• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengungkap dan menganalisis beberapa hal, di antaranya: (1) Mengungkap dan menganalisis bagaimana pengaruh gerakan pendidikan Sarekat Islam terhadap masyarakat Bolaang Mongondow. (2) Mengungkap dan menganalisis bagaimana pengaruh gerakan politik Sarekat Islam di Bolaang Mongondow. (3) Mengungkap dan menganalisis bagaimana kontribusi Sarekat Islam terhadap perkembangan masyarakat Bolaang Mongondow.

D. Manfaat dan Signifikansi Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk berbagai pihak, baik secara teoritis maupun secara praktis, di antaranya: (1) Melalui hasil penelitian ini, Sarekat Islam dapat dijadikan contoh oleh organisasi-organisasi gerakan yang relevan tentang bagaimana berjuang untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dalam keadaan atau kondisi bangsa yang sedang terpuruk. Juga dapat memberikan gambaran dan pemahaman tentang bagaimana gerakan pendidikan dan politik Sarekat Islam untuk sekiranya dapat diimplementasikan dalam konteks masa kini. (2) Penelitian ini memberikan informasi dan bahan perbandingan bagi para sejarawan ke depan, yang ingin meneliti tentang masalah ini lebih luas dan mendalam. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan referensi sejarah terbaru mengenai gerakan Sarekat Islam dalam bidang pendidikan dan politik, serta bermanfaat untuk menambah literasi sejarah, khususnya bagi daerah Bolaang Mongondow dan Provinsi Sulawesi Utara, yang terbilang literasi sejarahnya sangat minim dan Indonesia pada umumnya. (3) Urgensi hasil penelitian ini memberikan pengetahuan kepada kita semua bahwa Sarekat Islam pernah berbuat di Bolaang Mongondow, khususnya dalam bidang pendidikan dan politik. Sarekat Islam adalah bagian dari sejarah, untuk itu sumbangsihnya harus dikenang sebagai sebuah fakta sejarah yang pernah mewarnai masa-masa sulit bangsa Indonesia, hingga akhirnya merdeka seperti sekarang ini.

E. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Sejarah mencatat bahwa Sarekat Islam sebagai salah-satu organisasi perjuangan yang memegang peranan penting dalam upaya mengangkat harkat dan martabat rakyat Pribumi, khususnya dalam bidang ekonomi, pendidikan, sosial-budaya dan agama, serta meningkatkan kesadaran berpolitik rakyat Indonesia pada awal-awal masa kemerdekaan. Sarekat Islam sebagai organisasi yang pernah besar dan jaya ini telah diteliti dan ditulis oleh banyak kalangan dari berbagai perspektif yang

berbeda-18

beda, di antaranya: Djaelani61 “The Sarekat Islam Movement: Its Contribution to Indonesian Nationalism”. Djaelani menyimpulkan bahwa SI sebagai sebuah gerakan nasionalis, memainkan peranan tunggal yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan nasionalisme di Indonesia, serta untuk melindungi kepentingan para anggotanya dari tekanan monopoli ekonomi orang asing serta eksploitasi rezim kolonial. Lanjut Djaelani, Sarekat Islam dibesarkan oleh semangat persaudaraan, gotong-royong, dan mengutamakan musyawarah, serta kontribusi terbesarnya bagi nasionalisme Indonesia adalah memperkenalkan pola organisasi yang demokratis dalam pengertian modern. Djaelani juga menyebutkan pengalaman pahit yang dirasakan SI, berupa penindasan oleh pemerintah kolonial Belanda berupa penyusupan komunis. Serangan-serangan ideologi dari kaum Marxis menyebabkan munculnya doktrin Cokroaminoto tentang sosialisme Islam, yang menyerukan sosialisme religius berdasarkan ajaran dan etika Islam.

