• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. Mengisolasi kandidat bakteri probiotik dari terasi udang rebon asal Lampung Timur.

2. Mengidentifikasi kandidat bakteri probiotik dari terasi udang rebon asal Lampung Timur.

4 1.3.Kerangka Pemikiran

Terasi (Indonesian shrimp paste) merupakan produk awetan ikan–ikan kecil atau rebon yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, penggilingan atau penumbukan, dan penjemuran (Sharif et al, 2008). Pembuatan terasi di Desa Margasari, Kecamatan Labuan Maringgai Kabupaten Lampung Timur masih dilakukan secara tradisional yaitu bahan mentah berupa rebon atau udang dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan air laut hingga bersih dengan menyeleksi ikan dan kotoran yang ada. Penggunaan air laut pada saat pencucian agar rebon tidak rusak karena jika diberi air tawar maka akan berbau busuk saat dilakukan pengolahan. Setelah bersih rebon diberikan garam dengan perbandingan udang rebon dan garam sebesar ± 10:1. Selanjutnya dilakukan penyimpanan selama semalam dalam keadaan tertutup rapat sehingga tidak terkontaminasi. Rebon yang sudah difermentasi dilakukan penjemuran di atas para-para hingga kering dan ditumbuk halus dengan menggunakan lesung. Setelah halus dibuat menjadi bongkahan–bongkahan dan dilakukan penjemuran hingga kering.

Rahayu et al (1992) menduga bahwa pada terasi terdapat mikroba jenis Micrococcus, Corynebachterium, Cytophaga, Bacillus, HaloBacterium, dan Acinobacter. Saisthi (1967), menemukan bahwa bakteri Gram positif batang yang menghasilkan aroma asam organik yang khas, Gram negatif oval batang nonmotil yang memproduksi bau khas daging yang merangsang, dan Gram positif

berbentuk batang panjang, memproduksi aroma yang berasal dari degradasi asam amino. Pada awal proses fermentasi setiap mikroorganisme dapat tumbuh karena tersedianya sumber nutrisi. Setelah terjadinya perombakan sumber nutrisi akan

5 terjadi penurunan pH akibat penambahan garam dan perombakan karbohidrat oleh bakteri asam laktat. Semakin lama waktu fermentasi akan menyebabkan pH semakin turun yang disebabkan perombakan karbohidrat oleh bakteri asam laktat menjadi asam laktat.

Setiap mikroorganisme memiliki kisaran pH yang masing–masing mempunyai pH optimum. Pada produk fermentasi yang ditambahkan garam terdapat dua jenis mikroba yaitu bakteri obligat halofilik dan bakteri halofilik. Bakteri obligat halofilik tumbuh pada suhu 5-50oC dan tumbuh optimum pada suhu 35-40oC, pH antara 6-10. Pada konsentrasi garam yang tinggi menghasilkan gas H2S dan indol dengan warna koloni merah muda (Sjafi, 1988). Selain itu dilaporkan bahwa beberapa produk fermentasi juga menghasilkan bakteri asam laktat yang berfungsi sebagai probiotik karena sifat biokimia dari senyawa-senyawa sederhana yang terbentuk akibat fermentasi.

Pada produk bekasang (makanan fermentasi ikan dari wilayah timur Indonesia) adalah Staphylococcus dan Lactobacillus sp (Ijong dan Otha, 1996), sedangkan pada fermentasi saus ikan dengan penambahan 25% garam dan disimpan suhu 500C, bakteri asam laktat yang berkembang yaitu Staphylococcus, Micrococcus dan Bacillus (Lopetcharat dan Park, 2002) dan saus ikan dari Thailand yang ditambahkan garam sebanyak 30%, dengan penambahan nasi panggang, padi atau kulit padi panggang dengan ikan air tawar dilaporkan berkembang bakteri

Streptococcus, Staphylococcus, Micrococcus dan Bacillus sp (Adams et al,1985). Produk Tempoyak terdapat bakteri asam laktat yang berkembang yaitu genus Lactobacillus dan Leuconostoc (Nurainy, 1991). BAL dari Boza (minuman

