Untuk mendapatkan data tentang penggunaan campuran Span 80 dan Tween 80 sebagai surfaktan terhadap sifat fisik sediaan cold cream.
2. Tujuan khusus :
a. Untuk mengetahui yang dominan menentukan sifat fisik sediaan cold cream, faktor Span 80, faktor Tween 80, atau interaksi keduanya.
b. Untuk mengetahui komposisi optimal Span 80 dan Tween 80 yang diprediksi sebagai formula optimal sediaan cold cream dengan menggunakan metode desain faktorial.
6 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA A. Binahong
1. Klasifikasi tanaman binahong
Berdasarkan Bihrmann’s Taxonomy (2008) klasifikasi tanaman binahong yaitu:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subclass : Caryophyllidae Bangsa : Caryophyllales Suku : Basellaceae Marga : Anredera
Jenis : Anredera cordifolia
2. Morfologi tanaman
Berdasarkan Bihrmann’s Caudiciform (2008), tanaman binahong termasuk golongan famili Basellaceae yang digambarkan oleh Baill pada tahun 1888. Tanaman ini ditemukan di Amerika Selatan sekitar Ekuador. Tanaman ini membutuhkan drainasi tanah yang baik, beberapa air dan banyak cahaya matahari.
Rhizoma akan tumbuh sampai 4cm dan tingginya mencapai 6m. Bunganya putih
dan tanaman ini dapat dikembangbiakan baik dengan dipotong, dengan benih dan umbinya.
Berdasarkan Swaziland's Alien Plants Database (2008), batangnya merambat, tipis dan sering kemerah-merahan. Daun subsessile atau dengan panjang tangkai daun 1-2 cm, umumnya terdapat akar umbi kecil pada ketiak daun. Halaian daun berukuran 2-11-(13) x 1.75-10-(11) cm, berbentuk oval dan lebar, agak berair sampai berair banyak mengikuti derajat pencahayaan, pangkal daun subcordate atau cordate; puncaknya tumpul. Racemes sederhana atau 2-4 cabang batang, panjangnya sampai 18 cm dan umumnya mengeluarkan ibu tangkai bunga, dengan sejumlah bunga-bunga putih kecil yang wangi. Tangkai bunga penjangnya 2-3 mm; daun pelindung panjangnya 1.5-1.8 mm, lanceolate-subulate. Daun tangkai terendah panjangnya 0.5-1 mm, cupulate; Daun tangkai atas sampai 2-2.5 mm, suborbicular. Bunga panjangnya 2-3 mm, membujur elip sampai elips yang melebar. Tangkai sari berbentuk segitiga sempit, dan menyebar.
Tangkai kepala putiknya satu, lebih pendek dari benang sari; bercabang 1/2-3/4 panjangnya; kepala putik clavate.
2. Kandungan zat aktif dan khasiat secara empiris
Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis.) memiliki kandungan zat aktif antara lain adalah flavonoid kalkon, yaitu retrochalcone, 2,4-dihydroxy-6-methoxy-5-formyl-3-methylchalcone (Calzada dkk., 2001). Menurut Moura-Letts dkk. (2006) secara in-vivo asam oleanolat memiliki aktivitas sebagai penyembuh luka. Menurut Istiqomah (2007), daun binahong mengandung senyawa golongan
fenol dan saponin, serta mempunyai aktifitas antibakteri. Tshikalange (2004) menyatakan bahwa pada daun binahaong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis.) ditemukan kandungan antibakteri dan sitotoksik yang diteliti dengan menggunakan metode agar dilusi. Secara empiris, daun binahong berkhasiat untuk penyembuhan memar, pegal linu, rematik serta meningkatkan daya tahan tubuh (Anonim, 2007).
3. Asam oleanolat
Asam oleanolat merupakan senyawa triterpenoid yang diketahui memiliki sifat sebagai hepatoprotektif, antiinflamasi, dan antihiperlipidemik.
Gambar 1. Struktur asam oleanolat (Moura-Letts dkk, 2006)
Asam oleanolat memiliki berat molekul 456,71. Kristal asam oleanolat berwarna putih, memiliki titik leleh 308-310oC, tidak larut air, larut dalam etanol, eter, aseton dan kloroform (Anonim, 2009).
B. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok. Cairan penyari yang digunakan dalam pembuatan ekstrak adalah air, eter atau campuran etanol dan air.
Penyarian simplisia dengan air dilakukan dengan cara maserasi, perkolasi atau penyeduhan dengan air mendidih. Penyarian dengan campuran etanol air dilakukan dengan cara maserasi atau perkolasi. Untuk ekstrak cair dengan penyari etanol, hasil akhir harus dibiarkan di tempat sejuk selama 1 bulan, kemudian disaring, sambil mencegah penguapan (Anonim, 1995).
C. Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut air. Proses ekstraksi dipisahkan menjadi pembuatan serbuk, pembasahan, ekstraksi dan pemekatan. Secara umum ekstraksi tanaman obat dibedakan menjadi infundasi, maserasi, perkolasi, dan destilasi uap (Anonim, 1986).
Maserasi merupakan cara ekstraksi zat aktif menggunakan cairan pengekstraksi dengan penggojogan atau pengadukan pada suhu ruangan. Maserasi merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam proses ekstraksi. Metode ini mempunyai keuntungan yaitu reprodusibel (List dan Schimdt, 1989). Maserasi dilakukan dengan merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif dan kemudian melarutkan zat aktif. Karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel, larutan terpekat akan didesak keluar (Anonim, 1986).
D. Krim 1. Karakteristik Krim
Krim adalah sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair diformulasikan sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air (Anonim,1995). Krim biasanya terdiri dari emulsi M/A atau emulsi A/M (Collett,1990). Menurut Ansel (1989), krim adalah cairan kental atau emulsi setengah padat baik bertipe air dalam minyak atau minyak dalam air.
Krim biasanya digunakan dalam pemakaian obat pada permukaan kulit (topikal).
Allen (1999) menyatakan bahwa krim merupakan cairan kental atau padatan lunak, tidak tembus cahaya yang ditujukan untuk pemakaian luar.
2. Cold Cream
Cold cream merupakan emulsi untuk komestik pertama yang tercantum pada literatur. Prinsip emulsi ini adalah kombinasi antara lilin alami dan minyak sayur (beeswax tradisional dan minyak zaitun). Sesuai dengan perubahan zaman, minyak mineral menggantikan minyak sayur yang kurang stabil. Dengan penambahan borax ke dalam formula meningkatkan kestabilan emulsi akibat reaksinya dengan asam lemak dalam lilin alam yang menghasilkan sabun sodium palmitat yang merupakan emulgator in situ (Wilkinson, 1982).
E. Surfaktan
Surfaktan adalah suatu zat yang mempunyai gugus hidrofil dan lipofil sekaligus dalam molekulnya. Zat ini akan berada di permukaan cairan atau antar muka dua cairan dengan cara teradsorbsi. Pada antar muka udara/air, rantai-rantai lipofilik diarahkan ke atas masuk dalam udara, pada antar muka minyak/air mereka bergabung dalam fase minyak, maka molekul-molekul surfaktan membentuk suatu jembatan antar fase polar dan fase non polar yang menyebabkan terjadinya transisi antara kedua fase tersebut lebih baik. Untuk membuat agar surfaktan terkonsentrasi pada antar muka, maka surfaktan harus seimbang, dengan pengertian gugus-gugus yang larut dalam air harus seimbang dengan gugus-gugus yang larut dalam minyak. Jika molekulnya terlalu besar dan bersifat hidrofilik, maka ia akan tetap berada pada fase air. Sebaliknya, jika molekulnya terlalu bersifat lipofilik, maka ia akan melarut sempurna dalam fase minyak dan sedikit muncul pada antar muka (Moechtar, 1989).
