• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III TUJUAN DAN PERKEMBANGAN SIX PARTY TALKS DALAM

B. Tujuan Pendirian dan Perkembangan Six Party Talks

44

Kekhawatiran AS akan pengembangan program nuklir Korea Utara sudah disampaikan AS sejak pengembangan program nuklir tersebut dimulai atas bantuan Uni Soviet. Seperti halnya negara-negara besar lain yang menggunakan berbagai cara untuk menghentikan aktivitas yang mengancam negaranya, maka AS pun terus menerus mencoba menghentikan program nuklir Korea Utara dengan cara membujuk Korea Utara untuk menghentikan program nuklirnya hingga memberikan sanksi ekonomi terhadap Korea Utara.

Salah satu cara AS untuk menghentikan program nuklir Korea Utara yaitu melalui jalur diplomasi, baik diplomasi bilateral maupun multilateral. Pendirian Six Party Talks berawal dari dibentuknya Trilateral Talks yang bertujuan untuk membahas peyelesaian isu nuklir yang terjadi di Korea Utara. Sejak pembentukannya, Six Party Talks bertujuan untuk mengakhiri program nuklir Korea Utara dan membongkar program nuklirnya melalui proses negosiasi. Pembicaraan dibangun sebagai respon terhadap pengunduran diri Korea Utara dari Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir pada Januari 2003 (Gershman 2005).

Pembicaraan Six Party Talks terbentuk bukan hanya karena adanya usaha AS semata, akan tetapi peran Cina juga sangat membantu dalam pembentukan forum Six Party Talks. Keterlibatan Cina dalam proses pembentukan forum Six Party Talks

telah memberikan kontribusi bagi kemajuan forum tersebut. Beijing telah membujuk semua pihak terkait untuk tetap menyelesaikan isu nuklir Korea Utara secara damai melalui proses pembicaraan Six Party Talks. Kolaborasi Cina dan AS dalam isu

45

nuklir Korea Utara merupakan sebuah contoh nyata dalam perkembangan pembagian tanggung jawab global dan regional antara dua kekuatan regional yang sangat penting (Kim 2006).

Sebuah kerangka multilateral kedua untuk mengatasi isu nuklir Korea Utara, yakni Six Party Talks dibentuk pada Agustus 2003. Putaran pertama Six Party Talks

diselengarakan di Beijing pada 27-29 Agustus 2003. Pada putaran pertama ini, topik yang dibahas masih seputar tujuan dan prinsip Six Party Talks yang menyangkut teknis formasi sebuah konsensus untuk melakukan denuklirisasi serta prinsip damai mengatasi isu nuklir Korea Utara melalui sebuah dialog (Mun 2009, h.124).

Dalam pertemuan pertama ini, AS juga mendesak Korea Utara agar bersedia meninggalkan program nuklir sebelum melangkah ke pembahasan lebih lanjut. Namun, Pyongyang membantah bahwa program nuklir yang dikembangkan negaranya disebabkan oleh sikap AS yang menciptakan permusuhan menentang Pyongyang. Sehingga Pyongyang meminta AS untuk menghentikan permusuhannya melawan Pyongyang serta mengimplementasikan tindakan yang diperlukan dibawah prinsip aksi bersama (Park dan Kim 2012 h.79).

Putaran Kedua Six Party Talks diselenggarakan kembali di Beijing pada 25-28 Februari 2004. Pada putaran ke dua, AS menegaskan kepada Korea Utara untuk mengakhiri pengayaan program uranium yang telah dikerjakannya dengan bantuan Pakistan. AS juga menekankan kembali kepada Korea Utara bahwa pembongkaran program nuklir secara lengkap yang dapat diverifikasi dan tidak dapat diubah kembali

46

harus segera dilaksanakan Pyongyang. Namun AS tidak akan menentang bantuan energi untuk Korea Utara yang disediakan oleh Korea Selatan, Cina, Jepang, dan Rusia (Kementerian Luar Negeri Jepang 2004).