Abdullah62 “Schools and Politics: The Kaum Muda Movement in West Sumatera (1927-1933)”. Dalam penelitian Abdullah tentang sekolah dan politik, menurutnya perluasan sekolah-sekolah agama dan kaum muda yang disponsori sekolah “gabungan” berkontribusi banyak pada dominasi para kelompok gerakan politik Minangkabau. Abdullah menyimpulkan bahwa sejak awal 1920-an, sekolah Kaum Muda tidak hanya menjadi pusat intelektual untuk gerakan politik anti kolonial tetapi juga telah menjadi kekuatan pendorong utama di balik pengintensifan kegiatan politik. Identifikasi mereka dekat dengan sekolah-sekolah dan cita-cita serta profesi mereka sendiri telah membimbing ulama Kaum Muda dan mantan siswa mereka, meskipun ada perbedaan pada isu-isu politik dan sosial tertentu, untuk membentuk sebuah front bersama dalam oposisi mereka terhadap “Ordonansi Guru” (1928).

Ghazali63 “Sarekat Islam di Terengganu”. Penelitian Ghazali bertujuan untuk menjawab beberapa hal terkait asal-muasal Sarekat Islam; siapa penggagasnya;

bagaimana gerakannya; serta sejauh mana Sarekat Islam bisa diterima oleh masyarakat Terengganu. Menurut Ghazali sebenarnya Sarekat Islam tidak hanya berada di Indonesia. Ghazali menemukan bahwa Sarekat Islam masuk ke Terengganu disebabkan adanya kehadiran para tokoh Sarekat Islam Indonesia yang melarikan diri ke daerah ini, akibat dari tekanan Belanda di Indonesia. Namun kritik penulis, Ghazali tidak menyebutkan tokoh-tokoh siapa saja yang melarikan diri ke daerah Terengganu, sekaligus sebagai penyebar pengaruh SI di daerah tersebut.

Lanjut Ghazali bahwa Sarekat Islam sudah ada di Terengganu sejak sekitar tahun 1920, lewat penggagasnya, yaitu Sayyid Muhammad dari Johor. Gerakan Sarekat Islam di Terengganu mirip dengan gerakannya di Indonesia. Mudahnya Sarekat

61Anton Timur Djaelani, “The Sarekat Islam Movement: Its Contribution to Indonesian Nationalism”, (Tesis S2 McGill University, April 1959), h. 149-150.; Anton Timur Djaelani, Gerakan Sarekat Islam: Kontribusinya pada Nasionalisme Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 2017), h. 153-155.

62Taufik Abdullah “Schools and Politics: The Kaum Muda Movement in West Sumatera 1927-1933.” Monograph Series, (New York, Ithaca: Cornell Modern Indonesia Project, Southeast Asian Program, Cornell University, March 1971), h. 224.

63Abdullah Zakaria B. Ghazali, “Sarekat Islam di Terengganu.” Malaysia in History, vol. 20, no. 2, 1977, h. 20-27.

19

Islam diterima oleh masyarakat Terengganu karena mereka mampu memberikan pengajaran kepada pengikutnya agar saling membantu di antara sesama atau dengan kata lain, Islam itu bersaudara.

Temuan penting dari penelitian Ghazali di atas memperlihatkan keterlibatan Sarekat Islam dalam kebangkitan Pattani tahun 1928. Menurut Ghazali kebangkitan Pattani tersebut berbanding dengan kebangkitan-kebangkitan yang ada di negeri Melayu lainnya, seperti Naning, Perak, Sungai Ujong, Selangor, Pahang dan Kelantan. Keterlibatan Sarekat Islam tersebut dibuktikan Ghazali lewat tiga pucuk surat yang ditemui pihak kerajaan dalam hal ini Datuk Jaya Pekasa Omar bin Mahmud, sewaktu SI melancarkan penyiasatan. Dalam ketiga surat tersebut terdapat kata-kata “society” dan “association” yang dimaksudkan Sarekat Islam. Menurut hemat penulis, Ghazali tidak secara spesifik membahas gerakan Sarekat Islam dalam berbagai bidang. Meskipun ditemui pembahasan yang mengarah pada adanya gerakan politik, sosial, dan agama, namun Ghazali luput dari pembahasan mengenai gerakan Sarekat Islam dalam bidang pendidikan. Terakhir, penulis melihat soal tahun masuknya Sarekat Islam di Terengganu memiliki kemiripan dengan waktu kedatangan Sarekat Islam di Bolaang Mongondow, yaitu sekitar tahun 1920.