6 fermentasi tradisional dari Turki) merupakan genus Lactobacillus, Lactococcus dan Leuconoctoc (Sahingil et al, 2009). Selain itu, BAL Lactobacillus casei juga berhasil diisolasi dari Filzetta (makanan fermentasi tradisional dari Itali) (Conter et al, 2005). Setiap BAL tersebut memiliki karakter yang berbeda-beda. Studi formulasi cincalok skala laboratorium telah dilakukan oleh Dyastuti (2012) melaporkan BAL dari cincalok formulasi merupakan genus Lactobacillus, Lactococcus, Streptococcus dan Enterococcus.

Bakteri probiotik merupakan mikroorganisme non patogen, jika dikonsumsi memberikan pengaruh positif terhadap fisiologi dan kesehatan inangnya (Schrezenmeir dan de Vrese, 2001). Syarat probiotik adalah tidak patogen, toleran terhadap asam dan garam empedu, mempunyai kemampuan bertahan pada proses pengawetan dan dapat bertahan pada penyimpanannnya serta memiliki kemampuan memberi efek kesehatan yang sudah terbukti (Shortt, 1999). Pada penelitian ini akan dilakukan isolasi bakteri probiotik yang termasuk dalam golongan bakteri asam laktat pada produk fermentasi udang yaitu terasi. Melihat kurangnya informasi mengenai identifikasi bakteri yang berpotensi sebagai probiotik dalam produk terasi udang asal Lampung, maka perlu dilakukan penelitian untuk pelaporan bakteri probiotik golongan BAL yang terdapat pada terasi udang asal Lampung.

 

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Udang Rebon (Mysis relicta)

Udang rebon merupakan salah satu hasil laut dari jenis udang-udangan dengan ukuran kecil yang mana bila dibandingkan dengan udang jenis lain. Ukuran yang kecil membuat jenis udang ini disebut “rebon”. Gambar udang rebon dapat dilihat pada Gambar 1. Mancanegara lebih terkenal dengan namashrimp paste. Udang rebon merupakan zooplankton dengan ukuran panjang 1-1,5cm yang terdiri dari kelompok Crustacea yaitu Mysidocea acetes dan larva peraedae yang ditemukan disekitar muara (Nontji, 1986). Udang ini adalah salah satu bahan baku yang digunakan untuk pembuatan terasi. Udang jenis ini lebih mudah ditemukan dalam bentuk terasi ataupun dikeringkan dibandingkan dalam bentuk segar.

Rebon merupakan sumber protein namun tidak terkenal seperti daging sapi, ikan, ataupun ayam dan udang lainnya. Rebon kering 100g mengandung 59,4g protein. Berlawanan dengan tingginya kandungan proteinnya, udang jenis ini memiliki kandungan lemak yang rendah yaitu 3,6g lemak dalam 100g rebon kering. Keunggulan rebon terdapat pada kalsium, fosfor dan zat besinya. Rebon kering 100g mengandung kalsium sebesar 2.306mg setara dengan 16 kali kandungan kalsium 100g susu sapi. Kandungan fosfor rebon kering sebesar 625g dan zat besi

8

 

sebesar 21,4g atau setara dengan 8 kali kandungan gizi 100g daging sapi (Persagi, 2009).Kandungan gizi 100g rebon segar dapat dilihat pada Tabel 1.

