• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tujuan Konsumsi

Dalam dokumen E-BOOK Pengantar Ekonomi Islam.pdf (Halaman 66-71)

BAB 5 PRINSIP KONSUMSI ISLAM

D. Tujuan Konsumsi

                     .

Dihalalkan bagimu binatang buruan lautdan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan, dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram, dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.

5. Prinsip moralitas

Seorang muslim diajarkan untuk menyebut nama Allah sebelum makan dan menyatakan terima kasih kepadanya setelah makan.

D. Tujuan Konsumsi

Bagi sahabat Mu‟awiyah, kuncinya adalah bagaimana kita mengatur anggaran pendapatan dan belanja rumah tangga. “Pengaturan belanja yang baik itu merupakan setengah usaha, dan dia dianggap sebagai setengah mata pencaharian”. Lalu bagaimana seorang muslim mengatur anggaran rumah tangganya? Islam, sebagaimana kita telah mengetahui, menganjurkan umatnya untuk bekerja dan berusaha dengan baik. Islam juga memerintahkan agar harta dikeluarkan untuk tujuan yang baik dan bermanfaat. Pada intinya bila umat Islam dalam mencari harta sampai kemudian membelanjakannya tetap berpedoman bahwa itu semua merupakan bagian dari ibadah, insyaAllah tidak akan terjerumus pada pembelanjaan yang ditujukan untuk keburukan yang bisa membawa keluarga itu pada kemaksiatan.

Disadari atau tidak sesungguhnya pola konsumsi dan gaya hidup kita cenderung merugikan diri sendiri. Dimulai dari pemenuhan

kebutuhan pokok (primer) seperti makan, minum, sandang dan papan, keseluruhannya mengandung bahan-bahan yang harus diimpor dengan mengabaikan sumber-sumber yang sesungguhnya dapat dipenuhi dari dalam negeri. Banyak barang-barang tertentu yang semestinya belum layak dikonsumsi oleh bangsa ini, telah diperkenalkan dan kemudian menjadi mode yang ditiru sehingga meningkatkan impor akan barang tersebut. Ini belum ditambah dengan barang-barang mewah yang beredar mulai dari alat-alat kecantikan sampai kepada mobil- mobil mewah. Padahal pola hidup seperti ini hanya akan memperburuk neraca transaksi berjalan karena meningkatkan impor barang tersebut sehingga menguras devisa dan pada gilirannya akan menekan nilai tukar mata uang dalam negeri.

Islam memberikan arahan yang sangat indah dengan memperkenalkan konsep israf (berlebih- lebih) dalam membelanjakan harta dan tabzir. Islam memperingatkan agen ekonomi agar jangan sampai terlena dalam berlomba-lomba mencari harta (at-takaatsur). Islam membentuk jiwa dan pribadi yang beriman, bertaqwa, bersyukur dan menerima. Pola hidup konsumtivme seperti di atas tidak pantas dan tidak selayaknya dilakukan oleh pribadi yang beriman dan bertaqwa. Satu-satunya gaya hidup yang cocok adalah simple living (hidup sederhana) dalam pengertian yang benar secara syar‟i.

Islam mengajarkan kepada kita agar pengeluaran rumah tangga muslim lebih mengutamakan kebutuhan pokok sehingga sesuai dengan tujuan syariat. Setidaknya terdapat tiga kebutuhan pokok:

1. Kebutuhan primer, yakni nafkah- nafkah pokok bagi manusia yang dapat mewujudkan lima tujuan syariat (yakni memelihara jiwa, akal, agama, keturunan dan kehormatan). Tanpa kebutuhan primer kehidupan manusia tidak akan berlangsung. Kebutuhan ini

55 Pengantar Ekonomi Islam

meliputi kebutuhan akan makan, minum, tempat tinggal, kesehatan, rasa aman, pengetahuan dan pernikahan.

2. Kebutuhan sekunder, yakni kebutuhan manusia untuk

memudahkan kehidupan, agar terhindar dari kesulitan. Kebutuhan ini tidak perlu dipenuhi sebelum kebutuhan primer terpenuhi. Kebutuhan inipun masih berkaitan dengan lima tujuan syariat itu tadi.

3. Kebutuhan pelengkap, yaitu kebutuhan yang dapat menciptakan

kebaikan dan kesejahteraan dalam kehidupan manusia.

Pemenuhan kebutuhan ini tergantung pada bagaimana pemenuhan kebutuhan primer dan sekunder serta, sekali lagi, berkaitan dengan lima tujuan syariat.

