dari dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologinya maupun kelembagaannya.

Penanaman rumput laut yang dilakukan di sepanjang wilayah pesisir yang lebarnya mencapai 3-5 km ke arah laut tidak memperhatikan unsur kesesuaian lahan dan daya dukung lingkungan sehingga bisa berakibat terjadinya degradasi lahan budidaya jika dilihat dari dimensi ekologi. Efek selanjutnya kemungkinan produktivitas dan kualitas bisa menurun yang berarti akan mempengaruhi dimensi ekonomi dengan menurunnya pendapatan yang diperoleh petani rumput laut. Menurunnya tingkat pendapatan akan mempengaruhi kesejateraan keluarga petani sehingga sulit memenuhi kebutuhan terhadap pendidikan anak-anaknya dan kesehatan keluarga. Budidaya yang memanfaatkan wilayah pesisir secara maksimal tanpa menyisakan jalur lalu lintas perahu dan ruang untuk kegiatan memancing kadang-kadang menimbulkan konflik diantara stakeholder. Sampai saat ini, belum ada kelembagaan yang bisa memfasilitasi petani rumput laut dalam mengakses modal, keterampilan budidaya, peningkatan kualitas produk dan informasi pasar.

Permasalahan rumput laut sampai saat ini di Kabupaten Bantaeng adalah pemanfaatan lahan yang tidak terkendali akibat antusiasme masyarakat yang sangat tinggi terhadap kegiatan rumput laut. Apabila hal ini terus berlanjut tanpa adanya pengaturan, dikhawatirkan akan mengakibatan terlampauinya daya dukung perairan terhadap budidaya rumput laut yang bisa menyebabkan degradasi lahan yang pada akhirnya bisa berpengaruh terhadap produktivitas, kualitas dan kontinuitas produksi rumput laut. Lebih ke belakang lagi, faktor-faktor penyebab permasalahan ini disebabkan karena para stakeholder belum terkoordinir serta belum mempunya visi yang sama pada pengelolaan kegiatan rumput laut, mulai dari petani rumput laut sebagai produsen, pedagang pengumpul (ponggawa),

pedagang besar hingga ke pengusaha pengolah chip dan powder serta semua jasa pendukungnya dalam rangka kemajuan bersama.

Gambar 1 Alur Pikir Optimasi Pemanfaatan Sumberdaya Rumput Laut di Wilayah Pesisir Kabupaten Bantaeng

Kawasan Pesisir Kabupaten Bantaeng Analisis Pengelolaan RL di Kawasan pesisir Kab. Bantaeng Kesesuaian Biofisik 1. Teknologi BD 2. Pascapanen 3. SDM 4. Kelembagaan Akar Permasalahan 1. Antusiasme masyarakat 2. Pengelolaan belum tepat 1. Konflik Pemanfaatan Tata Ruang 2. Pencemaran Analisis: 1. Kelayakan Kegiatan 2. Teknologi BD 3. Kelembagaan 4. Kebutuhan Daya Dukung Kawasan Keberlanjutan Kesesuaian Oseanografi

Kesesuaian Kualitas Air

Analisis Kesesuaian

MODEL OPTIMASI PENGELOLAAN SUMBEDAYA RUMPUT LAUT

DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN BANTAENG

Pengelolaan yang optimal dan terpadu diantara semua stakeholder,

merupakan salah satu konsep yang bisa mengatasi permasalahan tersebut dari akarnya. Dan agar semua stakeholder bisa dikoordinir maka konsep pengelolaan tersebut harus bisa memberikan keuntungan secara proporsional kepada setiap

stakeholder. Konsep pengelolaan yang terpadu dan bisa memberikan keuntungan

secara proporsional kepada setiap stakeholder, dengan dukungan data dari berbagai hasil analisis seperti hasil analisis kesesuaian lahan, daya dukung lingkungan, ekonomi, sosial budaya, supply-demand, teknologi budidaya dan pasca panen, diharapkan akan bisa menjamin keberlanjutan kegiatan budidaya rumput laut masyarakat, baik dari dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi maupun kelembagaan.

1.5 Novelty Penelitian:

Hasil penelusuran pustaka yang telah dilakukan, diperoleh informasi bahwa penelitian rumput laut yang telah dilakukan sudah sangat banyak, seperti yang telah dilakukan oleh Syahputra (2005) tentang pertumbuhan dan kandungan karaginan rumput laut K.alvarezii yang dibudidayakan pada kondisi lingkungan dan jarak tanam yang berbeda; tentang pengelolaan sumberdaya perairan Teluk Tamiang Kabupaten Kotabaru untuk pengembangan budidaya rumput laut

K.alvarezii (Amarullah 2007); Kajian pertumbuhan, produksi dan kandungan

karaginan rumput laut K.alvarezii pada berbagai bobot bibit dan asal tallus di perairan desa Guruaping Oba Maluku Utara (Kusdi HI Iksan 2005); Kajian ekologis dan biologi untuk pengembangan budidaya rumput laut K.alvarezii di kecamatan Kupang Barat Kabupaten Kupang NTT (Kamlasi 2008); Kajian ekologi-ekonomi kegiatan pembudidayaan rumput laut di kawasan terumbu karang pulau Nain kabupaten Minahasa Sulawesi Utara (Lukas Lotharius Jansen Josef Mondoringin 2005); Kajian pertumbuhan dan tentang kandungan karagenan rumput laut K.alvarezii yang terkena penyakit ice-ice di perairan pulau Pari Kepulauan Seribu (Amiluddin 2007) serta Kajian potensi sumberdaya untuk pengelolaan budidaya rumput laut dan ikan kerapu di wilayah pesisir kecamatan Ampibabo Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah (Sallata 2007).

Penelitian yang telah dilakukan tersebut, adalah penelitian aspek-aspek budidaya, ekonomi, ekologi, penanganan pascapanen dan pengolahan pasca panen

yang dilaksanakan secara parsial pada setiap aspek. Belum dilakukan secara menyeluruh pada setiap aspek. Lokasi dari setiap penelitian di atas merupakan daerah terlindung, seperti teluk, sesuai dengan referensi bahwa salah satu kriteria/persyaratan lokasi budidaya rumput laut adalah wilayah yang terlindung atau perairan pulau-pulau kecil yang tidak terlalu dipengaruhi oleh gelombang dan arus kuat, pencemaran antropogenik dan limpasan air tawar dari aliran sungai. Berbeda dengan wilayah kajian yang merupakan peraian terbuka yang berada pada wilayah pesisir pulau besar.

Ditinjau dari aspek produksi rumput laut yang dihasilkan, produksi pada perairan terbuka pada musim timur sama atau bahkan lebih tinggi bila dibandingkan dengan perairan terlindung. Produktivitas pada wilayah kajian adalah 2-3 ton//ha/panen sementara hasil penelitian Kamlasi 2008, menemukan 1.5 ton/ha/panen; Budiyono 2003, mendapatkan 40-60 ton berat basah/ha/Tahun; Mondoringi 2005, mendapatkan 3 093 ton berat kering/ha/panen

Novelty dari penelitian ini adalah:

1. Dilakukan secara terpadu dan menyeluruh dari berbagai aspek yaitu aspek ekologi, ekonomi, sosial-budaya, teknologi dan kelembagaan mulai dari tahap budidaya sampai tahap pemasaran.

2. Lokasi penelitian yang merupakan perairan terbuka menurut panduan teknis budidaya tidak memenuhi syarat untuk kegiatan budidaya rumput laut ternyata produktivitasnya sama bahkan lebih besar dibandingkan dengan perairan yang terlindung

II. TINJAUAN PUSTAKA

Dokumen terkait