Bagaimanapun juga Korea Utara menyanggah tuduhan AS mengenai program uranium milik Pyongyang. Korea Utara menegaskan akan mengembangkan program nuklinya untuk tujuan damai. Korea Utara juga menuntut penggantian kompensasi atas penghentian program nuklirnya dengan bantuan ekonomi. Kemudian dalam putaran kedua ini, semua anggota juga menyepakati pembentukan sebuah kelompok kerja yang bertugas mengatur pertemuan berikutnya (Park dan Kim 2012 h.80).

Cina mengeluarkan pernyataan resminya melalui pimpinan rapat Six Party Talks pada hari terakhir pertemuan. Berdasarkan pernyataan tersebut, pimpinan rapat menyatakan bahwa para anggota Six Party Talks sudah mulai terlihat saling memahami posisi mereka satu sama lain melalui dialog dalam semangat saling menghormati, serta berunding di atas kedudukan yang setara (FMPRC 2004). Cina sangat mengapresiasi hasil dari pertemuan putaran kedua tersebut sebagai pencapaian berarti dari sebuah pendekatan multilateral. Wakil Menteri Luar Negeri Cina, Wang Yi menyatakan:

“Sebagai pihak yang memiliki sikap serius dan positif, pertemuan tersebut mengisyaratkan bahwa pembicaraan akan berlanjut sebagai kerangka multilateral. Dalam hal ini, maka Cina menegaskan bahwa penting bagi para pihak untuk membuat usaha bersama dalam tiga elemen dasar dalam rangka meningkatkan pemahaman timbal balik diantara mereka. Pertama, perspektif kunci dari isu-isu penting dan resolusi yang diajukan selama pembicaraan harus benar-benar di pahami dan diperiksa terlebih dahulu oleh semua pihak. Kedua, dalam rangka mempersiapkan untuk pertemuan putaran berikutnya,

47

sebuah kelompok kerja harus dibentuk secepat mungkin. Ketiga, mencegah segala bentuk pernyataan ataupun tindakan yang mungkin akan meningkatkan ketegangan untuk mempertahankan lingkungan yang kooperatif dalam proses pembicaraan (Wang 2004).

Selanjutnya, putaran ketiga dilaksanakan pada 23-26 Juni 2004. Selama putaran ketiga, AS mengajukan dua pilihan solusi bagi Pyongyang. Pertama, AS menawarkan waktu tiga bulan bagi Pyongyang untuk mendiskusikan pembongkaran nuklir Pyongyang seluruhnya. Termasuk menghentikan pengayaan uranium yang dikembangkan Pyongyang. Selama penghentian program tersebut, Pyongyang akan mendapatkan bantuan pasokan minyak dari anggota Six Party Talks. Selain itu, Pyongyang juga akan mendapatkan jaminan keamanan sementara dari AS. Proposal tersebut diberikan kepada Korea Utara sebagai antisipasi masa persiapan tiga bulan untuk menghentikan program nuklirnya (Kimball 2012).

Dalam opsi kedua, AS menawarkan Pyongyang untuk membongkar seluruh program nuklir sepenuhnya. Maka sebagai bentuk kompensasi, AS akan menjamin keamanan Pyongyang selamanya, memperbaiki hubungan AS-Korea Utara, serta memberikan bantuan ekonomi yang lebih luas lagi. Proposal tersebut diajukan AS pada puncak pertemuan (Mun 2009, h.132).

Seperti biasa Korea Utara tetap menolak terdapat pengayaan uranium di wilayahnya sebagaimana yang selalu dituduhkan AS. Namun, sepertinya Korea Utara mulai bersedia bernegosiasi, terbukti dengan permintaan Korea Utara menuntut jika AS bersedia memasok bantuan energi yang setara dengan dua juta kilo watt, menghapus Pyongyang dari daftar negara penyokong terorisme, menghentikan sanksi

48

ekonomi, serta menawaran kompensasi lain kepada Korea Utara. Maka, Korea Utara akan membongkar semua fasilitas nuklirnya (Park dan Kim 2012 h.80).