Klasifikasi udang rebon yaitu: kingdom : Animalia filum : Crustaceae class : Arthropoda ordo : Malacostraca famili : Penaeidae genus : Penaeus

species : Mysis relicta

Gambar 1. Udang rebon (Mysis relicta)

Rebon selain kaya zat gizi protein, kalsium dan zat besi ternyata terdapat satu manfaat unik dari udang rebon yaitu memiliki kulit yang berbeda. Udang rebon secara keseluruhan dapat dikonsumsi tidak seperti jenis udang lainnya yang hanya dimakan dagingnya saja tanpa kulitnya. Kulit udang selain mengandung kalsium juga memiliki zat unik yang sama ditemukan dalam cangkang serangga dan cangkang kepiting, yaitu kitosan. Kulit udang menurut beberapa penelitian sangat

9

 

bermanfaat dalam mengikat kolesterol sehingga sangat bermanfaat mengingat memakan seafood seringkali terdapat dampak negatif berupa kenaikan kolesterol darah. Kitosan mulai bekerja saat bercampur dengan asam lambung.

Pencampuran ini akan menjadikan gel sehingga mengikat kolesterol dan lemak dari makanan. Sehingga LDL menurun dan perubahan perbandingan HDL terhadap LDL. Kandungan gizi udang rebon per 100g dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.Kandungan gizi udang rebon per 100 g.

Kandungangizi Udangrebonkering Udangrebonsegar

Energi (kkal) 299 81 Protein (g) 59,4 16,2 Lemak (g) 3,6 1,2 Karbohidrat (g) 3,2 0,7 Kalsium (mg) 2.306 757 Fosfor (mg) 265 292 Besi (mg) 21,4 2,2 Vitamin A (SI) 0 60 Vitamin B1 (mg) 0,06 0,04 Air (g) 21,6 79,0

Sumber: Direktorat Gizi Depkes (1992).

2.2.Terasi Udang Rebon (Mysis Relicta)

Terasiadalahbumbumasak yang dibuatdariikandanudang yang difermentasiberbentukseperti pasta danberwarnahitamcoklat,

kadangditambahibahanpewarnahinggamenjadikemerahan.Terasiberbautajamdanbi asadigunakandalam membuatsambal dandalamberbagaireseptradisional

Indonesia.Menurut AlfiantodanLiviawaty (2005), terasiadalahprodukfermentasi berbahan dasarudangatauRebon.Tahapan proses

10

 

sertapenambahangaram yang kemudiandilanjutkandenganfermentasi.Proses fermentasi dalam pembuatan terasi berlangsung karena adanya aktivitas enzim yang berasal dari tubuh ikan (atau udang) itu sendiri. Kandungan gizi terasi udang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel2.Kandungangiziterasiudang rebon

Komposisi Kimia Jumlah

Energi (mg) 0,00 Protein (mg) 0,24 Lemak (IU) 0,00 Karbihidrat (mg) 0,00 Kalsium (mg) 726,00 Fosfor (mg) 3812 ZatBesi (gr) 9,90 Vitamin A (gr) 2,90 Vitamin B (gr) 22,30 Vitamin C (kkal) 155,00

Sumber :Direktorat Gizi Depkes(1992)

Cara pengolahan terasi secara tradisional yaitu bahan mentah berupa rebon atau udang dicuci terlebih dahulu kemudian dilakukan proses penjemuran. Setelah kering, ditumbuk halus, untuk hasil yang baik dapat ditambah garam selama ditumbuk. Garam ditambahkan sedikit saja agar tidak terlalu asin, tetapi cukup memberi rasa (Hadiwiyoto, 1993). Prinsip proses fermentasi adalah adanya enzim proteolitik pada tubuh ikan dan mikroba karena penggunaan konsentrasi garam yang tinggi. Hasil penguraian protein ini adalah peptida asam amino dan komponen cita rasa.

Komponen cita rasa yang terdapat pada terasi dapat dijabarkan sebagai berikut: Asam lemak yang bersifat volatil menyebabkan bau keasaman, sedangkan amonia

11

 

dan amin menyebabkan bau anyir. Senyawa belerang sederhana seperti sulfida, merkaptan, dan disulfida menyebabkan bau yang merangsang pada terasi. Senyawa-senyawa karbonil besar sekali kemungkinannya dapat memberikan bau khusus yang terdapat pada hasil-hasil perairan yang diawetkan dengan cara pengeringan, penggaraman, ataudengan cara fermentasi. Senyawa-senyawa volatil yang terdapat dalamterasiberasal dari lemakmelalui proses oksidasi dan karena adanyaaktivitas mikroba. Kandungan karbonil volatil merupakan kandungan senyawa volatil yang terbesar diantara komponen volatil lainnya. Senyawa tersebut merupakan senyawa yang sangat menentukan citarasa dari terasi.