Molekul-molekul surfaktan ditandai dengan adanya dua daerah afinitas larutan yang berbeda yang letaknya berhadapan di dalam molekul atau ion yang sama. Bilamana mereka berada dalam suatu medium cair pada konsentrasi rendah, surfaktan tersebut akan terpisah dan berukuran di bawah ukuran koloidal (Sub-koloidal). Jika konsentrasinya dinaikkan, terjadi agregasi pada jarak konsentrasi yang sempit. Agregat-agregat yang terjadi mengandung 50 atau lebih monomer yang disebut misel. Karena diameter tiap misel berukuran kurang dari 50Å, maka
misel-misel tersebut ukurannya terletak dalam jarak ukuran koloidal. Konsentrasi misel terbentuk dinamakan konsentrasi misel kritik (KMK) (Moechtar, 1989).
Menurut Aulton (1988), surfaktan dapat dikelompokkan menjadi:
1. Golongan Anionik, contohnya : sabun, alkil sulfat, tioleil sulfat, sulfosuksinat.
2. Golongan Kationik, contohnya : alkoksialkilamin, benzalkonium klorida.
3. Golongan Amfoterik, contohnya : N-alkil asam amino, lesitin.
4. Golongan Nonionik, contohnya : ester-ester sorbitan, eter alkil/aril polioksietilen.
F. Evaluasi Sifat Fisis dan Stabilitas sediaan Cold Cream
1. Evaluasi Sifat Fisis a. Viskositas
Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir, makin tinggi viskositas maka tahanannya semakin besar.
Satuan viskositas adalah poise, merupakan shearing force yang dibutuhkan untuk menghasilkan kecepatan 1cm/detik antara dua bidang cairan yang paralel dimana luas masing-masing adalah 1 cm2 dan dipisahkan oleh jarak 1 cm (Martin, A., Swarbrick, J., Cammarata, A., 1990).
b. Daya Sebar
Daya sebar (spreadibility) berkaitan dengan sudut kontak tetesan air atau sediaan semisolid pada substrat dan merupakan parameter dari lubricity, yang berkaitan langsung dengan koefisien gesekan. Daya sebar merupakan faktor penting karena bertanggung jawab terhadap pemberian dosis yang tepat pada tempat aplikasi, kemudahan dalam aplikasi dan mempengaruhi penerimaan konsumen (Garg et al., 2002). Daya sebar dipengaruhi oleh konsistensi dari formula, kecepatan dan lama pengaplikasian, temperatur permukaan substrat, viskositas, kecepatan penguapan pelarut dan peningkatan viskositas akibat penguapan pelarut tersebut (Garg, et al., 2002).
c. Tipe Emulsi
Menurut Voigt (1984), untuk menentukan tipe emulsi terdapat sejumlah cara pengujian yang dapat digunakan, antara lain:
1). Metode Warna
Beberapa tetes larutan bahan pewarna air (methylen blue) dicampurkan ke dalam contoh sediaan emulsi. Jika warna sediaan biru merata pada medium dispers, maka emulsi yang diuji bertipe m/a. Sampel dapat diuji dengan beberapa tetes larutan sudan III dalam minyak. Hasil warna oranye merata pada medium dispers hanya akan terjadi pada emulsi a/m.
2). Metode pengenceran
Metode ini berdasar atas adanya kenyataan bahwa fase luar emulsi dapat diencerkan. Jika ke dalam sampel ditambahkan air, dan setelah pengocokan atau pengadukan diperoleh kembali sediaan yang homogen, maka emulsi bertipe m/a. Jika sampel dicampur minyak, maka hal ini akan menyebabkan pecahnya emulsi. Pada emulsi a/m akan diperoleh hasil yang sebaliknya.
3). Pengukuran Daya Hantar
Identitas tipe emulsi yang paling meyakinkan dapat dihasilkan melalui pengujian daya hantar. Jika dua kawat yang dihubungkan dengan baterai lampu senter dicelupkan ke dalam sampel emulsi, maka hanya emulsi m/a yang akan terjadi simpangan pada miliamperemeter. Hanya air sebagai fase luar yang dapat memberikan aliran listrik.