Pada sesi kedua putaran keempat yang dilaksanakan di Beijing pada 13-19 September 2005 menghasilkan sebuah pernyataan bersama (Joint Statement) yang akan menjadi sebuah pedoman atas prinsip damai untuk mengakhiri krisis nuklir Korea Utara. Menurut pernyataan bersama yang dideklarasikan pada 19 September tersebut, semua pihak yang terlibat sepakat untuk menyiapkan Semenanjung Korea yang bebas nuklir dan diverifikasi secara damai. Semua pihak juga berjanji untuk membuat upaya bersama untuk mewujudkan perdamaian abadi dan stabilitas di Timurlaut Asia (Park dan Kim 2012, h.80).

Pada akhir pertemuan, suasana forum negosiasi memburuk secara signifikan. Sanksi AS terhadap entitas perdagangan Korea Utara di Banco Deltas Asia (BDA) Macau memicu kemarahan Pyongyang (Mun 2009, h.78). Korea Utara memboikot penyelenggaraan Six Party Talks dan kembali melakukan uji coba rudal balistik dan nuklirnya pada 9 Oktober 2006 (Sanger 2006). Atas tindakannya tersebut, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB) mengeluarkan Resolusi 1718 pada 14 Oktober 2006 yang berisi himbauan kepada Korea Utara untuk menahan diri dari uji coba nuklir, meninggalkan senjata pemusnah massal dan segera kembali bergabung kedalam Six Party Talks (UNSC 2006).

Akibat kejadian Banco Delta Asia (BDA) Macau yang berlarut-larut, AS dan Korea Utara mengadakan pertemuan bilateral untuk mengatasi kasus tersebut. Atas

49

bantuan Cina, akhirnya Korea Utara menyetujui untuk bergabung kembali ke dalam pembicaraan Six Party Talks (Mun 2009, h.79). Dengan kembalinya Korea Utara ke dalam pembicaraan, maka semua anggota Six Party Talks mengharapkan isu BDA harus segera dipecahkan.

Pada sesi ketiga, putaran kelima pertemuan yang dilaksanakan di Beijing pada 8-13 Februari 2007 mencapai sebuah kesepakatan dalam “Initial implementations measures of the September 19 Joint Statement (February 13 Agreements)”. Kesepakatan ini lebih dikenal dengan nama “Beijing Agreement”. Pembicaraan ini dirancang untuk menunjukkan langkah-langkah awal membongkar program senjata nuklir Korea Utara. Berdasarkan Beijing Agreement pada 13 Februari 2007, keenam pihak kembali menegaskan pentingnya upaya multilateral dengan menyatakan bahwa semua pihak sepakat mengambil langkah-langkah terkoordinasi untuk melaksanakan pernyataan bersama secara bertahap, dimana sejalan dengan prinsip “action for action” (Lihat table III.B.1).

Perundingan Six Party Talks putaran keenam diselenggarakan pada 19-22 Maret 2007. Pada kesempatan ini dibahas laporan lima kelompok kerja, termasuk tentang rencana denuklirisasi, mekanisme perdamaian dan keamanan di Asia Timur, normalisasi hubungan AS-Korea Utara dan Jepang-Korea Utara, serta kerjasama energi dan ekonomi (Park dan Kim 2012, h.81).

Pada 3 Oktober 2007, sesi kedua putaran keenam pertemuan merilis sebuah kesepakatan yang tertuang dalam “Joint statement for second phase denuclearization

50

(October 3 Agreement)”. Dalam hal tertentu, perjanjian ini dirancang untuk mengidentifikasi proses penghentian fasilitas nuklir Korea Utara. Namun, secara umum Beijing Agreement 3 Oktober tahun 2007 juga dapat dilihat sebagai salah satu kesuksesan dari koordinasi multilateral (Mun 2009, h.127).

Tabel III.B.1 Perkembangan Pertemuan Six Party Talks

Putaran Waktu Pembahasan

Pertama Aug. 27-29,

2003

Pembentukan konsensus tentang denuklirisasi Semenanjung Korea dan prinsip resolusi damai melalui dialog

Kedua Feb. 25-28,

2004

• Penegasan kembali konsensus tentang

denuklirisasi Semenanjung Korea dan prinsip resolusi damai

Ketiga Jun. 23-26,

2004

• Pembentukan konsensus tentang perlunya tindakan awal untuk denuklirisasi Semananjung Korea dan proses bertahap berdasarkan prinsip “commitment for commitment, action for action”