Terasi dihasilkan dari proses fermentasi dengan menggunakan garam sebagai pengawet dan penyelaksian mikroba yang tumbuh. Pembuatan terasi dapat berlangsung karena adanya aktifitas enzim yang berasal dari tubuh udang itu sendiri dan mikroorganisme yang tumbuh selama proses fermentasi. Fermentasi adalah suatu proses penguraian menjadi senyawa – senyawa yang lebih sederhana oleh enzim yang berasal dari mikroorganisme dalam kondisi tertentu. Fermentasi yang berlangsung secara spontan yaitu fermentasi yang dilakukan tanpa

penambahan mikrooganisme tertentu. Mikroorganisme tertentu dari lingkungan tetap bisa berkembang biak dalam media yang terseleksi.Selama proses

fermentasi, terasi mengalami perubahan-perubahan meliputi hidrolisis protein, perubahan pH, perubahan warna, dan pembentukan cita rasa.

1. Hidrolisis Protein

Proses fermentasi dari substrat tidak diharapkan sempurna dalam pembuatan terasi karena produk harus mengandung protein yang terhidrolisis atau tahap

12

 

hidrolisis. Protein dihidrolisis oleh enzim proteinase ekstraseluler menjadi turunannya yaitu pepton, peptida dan asam amino. Kandungan nitrogen pada cairan mula-mula rendah tapi setelah disimpan beberapa hari, yaitu selama proses fermentasi menyebabkan terjadinya proses hidrolisis protein sehingga kandungan nitrogen terlarut naik. Pada suhu fermentasi yang tinggi 55ºC dapat mempercepat proses hidrolisis. Tetapi setelah 1 minggu fermentasi kandungan protein terlarut dalam cairan lebih tinggi bila fermentasinya dilakukan pada suhu 45ºC (Rahayu et al, 1992).

2. Perubahan pH

Campuran garam, rebon dan bahan lain pada awalnya mempunyai pH 6 dan selama proses fermentasi pH terasi naik menjadi 6,5 dan pada tahap akhir turun menjadi 4,5. Bila fermentasi dilanjutkan akan terjadi peningkatan pH dan produksi ammonia.

3. Perubahan warna dan tekstur

Terasi yang dibuat dari udang memiliki warna khas coklat kemerahan. Warna merah dipengaruhi oleh pigmen apstaxanthin pada cangkang udang. Menurut Shahidi dan Botta (1994), warna kemerahan pada terasi udang berasal dari pigmen

astaxanthin pada cangkang udang sehingga pigmen tersebut membentuk warna merah. Suzuki (1981), berpendapat sebagian besar tubuh udang mengandung

astaxanthin. Kandungan astaxanthin dalam udang utuh beku sebesar 3,12 mg/ 100 g berat basah.

Warna kecoklatan pada terasi udang disebabkan karena adanya enzim

13

 

penggelapan warna pada terasi udang. Penambahan garam (NaCl) bertujuan untuk menghambat kerja enzim bersebut. Menurut Ozdemir (1997) dan Garcia dan Barrett (2002), sodium klorida atau NaCl dapat menghambat kerja PPO sehingga reaksi pencokelatan dapat dihalangi. Proses penghambatannya meningkat ketika pH menurun.

Perubahan lain yang diharapkan selama fermentasi yang diharapkan adalahliquid fiksi. Setelah proses penggaraman, cairan dari dalam ikan (udang) terekstrak keluar. Penurunan kadar air ini akan membentuk tekstur yang diinginkan. Nooryantinietal, (2010), menambahkan bahwa pembentukan tekstur terasi ditentukan oleh penjemuran dan penumbukan.