Daud64 “Tinjauan tentang Pemikiran Pendidikan dalam Sarekat Islam”. Daud memfokuskan penelitiannya pada pemikiran pendidikan dua orang tokoh Sarekat Islam, yaitu HOS Cokroaminoto dan Haji Agus Salim. Menurutnya, pembaharuan pendidikan dua tokoh tersebut tentang ide dan konsep, diwujudkan dalam bentuk pemikiran yang menyangkut isi pendidikan organisasi Sarekat Islam. Ide dan konsep tersebut adalah integrasi antara pengetahuan agama dan pengetahuan umum.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh HOS. Cokoroaminoto dalam “Tafsir Program Asas dan Program Tandhim Sarekat Islam” yang merupakan pedoman dasar perjuangan SI.

Yeon65 “Makna dan Keterbatasan Sarekat Islam dalam Pergerakan Nasional”.

Yeon menyimpulkan masyarakat Pribumi sebenarnya memiliki kepentingan yang sama dengan Sarekat Islam, yaitu bagaimana mengatasi kesewenang-wenangan dan penindasan dari pemerintah Belanda, serta mencari solusi agar bisa merdeka hingga memungkinkan rakyat bisa terlindungi. Tetapi di satu sisi, rakyat adakalanya melakukan pemberontakan dan menuntut keinginan-keinginan mereka. Sedangkan di sisi lain, Sarekat Islam juga bergerak untuk merebut suatu power, khususnya dalam Volksraad dan Indie Weebaar. Di sini mereka adalah challenger menghadapi kaum yang diuntungkan di bawah orde penjajahan. Sarekat Islam sangat semangat memperlihatkan dan berusaha demi kepentingan rakyat, tetapi seolah gagal mewujudkannya.

Menurut Yeon, terdapat tiga faktor penyebab kemunduran Sarekat Islam.

Pertama, Sarekat Islam gagal merealisasikan kepentingan bersama secara nyata dan efektif. Kedua, tindakan radikal Sarekat Islam membawa reaksi keras pemerintah Belanda, hal ini yang menjadi tekanan yang amat berat. Ketiga, perselisihan dan

64Lihat Syarifuddin Daud, “Tinjauan tentang Pemikiran Pendidikan dalam Sarekat Islam”, (Tesis S2 Pascasarjana IAIN Jakarta, 1986).

65Kim So Yeon, “Makna dan Keterbatasan Sarekat Islam dalam Pergerakan Nasional”, (Tesis S2 Universitas Indonesia, Depok, 2003), h. 119-122.

20

pertentangan yang terjadi memberi dampak terhadap perpecahan dalam tubuh organisasi maupun anggotanya. Di samping tiga faktor penyebab kemunduran Sarekat Islam, Yeon melihat Sarekat Islam dapat berhasil sebab lingkungan masa dan sosial yang menguntungkan maupun dengan daya tarik dan kemampuan sendiri.

Terlebih secara psikologis kepercayaan munculnya Ratu Adil sangat berkaitan erat dengan karismatik Cokroaminoto. Sarekat Islam memperkuat kemampuan politik Islam, tetapi terlihat bahwa kepemimpinannya masih terpusat kepada beberapa tokoh organisasi saja.

Kosel66 “Christian Mission in An Islamic Environment Religious Conversion in North Sulawesi in the Light of a case-study from Bolaang Mongondow”. Kosel dalam penelitiannya membahas secara ringkas bagaimana peran Sarekat Islam di Bolaang Mongondow. Ia juga berpendapat bahwa baik untuk pihak berwenang Belanda maupun mitranya Bolaang Mongondow, afiliasi keagamaan tidak dapat dipisahkan dari aspek politik identitas dan hubungan kekuasaan.

Emalia67 “Dinamika Gerakan Sarekat Islam Cirebon dalam Kongres Al-Islam I 1922”. Penelitian ini mengemukakan bahwa di samping keanggotaan Sarekat Islam di Cirebon terbilang cukup banyak, namun terlaksananya Kongres Al-Islam ke-I di Cirebon tidak terlepas dari peran penting HOS. Cokroaminoto dan H. Agus Salim.