Sesi 1 Keempat ____________ Sesi 2 Jul. 26-Aug. 7, 2005 _____________ Sep. 13-19, 2005

• Pengangkatan Pernyataan Bersama 19

September Sesi 1 _____________ Kelima Sesi 2 ______________ Sesi 3 Nov. 9-11, 2005 _____________ Dec. 18-22, 2006 _____________ Feb. 8-13, 2007

• Penegasan kesediaan untuk sepenuhnya

melaksanakan Pernyataan Bersama 19 September

• Penegasan kembali keinginan untuk

sepenuhnya melaksanakan Pernyataan Bersama 19 September dan kesepakatan untuk mengambil langkah-langkah yang terkoordinasi dalam pelaksanaannya

• Perjanjian mengenai fase tindakan awal untuk implementasi Pernyataan Bersama 19 September (Pernyataan 13 Februari)

Sesi 1 Mar. 19-22, 2007

51 Keenam ____________ Sesi 2 _____________ Sep. 27-30, 2007

• Perjanjian tentang fase tindakan kedua untuk

pelaksanaan Pernyataan Bersama 19 September (Perjanjian 3 Oktober)

Sumber: Ministry of Foreign Affairs and Trade, 2007 Diplomatic White Paper, p.38; 2008 Diplomatic White Paper, pp.27-28

Pada 13 Maret 2007, Dirketur IAEA, Mohamed ElBaradei mengunjungi Korea Utara dan bertemu tiga pejabat resmi Korea Utara. Salah satunya termasuk pimpinan departemen energi atom Korea Utara, Ri Je Son. Selama pertemuan ElBaradei membujuk Korea Utara untuk kembali masuk sebagai negara anggota IAEA dan mendiskusikan monitoring yang akan dilakukan IAEA dan peran verifikasi berdasarkan kesepakatan Six Party Talks pada 13 Februari sebelumnya (Mun 2009, h.130).

Akhirnya pada Juni 2007, IAEA mengkonfirmasi bahwa 5 megawatt reaktor nuklir Yongbyon telah ditutup dan diamankan. Ketiga sesi dalam putaran keenam berlangsung selama September-Oktober 2007. Rencana implementasi tahap kedua telah disepakati yang menyerukan pemadaman tiga fasilitas nuklir utama di kompleks Yongbyon. Korea Utara berkomitmen untuk tidak mentransfer bahan nuklir, teknologi, ataupun pengetahuannya ke pihak lain. Para anggota Six Party Talks

lainnya juga sepakat untuk meningkatkan bantuan kepada Korea Utara dengan total satu juta ton bahan bakar minyak sebagai kelanjutan dari proses normalisasi diplomatik (Park dan Kim 2012, h.83).

Sebenarnya setelah perjanjian 3 oktober 2007 disepakati, Korea Utara telah memberikan laporan lengkap mengenai semua program nuklir milik negaranya dan

52

menutup fasilitas nuklir yang ada dalam laporan tersebut sesuai dengan isi perjanjian. Korea Utara menyerahkan laporan tersebut kepada Cina sebagai ketua forum Six Party Talks pada 26 Juni 2006 (Kimball 2012).

Seiring berjalannya negosiasi panjang, pada 15 Juli 2008 AS mengeluarkan sebuah konsep protokol pengesahan yang menggambarkan prosedur pelaksanaan untuk memeriksa semua elemen program nuklir Korea Utara, termasuk pengayaan uranium, senjata, dan proliferasi. Protokol AS itu juga memasukkan ketentuan untuk menjangkau beberapa situs yang telah dilaporkan Korea Utara atau tidak. Dengan kata lain, AS ingin memperluas pemeriksaan terhadap program nuklir Korea Utara. Satu minggu setelahnya, Asisten menteri luar negeri AS, Christopher Hill menyatakan bahwa Korea Utara terlihat keberatan dalam menerima konsep protokol AS (Ceuster dan Melissen 2008, h.17).