4. Pembentukan Cita Rasa

Proses fermentasi akan menghasilkan cita rasa yang khas pada terasi. Aroma khas pada terasi disebabkan oleh senyawa volatil yang dihasilkan oleh hidrolisis protein selama fermentasi. Saisthi (1967), menemukan bahwa bakteri gram positif batang yang menghasilkan aroma asam organik yang khas, gram negatif oval batang nonmotil yang memproduksi bau khas daging yang merangsang, dan gram positif berbentuk batang panjang, memproduksi aroma yang berasal dari degradasi asam amino.

Terasi sering digunakan sebagai bahan tambahan makanan untuk memberikan rasa umami. Selama proses fermentasi, asam amino spesifik disintesis dalam jumlah besar. Mikroorganisme yang dipilih dengan sumber nitrogen dan karbohidrat, selama proses fermentasi terbentuk L-asam amino. Salah satu senyawa glutamate yang merupakan pembentuk rasa umami didapatkan dari

2-14

 

okso-glutarat (2-oxopentanedioic acid) oleh reduktif amonia fiksasi yang

menggunakan enzim dehidrogenase glutamat selama proses fermentasi (Hajep dan Jinap, 2012). Rasa umami produk fermentasi tergantung pada konsentrasi

glutamat didalamnya.

Gambar 2. Tingkat asam glutamate bebas (mg/100g) dalam produk udang fermentasi Di berbagai Negara(Hajep dan Jinap, 2012).

2.3. Bakteri Asam Laktat

Bakteri asam laktat merupakan kelompok bakteri yang termasuk dalam filum Firmicute. Bakteri yang termasuk dalam kelompok ini adalah Corynebacterium, Enterococcus, Lactobacillus, Lactococcus, Lactosphaera, Leuconostoc,

15

 

Melissococcus, Oenococcus, Pediococcus, Streptococcus, Tetragenococcus, Vagococcus dan Weissella (Jay, 1992). Kelompok bakteri ini termasuk bakteri Gram positif, tidak berspora, tidak berpigmen mesofil, serta berbentuk kokus dan batang. Bakteri ini dapat hidup pada temperatur antara5 – 50 ºC dan bersifat katalase negatif (Perry et al, 1997).Bakteri asam laktat diperoleh dari

kemampuannya dalam memfermentasi gula menjadi asam laktat. Bakteri asam laktat juga terdapat dalam tubuh manusia sebagai flora normal tubuh (Prescott et al, 2002).Media selektif untuk pertumbuhan spesies bakteri asam laktat adalah deMan-Rogosa-Sharpe Agar (MRS Agar).Berdasarkan jalur metabolisme

saccharolytic, bakteri asam laktat dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu (Prescott et al, 2002) :

1. Homofermentatif : Bakteri dalam kelompok ini akan mengubah heksosa menjadi asam laktat dalam jalur Embden-Meyerhof (EM), dan tidak dapat memfermentasikan pentosa atau glukonat.

2. Heterofermentatif : Heksosa difermentasikan menjadi asam laktat, karbon dioksida, dan etanol (atau asam asetat sebagai akseptor elektron alternatif). Pentosa lalu diubah menjadi laktat dan asam asetat.

Beberapakeunggulan yang dimiliki BAL yaitu:

1. BAL mampu menghasilkan senyawa-senyawa yang dapat memberikan rasa dan aroma spesifikpada makanan fermentasi (Rahayu, 2001).

2. BAL mampu meningkatkan nilai cerna pada makanan fermentasi karena dapat melakukan pemotongan pada bahan makanan yang sulit dicerna sehingga dapat langsung diserap oleh tubuh, misalnya protein diubah menjadi asam - asam amino (Guerra et al, 2006).

16

 

3. BAL menghasilkan senyawa antimikroba yang mampu menghambat

pertumbuhan mikroba patogen dan pembusuk pada bahan makanan sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk tersebut.