Kongres tersebut dimaksudkan untuk membahas beberapa masalah yang dihadapi oleh umat Islam Indonesia, mengantisipasi perkembangan sosial politik dan menjaga persatuan di antara umat Islam. Adapun mosi kongres tersebut untuk memaksa Belanda agar menghapus Ordonasi Guru 1905. Usaha tersebut sepertinya menemui kegagalan, ditandai dengan kebijakan Belanda pada tahun 1930, melarang keras pihak-pihak yang tidak kooperatif dengan pemerintah, sampai pada pelarangan terhadap organisasi dan penangkapan kepada beberapa tokohnya.

Penelitian Emalia di atas juga mengemukakan beberapa hal mengenai gerakan Sarekat Islam di Cirebon. Dalam bidang Pendidikan, Sarekat Islam mendirikan sekolah dasar Islam bernama Sekolah Sarekat Islam Igama atau Sarekat Islam School met de Qur’an.68 Sekolah tersebut fokus pada pembelajaran agama Islam, pendidikan kebangsaan, pengetahuan Barat (bahasa Belanda), bahasa Melayu dan pengembangan keterampilan. Sekolah sebagaimana disebutkan juga didirikan di berbagai tempat, seperti di Pekalongan, Pati, Majalengka, Kudus, Sukadana, Lampung dan Demak.69 Sementara dalam bidang politik, sebagai organisasi pergerakan, Sarekat Islam menjadi kendaraan politik bagi mereka yang ingin menyuarakan aspirasi ketidakpuasan terhadap pemerintah Belanda. Selain itu, Emalia juga mengemukakan bahwa Sarekat Islam Cirebon juga fokus dalam memerangi ketidakadilan dari pemerintah Belanda.

Menurut penulis, yang membedakan penelitian Emalia di atas dengan penelitian yang sedang dikaji adalah pada wilayah pendidikan. Jika di Cirebon Sarekat Islam

66Sven Kosel, “Christian Mission in...”, p. 41-65.

67Imas Emalia, “Dinamika Gerakan Sarekat Islam Cirebon dalam Kongres Al-Islam I 1922.” Buletin Al-Turas, vol. 14, no. 1, 2008, h. 57-74.

68Penjelasan lebih lanjut mengenai Sarekat Islam School met de Qur’an, lihat Fadjar, no. 151, 10 Juli 1922.

69Lihat Fadjar, no. 152, 11 Juli 1922.

21

mendirikan sekolah yang bernama Sarekat Islam School met de Qur’an sebagai wadah bagi anak-anak Pribumi yang beragama Islam untuk menimba ilmu pengetahuan dan pengembangan keterampilan, maka lain halnya dengan di Bolaang Mongondow. Sarekat Islam Bolaang Mongondow mendirikan Sekolah Islamiyah yang kemudian berkembang menjadi Sekolah Balai Pendidikan dan Pengajaran Islamiyah (BPPI). Sementara untuk mengembangkan bakat anak-anak, Sarekat Islam membuat yang namanya Sarekat Islam Angkatan Pandu (SIAP). Sedangkan dari segi gerakan politik, tentu memiliki perbedaan. Sarekat Islam Bolaang Mongondow dalam melakukan gerakan politik tidak dapat dilepaskan dari, selain karena berhadap-hadapan dengan Belanda, juga dihadapkan dengan politik para misionaris Kristen dan Kerajaan Bolaang Mongondow.

Mansur70 “Kontribusi Sarekat Islam dalam Membentuk Masyarakat Madani melalui Pendidikan”. Dari hasil analisisnya menjelaskan bahwa menurut Sarekat Islam, untuk memajukan pendidikannya maka Sarekat Islam mempunyai persyaratan atau modal saling kait mengait dan tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya yang disebut Trilogi Sarekat Islam, yakni: 1) sebersih-bersih tauhid, yaitu perjuangan bukan karena kepentingan pribadi, kelompok, atau kepentingan keluarga, tetapi berjuang karena kepentingan negara, bangsa, agama dan dalam rangka tujuan yang lebih jauh yakni berjuang karena Allah Swt. semata. 2) setinggi-tinggi ilmu pengetahuan, yaitu Allah Swt. tidak menyuruh umatnya hanya mengejar akhirat semata dengan tidak memperhatikan kesejahteraan di dunia tetapi Allah Swt menghendaki umatnya agar hidup bahagia dan sejahtera dimuka bumi serta kehidupannya bahagia. 3) sepandai-pandai siyasah (strategi), yaitu menurut Sarekat Islam politik itu dapat dibedakan menjadi dua yakni, sebagai ilmu pengetahuan dan sebagai kepandaian, serta keterampilan dan kecerdikan.