Korea Utara memang keberatan atas draft yang diajukan AS itu. Oleh karenanya, Korea Utara mengusulkan juga sebuah konsep protokol untuk memeriksa aktivitas nuklirnya. Namun menurut AS, proposal yang diajukan Korea Utara tidak cukup menjawab konsep protokol yang diajukan oleh AS sebelumnya (Kimball 2012). Dengan demikian terjadi perbedaan perspektif antara Korea Utara dan AS. Perbedaan perspektif tersebut tidak menemukan titik temu hingga akhirnya tercapai perjanjian verifikasi mengenai pemeriksaan lima belas situs nuklir Korea Utara yang telah dilaporkan disamping situs yang tidak dilaporkan dengan persetujuan bersama.

53

Disamping masalah perbedaan perspektif antara AS dan Korea Utara mengenai konsep protokol untuk memeriksa nuklir Korea Utara, terdapat juga masalah mengenai penundaan penghapusan Korea Utara dari daftar negara pendukung terorisme sebagaimana yang dijanjikan oleh AS sejak Joint Statement

2005. Akhirnya AS menghapus Korea Utara dari daftar negara pendukung terorisme setelah semua anggota Six Party Talks menyetujui perjanjian verifikasi (Ceuster dan Melissen 2008, h.18).

Ketika AS menghapus Korea Utara dari daftar negara pendukung terorisme, Korea Utara secara resmi menyatakan bahwa pihaknya akan melanjutkan pembongkaran fasilitas nuklir (KCNA 2008). Akan tetapi, satu bulan setelah pernyataan resminya tersebut, Kementerian Luar Negeri Korea Utara menarik kata-katanya dan mengeluarkan pernyataan bahwa Pyongyang menunda pemberian izin pengawas IAEA untuk mengambil sample di fasilitas nuklirnya. Pihaknya menambahkan bahwa pemeriksaan dibatasi hanya pada situs yang ditentukan (KCNA 2008).

Sistem verifikasi yang terus tertunda ternyata menimbulkan masalah baru. Ketika AS mengusulkan untuk memverifikasi semua situs nuklir di seluruh Korea Utara ditolak dengan tegas oleh pihak Korea Utara. Korea Utara dengan tegas menyatakan bahwa pemeriksaan hanya dibatasi di kawasan Yongbyon saja. Karena adanya ketidaksepahaman tersebut, Korea Utara mencabut pernyataannya mengenai penghentian program nuklir yang dikembangkannya. Hal ini berakibat pada

54

kegagalan pencapaian sebuah kesepakatan yang telah dirumuskan. (Park dan Kim 2012, h.84)

Perkembangan pembicaraan enam negara tersebut mulai terlihat menurun ketika pada November 2008 Korea Utara membantah bahwa pihaknya telah berkomitmen dalam perjanjian verbal yang memungkinkan pengumpulan sampel di Yongbyon. Kemudian pada 14 April 2009, Korea Utara menyatakan pengunduran dirinya dari forum Six Party Talks dan tidak lagi terikat oleh perjanjian yang dicapai sebelumnya (Kimball 2012). Setelah penarikan dirinya dari keanggotaan Six Party Talks, Korea Utara kembali melakukan uji coba nuklirnya pada 25 Mei 2009 yang mendapat kecaman dari dunia internasional.

55 BAB IV

IMPLEMENTASI TUJUAN-TUJUAN SIX PARTY TALKS DALAM MEWUJUDKAN DENUKLIRISASI DI KOREA UTARA

Tujuan utama dari Six Party Talks sebagaimana yang pernah dibahas pada bab sebelumnya yaitu untuk mengakhiri program nuklir Korea Utara dan membongkar program nuklirnya melalui proses negosiasi. Dengan kata lain, tujuan utama Six Party Talks tersebut adalah untuk mewujudkan denuklirisasi di Korea Utara, yaitu sebuah proses terwujudnya penghapusan kepemilikan senjata nuklir di Korea Utara.

A. Pencapaian Six Party Talks dalam Mewujudkan Denuklirisasi di Korea Utara

1. Pencapaian Six Party Talks

Untuk mencapai tujuan utamanya dalam mewujudkan denuklirisasi di Korea Utara, Six Party Talks harus menjalani serangkaian proses negosiasi yang berliku demi sebuah pencapaian yang maksimal. Pencapaian tujuan utama Six Party Talks

sudah mulai menemukan titik terang ketika semua anggota Six Party Talks

menyetujui dirumuskannya Joint Statement tahun 2005 yang diimplementasikan ke dalam Beijing Agreement tahun 2007. Tercapainya Joint Statement tersebut membuktikan bahwa upaya Six Party Talks selama ini mulai menampakkan perkembangannya.