Untuk mewujudkan lima tujuan syariat ini, ibu rumah tangga yang umumnya merupakan pemimpin rumah tangga, mesti disiplin dalam menepati skala prioritas kebutuhan tadi, sesuai dengan pendapatan yang diperoleh suaminya.

Meski satu rumah tangga sudah mampu memenuhi sampai kebutuhan ketiga atau pelengkap, Islam tetap tidak menganjurkan, bahkan mengharamkan pengeluaran yang berlebih- lebihan dan terkesan mewah, karena dapat mendatangkan kerusakan dan kebinasaan. Allah berfirman dalam QS al-Israa: 16

              . Dan jika kami hendak membinasakan suatu negeri, maka kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya

berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan kami), kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur- hancurnya.

Untuk mencegah agar kita tidak terlanjur ke gaya hidup mewah, Islam mengharamkan segala pembelanjaan yang tidak mendatangkan manfaat, baik manfaat material maupun spiritual. Apalagi melakukan pembelanjaan untuk barang-barang yang bukan hanya tidak bermanfaat tetapi juga dibenci Allah, seperti minuman alkohol, narkoba, dan barang haram lainnya. Juga pembelian yang mengarah pada perbuatan bid‟ah dan kebiasaan buruk.

Namun itu semua tidak berarti membuat kita menjadi kikir.

Islam mengajarkan kepada kita sikap pertengahan dalam

mengeluarkan harta, tidak berlebihan dan tidak pula kikir. Sikap berlebihan akan merusak jiwa, harta dan masyarakat. Sementara kikir adalah satu sikap hidup yang dapat menahan dan membekukan harta. Dalam QS al-Furqaan: 67.            .

Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), pilihan sulit seperti ini. Masyarakat atau negara juga sering harus menghadapi pilihan-pilihan yang tidak mudah. Pemerintah kita misalnya menghadapi pilihan sulit antara membangun infrastruktur untuk merangsang investasi, atau membangun mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. Atau dalam QS al- israa ayat 29:

             .

Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.

Sesungguhnya bukan hanya individu yang akan menghadapi pendidikan yang baik demi dihasilkannya SDM yang berkualitas.

57 Pengantar Ekonomi Islam

Untuk itu diperlukan satu pilihan yang sangat bijak agar kedua hal tersebut bisa dicapai secara optimal.

Sesungguhnya pembagian Allah atas rizki hambaN ya telah ditentukan batasan, kadar dan jenisnya. Allah mengetahui kemampuan seorang hamba di dalam membelanjakan dan mentasarufkan rizki yang telah diberikan tanpa adanya sikap melampaui batas dan tindak keborosan. Allah mengetahui seberapa jauh kemampuan hambaNya untuk mengelola rizki dan kekayaan yang telah diberikan tanpa melanggar batas-batas yang telah ditentukan. Allah berfirman dalam QS al-Baqarah:155

             Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.

Ujian dan cobaan Allah yang sangat beragam itu, tak lain merupakan ujian keimanan dan kesabaran seorang hamba. Sebagai dalam ayat di atas, salah satu ujian itu bisa berupa adanya rasa lapar, dan kekurangan atas bahan makanan pokok. Sesungguhnya kehadiran manusia di muka bumi hanyalah sekadar mewujudkan kehendak Tuhan (masyiah Rabbaniyah). Sayyid Qutbh dalam Saad Marthon, menjelaskan: “Masyiah Rabbaniyah adalah totalitas keinginan seorang hamba untuk pasrah dan menyerahkan seluruh jiwa dan raga terhadap keinginan dan ketentuan Tuhan dalam segala aspek kehidupan, baik dalam proses pembuatan barang, penelitian dan analisis kehidupan sosial, proses untuk memberdayakan hasil bumi dan wewenang mengolah serta memakmurkan bumi yang telah dititipkan Allah kepada manusia”.

Adanya kelangkaan satu barang tidak hanya menghadirkan ujian keimanan dan kesabaran seorang manusia. Kelangkaan barang juga akan menuntut seorang hamba untuk kreatif dalam menghasilkan barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan hidup sekaligus mencari jalan keluar bagi kesulitan yang dihadapinya. Satu contoh bagaimana manusia mengatasi kelangkaan sumber energi yang dalam beberapa puluh tahun ke depan diperkirakan habis. Banyak penelitian dilakukan untuk menghasilkan sumber energi alternatif. Begitulah, seorang manusia akan lebih terdorong untuk memakmurkan kehidupan masyarakat jika menemukan kesulitan dalam kehidupan ekonomi.

Dalam dokumen E-BOOK Pengantar Ekonomi Islam.pdf (Halaman 66-71)

Dokumen terkait