Ahmad71 “Sarekat Islam dan Gerakan Kiri di Semarang 1917-1920”. Ahmad mengemukakan bahwa perkembangan Sarekat Islam di Semarang tidak pernah lepas dari gerakan kiri (komunis) semenjak masuknya pengaruh sosialis revolusioner yang dibawa oleh Sneevliet melalui Semaoen. Lanjut Ahmad bahwa perpecahan dalam tubuh Sarekat Islam menemui puncaknya pada saat dilaksanakan Kongres Luar Biasa Central Sarekat Islam (CSI) di Surabaya, l 6-10 Oktober 1921. Semaoen habis-habisan berdebat dengan Agus Salim, tetapi tidak dapat mempertahankan posisi kader-kader PKI di Sarekat Islam, karena debat sepenuhnya dikuasai Agus Salim. Sementara Semaoen dan Tan Malaka, masing-masing hanya diberi kesempatan berbicara selama 5 menit. Selain itu secara tidak langsung Semaoen mengemukakan gagasan-gagasan pluralisme gerakan Sarekat Islam. Hal ini sama artinya dengan mengusulkan perubahan asas Sarekat Islam dari “Islam” menjadi

“Komunis” yang lebih plural. Gagasan Semaoen digunakan oleh Agus Salim untuk membangkitkan sentimen agama dari para peserta kongres dan memberlakukan disiplin partai. Akhirnya, Semaoen dan anggota Sarekat Islam yang merangkap

70Mansur, “Kontribusi Sarekat Islam dalam Membentuk Masyarakat Madani melalui Pendidikan.” INFERENSI, Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, vol. 7, no. 2, Desember 2013, h. 415-419.

71Tsabit A. Ahmad, “Sarekat Islam dan Gerakan Kiri di Semarang 1917-1920.” Jurnal Sejarah dan Budaya, vol. 8, no. 2, 2014, h. 225-231.

22

sebagai anggota PKI secara resmi dikeluarkan dari Sarekat Islam. Akibat peristiwa tersebut Sarekat Islam pecah menjadi Sarekat Islam Putih yang berasaskan kebangsaan dan keagamaan. Sarekat Islam Putih dipimpin oleh Agus Salim dan berpusat di Yogyakarta. Sementara Sarekat Islam Merah yang berasaskan sosial-komunis dipimpin oleh Semaoen dan berpusat di Semarang.

Temuan penting penelitian Ahmad menyatakan bahwa pergerakan Sarekat Islam Semarang (1917-1920) bercorak sosialis, sampai akhirnya mereka menyatakan diri bagian dari Perserikatan Komunis Hindia (PKH) yang menjadi cikal bakal Partai Komunis Indonesia (PKI). Menyusupnya pengaruh kiri dalam Sarekat Islam Semarang memberikan bukti bahwa terdapat persamaan visi yang dimiliki oleh Islam dan sosialis revolusioner (komunisme) saat itu, sehingga inilah yang menyebabkan paham komunisme berkembang menjadi ideologi yang mendapatkan simpati dari banyak masyarakat, tidak terkecuali mereka dari kalangan Islam melalui Sarekat Islam.

Penulis menemukan adanya perbedaan antara corak pergerakan Sarekat Islam di Surabaya dengan corak pergerakan Sarekat Islam di Sulawesi Utara, khususnya Sarekat Islam Bolaang Mongondow. Corak pergerakan Sarekat Islam Bolaang Mongondow mengikuti pemikiran HOS. Cokroaminoto dan Agus Salim yang mempertahankan asas kebangsaan dan keagamaan (Islam) sebagai dasar perjuangan.