2. Stabilitas Sediaan
a. Analisis Ukuran Droplet
Jika diameter rata-rata droplet bertambah dalam waktu tertentu, diasumsikan terjadi coalescence. Pemeriksaan secara mikroskopik atau menghitung diameter droplet secara elektronik seperti dengan coulter counter atau pengukuran laser difraksi suatu sediaan dalam waktu penyimpanan banyak digunakan (Aulton, 1988).
b. Stabilitas fase emulsi
Stabilitas fisik emulsi dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan tingkat creaming yang terjadi dalam periode waktu tertentu. Caranya dengan membandingkan volume terjadinya creaming atau bagian yang memisah dari suatu emulsi dengan volume totalnya (Aulton, 1988)
c. Pergeseran viskositas
Viskositas merupakan parameter reologi yang penting dalam sediaan semisolid. Peningkatan viskositas dapat meningkatkan waktu retensi sediaan pada kulit (Garg et al., 2002). Creaming pada sediaan semisolid akan mempengaruhi pergeseran viskositas sediaan (Sinko, 2006).
G. Bahan – Bahan 1. Span 80
Span 80 adalah campuran ester sorbital dengan satu mol anhidrida asam oleat. Pemerian : cairan kental seperti minyak dengan bau khas, berwarna kuning muda sampai kecoklatan (Reynolds dan James, 1996). Span 80 larut pada minyak dan tidak larut pada air.
Gambar 2. Struktur Span 80 (www.chemblink.com)
2. Tween 80
Tween 80 adalah ester oleat dari sorbitol dan anhidrida yang berkopolimerisasi dengan lebih kurang 20 molekul etilena oksida untuk tiap molekul sorbitol dan anhidrida sorbitol.
Pemerian : cairan seperti minyak, jernih, berwarna kuning muda hingga coklat tua, bau khas lemah, rasa pahit dan hangat (Anonim, 1995).
(COCH2)6
Gambar 3. Struktur Tween 80
3. Lanolin
Lanolin disebut juga sebagai adeps lanae atau lemak bulu domba adalah zat serupa dengan lemak yang dimurnikan, diperoleh dari bulu domba Ovis aries Linné (Familia Bovidae) yang dibersihkan dan dihilangkan warna dan baunya.
Mengandung air tidak lebih dari 0,25%. Boleh mengandung antioksidan yang sesuai tidak lebih dari 0,02%. Pemerian lanolin adalah massa seperti lemak, lengket, warna kuning, dan memiliki bau khas (Anonim,1995). Lanolin memiliki titik leleh 36-42o C (Collet, 1990).
4. Beeswax
Komponen utama beeswax adalah myricyl palmitate, suatu ester dari alkohol rantai panjang. Selain itu beeswax juga mengandung sedikit ester dari kolesterol dan asam serotik bebas yang dapat digunakan untuk membentuk sabun.
Beeswax bukan merupakan emulgator yang baik namun senyawa ini berguna sebagai stabilisator dari krim A/M karena beeswax dapat memfasilitasi pencampuran dengan air (Collet, 1990).
5. Vitamin E
Vitamin E adalah bentuk dari alfa tokoferol (C29H50O2). Termasuk d- atau di-alfa tokoferol (C29H50O2), d- atau di-alfa tokoferol asetat (C31H52O3), d- atau di-alfa tokoferol asam suksinat (C33H54O5). Mengandung tidak kurang dari 96,0% dan tidak lebih dari 102,0% masing-masing C29H50O2, C31H52O3, atau C33H54O5 (Anonim, 1995). Alfa tokoferol merupakan bentuk vitamin E yang paling aktif pada manusia. Bentuk ini memiliki aktifitas sebagai antioksidan.
Bentuk alfa tokoferol asetat merupakan alfa tokoferol yang dilindungi aktifitasnya sebagai antioksidan (Anonim, 2008a).
6. Borax
Boraks (borax) mengandung sejumlah Na2B4O7- yang setara dengan tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 105,0% Na2B4O7.10H2O. Pemerian dari boraks berbentuk hablur transparan tidak berwarna atau serbuk putih, tidak berbau. Larutan bersifat basa terhadap fenolftalcin. Pada kondisi udara kering dan hangat, hablur sering dilapisi serbuk berwarna putih (Anonim, 1995).