Bakteri asam laktat merupakan kelompok bakteri yang paling banyak

menghasilkan bakteriosin. Secara umum, bakteriosin yang disekresikan oleh BAL merupakan peptida kationik kecil dengan 30 sampai 60 residu asam amino dan tahan terhadap pemanasan (Balasubramanyam et al, 1995).Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ditemukan sebanyak lebih dari 50 jenis bakteriosin berbeda yang dihasilkan oleh BAL. Beberapa bakteriosin dari BAL yang telah

dikarakterisasi adalah Nisin yang dihasilkan dari beberapa strain Lactococcus lactis, Lactococcus A dan B dari Lactococcus lactissubsp.cremoris, Pediocin dari

Pediococcus acidilactici, Lactacin dari Lactobacillus jhonsonii, Lactostrepsin dari

Streptococcus cremoris, dan Curvacin dari Lactobacillus curvatus (Neetles et al, 1993).Senyawa-senyawaantimikroba yang dihasilkan BAL antaralain:asamlaktat, hidrogenperoksida, CO2, danbakteriosin (Holzapfel et al, 1995).

Produkutamanyayaituasamlaktat yang dapatterakumulasipadalingkungan di sekitarnyasehingga pH dapatmenurunhingga pH 4,0-4,8. Hal

inimenyebabkanmikrobapatogendanpembusuk yang umumnyahiduppada pH 6,0-8,0tidakdapattumbuh.

2.4.Bakteri Probiotik

Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang dikonsumsi untuk memperbaiki secara keseimbangan mikroflora usus. Keseimbangan yang baik dalam ekosistem

17

 

mikrobiota usus dapat menguntungkan kesehatan konsumen kita dan dapat dipengaruhi oleh konsumsi probiotik setiap hari. Pada saat ini ilmu pengetahuan dan teknologi dalam ilmu fisiologi human maupun mikroorganisme

memungkinkan dengan tepat penentuan kriteria seleksi mikroorganisme dan yang secara ilmiah membuktikan aktivitasnya bagi promosi kesehatan. Kemampuan probiotik ini tidak terikat pada spesies, melainkan pada strain tertentu dalam suatu spesies. Karakterisitik probiotik yang diinginkan dari satu strain spesifik,

misalnya:

1. Mempunyai kapasitas untuk bertahan hidup (survive), untuk melakukan

kolonisasi (colonize), serta melakukan metabolisme (metabolize) dalam saluran cerna.

2. Mampu mempertahankan suatu keseimbangan mikroflora usus yang sehat melalui kompetisi dan inhibisi kuman-kuman patogen.

3. Dapat menstimulasi bangkitnya pertahanan imunitas, bersifat non-patogenik, dan non-toksik.

4. Harus mempunyai karakteristik teknologik yang baik, yaitu mampu bertahan hidup secara optimal dan stabil selama penyimpanan (storage) dan penggunaan (use) dalam bentuk preparat makanan yang didinginkan dan dikeringkan, agar dapat disediakan secara massal dalam industri.

Mekanisme probiotik melindungi atau memperbaiki kondisi inangnya antara lain dengan menghambat pertumbuhan bakteri patogen melalui beberapa cara antara lain dengan (Simadibrata, 2010):

1. Memproduksi substansi-substansi penghambat. Probiotik mampu

18

 

negatif. Zat-zat ini termasuk asam organik, hidrogen peroksida (H2O2), bakteriosin, reuterin yang mampu menghambat tidak hanya bakteri hidup namun juga produksi toksin.

2. Menghambat perlekatan bakteri patogen dengan berkompetisi di tempat perlekatan permukaan mukosa saluran cerna diduga juga merupakan salah satu cara probiotik menghambat invasi dari bakteri patogen.

3. Kompetisi nutrisi. Bakteri-bakteri yang menguntungkan (probiotik) akan berkompetisi dengan bakteri patogen dalam hal memperebutkan nutrisi dalam saluran cerna.

Dokumen terkait