Hal ini dibuktikan dengan beberapa propaganda Sarekat Islam di Sulawesi Utara, termasuk Bolaang Mongondow. Diketahui Sarekat Islam Bolaang Mongondow, selain dipropagandakan oleh Abdul Muis (1919) yang tidak lain adalah kubu dari HOS. Cokroaminoto, juga dipropagandakan oleh anak Cokroaminoto bernama Harsono Cokroaminoto. Pada tahun 1933, HOS. Cokroaminoto meresmikan Sarekat Islam Bolaang Mongondow menjadi Partai Sarekat Islam (PSI), sekaligus meresmikan sekolah Sarekat Islam yang dikenal dengan nama Balai Pendidikan dan Pengajaran Islamiyah (BPPI).

Fendi72 “Sarekat Islam dan Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Masyarakat Sampang (1913-1923)”. Penelitian Fendi bertujuan untuk menjelaskan tentang pendirian dan perkembangan Sarekat Islam di Sampang, serta pengaruh terhadap kehidupan masyarakatnya dalam bidang sosial, ekonomi, politik dan keagamaan.

Temuan penting dari penelitian Fendi, yaitu (1) Bidang sosial, Sarekat Islam memperbaiki upah pekerja di pabrik garam dan ikut terlibat dalam persoalan kelaparan yang terjadi di Madura pada tahun 1918. (2) Bidang ekonomi, Sarekat Islam mendirikan koperasi untuk menunjang ekonomi rakyat. Latar belakang pendirian koperasi tersebut, karena pada saat itu Cina menguasai perdagangan di daerah ini dan terbilang cukup mahal. Sarekat Islam kemudian berinisiatif dengan mendirikan koperasi untuk membantu masyarakat dengan harga yang lebih murah.

Selain itu, Sarekat Islam juga meminta pemerintah untuk menaikkan harga garam yang dibuat oleh masyarakat dari harga f. 10 menjadi f. 25. (3) Bidang politik, Sarekat Islam melakukan gerakan politiknya dengan menentang pemerintah kolonial Belanda agar tidak menghapus desa perdikan Napo dan Jrangoan (Jranguan).

Gerakan tersebut dilakukan karena desa yang disebutkan memiliki hak-hak

72Fendi, “Sarekat Islam dan Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Masyarakat Sampang (1913-1923).” Jurnal Ilmu Sejarah, vol. 1, no. 2, 2016, h. 1-16.

23

istimewa, berupa dibebaskan dari kerja rodi dan pajak yang merupakan hadiah dari Raja Tjakraningrat II saat memerintah di Sampang. (4) Bidang keagamaan, Sarekat Islam memajukan agama Islam, ini ditunjukkan dengan ibadah masyarakat Islam di masjid semakin meningkat, sekaligus memperbaiki moral penduduk setempat.

Penulis melihat bahwa penelitian Fendi tentang gerakan Sarekat Islam di Sampang hanya terfokus dalam bidang sosial, ekonomi, politik dan keagamaan.

Dalam membahas Sarekat Islam di Sampang, Fendi luput dari pembahasan mengenai bagaimana gerakan Sarekat Islam dalam memajukan pendidikan masyarakat setempat, khususnya bagi generasi muda. Pendidikan menjadi penting untuk dijelaskan, karena salah satu point untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yaitu melalui pendidikan. Menurut hemat penulis, pendidikan dapat memberikan ilmu pengetahuan, membuka wawasan dan dapat mengubah status seseorang dalam stratifikasi sosial masyarakat. Inilah yang kemudian membedakan penelitian Fendi dengan penelitian yang hendak diteliti. Di mana, penulis nantinya berbicara banyak soal gerakan Sarekat Islam dalam banyak bidang di Bolaang Mongondow, termasuk dalam bidang pendidikan.

Dari semua penelitian relevan di atas, jelas memiliki perbedaan dengan penelitian yang penulis teliti. Perbedaan itu dapat dilihat dari objek kajiannya, periodisasi dan fokus penelitian, serta lokasi penelitian. Disini penulis mengkaji dan meneliti tentang gerakan Sarekat Islam di Sulawesi Utara yang difokuskan pada daerah Bolaang Mongondow masa penjajahan Belanda, pendudukan Jepang dan awal kemerdekaan Indonesia, yaitu periode 1920-1950. Perbedaan selanjutnya juga dapat dilihat dari segi metode, pendekatan dan pertanyaan dalam rumusan masalah penelitian.