H. Desain Faktorial
Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu teknik untuk memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel babas. Desain faktorial digunakan dalam percobaan untuk menentukan secara simulasi efek dari beberapa faktor dan interaksinya yang signifikan (Bolton, 1997).
Desain faktorial dua level berarti ada dua faktor (misal A dan B) yang masing-masing faktor diuji pada dua level yang berbeda, yaitu level rendah dan level tinggi. Desain faktorial mengandung beberapa pengertian, yaitu faktor, level, efek, dan respon. Faktor merupakan setiap besaran yang mempengaruhi respon (Voigt, 1984). Level merupakan nilai atau tetapan untuk faktor. Pada percobaan dengan desain faktorial perlu ditetapkan level yang diteliti yang meliputi level rendah dan level tinggi (Bolton, 1997).
Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi tingkat dari faktor. Efek faktor atau interaksi merupakan rata-rata respon pada level tinggi dikurangi rata-rata respon pada level rendah. Respon merupakan sifat atau hasil percobaan yang diamati. Respon yang diukur harus dikuantitatifkan (Bolton,1990). Persamaan umum dari desain faktorial adalah sebagai berikut :
Y = b0 + b1XA + b2XB + b12 XAXB ...(1) Y = respon hasil yang diamati.
XA, XB = level bagian A dan B, yang nilainya tertentu dari minimal sampai maksimal.
b1, b2, b12 = koefisien, dapat dihitung dari hasil percobaan.
b0 = rata-rata dari semua percobaan
Pada desain faktorial dua level dan dua faktor diperlukan empat formula (2n= 4, dengan 2 menunjukkan level dan n menunjukkan faktor), yaitu formula (1) A dan B masing-masing pada level rendah, formula (a) A pada level tinggi dan B pada level rendah, formula (b) A pada level rendah dan B pada level tinggi, dan formula (ab) A dan B masing-masing pada level tinggi (Bolton, 1997). Desain keempat formula tersebut ditampilkan pada tabel I.
Tabel I. Desain formula metode desain faktorial Formula Faktor A Faktor B Interaksi
(1) - - +
a + - -
b - + -
ab + + +
Keterangan:
- = level rendah
+ = level tinggi
Formula (1) = faktor I pada level rendah, faktor II pada level rendah Formula a = faktor I pada level tinggi, faktor II pada level rendah Formula b = faktor I pada level rendah, faktor II pada level tinggi Formula ab = faktor I pada level tinggi, faktor II pada level rendah
(Bolton, 1997) Untuk mengetahui besarnya efek masing-masing faktor, maupun efek interaksinya dapat diperoleh dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah. Konsep perhitungan efek menurut Bolton (1997) sebagai berikut:
Efek faktor A =
Secara in-vivo senyawa asam oleanolat memiliki aktivitas sebagai penyembuh luka (Moura-Letts dkk, 2006). Penggunaan senyawa asam oleanolat ini mampu mempercepat proses penyembuhan luka hingga 40% daripada keadaan normal (Jha, 2006).
Asam oleanolat merupakan suatu triterpenoid saponin yang banyak ditemukan pada tumbuhan dikotil terutama pada famili Caryophyllaceae, Sapindaceae, Polygalaceae, dan Sapotaceae (Evan,2002). Tanaman binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) termasuk pada famili Caryophyllaceae dan secara empiris digunakan untuk mempercepat pemulihan luka. Selain asam oleanolat, daun binahong juga mengandung senyawa flavonoid, fenol, maupun saponin yang dapat membantu proses penyembuhan luka.
Penggunaan tanaman binahong secara tradisional dianggap kurang praktis. Sehingga dalam penelitian ini memilih bentuk sediaan cold cream sebagai alternatif pemanfaatan daun binahong. Bentuk sediaan cold cream dipilih karena mampu memberikan efek dingin. Selain itu, menurut Gennaro (2000) krim
merupakan suatu emulsi sehingga efek terapeutik dan daya sebar lebih baik daripada bentuk sediaan liquid yang lain.