56

Joint Statement yang disepakati pada sesi kedua putaran keempat Six Party Talks 19 September 2005 secara umum berisi mengenai komitmen Korea Utara untuk meninggalkan semua senjata nuklir dan program nuklir yang ada. Korea Utara juga akan menerima berbagai bentuk pemeriksaan oleh Badan Energi dan Atom Internasional (IAEA) (Park dan Kim 2012, h.80).

Pada sesi ketiga putaran kelima 8-13 Februari 2007 di Beijing, Six Party Talks

kembali mencapai terobosan baru dimana semua pihak menyetujui “Action Plan” sebagai langkah awal untuk melaksanakan Joint Statement 19 September 2005. Kesepakatan ini lebih dikenal dengan nama Beijing Agreement (Park dan Kim 2012, h.84).

Kemudian pertemuan putaran keenam Six Party Talks pada 27 Oktober - 3 Oktober 2007 mendiskusikan cara memulai fase kedua berdasarkan Perjanjian 13 Februari. Pada 3 Oktober semua anggota Six Party Talks mengeluarkan sebuah pernyataan bersama dimana Korea Utara menyetujui bahwa pihaknya akan membuat deklarasi yang benar dan lengkap dari semua program nuklirnya (Lihat table IV.A.1).

Tabel IV.A.1 Hasil Pencapaian dalam Six Party Talks

Nama Perjanjian

Poin-Poin Penting

 Pembongkaran program nuklir Korea Utara dan Penghapusan Fokus Keamanan Korea

- Korea Utara berkomitmen untuk meninggalkan semua senjata nuklir dan program nuklir yang ada.

- AS menegaskan bahwa negaranya tidak memiliki senjata nuklir di Semenanjung Korea dan tidak memiliki niat untuk menyerang atau menginvasi Korea Utara.

57 Joint Statement on September 19, 2005

menggunakan energi nuklir secara damai.

 Normalisasi Hubungan

- AS dan Korea Utara berjanji akan menghormati kedaulatan masing-masing, hidup bersama secara damai, dan mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki hubungan mereka.

- Korea Utara dan Jepang mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki hubungan mereka.

 Bantuan Internasional untuk Korea Utara

- Keenam pihak berusaha meningkatkan kerjasama ekonomi di bidang energi, perdagangan, dan investasi.

- Cina, Jepang, Korea Selatan, Rusia dan AS menyatakan keinginannya menyediakan bantuan energi untuk Korea Utara

 Visi Perdamaian dan Stabilitas di Semenanjung Korea dan Asia Timur

- Para pihak yang terkait secara langsung akan menegosiasikan rezim perdamaian permanen di Semenanjung Korea pada sebuah forum terpisah yang sesuai.

- Enam pihak sepakat untuk mengeksplorasi cara dan sarana untuk meningkatkan kerjasama keamanan di Asia Timur.

 Prinsip-prinsip untuk Implementasi

- Enam pihak sepakat untuk mengambil langkah-langkah terkoordinasi untk melaksanakan konsensus tersebut secara bertahap sesuai dengan prinsip “komitmen per komitmen” dan “tindakan per tindakan”.

Agreement on

February 13, 2007

 Rencana Aksi untuk Tahap Awal: Dalam 60 hari pertama.

- Korea Utara akan menutup dan menyegel fasilitas nuklir yang ada, termasuk fasilitas pemrosesan kembali, dan mengundang kembali para pemeriksa IAEA.

- Korea Utara akan mendiskusikan dengan pihak lain mengenai daftar semua program nuklir Korea Utara.

- Korea Utara dan AS akan memulai pembicaraan bilateral yang bertujuan untuk bergerak menuju hubungan diplomatik penuh. AS akan mulai memproses mengeluarkan penetapan Korea Utara sebagai negara sponsor terorisme dan mengakhiri penerapan “Trading with Enemy Act” dengan menghormati Korea Utara.