F. Metode dan Teknik Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian historis (historical research methods) yang bertitik tolak dari apa yang disebut Bloch73 sejarah sebagai “ilmu”

atau pengetahuan tentang manusia masa lalu.74Senada dengan Bloch, Syari’ati mengatakan history is a living, natural reality.75 Sementara dalam mengkaji topik penelitian, penulis menggunakan lima tahapan historical research76sebagai berikut:

Pertama, heuristik (pengumpulan data). Langkah awal untuk mengumpulkan sumber yang relevan, baik primer maupun sekunder disebut heuristik. Sumber tertulis; buku-buku, artikel, jurnal, dan arsip yang dapat dicari di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Sedangkan sumber tidak tertulis; artefak (dokumentasi, bangunan, benda-benda), serta pengamatan secara langsung di lapangan melalui wawancara dengan tokoh-tokoh SI yang masih hidup atau keluarga terdekat yang bisa dipastikan mempunyai pengetahuan terkait topik yang diteliti.

73Marc Bloch, The Historian Craft, (Manchester: Manchester University Press, 1954), h. 13-14.

74Henri-Irenee Marrou, The Meaning of History, (Montreal: Palm Publishers, 1966), h.

33.

75Ali Syari’ati, School of Thought. Penerjemah C. Bakhtiar, (Albuquerque: Book Designers and Builders, t.t.), h. 37.

76Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, cet. 1, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013), h.

69.

24

Penulis kemudian melakukan penelusuran ke berbagai lembaga yang relevan dengan topik dan cakupan waktu sejarah, seperti Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Perpustakaan Nasional adalah tempat penyimpanan referensi penting terkait dengan Sarekat Islam yang berupa majalah dan surat kabar. Keunggulan dari majalah adalah memberikan informasi dengan terbitan sezaman antara tahun 1920-1950. Di samping itu, laporan dalam surat kabar juga memiliki keunggulan karena tulisan-tulisannya dibuat oleh orang yang melihat langsung, atau merupakan hasil wawancara dari orang-orang yang melihat atau terlibat dalam suatu peristiwa yang dimaksud.

Penelusuran terhadap sumber tertulis tidak hanya berhenti di dua lembaga tersebut. Penulis juga melakukan penelusuran data-data di Perpustakaan Daerah Sulawesi Utara dan Perpustakaan Daerah Bolaang Mongondow yang menyimpan berbagai arsip, naskah, dokumen yang berisi fakta-fakta yang berhubungan dengan kegiatan manusia sebagai kelompok sosial atau individu,77 serta buku-buku yang berkaitan dengan objek wilayah kajian, khususnya Daerah Bolaang Mongondow dan daerah Sulawesi Utara secara umum. Selain sumber primer, penulis juga menggunakan sumber sekunder dari hasil penelitian yang dilakukan oleh para sejarawan dan peneliti sebelumnya secara metode akademis, namun tidak semasa dengan peristiwa seperti artikel jurnal, tesis, dan disertasi. Dengan demikian penelitian yang diteliti memiliki keunggulan, yaitu telah melalui proses verifikasi secara ilmiah dengan tetap mempertimbangkan sumber-sumber yang dipakai dan subyektifitas penulis.

Sumber primer maupun sekunder yang digunakan dalam penyusunan tesis ini masih sangat minim karena keterbatasan penulis dari segi waktu dan jarak untuk mengaksesnya. Penulis melakukan pencarian sumber yang relevan di berbagai tempat secara teliti dengan ketersediaan waktu yang ada seperti di lembaga Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Perpustakaan Nasional Republik Indonesia,

Sumber primer maupun sekunder yang digunakan dalam penyusunan tesis ini masih sangat minim karena keterbatasan penulis dari segi waktu dan jarak untuk mengaksesnya. Penulis melakukan pencarian sumber yang relevan di berbagai tempat secara teliti dengan ketersediaan waktu yang ada seperti di lembaga Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Perpustakaan Nasional Republik Indonesia,

Dokumen terkait