Pada penelitian ini, sediaan cold cream campuran Span 80-Tween 80 digunakan sebagai emulgator. Dalam penelitian ini Span 80 dicampur pada fase minyak dan Tween 80 dicampur pada fase air.
Sifat fisik dan stabilitas fisik formula dapat dilihat dari formula yang mempunyai viskositas tertentu yang mempunyai konsistensi semi padat pada penyimpanan dan mempunyai daya sebar yang baik sehingga menjamin pemerataan dosis. Oleh karenanya perlu adanya penelitian untuk mengetahui komposisi optimum Span 80-Tween 80 sebagai emulgator, yang menghasilkan formula sediaan cold cream dengan sifat-sifat fisik yang dikehendaki.
I. Hipotesis
Hipotesis yang hendank diuji dalam penelitian ini adalah diduga ditemukan faktor yang dominan antara Span 80, Tween 80 atau interaksi antara faktor Span 80-Tween 80 dalam menentukan sifat fisis dan stabilitas sediaan, serta diduga ditemukan area optimum yang menghasilkan sifat fisis dan stabilitas sediaan yang dikehendaki.
22 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan termasuk jenis penelitian eksperimental yang bersifat eksploratif dengan metode desain faktorial 2 faktor dan 2 level.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia dan Laboratorium Teknologi Sediaan Semi Solid Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian a. Variabel bebas
Sebagai variabel bebas adalah komposisi Span 80 – Tween 80.
b. Variabel tergantung
Sebagai variabel tergantung adalah sifat fisis dan stabilitas fisik sediaan cold cream ekstrak daun binahong.
c. Variabel pengacau terkendali
Sebagai variabel pengacau terkendali adalah jenis alat yang digunakan dalam penelitian, range kecepatan putaran mikser, lama penyimpanan, wadah penyimpanan dan komposisi bahan lain di luar tween 80 dan span 80 dalam formula.
c. Variabel pengacau tak terkendali
Sebagai variabel pengacau tak terkendali adalah temperatur dan kelembaban ruangan pada saat penyimpanan cold cream.
2. Definisi Operasional
a. Sediaan cold cream adalah krim ekstrak daun binahong yang dibuat dari ekstrak daun binahong sesuai dengan formula yang telah ditentukan pada penelitian ini.
b. Ekstrak daun binahong adalah ekstrak yang diperoleh dengan cara mengekstraksi daun binahong secara maserasi menggunakan larutan penyari etanol 96 %.
c. Surfaktan adalah suatu zat yang memiliki gugus hidrofil dan lipofil sekaligus dalam molekulnya.
d. Faktor adalah setiap besaran yang mempengaruhi respon, dalam penelitian ini digunakan 2 faktor yaitu Tween 80 dan Span 80.
e. Level adalah nilai atau tetapan untuk faktor, dalam penelitian ini terdapat dua level, yaitu level rendah dan level tinggi. Level rendah Tween 80 dinyatakan dalam jumlah bahan sebanyak 1 g sedangkan level tinggi sebanyak 3 g. Level rendah Span 80 dinyatakan dalam jumlah bahan sebanyak 3 g dan level tinggi sebanyak 7 g.
f. Respon adalah besaran yang dapat dikuantifikasikan dan diamati.
Dalam penelitian ini respon adalah hasil percobaan sifat fisis
(ukuran partikel, viskositas dan daya sebar) dan stabilitas krim (stabilitas fase emulsi).
g. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi level dan faktor. Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada level rendah dan rata-rata respon pada level tinggi.
h. Contour plot adalah grafik yang merupakan hasil dari respon sifat fisis dan stabilitas krim.
i. Superimposed contour plot adalah grafik area pertemuan yang memuat semua arsiran dalam contour plot yang diprediksi sebagai area optimal.
j. Daya sebar optimal adalah diameter penyebaran krim dengan nilai 5 – 7 cm pada pengukuran massa krim 1 g yang diberi beban 125 g selama 1 menit.
k. Viskositas optimal adalah viskositas yang mendukung kemudahan krim diisikan ke dalam wadah, kemudahan dikeluarkan saat penggunaan, dan memilki pemerataan yang baik saat diaplikasikan.