- Korea Utara dan Jepang akan memulai kembali pembicaraan bilateral yang bertujuan untuk mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki hubungan mereka.

- Semua pihak setuju untuk pemberian bantuan energi darurat setara dengan 50.000 ton bahan bakar minyak berat ke Korea Utara.

58

 Pembentukan Kelompok Kerja Lima: Pertemuan Pertama Kelompok Kerja dalam waktu 30 hari ke depan

- Denuklirisasi Semenanjung Korea, Normalisasi Hubungan Korea Utara-AS, Normalisasi Hubungan Korea Utara-Jepang, Kerjasama energi dan ekonomi, Perdamaian dan mekanisme keamanan Asia Timur Laut.

 Rencana Aksi untuk Tahap berikutnya: Setelah penyelesaian tahap awal.

- Korea Utara akan membuat deklarasi lengkap semua program nuklir dan mematikan semua fasilitas nuklir yang ada.

- Para pihak lain akan memberikan energi, ekonomi, dan bantuan kemanusiaan setara dengan 950.000 ton bahan bakar minyak berat kepada Korea Utara.

 Pertemuan tingkat Menteri: Setelah penyelesaian tahap awal.

 Rezim perdamaian di Semenanjung Korea: Para pihak yang terkait langsung akan menegosiasikan rezim perdamaian permanen di Semenannjung Korea pada Forum terpisah yang sesuai.

Agreement on October 3,

2007

 Korea Utara setuju untuk me non-aktifkan semua fasilitas nuklir yang ada pada ahir tahun.

 Korea Utara setuju untuk mengumumkan semua program nuklirnya pada akhir tahun.

 Korea Utara menegaskan kembali komitmennya untuk tidak mentransfer bahan nuklir, teknologi, atau keterampilannya.

 AS akan memulai proses mengeluarkan penetapan Korea Utara sebagai negara pendukung terorisme.

 AS akan meningkatkan proses mengakhiri penerapan perdagangan dengan Enemy Act sehubungan dengan Korea Utara.

 AS dan Jepang akan membuat upaya sungguh-sungguh untuk memperbaiki hubungan dengan Korea Utara.

 Kelima pihak akan memberikan energi, bantuan ekonomi, serta bantuan kemanusiaan yang setara dengan satu juta ton bahan bakar minyak berat.

Sumber: Dong-So, Kim, Park Kap-So, dkk. Understanding North Korea. 2012. Seoul: Ministry of Unification.

2. Implementasi hasil pencapaian Six Party Talks

Untuk mengetahui secara terperinci mengenai imlementasi pencapaian Six Party Talks, maka akan dibahas lebih lanjut di bawah ini. Untuk itu, selama

59

berlangsungnya penyelenggaraan Six Party Talks, forum multilateral ini telah memberikan kontribusi bagi perkembangan isu nuklir Korea Utara, yaitu:

a. Six Party Talks sebagai Sarana Diplomasi dan Negosiasi

Kebijakan luar negeri mempengaruhi kegiatan diplomasi bagi negara-negara yang melakukannya. Maka diplomasi yang dilakukan negara-negara harus selalu sejalan dengan kebijakan luar negeri untuk mencapai kepentingan nasional sebuah negara. Menurut Bandoro (1991, h.47) ada dua elemen dasar yang menyebabkan negara-negara melakukan diplomasi yakni adanya kepentingan bersama (common interest) dan adanya isu yang dipersengketakan (issues of conflict).

Barston dalam bukunya Modern Diplomacy (1997, h.1), mendefinisikan diplomasi sebagai sebuah pengaturan hubungan antar negara atau hubungan antar negara dengan aktor-aktor hubungan internasional lainnya. Negara, dalam hal ini direpresentasikan oleh Presiden atau melalui perwakilan resmi dan aktor-aktor hubungan internasional lain berusaha untuk menyampaikan, mengkomunikasikan, serta mengamankan kepentingan nasionalnya, yang dilakukan melalui surat menyurat, pembicaraan tidak resmi, saling menyampaikan perspektif, lobbying,

melakukan kunjungan kenegaraan, serta aktivitas diplomasi lainnya yang terkait.

Six Party Talks menjadi salah satu forum diplomasi multilateral karena

Dokumen terkait