Nilai viskositas optimal yang diharapkan pada penelitian ini adalah 70-100 d.Pa.s.
l. Stabilitas fase emulsi adalah persentase volume emulsi yang stabil dibandingkan dengan volume total emulsi dalam tabung berskala pada hari ke- 0, 1, 3, 5, 7, 14, 21, 28 dan 30 setelah pembuatan emulsi.
Stabilitas fase emulsi = x100%...(1) h
h
o u
Keterangan : hu = tinggi emulsi stabil (cm) ho = tinggi emulsi mula – mula (cm)
Nilai stabilitas fase emulsi optimal yang diharapkan pada penelitian ini adalah lebih dari 97,5%.
l. Pergeseran viskositas adalah prosentase selisih viskositas sediaan cold cream setelah penyimpanan selama 1 bulan dengan viskositas rata-rata 48 jam setelah pembuatan terhadap viskositas rata-rata 48 jam setelah pembuatan. Nilai pergesaran viskositas optimal yang diharapkan pada penelitian ini kurang dari 10%.
C. Bahan atau Materi Penelitian
Daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis), Virgin Coconut Oil (VCO), Beeswax, Lanolin, Borax, Vitamin E, Span 80, Tween 80, Air, Parfum, Reagen methylen blue, Reagen sudan III
D. Alat atau Instrument Penelitian
Alat-alat gelas (Iwaki TE-32 Pirex® Japan Under lic.), neraca analiitik (Precise 2000C – 2000D1), waterbath, mixer (Cucina Philips® dan Power Supply IC Regulated model ad 01), Viscotester Rion seri VT 04 (RION-JAPAN), Objek gelas, Mikroskop
E. Jalannya Penelitian 1. Ekstraksi
Daun segar binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis.) dihaluskan dan dimaserasi dengan etanol 96 % pada suhu kamar dengan bantuan shaker.
Setelah itu, diuapkan untuk mendapatkan ekstrak kental daun binahong.
2. Penyiapan Formulasi
Formula standar sediaan cold cream (Wilkinson, 1982)
R/ Beeswax 10
Mineral Oil 20
Lanolin 3
Borax 0.7
Hydrogenated Vegetable Oil 25
Antioxidant 0.5
Sorbitan stearate 5
Polysorbate 60 2
Water 33.8
Perfume, preservative qs
Dalam optimasi formula ini dilakukan modifikasi formula sebagai berikut.
R/ Beeswax 15 Gram
VCO 30 Gram
Lanolin 5 Gram
Borax 2,5 Gram
Vitamin E 1,5 Gram
Span 80 3-7 Gram
Tween 80 1-3 Gram
Akuades 30 Gram
Parfum 1 Gram
Ekstrak daun binahong 15 Gram
Tabel II. Formula desain faktorial
Formula 1 A b ab
Beeswax 15 15 15 15
VCO 30 30 30 30
Lanolin 5 5 5 5
Borax 2,5 2,5 2,5 2,5
Vitamin E 1,5 1,5 1,5 1,5
Span 80 3 7 3 7
Tween 80 1 1 3 3
Air 30 30 30 30
Parfum 1 1 1 1
Ekstrak daun binahong 15 15 15 15
3. Pembuatan Sediaan Cold Cream
Fase Minyak (Beeswax, VCO, lanolin, vitamin E, dan Span 80) dipanaskan dalam cawan porselin pada suhu 70oC. Fase air (Tween 80, Borax,
parfum) dipanaskan pada suhu 70oC. Akuades dipanaskan pada suhu 70oC dan dituang dalam fase air dan dicampur dengan mikser. Ekstrak daun binahong dimasukkan ke dalam fase air dicampur dengan mikser hingga homogen, kemudian fase air dimasukkan dalam fase minyak, dicampur dengan mikser hingga homogen.
F. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan selama periode waktu tertentu, yaitu selama 4 minggu dengan mengamati perubahan stabilitas fisik sediaan cold cream.
Pengumpulan data dilakukan selama periode waktu tertentu, yaitu selama 4 minggu dengan mengamati perubahan stabilitas fisik sediaan cold cream.